21
BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING
2.1
Hubungan Kerja
2.1.1
Pengertian hubungan kerja Pengusaha dan pekerja memililki hubungan yang disebut dengan
hubungan kerja. Hubungan kerja dan perjanjian kerja tidak dapat dipisahkan. “Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara pemberi kerja dangan penerima kerja yang bersangkutan, dan selanjutnya akan berlaku ketentuan tentang hukum perburuhan, antara lain mengenai syarat-syarat kerja, jaminan sosial, kesehatan, dan keselamatan kerja, penyelesaian perselisihan dan pemutusan hubungan kerja yang kesemuanya diatur dalam perjanjian kerja.”1 Perjanjian kerja diatur dalam Pasal 1601 a KUH Perdata, Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (si buruh), mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Sedangkan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjabarkan pengertian lain mengenai perjanjian kerja, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Sehingga menurut undang-undang tersebut, suatu perjanjian kerja tidak dapat terlepas dari hak dan kewajiban para pihak dengan mematuhi syarat-syarat yang berlaku diantara para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja. Pihak-pihak yang dimaksud dalam perjanjian kerja adalah : 1
Aloysius Uwiyono et. al., 2014, Asas-asas Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 52.
22
A. Pekerja Buruh merupakan istilah yang digunakan sejak zaman penjajahan Belanda sebelum digunakannya istilah pekerja. Pada zaman penjajahan belanda yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar, orang-orang ini disebut dengan “Blue Collar”. Sedangkan pekerja di kantor pemerintahan maupun swasta disebut sebagai “karyawan/pegawai” (white collar). “Pembedaan tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan dan hak-hak tersebut oleh pemerintah belanda tidak terlepas dari upaya untuk memecah belah orang pribumi. Setelah Indonesia merdeka tidak lagi mengenal perbedaan antara buruh halus dan buruh kasar, semua orang yang bekerja disektor swasta baik pada orang maupun badan hukum disebut buruh. Namun lebih tepat jika disebut sebagai pekerja sesuai dengan penjelasan Pasal 2 UUD 1945”. 2 Pengertian pekerja pada Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan yakni “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.” Selain itu pekerja/buruh dapat diartikan sebagai3 : a.
Bekerja pada atau untuk majikan/perusahaan;
b.
Imbalan kerjanya dibayar oleh majikan/perusahaan;
c.
Secara resmi/terang-terangan dan kontinu mengadakan hubungan kerja dengan majikan/perusahaan, baik untuk waktu yang tertentu maupun untuk jangka waktu yang tidak tertentu lamanya.
2
Lalu Husni I, op.cit. h. 45. A. Ridwan Halim, 1983, Hukum Perburuhan dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, (selanjutnya disingkat A. Ridwan Halim II), h. 11. 3
23
Istilah tenaga kerja maupun pekerja/buruh memiliki istilah yang hampir mirip, namun perbedaannya adalah bahwa tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut sebagai pekerja4.
B. Perusahaan Istilah perusahaan tidak dapat terlepas dari pengusaha maupun pemberi kerja. Perusahaan merupakan bentuk badan hukum yang didirikan oleh pengusaha, sedangkan pemberi kerja adalah pengusaha/perusahaan yang menyediakan lahan pekerjaan bagi pekerja dengan memberikan upah/gaji. Pengertian pengusaha menurut Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tetang ketenagakerjaan adalah : a.
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b.
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan milikya;
c.
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Undang-undang tersebut juga menyebutkan mengenai pengertian
pemberi kerja yakni orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja degan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4). Pengertian
4
Lalu Husni I, op.cit,h. 31.
24
pemberi kerja lebih luas dibanding pengertian pengusaha. Seorang pegusaha merupakan pemberi kerja, namun pemberi kerja belum tentu pengusaha. Jadi, dari pengertian mengenai pengusaha tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengusaha bisa berarti perseorangan, dapat pula persekutuan atau badan hukum. Istilah perusahaan adalah istilah yang lahir sebagai akibat adanya pembahruan dalam hukum dagang. Oleh karena itu, sejak beberapa pasal dalam buku I KUHD dicabut, maka sejak itu pula istilah dan pengertian pedagang dan perbuatan perdagangan (perniagaan) tidak layak lagi mewakili kepentingan kaum pedagang khususnya dan masyarakat pada umumnya yang kemungkinan memiliki hubungan, kepentingan dan atau ikut ambil bagian dalam aktivitas perusahaan.5 Namun sesuai dengan perkembangan undang-undang, pengertian perusahaan terdapat pada Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan adalah : a.
Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b.
Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5
Mulhadi, 2010, Hukum Perusahaan : Bentuk-bentuk Badan Usaha Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 6.
25
Antara tenaga kerja, pekerja, maupun perusahaan memiliki huungan
yang
sangat
erat.
Hubungan
tersebut
bersifat
saling
menguntungkan (Simbiosis Mutualisme), karena pekerja melakukan pekerjaannya di perusahaan agar perusahaan tersebut dapat maju dan berkembang, timbal baliknya pekerja tersebut mendapatkan upah/imbalan dari perusahaan tersebut atas kerja kerasnya. Untuk menjaga hubungan baik timbal balik tersebut, maka dibuatlah perjanjian kerja untuk mengikat pihak-pihak tersebut. Para pihak dalam perjanjian kerja tersebut pada akhirnya menciptakan hubungan yang selaras demi terciptanya kerjasama yang saling menguntungan para pihak. Hubungan antara para pihak tersebut disebut dengan hubungan kerja. Hubungan kerja berbeda dengan hubungan kerjasama pada umumnya. Hubungan kerja diatur dalam Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Hubungan kerja merupakan bentuk hubungan hukum yang lahir atau tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha6. Berdasarkan pengertian tersebut, hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja memiliki pengertian yang berbeda dengan hubungan pada umumnya, seperti hubungan antara penjual dengan pembeli maupun hubungan antara guru dan murid. Perbedaan tersebut
6
Lalu Husni I, op. cit. h. 61.
26
dapat dilihat dari unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa unsur dari hubungan kerja tersebut adalah: pekerjaan, upah dan perintah. Perusahaan dan pekerja terlibat dalam suatu ikatan yang disebut dengan pekerjaan. Pekerjaan dilakukan oleh pekerja sesuai dengan apa yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja oleh perusahaan. setelah pekerja tersebut melaksanakan pekerjaannya, maka perusahaan wajib membayarkan upah. Upah merupakan kewajiban bagi perusahaan dan hak bagi pekerja. Pekerja melaksanakan apa yang menjadi pekerjaannya berdasarkan perintah dari perusahaan. Unsur-unsur tersebut yang membedakan antara hubungan kerja dengan hubungan pada umumnya.
2.1.2
Dasar hukum hubungan kerja Hubungan kerja yang resmi wajib mengikuti ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam undang-undang. “Hubungan kerja adalah hubugan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.” (Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan). Dari pengertian hubungan kerja diatas, dapat dipastikan bahwa hubungan kerja dan perjanjian kerja tidak dapat dipisahkan. Perjanjian kerja dan perjanjian pada umumnya memiliki arti yang berbeda. Perjanjian didefinisikan oleh ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
27
dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Menurut Subekti, Perjanjian tertulis untuk hubungan bisnis itu lazim disebut dengan kontrak Namun demikian, tidaklah semua perjanjian tertulis harus diberikan judul kontrak, tetapi tergantung pada kesepakatan para pihak, sifat, materi perjanjian dan kelaziman dalam penggunaan istilah untuk perjanjian itu.7 Pengertian lain dari perjanjian/kontrak adalah kontrak atau contracts (dalam bahasa inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saring berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah.8 Imam Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian kerja dimana pihak kesatu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.9 Sedangkan perjanjian kerja terdapat pada Pasal 1601 a KUH Perdata yang memberikan pengertian bahwa Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (si buruh), mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang
7
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h. 28. 8 Abdul R. Saliman, op. cit. h. 45. 9 Lalu Husni I, op. cit. h. 62.
28
lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.” Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syaratsyarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak.” Mengenai syarat perjanjian kerja secara umum, diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Suatu perjanjian dikatakan sah apabila : 1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Perjanjian kerja tersebut mengikat antara perusahaan maupun pekerjanya. Karena, baik perusahaan maupun pekerja merupakan pihak yang telah membuat perjanjian, sehingga perjanjian tersebut berlaku sebagai Undang-undang bagi pihak yang telah membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata).
2.1.3
Jenis hubungan kerja Hubungan
kerja
terjadi
setelah
adanya
perjanjian
kerja
antara
pekerja/buruh dan pengusaha/majikan yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, pekerja/buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain (pengusaha/majikan) yang mengikatkan dirinya untuk mempekerjakan
29
pekerja/buruh dengan membayar upah.10 Hubungan kerja dan perjanjian kerja yang tidak dapat dipisahkan pada akhirnya membentuk dua jenis perjanjian kerja. Jenis perjanjian kerja tersebut dapat digolongkan menurut waktunya, yakni perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). A.
Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) Pekerja perjanjian kerja waktu tertentu atau biasa disebut juga
dengan pekerja kontrak. Perjanjian ini dibuat untuk pekerjaan yang memiliki waktu tertentu dalam pengerjaannya. PKWT diatur dalam keputusan
menteri
perjanjian
kerja
KEP.100/MEN/VI/2004
antara
pekerja/buruh
didefinisikan
dengan
pengusaha
sebagai untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu untuk pekerja tertentu. Suatu perjajian dapat disebut sebagai PKWT jika terdapat unsur: Hanya sesekali pengerjaan (sementara/musiman); Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak terlalu lama, yakni sekitar 3 Tahun; Pekerjaan diluar produk baru, kegiatan, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Dalam implementasinya, PKWT tudak mensyaratkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja jika ada PHK. Jika ada hal-hal sekitar perjanjian kerja, selebihnya diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentag ketenagakerjaan. PKWT wajib dibuat secara tertulis, 10
Imam soepomo, 1980, Hukum Perburuhan di Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, h. 1.
30
selain itu juga wajib didaftarkan pada instansi yang sah, jika tidak didaftarkan pada instansi ketenagakerjaan maka PKWT dianggap tidak sah dan secara otomatis PKWT tersebut akan menjadi karyawan sehingga pekerja tersebut akan membuat dan memperoleh hak-haknya sesuai undang-undang. Jika PKWT seseorang telah habis, dapat diperpanjang paling lama dua tauhun dan boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. PKWT tidak mengenal adanya masa percobaan.
B.
Perjanjian waktu tidak tertentu (PKWTT) Adalah perjanjian kerja yang tidak ditentukan waktunya (bersifat
tetap). PKWTT dapat dibuat secara lisandan tidak wajib mendapatkan pengesahan dari instansi ketenagakerjaan. Apabila dibuat secara lisan, maka klausulnya diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan sehingga dianggap menyetujui Undang-undang ketenagakerjaan sebagai “dasar perikatan”. Selain itu, jika PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang sekurangkurangnya memuat : nama dan alamat karyawan, tanggal mulai bekerja, jenis pekerjaan, dan besarnya upah. Jika PKWT tidak mensyaratkan adanya masa percobaan kerja, maka PKWTT mensyaratkan adanya masa percobaan kerja selama tiga bulan dengan perusahaan tetap membayar upah pekerja tidak lebih rendah dari UMR (Upah Minimum Regional). PKWT maupun PKWTTdapat berakhir jika :
31
Pekerja meninggal dunia; Berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja (PKWT); Adanya
putusan
pengadilan
atau
putusan/penetapan
lembaga penyelesaian perselisihan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; Munculnya keadaan tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja yang dapat berakhirnya hubungan kerja. Perbedaan antara PKWT dan PKWTT adalah: PKWT dibuat menggunakan bahasa Indonesia, jika tidak secara otomatis akan berubah menjadi PKWTT; Dalam
PKWT
harus
mencantumkan
masa
berlaku
perjanjian kerja sesuai dengan yang disepakati; Uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak tidak diwajibkan dalam PKWT; Bila salah satu pihak dalam PKWT melakukan PHK maka pihak yang terkena mendapatkan ganti rugi sejumlah sisa masa kontrak.
2.2
Outsourcing
2.2.1
Istilah dan pengertian “Istilah
Outsourcing
tidak
dipergunakan
dalam
Undang-undang.
