BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Pengertian Zakat Zakat, dalam bahasa arab – sebelum menjadi istilah – memiliki banyak arti. Di antaranya adalah berkembang (an numuww), bertambah kebaikannya (al barakah), dan banyak kebaikannya (katsrat al khair).1 Abdul Hamid Barahimi menambahkan bahwa makna pertama dari kata “zakat” adalah pembagian harta untuk memperbaiki kesulitan ekonomi pihak yang membutuhkan.2 Setiap sesuatu yang kita keluarkan untuk membantu pihak-pihak yang membutuhkan, baik itu sumbangan untuk anak yatim, yayasan yang membutuhkan, pajak untuk membantu keuangan negara, ataupun hal-hal lain yang semakna dapat dikatakan sebagai zakat dalam pengertian ini. Sedangkan pengertian zakat secara bahasa – setelah menjadi istilah – berarti kesuburan, kesucian, keberkatan, berarti pula mensucikan.3 Pengertian zakat dalam istilah ahli fiqih adalah: 1. Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya “Nihayatuz Zain” mengatakan bahwa “zakat adalah nama untuk suatu yang dikeluarkan dari suatu harta atau badan. Dinamakan demikian karena sesuatu yang dikeluarkan akan membersihkannya dari kotoran dengan hak orang-orang yang berhak. Juga
1
Taqiyuddin Ad Dimasyqi, Kifayah al Akhyar, (Beirut: Darul Kutub al „Ilmiyah, 2005), Juz I, hlm. 140 2 Abdul Hamid Barahimi, Al „Adalah Al Ijtima‟iyyah Fi Al Iqtishad Al Islami, (Beirut: Markaz Dirasat Al Wahdah al „Arabiyah, 2005), Cet. Ke-1, hlm. 67 3 TM Hasbi Ash Shiddiqy, Pedoman Zakat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 24
16
17
mengeluarkan dari dosa dan membersihkannya dari petaka ( )آفاتdan memberikan apresiasi kepadanya di sisi Allah, hingga dia diberi kesaksian bahwa ia telah sah imannya.4 2. Asy Syaukani dalam kitab Nailul Authar berpendapat bahwa: “zakat adalah memberikan sebagian dari harta yang sudah sampai nishab, kepada orang fakir dan sebagainya yang menurut syara‟ tidak dilarang menerimanya”.5 3. Imam Taqiyuddin dalam kitabnya Kifayatul Akhyar menjelaskan pengertian zakat: “adalah nama untuk harta tertentu yang di-tashorruf-kan untuk golongan tertentu dengan syarat-syarat tertentu.”6 Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa zakat adalah memberikan sebagian dari harta yang sudah sampai nishab kepada kelompok tertentu yang berhak menerimanya untuk membersihkan diri dan harta dari berbagai kotoran, dosa, dan petaka, sebagai salah satu tanda sahnya iman seseorang. Yang dimaksud dari “membersihkan” di sini adalah bahwa dalam proses mendapatkan harta, seseorang sangatlah sulit untuk terlepas dari kesalahan dan dosa. Misalnya saja, ketika seseorang berdagang, ia mendapati barang dagangannya laris manis di pasaran. Dan dengan hasil yang menguntungkan tersebut, dia membeli beberapa barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkannya, atau dengan kata lain dia membeli barang yang 4
Abu „Abdil Mu‟thi Muhammad bin „Umar bin „Ali Nawawi Al Banteni, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadiin, (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 167 5 Muhammad Ali bin Muhammmad Asy Syaukani, Nailul Authar, (Mesir: Mathba‟ah Kutubil „Arabiyah Kubra, tt), hlm. 360 6 Taqiyuddin ad Dimisyqi, Kifayatul Akhyar, (Beirut: Darul Fikr, tt), Juz I, hlm. 140
18
dibutuhkan tetapi dengan spesifikasi yang melebihi kebutuhannya hingga mendapatkannya dengan harga yang relatif mahal. Hal ini jelas lah termasuk Tabdzir (menyia-nyiakan sesuatu), dan Allah telah melarang menyia-nyiakan harta. Untuk tujuan inilah Islam mensyari‟atkan wajibnya zakat. Sedangkan yang dimaksud dari kelompok tertentu yang berhak menerima zakat adalah golongan berikut yang telah disebutkan Allah dalam satu ayat:
إه َ َما ٱ َمّصدَ كَ َٰ ُت ِنلۡ ُفلَ َرإ ٓ ِء َوٱمۡ َم َس َٰ ِكنيِ َوٱمۡ َؼ َٰ ِم ِل َني ػَلَۡيۡ َا َوٱمۡ ُم َؤم َ َف ِة كُلُوُبُ ُ ۡم َو ِِف ٱ ّ ِمركَ ِاب َوٱمۡغَ َٰ ِر ِم َني َو ِِف ّ ۖ ِ ِِل ٱ َ َِّلل َوٱ ۡب ِن ٱ َمسب ِِل فَ ِرًضَ ٗة ِّم َن ٱ َ َِّۗلل َوٱ َ َُّلل ػَ ِل ٌي َح ِك مي ِ َسب Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu‟allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60) Hal penting dalam konsep zakat versi syariat adalah penetapan syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam menjalankan ibadah ini. Misalny, keberadaan orang yang menunaikan zakat harus beragama Islam, bukan budak, memiliki harta secara sempurna, mencapai satu tahun (haul) dan satu nishab, atau persyaratan menjumpai waktu akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawwal dalam zakat fitrah. Apa yang disebutkan di atas merupakan pembeda antara zakat dan bentuk pemberian lain yang memiliki unsur pertolongan, seperti sedekah sunnah, hibah, wakaf, dan pajak.7
7
Forum Kalimasada Lirboyo, Kearifan Syaria – Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis, Dan Sosiohistoris, (Kediri: Lirboyo Press & An-Najma, 2009), hlm. 211
19
B. Hukum Zakat Sebagaimana diketahui bahwa zakat merupakan salah satu kewajiban bagi umat muslim, dan merupakan salah satu rukun Islam yang lima yang secara khusus disebut ahli fikih dengan nama ibadah. Barang siapa yang menyangsikannya, maka ia dihukumi kafir, kecuali ketika awal peradaban Islam. Dan barang siapa yang tidak menunaikannnya sedangkan ia meyakini kewajiban zakat, maka dia boleh diambil hartanya untuk berzakat secara paksa.8 Dasar kewajiban mengeluarkan zakat bagi umat muslim dalam Al Quran adalah firman Allah:
..خ ُۡذ ِم ۡن َٱ ۡم َ ٰو ِمي ِۡم َصدَ كَ ٗة ث َُعيّ ُِر ُ ُۡه َوحُ َز ِنّ ِۡيم ُبِ َا
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At Taubah: 103)9 Dan juga ayat:
Artinya:
َو َٱ ِكميُو ْإ ٱ َمّصلَ ٰو َة َو َءإثُو ْإ ٱ َمز َن ٰو َة َوٱ ۡر َن ُؼو ْإ َم َع ٱ َ ٰمر ِن ِؼ َني
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku‟.” (QS. Al Baqarah: 43)10 Ayat di atas menunjukkan kewajiban hukum zakat atas umat muslim. Hukum wajib ini didasarkan pada shighot amr (perintah) yang disematkan dalam zakat ini, yaitu lafadh
