BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT MELAYU DI KOTA SIAK 2.1 Asal Usul Bangsa Melayu Asal usul bangsa Melayu hingga saat ini masih kabur. Akan tetapi beberapa sarjana Eropa seperti: Hendrik Kern (Belanda) dan Robert Von Heine Geldern (Austria) telah melakukan penyelidikan secara kasar mengenai latar belakang dan pergerakan masyarakat Melayu kuno. Teori mereka menyatakan bahwa bangsa Melayu berasal dari kelompok austronesia yaitu kelompok manusia yang berasal dari Yunann di China yang kemudian berhijrah dalam bentuk beberapa gelombang pergerakan manusia dan akhirnya menduduki wilayah Asia Tenggara. 2.1.1 Asal usul bangsa Melayu Asal usul bangsa Melayu merupakan sesuatu yang sukar ditentukan, walaupun terdapat beberapa kajian dilakukan untuk menjelaskan perkara ini, tetapi kata sepakat antara sarjana belum dicapai. Secara amnya terdapat 2 teori mengenai asal usul bangsa Melayu yaitu (a) bangsa Melayu berasal dari Yunan (teori Yunann) , dan (b) bangsa Melayu berasal dari Nusantara (teori Nusantara). Teori ini dibantu oleh beberapa sarjana R.H. Geldern. J. H. C Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slametmuljana dan juga Asmah Haji Omar. Secara keseluruhannya, alasan-alasan yang menyokong teori ini adalah seperti: (a) kapak tua yang mirip dengan kapak tua di Asia tengah di kepulauan Melayu. Perkara ini menunjukan adanya migrasi penduduk dari Asia tengah ke kepulauan Melayu (b) adat resam bangsa Melayu mirip kepada suku Naga di daerah Assam
Universitas Sumatera Utara
(berhampiran dengan sempadan India dengan Myanmar), (c) bahasa Melayu adalah bahasa yang serumpun dengan bahasa yang ada di Kamboja. Lebih lanjut lagi, penduduk di Kamboja mungkin berasal dari dataran Yunann dengan menyusuri sungai Mekong. Perhubungan bangsa Melayu dengan bangsa Kamboja sekaligus menandakan pertaliannya dengan dataran Yunann. Teori ini merupakan teori yang populer karena diterima umum, contohnya dalam buku teks Pengajian Malaysia adapun menyatakan “nenek moyang” orang Melayu berasal dari Yunann. Berdasarkan teori ini dikatakan orang Melayu datang dari Yunann ke Kepulauan Melayu menerusi tiga gelombang yang utama, yaitu orang negrito, Melayu-Proto, dan juga Melayu-Deutro. Gelombang pertama dikenali sebagai Melayu-Proto yang berlaku kira-kira 2500 tahun sebelum masehi. Lalu kira-kira dalam tahun 1500 sebelum masehi, datang pula gelombang kedua yang dikenal sebagai Melayu-Deutro. Mereka mendiami daerah-daerah yang subur dipinggir pantai dan tanah lembah Asia Tenggara. Kehadiran mereka ini menyebabkan orang-orang Melayu-Proto seperti orang – orang jakun, mahmeri, jahut, temuan, biduanda, dan beberapa kelompok kecil yang lain berpindah ke kawasan pedalaman. Justru itu, Melayu-Deutro ini merupakan masyarakat Melayu yang ada pada masa kini.
