ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
III.1
Teori Dasar
III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik dengan atau tanpa fluida magmatik (Hochstein et al., 2000). Pada umumnya sistem panasbumi terdiri dari: 1. Sumber panas (heat source) 2. Reservoir tempat sirkulasi dari fluida panasbumi 3. Batuan penudung (cap rock) yang berfungsi menghalangi hilangnya uap air. 4. Daerah recharge yang berfungsi menyuplai air pada reservoir sehingga sirkulasi air dapat terus berlangsung dan daerah discharge tempat terbentuknya manifestasi di permukaan 5. Rekahan zona permeabel sebagai jalur sirkulasi fluida Sistem panasbumi berdasarkan pola aliran dari fluida panasbumi dibagi menjadi 2 (Ellis et al., 1977), yaitu: 1. Sistem tersimpan (storage system) Air tersimpan dalam akuifer dan terpanaskan di tempat, tidak terdapat manifestasi di permukaan, dan terdapat lapisan penutup atau impermeabel yang menghalangi sirkulasi air ke permukaan. 2. Sistem berputar (cyclic system) Air permukaan dapat masuk ke reservoir sehingga dapat terpanaskan kemudian kembali ke permukaan berupa artesis (akibat gravitasi), terdapat permeabilitas yang baik. Sistem panasbumi berdasarkan topografi dibagi menjadi 2 (Browne, 1999), yaitu 1. Sistem panasbumi dengan topografi rendah Sistem panasbumi ini memiliki topografi yang relatif rendah yang memungkinkan fluida panasbumi dari reservoir mencapai permukaan dan keluar sebagai manifestasi seperti
ELFINA 12006011
21
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
kolam air alkali klorida dan endapan sinter silika. Air panas ini berasal dari air meteorik yang memilki pH mendekati netral dan biasanya memiliki salinitas rendah. 2. Sistem panasbumi dengan topografi tinggi Sistem panas bumi ini memiliki topografi yang relatif tinggi dan sangat umum di Indonesia. Air alkali klorida sangat jarang mencapai permukaan tanah maka penggantinya terdapat zona 2 fasa dengan ketebalan beberapa ribu meter yang diekspresikan oleh manifestasi di permukaan seperti fumarol, tanah hangat, dan solfatara. Gas dan uap yang naik ke permukaan akan mengalami kondensasi dengan air meteorik yang berasal dari air hujan. Fluida kondensat asam ini bisa bergerak secara lateral di bawah permukaan dan keluar sebagai mata air panas asam. Pada Lapangan Panasbumi Wayang Windu memilki sistem panasbumi berputar dan sistem panasbumi dengan topografi tinggi (gambar 3.1). Manifestasi yang ditemukan pada lapangan panasbumi ini adalah mata air panas bersifat asam, fumarol, dan tanah hangat (Abrenica et al., 2010)
Gambar 3.1 Sistem panasbumi topografi tinggi (Nicholson, 1993).
ELFINA 12006011
22
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
III.1.2 Alterasi Hidrotermal Fluida hidrotermal merupakan larutan panas (50 - >500oC) yang mengandung Na, K, Cl, Ca sebagai komponen utama dan elemen yang lain sebagai komponen minor (Pirajno, 1992). Sistem hidrotermal merupakan sistem sirkulasi fluida hidrotermal di bawah permukaan bumi secara lateral maupun vertikal pada tekanan dan temperatur yang bervariasi. Alterasi hidrotermal merupakan interaksi fluida panas (fluida hidrotermal) dengan batuan samping yang mengakibatan terjadi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia (Pirajno, 1992). Pembentukan mineral sekunder dalam sistem hidrotermal dipengaruhi oleh 6 faktor (Browne, 1978, op.cit. Corbett dan Leach, 1999), yaitu: 1.
temperatur
2.
tekanan
3.
komposisi larutan hidrotermal
4.
komposisi batuan samping
5.
durasi aktivitas hidrotermal
6.