َو َءإثُو ْإ
(tunaikanlah). Dalam ushul fiqih,
disebutkan qaidah: 8
Taqiyuddin ad Dimisyqi, Kifayatul Akhyar, Juz I, hlm. 140 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, (Jakarta: 1971), hlm. 297 10 Ibid, hlm. 823 9
20
ْ َإل ْص ُل ِِف ْ َإل ْم ِر ِنلْ ُو ُج ْو ِب Artinya: Pada dasarnya perintah itu menunjukkan (arti) wajib.11 Sedangkan dalam hadits disebutkan sebagai berikut:
َ "بُ ِ َِن إإل ْس َال ُم ػَ َىل َ َْخ َس ٍة ػَ َىل َٱ ْن ًُ َو َّحد:َغ ِن إ ْب ِن ُ َُع َر َغ ِن إمّنَ ِ ِ ِّب صىل هللا ػلَو وس كَا َل ّ 12 ْ "إمّص َال ِة َوإً َخا ِء َإمز ََك ِة َو ِص ََا ِم َر َمضَ َان َوإم َح ّ ِج َُ َ إَّلل َوإكَا ِم ّ ّ Artinya: “Sesungguhnya Islam dibangun atas lima perkara: mengesakan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji” Hadits tersebut menegaskan bahwa Islam didirikan atas lima pilar. Salah satu di antaranya adalah zakat. Dalam hadits lain disebutkan:
ُم َح َمدً إ
Artinya: “Dari Ibn „Abbas bahwasanya Nabi SAW. mengutus Mu‟adz ke Yaman lalu bersabda: “datangilah kaum ahli kitab. Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka menaatimu dengan ajakan itu, maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka sudah menaatimu dengan perintah itu, maka ajarkanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah
11
Muchlis Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah – Pedoman Dasar Dalam Istimbat Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-4, hlm. 15 12 Muslim bin Hajjaj al Qusyairi an Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Daarul Afaq al Jadidah, tt), Juz I, hlm. 34 13 Ali bin „Umar ad Daruquthni, Sunan ad Daruquthni, (Beirut: Darul Ma‟rifah, 1966), Juz II, hlm. 135
21
dalam harta mereka yang diambil dari orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang miskin mereka. Berdasarkan ayat-ayat dan hadits yang telah disebutkan di atas, maka jelas bahwa zakat merupakan satu kewajiban bagi umat muslim. Dan begitu pentingnya ibadah ini, zakat dimasukkan sebagai salah satu rukun Islam dan seringkali perintahnya disandingkan bersama dengan perintah shalat. Ulama fikih sepakat, bahwa zakat diwajibkan atas orang muslim, merdeka, mencapai nishab, dan milik yang sempurna.14
C. Sejarah Zakat Konsep zakat sudah dikenal dalam tradisi agama-agama samawi sebelum Islam. Di antaranya dapat disimak dalam ayat yang menjelaskan pujian Allah kepada Bapak para Nabi, Ibrahim a.s, kedua putranya dan Ya‟qub a.s. Allah berfirman:
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah” (QS. Al Anbiya‟: 73) Allah memuji Ismail a.s. yang memerintahkan keluarganya untuk melakukan shalat dan menunaikan zakat. 14
Al Imam Al Qadhi Abdul Walid Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad Bin Ahmad Bin Rusyd Al Qurthubi, Bidayatul Mujtahid, Terj. A. Hanafi, “Bidayatul Mujtahid”, Jilid IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1969), hlm. 3
22
َو ََك َن ًَأۡٔ ُم ُر َٱى ََۡلُۥ بِأ َمّصلَ ٰو ِة َوٱ َمزنَ ٰو ِة َو ََك َن ِغّندَ َ ِرب ّ ِوۦ َم ۡر ِض َّٗا Artinya: “Dan ia menyuruh ahlinya unuk bersembahyang dan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya” (QS. Maryam: 55) Kepada Nabi Musa a.s, Allah berfirman:
ُب ِب ِوۦ ٓ ِ َوٱ ۡن ُخ ۡب مَّنَا ِِف َى َٰ ِذ ِه ٱّدلُ هۡ ََا َح َس ّنَ ٗة َو ِِف ٱ ۡ ٔل ٓ ِخ َر ِة إَّنَ ىُدۡ َّنَ ٓ إمَ َۡ َۚم كَا َل ػَ َذ ُ إِب ُٱ ِص ّ ّ َ ُ َم ۡن َٱ َشا ٓ ُءۖ َو َر ۡ َۡح ِِت َو ِس َؼ ۡت ُون ٱ َمز َن ٰو َة َوٱ َ َِّل ٍَن ُُه َ ون َوًُ ۡؤث َ َشءٖ ۚ فَ َسأَ ۡن ُخُبُ َا ِن َ َِّل ٍَن ًَخَ ُل ۡ َ لُك ون َ َُِباً َ ٰت ِداَا ًُ ۡؤ ِما Artinya: “Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat. Sesungguhna, kami kembali )bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman, „Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka, akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami” (QS. Al A‟raf: 156) Kepada Bani Israil Allah memerintahkan:
ون إ َإل ٱ َ ََّلل َوبِأمۡ َ ٰو ِ َّدل ٍۡ ِن إ ۡح َسا َّٗن َو ِذي ٱمۡ ُل ۡر َ ٰب ٰ َ ۡ َوإ ۡذ َٱخ َۡذَّنَ ِمِثَ ٰت َق ب َ ِ ِٓن إ َ ُۡس ٓ ِءً َل َإل ثَ ۡؼ ُبد ّ ّ ّ َوّٱمۡ ََ َخ ٰت َم ٰى َوٱمۡ َم َس َٰ ِكنيِ َوكُومُو ْإ نِلّنَ ِاس ُح ۡس ّٗنا َو َٱ ِكميُو ْإ ٱ َمّصلَ ٰو َة َو َءإثُو ْإ ٱ َمز َن ٰو َة ُ َمُث ث ََوم َ َۡ ُ ۡت إ َإل ّ ۡ ُ كَ ِل َٗال ِّم ون َ ُاُك َو َٱ ُهت ُم ۡؼ ِرض Artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu) janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. Kemudian, kamu tidak memenuhi janji itu kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu selalu berpaling” (QS. Al Baqarah: 83)
23
Melalui perantara lisan Bani Isa a.s. yang masih dalam ayunan, Allah berfirman:
ُ َو َج َؼلَ ِِن ُم َب َار ًَك َٱ ٍۡ َن َما ُن ّنت َو َٱ ۡو َص َٰ ِِن ِبأ َمّصلَ ٰو ِة َوٱ َمز َن ٰو ِة َما ُد ۡم ُت َحِّٗا Artinya: “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup” (QS. Maryam:31) Dan kepada seluruh ahli kitab, Allah memerintahkan beberapa perintah,
َۚو َما ٓ ُٱ ِم ُر ٓو ْإ إ َإل ِم ََ ۡؼ ُبدُ و ْإ ٱ َ ََّلل ُم ۡخ ِل ِّص َني َ َُل ٱ ّ ِّدل ٍَن ُحاَ َفا ٓ َء َوًُ ِلميُو ْإ ٱ َمّصلَ ٰو َة َوًُ ۡؤثُو ْإ ٱ َمز َن ٰو َة ّ َو َذٰ ِ َِل ِد ٍُن ٱمۡلَ ِِّ َم ِة Artinya: “Padahal, mereka tidak disnyuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah:5) Ayat-ayat yang sudah disebutkan di atas menjelaskan keberadaan zakat sebagai salah satu ajaran agama Allah. Sedang dalam sejarah perkembangan Islam, tercatat bahwa ayat-ayat yang menyinggung zakat sudah banyak yang turun dalam periode Mekkah, seperti, Q.S. Al A‟raf: 156, Al An‟am:141, dan Al Ma‟arij: 24–25. Status zakat sebagai salah satu pondasi Islam semakin dipertegas dengan ayat-ayat yang turun pada periode Madinah, tepatnya antara tahun kedua dan kelima setelah hijrah. Di antara ayat yang turun pada periode
24