2.1.1.1 Teori Yunann a. Orang Negrito
Universitas Sumatera Utara
Orang Negrito merupakan penduduk paling awal di kepulauan Melayu, dan dipercayai berasal daripada golongan austronesia di Yunann. Mereka dikatakan berada disini sejak 1000 SM berdasarkan adanya arkeologi di Gua Cha, Kelantan. Ciri-ciri dari orang negrito adalah berkulit gelap, berambut keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, berbadan pendek, keturunannya orang asli di semenanjung Malaysia, Dayak di Serawak dan Batak di Sumatera. Menurut pendapat Asmah Haji Omar sebelum perpindahan penduduk dari Asia belaku, kepulauan Melayu (Nusantara) ini telah ada penghuninya yang kemudian dinamai sebagai penduduk asli, ada ahli sejarah yang mengatakan bahwa mereka yang tinggal di semenanjung tanah Melayu ini dikenal sebagai orang negrito. Orang negrito ini diperkirakan telah ada sejak tahun 8000 SM. Mereka tinggal di dalam gua dan mata pencaharian mereka adalah berburu binatang. Alat perburuan mereka dibuat daripada batu dan pada zaman ini disebut sebagai zaman Batu Pertengahan. Di Kedah sebagai contoh: pada tahun 5000 SM yaitu pada zaman paleolit dan mesolit, telah didiami oleh orang austronesia yang menurunkan orang negrito, Sakai, Semai dan sebagainya. b. Melayu-Proto Asal yang kedua ialah Melayu-Proto. Berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa orang Melayu ini berasal dari Asia Tengah, perpindahan tersebut (yang pertama) diperkirakan pada tahun 2500 SM. Mereka ini kemudian dinamai sebagai Melayu-Proto, peradaban orang Melayu-Proto ini lebih maju sedikit daripada orang negrito. Orang Melayu-Proto telah pandai membuat alat bercocok tanam, membuat barang pecah belah, dan alat perhiasan kehidupan
Universitas Sumatera Utara
mereka berpindah ranah. Zaman mereka ini disebut Neolitik atau Zaman Batu Baru. c. Melayu-Deutro Kumpulan ketiga dikenali sebagai Melayu-Deutro. Perpindahan penduduk yang kedua dari Asia yang dikatakan dari daerah Yunann diperkirakan berlaku pada tahun 1500 SM. Mereka dinamai Melayu-Deutro dan telah mempunyai perdaban yang lebih maju daripada Melayu-Proto. Melayu-Deutro telah mengenal kebudayaan logam. Mereka telah menggunakan alat perburuan dan pertanian daripada besi. Zaman mereka ini dinamai dengan Zaman Logam. Mereka hidup ditepi pantai dan menyebar hampir diseluruh kepulauan Melayu ini. Kedatangan
orang
Melayu-Deutro
ini
dengan
sendirinya
telah
mengakibatkan perpindahan orang Melayu-Proto kepedalaman sesuai dengan cara hidup mereka yang berpindah ranah. Berlainan dengan Melayu-Proto, MelayuDeutro ini hidup secara berkelompok dan tinggal ditepi pantai, hidup sebagai nelayan dan sebagian lagi mendirikan kampung dekat dengan sungai dan lembah yang subur. Hidup mereka sebagai petani dan memburu binatang. Orang MelayuDeutro ini telah pandai bermasyarakat. Mereka biasanya memilih seorang ketua yang tugasnya sebagai ketua pemerintahan dan sekaligus ketua agama yang mereka anut ,yaitu animisme. Keturunan orang Melayu di Malaysia dikatakan lebih bijak dan mahir daripada Melayu-Proto. Bijak dalam bidang astronomi, pelayaran, dan bercocok tanam. Jumlah merekapun lebih banyak daripada Melayu-Deutro. Mereka menduduki kawasan pantai dan lembah di Asia tenggara. Orang ini, kumpulan
Universitas Sumatera Utara
pertama dan kedua yang dikenal sebagai austronesia. Bahasa- bahasa yang terdapat di Nusantara sekarang berpuncak daripada bahasa austronesia ini. 2.1.1.2 Teori Nusantara Teori ini didukung oleh sarjana-sarjana seperti J. Crawfurd, K. Himly, Sutan Takdir Alisjahbana dan juga Gorys Keraf. Teori ini adalah disokong dengan alasan-alasan seperti dibawah ini:
1) Bangsa Melayu dan bangsa Kawa mempunyai peradaban yang tinggi. Pada abad ke 19, taraf ini hanya dapat dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Perkara ini menunjukan oarng Melayu tidak berasal dari mana-mana, tetapi berasal dan berkembang di Nusantara.
2) K. Himly tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu serumpun dengan bahasa Champa. Baginya persamaan yang berlaku di kedua-dua bahasa adalah salah satu fenomena “ambilan”.
3) Manusia kuno homo soloinensis dan homo wajakensis terdapat di pulau Jawa. Penemuan manusia kuno ini di pulau Jawa menunjukan adanya kemungkinan orang Melayu itu keturunan daripada manusia kuno tersebut yakni berasal daripada Jawa dan mewujudkan peradaban bersendirian.
4) Bahasa di Nusantara (bahasa austronesia) mempunyai perbedaan yang ketara dengan bahasa di Asia Tengah (bahasa Indo- Eropa).
2.2 Mata Pencaharian NO.
Bidang Pekerjaan
2009
2010
2011
Universitas Sumatera Utara
1.
Pertanian
5.225
68.018
69.586
2.
Industri
16.618
16.162
16.150
3.
Kontruksi
2.939
874
112
4.
Perdagangan
21.222
26.084
700
5.