permeabilitas. Faktor permeabilitas memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem panasbumi.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam sistem panasbumi terdapat beberapa komponen penting, misalnya reservoir tempat sirkulasi fluida yang dipanaskan oleh sumber panas, terdapat daerah yang menyuplai air ke reservoir (recharge), dan tempat keluarnya air menuju permukaan dari reservoir (recharge). Proses sirkulasi fluida tersebut membutuhkan jalur atau zona permeabel yang dapat dikontrol oleh banyak faktor, misalnya struktur dan kontak litologi. Mineral-mineral sekunder yang dihasilkan dari proses alterasi hidrotermal pada daerah penelitian terjadi melalui 3 cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat, penggantian pada mineral primer batuan, dan pelarutan dari mineral primer batuan (Browne, 1999). Corbett dan Leach (1998) membagi zona ubahan hidrotermal ke dalam lima zona ubahan berdasarkan kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH, adalah sebagai berikut :
ELFINA 12006011
23
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
1. Argilik lanjut (advanced argillic), terdiri dari kumpulan mineral alterasi pada kondisi pH asam, yaitu kelompok silika, alunit, dan sebagian kaolin (pirofilit). 2. Argilik terdiri dari kumpulan mineral alterasi dengan temperatur relatif rendah dan pH asam, yaitu sebagian kelompok kaolin (kaolinit), ilit-kaolin (smektit), dan ilit (ilit). 3. Filik terbentuk pada pH yang hampir sama dengan pH zona argilik, namun temperaturnya lebih tinggi daripada temperatur zona argilik. Dicirikan dengan kehadiran mineral serisit atau
mika. Pada zona filik dapat juga hadir kelompok mineral kaolin temperatur tinggi yaitu andalusit. 4. Propilitik terbentuk pada temperatur relatif lebih tinggi dari zona argilik dan pH mendekati netral dengan kehadiran mineral epidot dan klorit. Pada temperatur yang relatif sama dengan zona argilik, dicirikan oleh ketidakhadiran epidot yang dikenal sebagai zona subpropilitik. 5. Potasik terbentuk pada temperatur relatif tinggi dan pH netral, dicirikan dengan kehadiran mineral biotit sekunder dan aktinolit.
III.2
Alterasi Hidrotermal pada Sumur Penelitian Pada sumur-sumur penelitian dilakukan analisis mikroskopis untuk mengetahui zona
alterasi hidrotermal. Analisis mikroskopis dilakukan pada 31 sampel serbuk bor dan 8 sampel inti bor. Selain itu, analisis XDR (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk menentukan mineral lempung pada 8 sampel inti bor. Penentuan mineral lempung pada 31 sampel serbuk bor tidak dilakukan dengan analisis XRD tetapi dengan menganalisis ciri optik mineral (mikroskopis). Berdasarkan analisis-analisis tersebut, terdapat 3 zona alterasi pada sumur MB-1 (gambar 3.2), MB-2 (gambar 3.3), MB-3 (gambar 3.4), dan WR (gambar 3.5) yaitu zona mineral lempung (kaolinit)±kuarsa, zona mineral lempung (smektit)-kuarsa±anhidrit-klorit-kalsit, dan zona mineral lempung (ilit)-kuarsa±anhidrit-klorit±wairakit-epidot-kalsit. Korelasi zona alterasi pada 4 sumur penelitian dapat dilihat pada gambar 3.6 dan 3.7
ELFINA 12006011
24
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
Gambar 3.2 Penampang sumur MB-1 yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi.
ELFINA 12006011
25
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
Gambar 3.3 Penampang sumur MB-2 yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi.
ELFINA 12006011
26
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
Gambar 3.4 Penampang sumur MB-3 yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi.
ELFINA 12006011
27
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
Gambar 3.5 Penampang sumur WR yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi.
ELFINA 12006011
28
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
Gambar 3.6 Penampang zona alterasi pada sumur MB-1, MB-2, dan MB-3.
ELFINA 12006011
29
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
Gambar 3.7 Penampang zona alterasi pada sumur MB-3 dan WR.
ELFINA 12006011
30
ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN
Gambar 3.13 Perajahan temperatur pada zona mineral lempung (kaolinit)±kuarsa (argilik)
III.2.2 Zona Mineral lempung (smektit)-kuarsa±anhidrit-klorit-kalsit Zona mineral lempung (smektit)-kuarsa ±anhidrit-klorit-kalsit hadir pada kedalalaman sekitar 490-890 m dengan ketebalan sekitar 350 m. Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), zona ini disebandingkan dengan zona subpropilitk. Zona ini dicirikan dengan kehadiran mineral lempung (smektit), kuarsa, sedikit anhidrit, klorit, dan kalsit. Mineral lempung berupa smektit hadir mengganti masadasar dan fenokris pada andesit serta matriks dan butiran pada tuf litik (gambar 3.14, 3.17, dan 3.18). Kuarsa hadir dalam bentuk urat (gambar 3.14 dan 3.16). Anhidrit dengan bentuk euhedral dan mengganti mineral serta tidak hadir pada setiap sampel pada zona ini hadir (gambar 3.16). Klorit hadir berupa urat dan mengganti mineral (gambar 3.14, 3.17, 3.18). Kalsit hadir mengganti mineral (gambar 3.14, 3.15, dan 3.17). Berdasarkan perajahan temperatur mineral (Reyes, 1981, op.cit. Browne, 1999) yang dilakukan pada zona ini, didapat kisaran suhu 1600-1800C (gambar 3.19). Zona ini diduga menjadi zona transisi antara reservoir dan batuan penudung (cap rock) dalam sistem panasbumi di Wayang Windu.
ELFINA 12006011
34