Madinah ini adalah Q.S. Al Baqarah: 110, Al Anfal: 2-4, At Taubah: 11, 18, dan 60, Al Isra‟: 26, Al Maidah: 55-56, dan Al Hajj: 40-41.15 Selain itu, pembahasan zakat juga di sampaikan oleh Rasullullah hadist-hadistnya. Seperti yang tercantum dalam setiap kitab hadits yang disusun berdasarkan bab fiqih, seperti kitab Muwattha‟ karya Imam Malik, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At Tirmidzi, Sunan An Nasai, Sunan Abu Dawud, dan Sunan Ibn Majah, ada bab tersendiri untuk hadits-hadits tentang zakat, baik sunnah qauliyah maupun „amaliyah. Dalam Shahih Bukhari sendiri, ada 172 hadits tentang zakat, yang kesemuanya disepakati oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya kecuali 17 hadits.16 Penyebutan zakat yang sering dikaitkan dengan shalat dalam ayat-ayat Al Quran menggambarkan betapa erat hubungan keduanya. Keduanya ibarat saudara kandung yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Abdullah al Haddad, seorang ulama Yaman kenamaan mengatakan, “Shalat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya yang dikerjakan seorang yang mampu tidak akan diterima selama ia tidak mengeluarkan sebagian hartanya untuk berzakat.”17 Dalam Tarikh Tasyri‟ Islam (Sejarah syariat Islam), diketahui bahwa zakat diwajibkan pada masa setelah hijrah di Madinah. Akan tetapi banyak ayat-ayat tentang zakat sendiri termasuk kategori ayat makkiyah (wahyu yang diturunkan di Makkah sebelum hijrah). Maka timbul pertanyaan bagaimana
15
Forum Kalimasada Lirboyo, Kearifan Syaria – Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis, Dan Sosiohistoris, hlm. 211 – 213 16 Yusuf Qardlawi, Fiqhuz Zakat, (Beirut: Muassasah Ar Risalah, 1973), Cet. Ke-2, Juz I, hlm. 8 17 Abdullah Al Haddad, An Nashaih ad Diniyyah, (Surabaya: al Hidayah, tt), hlm. 32
25
bisa ayat tentang zakat sudah turun sebelum hijrah akan tetapi kewajibannya baru ada setelah hijrah? Jawaban dari pertanyaan ini adalah bahwa zakat yang disebutkan dalam ayat yang termasuk kategori makkiyah, bukanlah zakat yang disyariatkan ketika di madinah yang sudah dibatasi dzat, kadar dan nishabnya. Zakat di Makkah merupakan zakat yang belum ditentukan batasanbatasannya. Zakat ini dianggap sebagai wakil dari keimanan seseorang dan rasa ukhuwwah-nya terhadap saudara seiman. Maka zakat di Makkah meskipun dengan jumlah yang sedikit sudah dianggap sah. 18 Ibn Katsir, seorang mufassir menjelaskan tafsir salah satu ayat makkiyah tentang zakat dalam surat al mu‟minun ayat 4:
ون َ َُوٱ َ َِّل ٍَن ُ ُۡه ِن َلز َن ٰو ِة فَ َٰ ِؼل Kebanyakan ulama berpendapat bahwa yang dimaksud zakat di sini adalah zakat mal. Padahal ayat ini termasuk dalam kategori makkiyah, sedangkan zakat diwajibkan pada periode Madinah tepatnya pada tahun kedua Hijriyah. Berarti zakat yang diwajibkan di Madinah adalah zakat yang sudah ditetapkan kadar dan nishabnya. Atau bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya zakat sudah diwajibkan pada periode Makkah (sebelum hijrah).19 Kaum muslimin ketika di Mekkah terpencar-pencar, tidak seperti ketika di Madinah yang berkelompok. Di Madinah, mereka memiliki wilayah, struktur dan kekuasaan. Maka dari itu, Islam mengambil kebijakan baru yang sesuai dengan kondisi ini, yaitu dengan pembatasan dan pengkhususan. Maka 18
Yusuf Qardlawi, Fiqhuz Zakat, Cet. Ke-2, Juz I, hlm. 61 Isma‟il bin „Umar bin Katsir Al Qurasiy Ad Dimisyqiy, Tafsir al Quran al „Adhim, (Daru Thaibah li an Nasyri wa At Tauzi‟, 1999), Jilid 5, hlm. 462 19
26
dibatasilah hal-hal berikut: harta-harta yang terkena hukum wajib zakat, kadar atau ukuran yang wajib dikeluarkan zakatnya, orang yang berhak menerima zakat, dan orang-orang yang mengurusinya.20
D. Tujuan Zakat Islam telah menjadikan zakat sebagai salah satu rukunnya, yang harus ditunaikan oleh setiap muslim atas dasar kewajiban agama menjalankan perintah Allah dan mencari ridla-Nya. Dalam pensyariatan zakat ini, tentu ada tujuan tertentu yang disertakan di dalamnya. 1. Tujuan Zakat Dari Sisi Pemberi Zakat Islam tidak bertujuan menimbun harta dari kewajiban zakat ataupun hanya untuk
sekedar memperkaya khazanah keislaman.
Tujuannya juga tidak terbatas pada membantu kaum dhu‟afa dan orangorang yang membutuhkan dengan meringankan beban mereka saja. Tujuan Islam dari zakat adalah meninggikan derajat manusia atas materi duniawiah, sehingga ia menjadi tuannya, bukan budaknya. Al Quran telah merumuskan tujuan zakat bagi orang-orang kaya yang diambil zakatnya. Secara umum ada dua kata yang mencakup banyak sekali rahasia dan tujuan besar zakat, yaiu: membersihkan dan menucikan. Dua kata ini terdapat dalam firman Allah:
خ ُۡذ ِم ۡن َٱ ۡم َ ٰو ِمي ِۡم َصدَ كَ ٗة ث َُعيّ ُِر ُ ُۡه َوحُ َز ِنّ ِۡيم ُبِ َا
20
Yusuf Qardlawi, Fiqhuz Zakat, Cet. Ke-2, Juz I, hlm. 62
27
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (Q.S. At Taubah: 103)21
Berikut adalah beberapa tujuan zakat dilihat dari sisi si pemberi zakat: a. Zakat Membersihkan Diri dari Kikir Zakat yang dikeluarkan seorang muslim atas dasar menaati perintah Allah dan mencari ridla-nya, maka zakat akan mensucikannya dari kotoran-kotoran dosa secara umum, dan membersihkannya dari rasa kikir secara khusus. b. Melatih Diri untuk Berbagi Para pakar pendidikan dan akhlak sepakat bahwa kebiasaan memiliki dampak efektif dalam membentuk karakter manusia. Maka dari itu, kebiasaan dapat dinamakan dengan watak kedua manusia, yakni kebiasaan adalah kekuatan yang mendekati watak asli manusia (watak pertama) di mana manusia dilahirkan. Seorang muslim yang terbiasa menunaikan zakat tanamannya setiap panen, zakat ternak dan harta bendanya setiap tahunnya, menunaikan zakat fithrah setiap lebaran, maka sifat terbiasa memberi ini akan menjadi sifat aslinya dan menjadi salah satu karakternya, dan sifat ini sendiri merupakan salah satu sifat orang-orang yang bertaqwa menurut Al Quran.