Transportasi,
5.872
7.326
464
922
1.268
4.796
13.168
19.983
1.233
Pergudangan
dan
Komunikasi 6.
Keuangan
7.
Jasa Kemasyarakatan
Tabel-1 Mata Pencaharian di Kabupaten Siak.
Sumber: Statistik Kabupaten Siak 2009-2011
Jika dilihat bidang pekerjaan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa sektor pertanian, industri merupakan komposisi pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena wilayah ini memang merupakan daerah yang memiliki potensi pertanian dan industri yang besar seperti adanya perkebunan kelapa sawit, sedangkan dibidang industri terdapat industri kertas (Indah Kiat), industri minyak (Chevron dan BOB) serta industri minyak sawit mentah (MSM/CPO) dengan jumlah PKS sebanyak 14 unit dengan kapasitas terpasang 610 ton TBS perjam.
Sementara pekerjaan pada sektor keuangan juga mengalami perkembangan yang cukup pesat hal ini disebabkan oleh bermunculannya lembaga keuangan baik bank dan non bank. Namun dari sektor perdangangan menunjukkan adanya data yang kurang akurat. Tidak akuratnya data pada bidang tertentu tidak terlepas dari kurangnya minat pencari dan yang bekerja untuk melapor ke dinas dan instansi
Universitas Sumatera Utara
terkait dan hal ini menjadi keluhana juga bagi Bupati karena berakibat pada sulit dalam menyelesaikan masalah kemiskinan dan pengangguran.
2.3 AGAMA
NO
AGAMA
2009
2010
2011
1.
ISLAM
312.089
324.804
355.365
2.
KATHOLIK
4.903
5.333
6.197
3.
HINDU
227
226
170
4.
BUDDHA
3.866
4.142
4.574
5.
KONGHUCU
-
-
291
6.
KRISTEN
44.991
53.551
61.141
7.
ALIRAN KEPERCAYAAN
-
-
153
Tabel-2 Agama yang dianut di daerah Kabupaten Siak.
Sumber: Statistik Kabupaten Siak 2009-2011
Pemeluk agama Islam merupakan mayoritas di daerah kabupaten Siak, namun hubungan antar umat beragama telah terjalin dengan harmonis, saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lainnya. Jika dilihat dari aspek pertumbuhan penduduk dari tahun 2009 ke 2011, maka pemeluk agama Islam tumbuh sebanyak 13,87%, Khatolik sebanyak 26,39%, Kristen sebanyak 35,90% dan Budha sebanyak 18,31%. Peningkatan pertumbuhan penduduk yang
Universitas Sumatera Utara
beragama Khatolik dan Kristen yang tinggi tersebut tidak lerlepas dari ramainya pencari kerja yang datang dari Provinsi Sumatra Utara. Sementara pertumbuhan penduduk yang beragama Budha dipengaruhi oleh ramainya perpindahan penduduk antara kabupaten yang memanfaatkan potensi pasar (sebagai pedagang) terutama China.
2.4 Bahasa
Riau merupakan negeri pusat perkembangannya budaya dan sastra melayu. Dari negeri inilah berkembang baahasa Melayu Riau yang merupakan pokok dari bahasa-bahasa negeri-negeri di Nusantara. Sebut saja Indonesia, Malaysia, Singapuura, Brunei Darussalam dan negeri-negeri lainnya. Perkembangan bahasa dan sastra Melayu mencapai puncak kejayaannya pada masa kerajaaan Riau-Lingga yang diangkat dan dikembangkan oleh Raja Ali Haji di pulau Penyengat. Dari pulau Penyengatlah bahasa Melayu itu menjadi gemilang di negeri Nusantara. Bahasa Melayu Riau ada sejak dahulu kala, perkembangannya semakin cemerkang mana kala dibukanya ada banyak nya bandar-bandar bau di negeri ini seiring berkembangnya kerajaan-kerajaan melayu yang terdapat di negeri ini seperti: Kerajaan Siak, Kerajaan Pekan Tua, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Indragiri, Kerajaan Kandis, Kerajaan Rokan, Kerajaan Kampar, Gunung Sahilin, Kuntu Darussalam dan lain-lain. Pada hakikatnya, pengucapan bahasa Melayu Riau sama dengan bahasa Indonesia sekarang. Masyarakat, para cendiakawan, tokoh, raja ataupun sultan yang memerintah negeri ini pun juga demikian.