Outsourcing merupakan istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah alih daya. Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan
32
tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja.”11 Pasal 64 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Artinya ada perusahaan lain yang melatih sumber daya manusia dengan keterampilan-keterampilan yang nantinya akan dipekerjaan di perusahaan lain dengan pekerja tersebut masih berstatus tenaga kerja di perusahaan awal tersebut. Perusahaan lain yang mempekerjaan tenaga kerja dari perusahaan awal menggunakan jasa pekerja tersebut untuk mengisi posisi yang telah disediakan yang tentunya tidak berhubungan dengan kegiatan inti produksi. Karyawan/pekerja outsourcing adalah karyawan kontrak yang disediakan dari perusahaan jasa outsourcing untuk membantu pekerjaan-pekerjaan khusus yang tak berhubungan dengan pekerjaan inti.12
2.2.2
Jenis pekerjaan outsorcing Sebagai sistem alih daya, pekerjaan yang berhubungan dengan
outsourcing dibagi menjadi beberapa jenis. Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pekerja/buruh dari perusahaan penyadia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
11
Lalu Husni II, op. cit. h. 168 Doni Judian, 2014, Tahukah Anda Tentang Pekerja Tetap, Kontrak, Freelance, Outsourcing, Dunia Cerdas, Jakarta, h. 143. 12
33
langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Dapat disimpulkan bahwa ada jenis-jenis pekerjaan yang dapat digolongkan sebagai outsourcing. Kelima jenis pekerjaan tersebut adalah cleaning service, jasa keamanan, katering, transportasi, dan kontraktor pertambangan.13 Kelima jenis pekerjaan outsourcing tersebut tidak secara spesifik disebutkan sebagai bagian dari outsourcing karena belum ada peraturan yang membahas secara spesifik mengenai outsourcing. Bahkan dalam Pasal 4 Permenakertrans No. KEP-101/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/buruh memberi kebebasan kepada pihak perusahaan untuk menentukan sendiri jenis pekerjaan yang akan di pekerjakan dalam perjanjian kerja. Namun, berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, secara umum kelima perkerjaan tersebut yang dipakai sebagai acuan mengenai jenis pekerjaan outsourcing di Indonesia.
2.2.3
Pihak-pihak dalam outsorcing Sebagai sistem alih daya, pihak-pihak yang terlibat dalam outsourcing
tidak jauh berbeda dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja pada umumnya, yakni pekerja dan perusahaan. Namun pada outsourcing terdapat 2 perusahaan yang memiliki arti berbeda. Pada outsourcing, terdapat perusahaan yang bertugas sebagai penyalur tenaga kerja outsourcing (selanjutnya disebut sebagai perusahaan penyedia tenaga kerja), dan perusahaan yang meminta tenaga
13
Ibid. h. 149
34
kerja ke perusahaan penyedia tenaga kerja/pemborong pekerja (selanjutnya disebut sebagai perusahaan pemberi kerja). Kedua perusahaan tersebut memiliki arti dan tujuan masing-masing. Adrian Sutedi menggunakan istilah penyedia jasa pekerja dan pemborongan pekerjaan14 :
A.
Perusahaan penyedia tenaga kerja Perusahaan penyedia jasa pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau
kegiatan
yang
tidak
berhubungan
langsung
dengan
proses
produksi
dipersyaratkan: a. Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan peyedia jasa pekerja; b. Perjanjian kerja dapat berupa perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak; c. Perlindungan
upah
dan
kesejahteraan,
syarat-syarat
kerja,
serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja; d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja, dibuat secara tertulis sesuai ketentuan yang diatur dalam undang-undang no.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. B.
Perusahaan pemberi kerja
14
Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Adrian Sutedi II), h. 224.
35
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui pemborongan pekerjaan. Perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dilakukan dengan perusahaan yang berbadan hukum, dengan syarat (Pasal 65 ayat (2) undang-undang Nomor 13 Tahun 2013) : a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi perusahaan; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan; d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
2.2.4
Kekuatan mengikat perjanjian outsorcing Kekuatan mengikat perjanjian outsourcing sama dengan kekuatan
mengikat pada perjanjian kerja pada umumnya. Karena dalam outsourcing hanya membedakan jenis perusahaan penerima tenaga kerjanya dan pihak yang melaksanakan perjanjian kerja tersebut, sehingga kekuatan mengikat dan dasar dibuatnya perjanjian sama dengan perjajian kerja pada umumnya. Untuk membuat perjanjian kerja, dibuatlah surat kontrak. Dalam undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak menggunakan surat kontrak, tapi istilah yang digunakan adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT). Ikatan kerja itu pada dasarnya ada 2 (dua) macam, yaitu kerja untuk waktu tertentu dan kerja untk waktu tidak tertentu15. Tenaga kerja yang sudah diangkat menjadi pekerja permanen/tetap termasuk ke dalam kerja untuk waktu
15
Doni Judian, op. cit. h. 73.