21
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, hlm. 297
28
c. Bersyukur Atas Ni‟mat Allah Baik akal, nurani, maupun akhlak akan mengakui bahwa zakat merupakan salah satu sarana bersyukur kepada Allah. Zakat akan membangkitkan makna syukur kepada Allah dalam hati si pemberi zakat dan mengakui keagungan dan kebaikan-Nya yang telah dianugerahkan. d. Mengobati hati dari cinta dunia e. Membersihkan harta Yakni suatu harta bisa saja ada keterkaitan dengan hak orang lain yang akan menjadikannya kotor. Maka untuk membersihkannya dari kotoran ini hanya ada satu cara, yaitu dengan mengeluarkannya dengan zakat.22 2. Tujuan Zakat dari Sisi Penerima Zakat Berikut adalah beberapa tujuan zakat dilihat dari sisi penerima zakat. a. Membebaskannya dari hajat (kebutuhan) Sesungguhnya Islam menginginkan manusia menjalani kehidupan yang baik dan nyaman. Seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, ia akan lebih mampu beribadah dengan tenang (tetapi bukan berarti bahwa Islam membenci kefaqiran dan lebih menyukai kekayaan). Dari sinilah Allah mewajibkan zakat yang dijadikan sebagai salah satu pilar Islam, yang diambil dari orang kaya
22
Yusuf Qardlawi, Fiqhuz Zakat, Cet. Ke-2, Juz II, hlm. 857 – 867
29
untuk diberikan kepada orang-orang faqir. Dengan ini, mereka dapat memenuhi kebutuhan materinya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. b. Membersihkan Diri dari Dengki Seseorang ketika mengalami kekurangan materi dan menjadi orang yang sangat membutuhkan, ketika dia melihat sekitarnya hidup dengan nyaman, sejahtera dan serba berkecukupan, terkadang ada rasa dengki dan marah dalam hatinya. Dia tidak bisa menerima lingkungannya yang mencampakkannya dan tidak peduli padanya. Dengan zakat, perasaan tidak terpuji seperti ini akan hilang.23
E. Hal-Hal Yang Wajib Dizakati Secara umum, ada dua hal yang wajib dikeluarkan zakatnya. Yang pertama adalah hal yang berhubungan dengan badan: zakat fithrah, dan yang kedua adalah hal yang berhubungan dengan harta benda. 1. Badan (Zakat Fithrah) Dinamakan zakat fitrah karena zakat ini wajib karena menjumpai Idul fithri. Dinamakan demikian juga karena zakat fitrah dimaksudkan untuk mensucikan badan dan meningkatkan amalnya.24 Zakat fithrah adalah penyempurna dari puasa. Diterimanya puasa sanga bergantung pada zakat fitrah. Nabi menegaskan:
23 24
Ibid, hlm. 872 – 876 Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul Akhyar, Juz I, hlm. 156
30
Artinya : “Puasa Ramadhan akan digantungkan di antara langit dan bumi, dan tidak akan sampai terangkat ke langit (diterima) selain dengan zakat fitrah.” (H.R. Ad Dailami No. 901) Setelah berjuang selama kurang lebih tiga puluh hari pada bulan Ramadhan, umat muslim memiliki tradisi merayakan kesuksesan mereka melewati bulan Ramadhan yang penuh dengan ujian. Dapat kita katakan, hari raya Idul Fitri adalah titik klimaks dari perjuangan umat Islam selama satu bulan penuh. Ketika Idul Fitri adalah simbol kemenangan dan kebahagiaan masyarakat muslim, maka berarti ia merupakan simbol kemenangan dan kebahagiaan tiap-tiap orang yang berstatus Islam tanpa terkecuali. Baik tua, muda, kaya, ataupun miskin. Namun demikian, bagaimana jadinya jika sebagian di antara komunitas muslim masih ada yang dalam kondisi kekurangan. Jika tetangganya dapat berbahagia karena sudah ada persediaan untuk hari itu, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki persediaan. Kalaupun ia harus bekerja pada hari itu, adakah yang akan menawarinya pekerjaan di hari yang setiap orang sedang sibuk bersilaturrahim kepada sanak kerabat. Di sinilah, perlunya diingat bahwa sebagian orang tetap dalam kondisi memprihatinkan di hari kebahagiaan itu. Mereka membutuhkan perhatian, uluran, dan kasih sayang dari saudaranya untuk menyempurnakan kebahagiaan mereka.25 Syarat wajib zakat fitrah ada 3: a. Islam. b. Menjumpai tenggelamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan. 25
Forum Kalimasada Lirboyo, Kearifan Syaria – Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis, Dan Sosiohistoris, hlm. 216
31
c. Mempunyai kelebihan untuk kebutuhan dirinya dan keluarganya pada hari itu.26 Dalam kitab nihayatuz zain disebutkan lima waktu pelaksanaan zakat fitrah: a. Waktu jawaz (boleh), yaitu mulai awal bulan Ramadhan. Bagi orang yang ingin mempercepat pengeluaran zakat, ia boleh menunaikannya pada awal bulan Ramadhan, asalkan sudah jelas masuk bulan Ramadhan. b. Waktu wujub (wajib), yaitu waktu yang menjadi wajib karena menjumpai bagian bulan ramadhan dan bagian bulan syawal. c. Waktu sunnah, yaitu sebelum shalat „iid d. Waktu karahah (makruh), yaitu waktu antara setelah shalat „id dan akhir hari tanggal satu syawal. e. Waktu hirmah
(haram), yaitu waktu setelah habis tanggal satu