Universitas Sumatera Utara
Dialek Melayu Riau dengan bahasa pergaulan dalam masyarakat sama dengan dialek Johor-Riau kini menjadi asas kepada pembentukan bahasa Melayu standar di Malaysia. •
Ciri utama dialek ini adalah akhiran ‘a’ untuk kata-kata yang diadotasi dari perkataan Indonesia dikekalkan atau tidak diubah seperti sebutan asal: Anda- disebut Anda Merdeka-disebut Merdeka
•
Bunyi akhiran ‘r’ dihilangkan pada kata-kata, seperti berikut: Besar- disebut Besa (dengan sebutan a yang betul) Lebar-disebut Leba (dengan sebutan a yang betul) Sabar- disebut Saba (dengan sebutan a yang betul)
•
Bunyi ‘o’ digunakan menggantikan kata-kata yang berakhir dengan sebutan ‘ur’ Tidur-disebut Tido Telur-disebut Telo
•
Pengguguran (dihilangkan) bunyi ‘r’ ditengah kata sebelum huruf konsonan seperti berikut: Kerja- disebut Keja (a menjadi sebutan ě) Pergi- disebut Pegi Berjalan- disebut Bejalan
Universitas Sumatera Utara
Bagaimanapun terdapat variasi kecil di dalam dialek ini mengikut kawasan-kawasan tertentu. Di Provinsi Riau (Riau daratan) bahasa Melayu Riau dapat dibedakan menjadi dialeg Riau pesisir dan dialeg Riau pedalaman. Yang perlu diketahui, bahasa Melayu di Riau daratan sebetulnya tidak kenal dengan kata “dang” atau “do”, misalnya : “wuiih.. mantap dang!” atau “Bukunya tak ada do..” kata- kata tersebut berasal dari bahasa Minang yang dibawa oleh para perantau minang ke Riau. Sehingga kata-kata itu ikut terserap di dalam bahasa masyarakat dan generasi mudanya. Di Kabupaten Siak, sama dengan bahasa Melayu di Bengkalis, selain banyak terdapat kata-kata yang berakhiran ‘e’ lemah juga cukup banyak kata-kata yang berakhiran ‘o’. Di Siak juga pernah ada kerajaan Siak yang merupakan kerajaan Melayu Islam terbesar di Sumatera yang turut andil dalam mengembangkan tradisi, adat-istiadat, budaya dan bahasa Melayu secra luas keseluruh pelosok-pelosok negeri-negeri yang yang di bawah naungan kerajaan Siak, seperti Siak, Bengkalis, Rokan, Pekanbaru, dan Kampar. Jika di Bengkalis dan Siak juga terdapat perubahan kata-kata sapaan tertentu, contoh: “Kamu =Miko “. 2.5 Sistem Kekerabatan Masyarakat di tanah Riau mengikuti garis keturunan laki-laki. Penduduk Riau sangat menjunjung tinggi kesopanan bersikap antar manusia walaupun sistem kekerabatannya tidak mengenal adanya kasta secara umum. Namun terdapat juga keturunan yang lebih dihormati dan disegani masyarakat yaitu keturunan anak dukun besar, Tetua Adat. Jabatan ini dihargai karena memiliki
Universitas Sumatera Utara
ilmu gaib yang tidak semua orang mendapatkannya. Ilmunya itu hanya diturunkan ke anak laki-laki/ keponakan laki-laki segaris keturunan, jadi dalam hal ini orang yang bukan merupakan kerabat dekat anak dukun besar tidak akan meneruskan ilmu tersebut. Tempat pertemuan adat disebut dengan surau dengan ketua adat atau dalam istilah Islamnya disebut Islam atau Kalipah. Kalipah juga diteruskan secara turun-temurun sehingga bersifat tertutup untuk orang lain yang bukan keturunan Kalipah menjadi seorang Kalipah. Hal ini dianut masyarakat Melayu Riau yang masih berlokasi di dusun atau biasa disebut dengan kecamatan.
2.6 Kesenian Berbagai bentuk dan jenis kesenian yang terdapat di Riau, yaitu teater, tari, musik, nyanyian, dan sastra. Para penghayat kesenian di perkotaan umumnya merasa asing terhadap kesenian tradisional. Oleh karena itu, diperlukan penghubung yang apresiatif dengan memperkenalkan segala jenis dan bentuk kesenian tradisional di perkotaan. Dengan demikian, kesenian kontemporer yang tumbuh, hidup, dan berkembang di perkotaan akan mempunyai fondasi yang kokoh dan ranggi dalam memberikan sumbangan bagi kesenian nasional.