36
tidak tertentu. Sedangkan dalam outsourcing termasuk dalam kerja untuk waktu tertentu, karena masa kerja ditentukan pada saat perjanjian kerja dilakukan. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat mengikat orang yang membuat. Para pihak harus menaati apa yang diperjanjikannya itu, keharusan itu lahir dari perjanjian itu sendiri yang berkekuatan sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1388 KUH Perdata). Pada dasarnya perjanjian hanya mengikat bagi para piihak yang membuatnya, dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1340 yo. 1917 KUH Perdata). Namun demikian, ketentuan Pasal 1341 KUHPerdata memberikan pengecualian, yaitu perjanjian yang dibuat oleh si berpiutang, maka si berpiutang dapat mengajukan pembatalan sejauh kerugiannya saja (action Pauliana).16
2.2.5
Kelebihan dan kekurangan outsorcing Sebagai sistem alih daya, outsourcing tentunya memiliki kelebihan
maupum kekurangan dibanding dengan sistem kerja pada umumnya. Menurut Doni Judian, outsourcing merupakan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain secara langsung atau tidak langsung telah membuka kesempatan kerja yang baru. Serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja perusahaan17. Sedangkan, menurut Adrian Sutedi kelebihan dari outsourcing adalah18 :
16
Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, op.cit. h 32. Doni Judian, op.cit. h. 148 18 Adrian Sutedi II, op.cit. h. 227 17
37
1. Seorang pekerja outsourcing melakukan efisiensi dan dapat terhindar dari risiko/ekonomis,
seperti
perselisihan/PHK,
jaminan
social,
dan
kesejahteraan lainnya; 2. Sedangkan bagi perusahaan terhindar adri risiko perburuhan, seperti PHK, perselisihan, waktu, tenaga, dana. Kekurangan dari outsourcing adalah tidak semua pekerjaan dapat dikategorikan sebagai pekerjaan outsourcing. Oleh karena itu harus diperhatikan dalam penyerahan sebagian pekerjaan perusahaan lain, adalah dilakukan melalui suatu perjanjian tertulis. Dalam membuat perjanjian, sekurang-kurangnya memuat: Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa; Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja; Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja, bersedia menerima pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya untuk jenisjenis pekerjaan yang terus-menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal ini terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja. Sehingga, pada umumnya secara garis besar berdasarkan pendapat ahli diatas, sistem outsourcing memiliki kelebihan pada :
38
A.
Pekerja : Memudahkan karyawan mendapatkan pekerjaan, karena perusahaan outsourcing yang menyalurkan; Mendapatkan pelatihan dari perusahaan outsourcing; Memudahkan pencari kerja yang memiliki keahlian khusus memilih perusahaan yang akan mempekerjakan mereka nantinya dan menentukan gaji yang akan mereka dapatkan karena para pencari kerja dengan keahlian khusus sangat jarang, sehingga menjadi rebutan perusahaan besar; Mendapatkan banyak pengalaman dan relasi; Lebih mampu mengekspresikan bakat pada spesialis kerja tertentu; Dapat mengembangkan diri; Memberi ruang untuk bisa melakukan kegiatan usaha yang lain.
B.
Perusahaan : Tidak memikirkan mengenai tunjangan, jaminan dan asuransi kesehatan; Fokus pada kompetensi inti; Penghematan dan pengendalian biaya operasional; Memanfaatkan kompetensi agen outsourcing; Mengurangi resiko, perusahaan mampu mempekerjakan lebih sedikit karyawan dan dipilih yang intinya; Perusahaan dapat merespon pasar dengan cepat.
Sedangkan, dari segi kekurangan outsourcing yaitu : Bagi pekerja :
39
Tidak ada jenjang karir dalam pekerjaan outsourcing; Masa kerja tidak jelas karena sistem kontrak; Tidak mendapat tunjangan; Pemotongan penghasilan tidak jelas; Kesejahteraan tidak terjamin; Bagi pekerja dengan kemampuan terbatas, memperoleh pendapatan yang terbatas; Bagi perusahaan : Kehilangan control manajerial : control manajerial akan menjadi milik perusahaan lain karena perusahaan outsourcing tidak akan mendorong perusahaan melainkan didorong untuk membuat keuntungan dari layanan yang mereka sediakan; Adanya biaya tersembunyi : setiap hal yang tidak tercantum dalam kontrak menjadi dasar perusahaan untuk membayar biaya tambahan; Ancama keamanan dan kerahasiaan : perusahaan outsourcing dapat menerima informasi tentang catatan gaji, medis dan rahasia lainnya; Kualitas : kontrak akan mengalami spesifikasi dan akan ada biaya tambahan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan kepada perusahaan outsourcing; Terkait kesejahteraan keuangan perusahaan lain; perusahaan outsourcing akan bangkrut; Publisitas buruk.