syawal.27 2. Zakat Harta Benda Sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa tidak semua harta manusia wajib dizakati. Hanya empat jenis harta yang wajib dizakati: hewan ternak, tanaman, emas-perak, dan harta dagangan.28 Kewajiban zakat pada harta-harta tersebut adalah karena adanya unsur berkembang (an nama‟). Sedang yang dimaksud berkembang adalah 26
Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul Akhyar, Juz I, hlm. 156 Abu „Abdil Mu‟thi Muhammad bin „Umar bin „Ali Nawawi Al Banteni, Nihayatuz Zain fi.. hlm. 176 28 Forum Kalimasada Lirboyo, Kearifan Syaria – Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis, Dan Sosiohistoris, hlm. 214 27
32
“bertambah” dan “banyak” (zaada wa katsura). Seorang yang memiliki lima ekor kambing yang dikembangbiakkan selama beberapa waktu, kemudian kambing-kambing itu bertambah, baik dalam segi kualitas (gemuk) ataupun kuantitas (jumlah). Maka pertambahan itu dikatakan sebagai nama‟ (berkembang).29 Menurut Musthafa Al Khin dan Musthafa Al Bugha, harta yang tidak berkembang apabila kemudian dibebani zakat setiap tahun, maka dapat dipastikan akan segera habis dalam jangka waktu empat puluh tahun. Hal ini sangat merugikan bagi pemilik harta. Dan Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hamba-hambanya.30 Al Jurjawi menambahkan bahwa hanya empat jenis harta inilah yang paling banyak dimanfaatkan dan dikembangkan umat manusia, melebihi jenis harta lainnya. Keempatnya merupakan jenis harta yang dapat berputar (secara merata) dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Selain itu, keempatnya memiliki fungsi untuk mewujudkan rasa saling mengasihi dan menghindarkan kesulitan.31 Orang yang memiliki jenis hara ini tentu merasa lebih tentram secara ekonomi. a. Hewan Ternak Ada tiga jenis hewan yang terkena wajib zakat: unta, sapi dan kambing. Dasar kewajiban zakat ketiganya adalah Ijma‟ dan ma‟na
29
Ibid Musthafa Al Khin dan Musthafa Al Bugha, Al Fiqh al Manhaji, (Surabaya: Al Fithrah, tt), Juz I, hlm.281 31 Ali bin Ahmad Al Jurjawi, Hikmah at Tasyri‟ wa Falsafatuhu, Cet. Ke-1, (Beirut: Darul Kutub al „Ilmiyah, 1999), hlm.79 30
33
dalam ukuran zakat ternak adalah banyaknya jumlah ternak, perkembangannya dan pengambilan manfaatnya.32 Syarat wajib zakat hewan ternak ini ada enam: Islam, merdeka, milik sempurna, mencapai nishab, haul, dan Saum (digembalakan dalam padang rumput yang diperbolehkan)33 Di antara dasar hukum zakat hewan ternak adalah hadits Nabi SAW. berikut yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Dzar:
إَّلل ػَلَ َْ ِو َو َس َ َ كَا َل ُ َ إَّلل َغ ّْن ُو كَا َل إ ْنَتَ َ َْ ُت إ ََل إمّنَ ِ ِ ِّب َص َىل ُ َ ِض َ ِ َغ ْن َٱ ِِب َذ ٍّر َر ّ ُ ِ ون َ َُل إ ِب ٌل َٱ ْو بَلَ ٌر ك ح ل ج ر ن م ا م ف ٍ ُ َ ُ َ ْ َ َ ََو َ ِإَّلي ه َ ْف ِِس ِب ََ ِد ِه َٱ ْو َو َ ِإَّلي َإل إ َ ََل غَ ْ ُْي ُه َٱ ْو َ َمَك َّحل ّ ّ ْ ِ ُ ِون َو َٱ ْ َْسّنَ ُو ث ََع ُؤ ُه ِبأَ ْخ َفافيَا ِ ُ َٱ ْو غَ َ ٌَن َإل ًُ َؤ ِ ّدي َحلَيَا إ َإل ٱُ ِ َِت ُبِ َا ً َ ْو َم إمل َِا َمة َٱغ َْظ َم َما حَك ّ .34َوثَ ّْن َع ُح ُو ِب ُل ُروِنِ َا ُلُكَ َما َج َاز ْت ٱُخ َْرإىَا ُرد َْت ػَلَ َْ ِو ُٱ َوإلىَا َح ََّت ًُ ْل ََض ب َ ْ َني إمّنَ ِاس Artinya: “Dari sahabat Abi Dzar RA. berkata:saya tiba di sisi Nabi SAW. Nabi bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kuasa-Nya – atau dengan sumpah tidak ada Tuhan selain Dia – tidaklah seorang pria yang mempunyai unta, sapi atau kambing yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali ia akan didatangi oleh binatang itu pada hari kiamat dalam bentuk yang lebih besar dan gemuk, kemudian menginjak-injak dia dengan kakinya dan menanduk-nanduknya dengan tanduknya. Setiap kali habis bilangan terakhirnya, maka diulangi lagi dari awal jumlah hewan itu hingga dibayarkan di antara manusia.”
Berikut perincian nishab zakat hewan ternak: 1) Unta: nishab awalnya adalah 5 ekor. Untuk setiap tiap 5 ekor unta dikeluarkan zakatnya dengan satu ekor kambing, demikian
32
Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul Akhyar, Juz I, hlm. 140 Ibid 34 Muhammad bin Isma‟il Al Bukhari, Shahih Bukhari, (Riyadh: Darus Salam,1419 H), Juz II, hlm. 119 33
34
berlaku kelipatan 5 hingga jumlah 20. Untuk 25 ekor unta dikeluarkan zakatnya satu ekor unta Bintu Makhadl (unta yang memasuki usia 2 tahun). Untuk 36 ekor unta dikeluarkan zakatnya satu ekor unta Bintu Labun (unta yang sudah berusia dua tahun). Untuk 46 ekor unta dikeluarkan zakatnya seekor unta Hiqqah (unta berusia tiga tahun). Untuk 61 ekor unta dikeluarkan zakatnya dengan seekor unta Jadza‟ah (unta yang sudah berusia empat tahun dan memasuki tahun kelima). Untuk 76 ekor unta dengan dua ekor unta Bintu Labun. Untuk 91 ekor dengan dua ekor unta Hiqqah. Untuk 121 ekor dengan tiga ekor unta Bintu Labun. Kemudian untuk setiap 40 ekor dikeluarkan zakatnya dengan seekor unta bintu labun, dan untuk setiap 50 ekor dengan seekor unta hiqqah. 2) Sapi: nishab awalnya adalah 30 ekor. Untuk tiap 30 ekor dikeluarkan zakatnya satu ekor sapi Tabi‟ (sapi yang memasuki usia dua tahun). Dan setiap 40 ekor dikeluarkan zakatnya satu ekor sapi Mussinnah (sapi yang sudah lengkap giginya) 3) Kambing: nishab awalnya adalah 40 ekor, dikeluarkan zakatnya dengan seekor kambing jadza‟ah min adh dl‟an (unta berumur satu tahun), atau dengan seekor kambing tsaniyyah minal ma‟zi (kambing berusia dua tahun). Untuk 121 ekor dengan 2 ekor kambing. Untuk 201 dengan 3 ekor kambing. Kemudian untuk setiap 100 ekornya