2.6.1 Sejarah Kesenian Melayu-Riau Satu dasawarsa menjelang abad ke-20, berdiri Rusydiah Klub, suatu perkumpulan untuk para cendekiawan, sastrawan, dan budayawan. Perkumpulan
Universitas Sumatera Utara
ini berdiri di Riau, tepatnya di Pulau Penyengat yang pada waktu itu menjadipusat pemerintahan Kerajaan Riau Lingga. Pada hakekatnya, perkumpulan ini merupakan lembaga kebudayaan yang mencakup kesenian, pertunjukan, dan sastra. Kegiatannya bermula dari peringatan hari-hari besar Islam, seperti MaulidNabi, Isra-Mikraj, Nuzulul Quran, Idul Fitri, Idul Adha dan lain-lain yang kemudian berkembang sampai pada penerbitan buku-buku karya anggota perkumpulan. Semua kegiatan ditunjang oleh sarana kerajaan yang berupa perpustakaan Kutub Khanah Marhum Ahmadi dan dua buah percetakan huruf Arab-Melayu, yaitu Mathba‘at al Ahmadiyah dan Mathba‘at al Riauwiyah. Rusydiah Klub merupakan perhimpunan cendekiawan pertama di Indonesia. Perkumpulan ini tidak disebut dalam sejarah nasional, karena kurang telitinya pengumpulan bahan sejarah, atau mungkin karena tidak adanya masukan dari pihak yang banyak mengetahui tentang hal itu. Rusydiah Klub meninggalkan pusaka kreativitas berupa buku-buku sastra, agama, sejarah, dan ilmu bahasa yang amat berharga. Jika Riau pada masa lalu sanggup menyediakan fasilitas bagi kegiatan seni dan sastra, seharusnya Riau pada masa kini mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik lagi. Riau sejak dahulu sudah menjadi daerah lalu lintas perdagangan negaranegara tetangga, sehingga Riau melahirkan sosok dan warna budaya yang beragam. Hal ini merupakan beban, sekaligus berkah historis-geografis. Riau seakan-akan merupakan ladang perhimpunan berbagai potensi kesenian, yang di dalamnya terdapat pengaruh kebudayaan negara-negara tetangga dan kebudayaan daerah Indonesia lainnya. Kesenian Melayu Riau sangat beragam, karena kelompok-kelompok kecil yang ada dalam masyarakat juga berkembang. Perbedaan antara Riau Lautan dan Riau Daratan menunjukkan keanekaragaman
Universitas Sumatera Utara
kesenian di Riau. Hal ini sekaligus sebagai ciri khas Melayu Riau, karena dari pembauran kelompok-kelompok itu pandangan tentang kesenian Riau terbentuk. Kenyataan menunjukkan, kesenian di Riau dan kesenian di negara-negara berkebudayaan Melayu seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam saling mengisi dan saling mempengaruhi. Demikian pula dengan daerah-daerah berkebudayaan Melayu seperti Deli, Langkat, Serdang, dan Asahan di Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Barat, dan lainnya, juga terpengaruh kebudayaan Minangkabau, Mandailing, Bugis, dan Jawa. Kebudayaan yang datang dari luar Indonesia seperti India (Hindu-Budha), Arab (Islam), Cina, dan Siam juga turut mempengaruhi. Kelenturan kebudayaan Melayu tersebut sejalan dengan perkembangan sejarah dan letak geografis Riau, sehingga menjadikan Riau sangat kaya dengan ragam ekspresi kesenian. Perkembangan kebudayaan Melayu di Riau itu pada gilirannya dapat memperkaya kebudayaan nasional. Namun sayangnya tidak sedikit cabang kesenian Melayu Riau yang semakin suram dan kurang mendapat perhatian. Bentuk-bentuk kesenian ini hanya muncul dalam acara seremonial, seperti pada waktu ulang tahun atau ketika ada kunjungan pejabat.
2.6.2 Perkembangan Kesenian Di Riau Kesenian Riau tumbuh, hidup, dan berkembang di pedalaman, di desadesa terpencil, juga di kota-kota. Kesenian yang tumbuh dan hidup di pedalaman kurang berkembang dan tidak menyebar karena terkurung dalam lingkungannya. Masyarakat mengenal kesenian ini bukan semata-mata sebagai hiburan, tetapi dikaitkan dengan kepercayaan dan bersifat spiritual yang difungsikan sebagai penghubung antara manusia di alam nyata dengan penguasa di alam gaib.
Universitas Sumatera Utara
Kesenian Riau di kota didukung oleh para pelajar, mahasiswa, dan seniman masa kini, sehingga dapat berkembang. Perkembangan ini menghasilkan kesenian
kreasi
baru
yang
menyadap
kesenian
tradisional
dan
memodifikasikannya dengan landasan budaya setempat. Jenis kesenian ini dapat diketahui dengan melihat sentuhan budaya nasional di dalamnya. Kesenian kreasi baru jenis tari dan teater kontemporer tampaknya menunjukkan nilai seni yang beragam pula. Misalnya Sendratari Lancang Kuning mengandung nilai tarian Zapin, Cik Masani diangkat dari gerak tari Makyong, Hang Tuah memanfaatkan beberapa gerak tari Melayu lama. Demikian pula dengan garapan baru dari beberapa teater rakyat seperti Gubang, Makyong, Mendu, dan Bangsawan. Garapan musik kreasi baru belum begitu intens dikerjakan, meskipun bentuk ghazal dan orkes Melayu masih hidup di beberapa tempat. Padahal lagu-lagu Melayu lama masih terus dinyanyikan secara luas. Bagaimanapun juga lagu-lagu Melayu lama ini lebih dikenal di desa-desa daripada di kota-kota. Sikap masyarakat kota di Riau tidak seperti sikap masyarakat Sumatera Barat terhadap lagu-lagu tradisionalnya. Seniman-seniman Padang dan sekitarnya banyak yang masih menggarap lagu-lagu daerah mereka dengan penuh gairah, bahkan lagu-lagu Melayu juga digarap. Dengan kemajuan yang mereka capai, lagu-lagu Melayu sudah menjadi seperti lagu Minang. Di Riau sendiri orang kurang peduli terhadap warisan lagu-lagu lama Melayu. Agaknya sejarah kebudayaan menghendaki budaya Melayu dinikmati dan dimanfaatkan oleh sukusuku lainnya di negeri ini, seperti halnya kebudayaan Melayu diperkokoh oleh pengaruh-pengaruh yang tersaring dari mana saja.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Jenis-Jenis Kesenian Riau Salah satu kesenian Riau adalah teater. Teater merupakan sebuah karya seni yang kompleks, karena di dalamnya juga terdapat unsur-unsur kesenian lain. Di beberapa desa dan kota di Riau masih dijumpai jenis-jenis teater klasik. Bentuk kesenian ini semakin berkembang dan kokoh setelah mendapat kesempatan memasuki istana, sehingga bentuknya kemudian menunjukkan ciri-ciri istana yang berbeda dengan wujud awalnya sebagai kesenian rakyat. Hal ini karena saat memasuki istana, penampilan teater Makyong, Mendu, Mamanda, dan Bangsawan diperhalus. Seni tari yang muncul dalam teater Mendu berupa tarian Ladun, Jalan Kunon, Air Mawar, Beremas, dan Lemak Lamun. Seni tari yang muncul dalam Makyong berupa tarian Selendang Awang, Timang Welo, Berjalan Jauh, dan tarian penutup berupa tarian Cik Milik. Dalam Bangsawan juga terdapat tari-tari hiburan seperti Jula-Juli, Zum Galiga Lizum, Mak Inang Selendang, dan jenisjenis langkah Zapin. Seni suara merupakan napas pertunjukan Mendu, Makyong, dan Bangasawan. Dalam Mendu terdapat lagu Lakau, Ladun, Madah, Air Mawar, Lemak Lamun, Tala Satu, Ayuhai, Nasib, dan Tala Empat. Dalam Makyong terdapat nyanyian seperti Cik Milik, Timang Bunga, Selendang Awang, Awang Nak Beradu, Puteri Nak Beradu, dan Dondang Di Dondang. Dalam Bangsawan terdapat nyanyian seperti Berjalan Pergi, Lagu Stambul Dua, Dondang Sayang, Nyanyi Pari, Nasib, dan lain-lain. Alat-alat musik yang dipakai dalam pertunjukan Mendu ialah gendang panjang, biola, gung, beduk, dan kaleng kosong, sedangkan dalam pertunjukan
Universitas Sumatera Utara
Makyong digunakan nafiri, gendang, gung, mong, breng-breng, geduk-geduk, dan gedombak. Dalam bangsawan dipakai peralatan orkes Melayu lengkap. Pertunjukan Mendu dan Makyong sangat mengandalkan upacara yang bersifat ritual seperti buka tanah dan semah. Dalam upacara ini digunakan mantra dan serapah.
Universitas Sumatera Utara