35
setelah 301 ekor (jika jumlahnya sudah melebihi 400) dikeluarkan zakatnya dengan seekor kambing.35 Sedangkan dasar dari nishab zakat ternak di atas adalah sebagai berikut : 1) Unta
َ َٱخ َ ََْبَّن، َٱخ َ ََْبَّنَ ُش َؼ َْ ُب ْب ُن إ ْْس ََاق، ََّح َدثَّنَا إ ْْس َُاق ْب ُن ٍَ ِزًد ّ ّ َ ُ َ ِ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ ْ ، ٱ َن ُع َرو ْب َن َي ََي ْب ِن ُع َار َة ٱخ ََْب ُه، َٱخ َ ََْب ِِن َي ََي ْب ُن ٱ ِِب نث ٍْي،إ َل ْو َزإ ِغ ُي ،ُإَّلل َغ ّْنو ُ َ ِض َ ِ َٱه َ ُو َ ِْس َع َٱ ََب َس ِؼَ ٍد َر:َغ ْن َٱبَِ ِو َ َْي ََي ْب ِن ُ َُع َار َة ْب ِن ٱَ ِِب إحل ََس ِن ُ ً َ ُل ُون َ َْخ ِس َذ ْو ٍد ِم َن ُ كَا َل إمّنَ ِ ُِب َص َىل:ول َ مَُْ َس ِفميَا د: َ َ هللا ػَلَ َْ ِو َو َس 36 ٌ إإلب ِِل َصدَ كَة ّ
Artinya: Di ceritakan dari ishak bin yazid, dari syuaib din ishak, dariauza‟i, dari yahya bin abi bakrin, dari umar bin yahya bin umaroh menceritakan, dari ayahnya yahya bin umaroh bin abi hasan : sesungguhnya aba said ra. Mengaatakan: bahwa Rasul lullah berkata : “unta yang kurang dari lima tidak wajib zakat” Adapun untuk dasar rincian nishab unta diambil dari surat sahabat Abu Bakar ash Shiddiq yang dikirimkan kepada Anas di Bahrain. Beliau menuliskan surat yang berisikan rincian nishab zakat yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW.37 adapun isi surat itu adalah sebagai berikut:
ِ َ ول ِ َ ب ِْس ِم ُ إمّصدَ كَ ِة إم َ ِِت فَ َر َض َر ُس إَّلل َ إَّلل َإمر ْ َۡح ِن َإمر ِح ِي َى ِذ ِه فَ ِرًضَ ُة ُ َ إَّلل ُبِ َا َر ُس وَل فَ َم ْن ُس ِئلَيَا ُ َ إَّلل ػَلَ َْ ِو َو َس َ َ ػَ َىل إمْ ُم ْس ِل ِم َني َوإم َ ِِت َٱ َم َر ُ َ َص َىل 35
Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul..., hlm. 145 – 146 Muhammad bin Isma‟il Al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, hlm 500 37 Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul.., hlm. 145 36
36
ِم ْن إمْ ُم ْس ِل ِم َني ػَ َىل َو ْ ِْجيَا فَلْ َُ ْؼ ِعيَا َو َم ْن ُس ِئ َل فَ ْوكَيَا فَ َال ًُ ْؼطِ ِِف َٱ ْربَع ٍ ْش ٍَن ِم ْن ْإإلب ِِل فَ َما دُوِنَ َا ِم ْن إمْغ َ ََِن ِم ْن ُ ِّ لُك َ َْخ ٍس َشا ٌة إ َذإ بَلَغ َْت َ َْخ ًسا َو ِغ ْ ِ ّ ّ َ َ ِ ِ ِ َ َ ٍ َ ٍ ْ ُ َ َ ْ َ ْ س ْش ٍَن إ ََل َخس َوثالث َني ففۡيَا ِبن ُت َمخَاض ٱهَْث فاذإ بَلغَت خًا َو ِغ ْ ِ ّ ّ ون ُٱه ََْث فَا َذإ بَلَغ َْت ِس خًا َو َٱ ْرب َ ِؼ َني َوثَ َال ِث َني إ ََل َ َْخ ٍس َو َٱ ْرب َ ِؼ َني فَ ِفۡيَا ِبنْ ُت مَ ُب ٍ ّ ّ إ ََل ِس ِخّ َني فَ ِفۡيَا ِحلَ ٌة َظ ُروكَ ُة إمْ َج َم ِل فَا َذإ بَلَغ َْت َوإ ِّحدَ ًة َو ِس ِخّ َني إ ََل َ َْخسٍ ّ ّ ّ َو َس ْب ِؼ َني فَ ِفۡيَا َج َذػَ ٌة فَا َذإ بَلَغ َْت ً َ ْؼ ِِن ِس خًا َو َس ْب ِؼ َني إ ََل ِج ْس ِؼ َني فَ ِفۡيَا ِبنْذَا ّ ّ ِ ِ ْش ٍَن َو ِمائ َ ٍة فَفۡيَا حلَذَ ِان َظ ُروكَذَا ون فَا َذإ بَلَغ َْت إ ّْحدَ ى َو ِج ْس ِؼ َني إ ََل ِغ ْ ِ مَ ُب ٍ ّ ّ ْ ّ َ ٍ ِ ِ َ ِ ِ ون َو ِِف ُِ ُ َ ْ َ َ َ َ لُكّ ّ ْ م غ ْ ُ ْش ٍَن َومائة ففي ِ إم َج َم ِل فاذإ َزإدَت ػَىل ِ لُك ٱ ْربَؼ َني ِبنت ُب ٍ ّ َ َْخ ِس َني ِحلَ ٌة َو َم ْن مَ ْم ٍَ ُك ْن َم َؼ ُو إ َإل َٱ ْرب َ ٌع ِم ْن ْإإلب ِِل فَلَُْ َس ِفۡيَا َصدَ كَ ٌة إ َإل ٱَ ْن ّ ّ ّ ْ ْ ِ ِ َ ٌَشَ َاء َرُبُ َا فَا َذإ بَلَغ َْت َ َْخ ًسا ِم ْن إإلب ِِل فَفۡيَا َشاةٌ َو ِِف َصدَ كة إمغ َ ََِن ِِف ّ ّ ِ َ ِ َ َ ٍن.و ِمائ َ ٍة َشا ٌة فَا َذإ َزإد َْت ػَ َىل ِغ ِْ ْ ْ غ ْش ٍَن ْش َل إ ني ؼ ب ر ٱ َت ه َك َسائِ َمَتِ َا إ َذإ ِ َْ َ َ ّ ّ ّ َو ِمائ َ ٍة إ ََل ِمائَخَ ْ ِني َشاَتَ ِن فَا َذإ َزإد َْت ػَ َىل ِمائَخَ ْ ِني إ ََل ثَ َال ِث ِمائ َ ٍة فَ ِفۡيَا ثَ َالثُ ّ ّ ّ لُك ِمائ َ ٍة َشا ٌة فَا َذإ ََكه َْت َسائِ َمةُ ِش ََا ٍه فَا َذإ َزإد َْت ػَ َىل ثَ َال ِث ِمائ َ ٍة فَ ِفي ُ ِّ ّ ّ َإمر ُج ِل َّنَ ِك َّص ًة ِم ْن َٱ ْرب َ ِؼ َني َشا ًة َوإ ِّحدَ ًة فَلَُْ َس ِفۡيَا َصدَ كَ ٌة إ َإل َٱ ْن ٌَشَ َاء َرُبُ َا ّ ْش فَا ْن مَ ْم حَ ُك ْن إ َإل ِج ْس ِؼ َني َو ِمائ َ ًة فَلَُْ َس ِفۡيَا َْ َش ٌء إ َإل ٱ ْنَ َو ِِف ّ ِإمركَ ِة ُربْ ُع إمْ ُؼ ْ ِ ّ ّ ّ 38 ٌَشَ َاء َرُبُ َا. 2) Sapi
َو ِِف إمْ َبلَ ِر ِِف ُ ِّ لُك ثَ َال ِث َني ثَبِِ ٌع َو ِِف إ َل ْرب َ ِؼ َني ُم ِس ّنَ ٌة
39
Artinya: “Abdullah bin muhammad mengatakan, diceritakan dari zuhair, dari abu ishak, dari asim bin dhomar, dari haris a‟awar, dari ali r.a, zuhar berkata dari nabi SAW : untuk setiap 30 ekor sapi (dikeluarkan zakatnya) seekor tabi‟, dan ”untuk 40 ekor (dikeluarkan zakatnya) seekor sapi musinnah.
38
Muhammad bin Isma‟il Al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, hlm 491 Abu Dawud Sulaiman as Sijistaniy, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Darul Kutub al „Arabiy, t.th), Juz: II, hlm. 10 39
37
3) Adapun untuk dasar nishab kambing adalah sebagaimana disebutkan dalam dasar nishab unta yang berisi rincian nishab zakat yang diajarkan oleh Rasulullah, yakni pada kalimat berikut:
ْشٍن َو ِمائ َ ٍة َشا ٌة فَا َذإ ِ ْ َو ِِف َصدَ كَ ِة إمْغ َ ََِن ِِف َسائِ َمَتِ َا إ َذإ ََكه َْت َٱ ْرب َ ِؼ َني إ ََل ِغ ّ ّ ْش ٍَن َو ِمائ َ ٍة إ ََل ِمائَخَ ْ ِني َشاَتَ ِن فَا َذإ َزإد َْت ػَ َىل ِمائَخَ ْ ِني إ ّ ََل ِ ْ َزإد َْت ػَ َىل ِغ ّ ّ ُ َِ ٍَ ِ ِ ََ ّ َ ّ لُك ِمائ َ ٍة ِ ثَ َال ِث ِمائ َ ٍة فَ ِفۡيَا ثَ َال ُث ِش ََا ٍه فَا َذإ َزإد َْت ػَىل ثالث مائة ففي ّ َشا ٌة b. Pertanian dan Perkebunan Zakat tanam-tanaman diwajibkan dengan tiga syarat. Pertama, tanaman itu ditanam oleh manusia. Dengan demikian, tanaman yang tumbuh dengan sendirinya di suatu kebun milik seseorang, maka dia tidak terkena wajib zakat. Kedua, tanaman itu adalah suatu bahan yang bisa dijadikan makanan pokok dan bisa disimpan dalam jangka waktu lama. Ketiga, mencapai satu nishab.41 Dasar dari perintah zakat tanaman ini adalah firman Allah SWT.
...ً َ ٰتٓأَُّيُ َا ٱ َ َِّل ٍَن َءإ َماُ ٓو ْإ َٱه ِف ُلو ْإ ِمن َظ ِ َّبَ ٰت ِت َما َن َس ۡب ُ ۡت َو ِم َما ٓ َٱخ َۡر ۡجاَا مَ ُُك ِّم َن ٱ ۡ َل ۡر ِض Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 267)42
40
Muhammad bin Isma‟il Al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, hlm 491 Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul.., hlm. 143 42 Departemen Agama RI, op.cit. hlm. 67 41
38
Dan firman Allah
ُۖ ُلُكو ْإ ِمن ثَ َم ِر ِه ٓۦ إ َذإ ٓ َٱثۡ َم َر َو َءإثُو ْإ َحلَ ُوۥ ً َ ۡو َم َح َّصا ِد ِهۦ ّ Artinya: “Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) ketika dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin)” (QS. Al An‟am: 141)43 Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa waktu pengeluaran zakat pertanian adalah ketika panen tanpa menunggu haul. Untuk jenis tanaman yang terkena wajib zakat sendiri, Rasulullah telah bersabda:
ِ ول ُ وس و ُم َؼا ِذ ب ِن َجبل ِّح ْ َني ب َ َؼثَ ُما رس هللا ػَلَ َْ ِو َو َس َ َ إ ََل َ غن ُم ُ هللا َص َىل ْ ّْ ِ َ ِ َ ْ ِ ِ ِ َ َ َ ُ َ َ ُ ِ َ َ ِ ْ َ َ إمّصدَ كة إإل م ْن َىذه إل ْرب َ َؼة إمشؼ ِْي َ إل ثَأ ُخذوإ:إمْ ََ َم ِن ًُ َؼ ِلّ َم ِان إمّنَ َاس ٱ ْم َر د ٍْنِ ِ ْم ّ 44 إمزبُْ ِب َوإمخَ ْم ِر ِ َ َوإمْ ِح ّْن َع ِة َو Artinya: “Dari Musa dan Mu‟adz bin Jabal ketika Rasulullah mengutus mereka ke Yaman untuk mengajarkan urusan agama mereka, Nabi berkata: janganlah kalian mengambil zakat (tanaman) kecuali dari empat (tanaman) berikut: sya‟ir (semacam gandum), gandum, korma, dan anggur”
Nishab zakat tanaman dan buah-buahan adalah lima Wasaq, atau setara dengan 600 rithl Baghdad. Sedangkan yang harus dikeluarkan adalah 1/10 untuk tanaman yang diairi secara alami, dan 1/20 untuk tanaman yang diairi dengan biaya tambahan. Hal ini berdasarkan hadits:
43
Ibid, hlm. 212 „Ali bin „Umar ad Daruquthniy, Sunan Ad Daruquthniy, (Beirut: Darul Ma‟rifat, 1966), Juz II, hlm. 98 44
39
كَا َل « مَُْ َس ِفميَا- صىل هللا ػلَو وس- َغ ْن َٱ ِب َس ِؼَ ٍد إمْ ُخدْ ِر ِّى َغ ِن إمّنَ ِ ِ ِّب 45 ٌ ُون َ َْخ َس ِة َٱ ْو ُس ٍق َصدَ كَة َ د Artinya: “Tidak ada zakat pada tanaman yang kurang dari lima wasaq”. Juga hadits berikut:
Artinya: “Tanaman yang diairi dengan air hujan, mata air atau tumbuh di rawa-rawa, zakatnya sepersepuluh. Dan yang diairi dengan biaya, zakatnya 1/20”.
c. Emas-Perak Ada lima Syarat wajib zakat emas dan perak: Islam, merdeka, milik sempurna, mencapai nishab dan haul. Maka seseorang muslim merdeka yang memiliki satu nishab emas atau perak dalam kurun satu tahun penuh, maka ia terkena hukum wajib zakat. Nishab perak adalah 200 dirham, sedangkan emas adalah 20 mitsqal.47 Dasar dari kewajiban zakat emas-perak adalah firman Allah:
Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
45
Muslim bin Hajjaj al Qusyairi an Naisaburi, Shahih Muslim, Juz III, hlm. 66 Muhammad bin Isma‟il Al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, hlm 536 47 Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul.., hlm. 143 46
40
mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At Taubah: 34)48 Juga hadits Nabi:
49
Artinya: Dari „Ali RA. dari Nabi SAW: “apabila kamu memiliki dua ratus dirham dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya lima dirham, dan tidak ada zakat atas kamu pada emas hingga mencapai dua puluh dinar dan mencapai satu tahun, zakatnya ½ dinar. Adapun kelebihannya maka dengan hitungan yang telah disebutkan.” Saya tidak tahu apakah perkataan “dengan hitungan yang telah disebutkan” adalah perkataan Ali atau dimarfu‟kan kepada Nabi. “dan tidak ada zakat atas suatu harta hingga mencapai satu tahun.” Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa nishab untuk perak adalah 200 dirham dan dikeluarkan lima dirham dan untuk emas adalah 20 dinar. Jika sudah mencapai jumlah tersebut dan mencapai satu tahun, maka dikeluarkan zakatnya sebesar 1/40 atau 2,5 % Namun demikian, tidak semua emas dan perak wajib dizakati. Ada perbedaan pendapat antara ulama tentang emas yang digunakan
48 49
Departemen Agama RI, op.cit. hlm. 283 Abu Dawud Sulaiman as Sijistaniy, Sunan Abu Dawud, Juz II, hlm.10
41
sebagai perhiasan. Jumhur ulama berpendapat tidak terkena wajib zakat, sedangkan Imam Hanafi berpendapat terkena wajib zakat. 50 Adapun zakat mata uang lain maka diqiyaskan kepada takaran emas dan perak. Hal ini karena uang kertas dan mata uang selain emas dan perak menempati kedudukan mata uang emas dan perak dalam perdaganan, dan kemungkinan mudah untuk diperjualbelikan dengan emas dan perak, dan juga karena mata uang tersebut digunakan untuk alat tukar menukar dan memiliki nominal yang objektif.51 d. Harta Perdagangan Semua barang yang dipersiapkan untuk diniagakan (selain emas perak karena ada ketentuannya sendiri) akan terkena wajib zakat bila memenuhi syarat. Syarat wajib dan ketentuan zakat harta perdagangan sendiri sama dengan ketentuan zakat emas dan perak di atas. 52 Dasar diwajibkannya zakat ini adalah ayat:
ۡ ۡ
ٓ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sedekahkanlah yang baik-baik dari apa yang kalian kerjakan”(Q.S. Al Baqarah: 267)
Perlu diketahui bahwa di antara syarat yang telah disebutkan, yakni semua barang yang dipersiapkan untuk berdagang, ada batasan tertentu sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Taqiyuddin, yaitu: bahwa 50
Al Imam Al Qadhi Abdul Walid Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad Bin Ahmad Bin Rusyd Al Qurthubi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Mesir: mathba‟ah Musthafa al Babiy, 1975), hlm. 251 51 Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh „Alal Madzahib Al Arba‟ah, (Beirut: Darul Kutub Al „Ilmiyah, T.Th), Juz I, hlm. 549 52 Taqiyuddin Abi Bakr bin Muhammad al Husaini, Kifayatul.., hlm. 144
42
barang itu menjadi barang dagang, memang diniatkan untuk diperdagangkan dan barang itu dimiliki dengan cara mu‟awadlah mahdlah (serah terima yang murni), yakni benar-benar dimiliki oleh si pedagang ini baik dengan cara pembayaran kontan, ataupun hutang.53
F. Zakat Ikan Laut Dalam Pandangan Ulama Ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum zakat ikan laut. Jika dilihat dari jenis hewan, jelas ikan laut bukan termasuk kategori hewan yang terkena wajib zakat. Karena sudah menjadi kesepakatan bahwa hewan yang terkena wajib zakat hanya tiga jenis: unta, sapi, dan kambing. Dan jika zakat ikan laut dilihat dari segi jenis barang tambang tambang, maka ulama ada yang melihat Hukum zakat bagi sesuatu yang diambil dari laut dengan mengqiyaskan dengan barang tambang. Jumhur „ulama hanafiyah, malikiyah dan syafi‟iyah berpendapat bahwa sesuatu yang diambil dari laut berupa mutiara, minyak „anbar, dan koral (marjan), tidak terkena wajib zakat ataupun 1/5 (seperti rikaz). Hal lain yang mendasari pendapat jumhur ulama ini adalah tidak adanya tuntunan pada masa Nabi SAW. dan Khulafaur Rasyidin RA. Namun ada satu satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal yang dikatakan oleh Abi Yusuf: wajib zakat, karena menyerupai barang tambang di darat. Pendapat ini didasari oleh apa yang terjadi di zaman Khalifah Umar. Diceritakan bahwa Ya‟la bin Umayah mengirim surat kepada Umar bin Khatthab yang berisi temuan minyak anbar di pantai. Maka sang Khalifah 53
Ibid.
43
meminta pendapat para sahabat dan mereka mengisyaratkan untuk mengambil 1/5 dari anbar tersebut. Maka Khalifah membalas surat itu dengan apa yang diisyaratkan sahabat tersebut. Dasar lain dari pendapat ini adalah keputusan Khalifah „Umar bin Abdul „Aziz yang mengambil 1/5 dari „anbar. Beliau juga memerintahkan pegawainya untuk mengambil zakat dari ikan laut jika sudah harganya mencapai 200 dirham.54 Sejalan dengan pendapat tersebut disebutkan dalam kitab Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatihi bahwa tidak ada kewajiban zakat dari apa-apa yang diambil dari laut, seperti mutiara, marjan, anbar, ikan dan sebagainya seperti pendapat jumhur „Ulama madzhab, dengan dasar atsar dari Ibn „Abbas: “Tidak ada (kewajiban) apapun dalam anbar, sesungguhnya anbar adalah sesuatu yang ditemukan di laut.” Selain itu, pada aslinya tidak ada kewajiban apapun di dalamnya, maka tidak boleh diqiyaskan dengan barang tambang darat, karena „anbar hanya ditemukan di laut sedangkan barang tambang di darat bisa didapat dengan tanpa kepayahan. Adapun ikan, merupakan hewan buruan. Maka tidak ada wajib zakat sebagaimana buruan darat.55 Dalam kitab Al Fiqhu Ala Al Madzahib Al Arba‟ah dijelaskan, bahwa menurut madzhab Hanafiyah tidak ada terkena apapun dalam sesuatu yang diambil dari laut, seperti anbar, mutiara, marjan, ikan, dan sebagainya, kecuali jika dipersiapkan untuk diperdagangkan. Sedangkan menurut madzhab Malikiyah: sesuatu yang dikategorikan dalam benda laut seperti anbar, mutiara, atau marjan, tidak terkena kewajiban 54
Ibid., hlm. 292 Wahbah Zuhailiy, Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatihi, (Damaskus: Darul Fikr, t.th), Juz III, hlm 222 55
44
apapun. Maka barang tersebut menjadi milik dari yang menemukan, kecuali jika ia mengetahui bahwa barang tersebut sudah menjadi milik seseorang dari kaum jahiliyah atau yang lainnya. Jika seperti itu, maka barang tersebut seperti rikaz dan luqathah beserta hukumnya. Dalam madzhab Hanabilah dikatakan bahwa barangsiapa yang menemukan minyak misik, mutiara, marjan, atau sebagainya di laut, maka dia tidak terkena kewajiban zakat apapun dari temuannya itu meskipun mencapai satu nishab.56 Bagi ulama yang mewajibkan zakat ikan laut, juga ada perbedaan pendapat dalam kadar yang harus dikeluarkan. 1. 1/5 dari hasil ikan laut. Kadar ini adalah pendapat dari „Umar bin Khattab, Umar bin „Abdul „Aziz, dan salah satu pendapat dari Ibnu „Abbas. Juga pendapat dari Abu Yusuf, salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal. Diwajibkannya zakat 1/5 atau 20 % ini karena hasil laut dipandang sama dengan rikaz yang diambil dari bumi (darat) dan dipandang sebagai hal yang sejenis. 2. 2,5 %. Kadar ini adalah menurut ahli madinah dengan didasrkan atas kadar yang dikeluarkan hasil ma‟din (tambang) 3. 10 % atau 2,5% dari hasil laut tergantung kesulitannya, sebagainmana dalam zakat pertanian dan perkebunan. Karena dalam perkebunan ada perbedaan kadar yang harus dikeluarkan tergantung kesulitannya. Maka seyogyanya dalam zakat hasil laut pun harus ada pembedaan ini. Di antara 56
Abdurrahman Al Jaziriy, Al Fiqhu „Ala Al Madzahib Al Arba‟ah, (Beirut: Darul Kutub al „Ilmiyyah, t.th), Juz I, hlm. 982
45
Ulama yang menyinggung pembedaan takaran tergantung kesulitan dalam pembahasan pertambangan adalah Imam Syafi‟i dan Imam Malik.57 Perlu digarisbawahi bahwa semua yang dijelaskan di atas yang mencakup „anbar, mutiara dan sebagainya dari hasil laut, berlaku juga hukumnya pada ikan.58
57 58
Yusuf Qardlawi, Fiqhuz Zakat, Cet. Ke-2, Juz I, hlm. 452 – 456 Ibid.