BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pupuk Organik Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya, nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk organik bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Bisa dibuat curah, table, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran dan lainnya. Salah satu bentuk yang banyak dipakai adalah Granule. Disebut pupuk granul karena bentuk fisik dari pupuk ini berupa butiran-butiran mesh. Pupuk bentuk granul sangat mudah dalam proses pembuatannya. Cukup dengan menggunakan peralatan yang sederhan kita sudah bisa membuat pupuk organik granul sendiri. 2.1.1. Sejarah Penggunaan Pupuk Organik Sejarah penggunaan pupuk organik pada dasarnya merupakan bagian dari pada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam 5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, Cina, Amerika Latin, dan sebagainya (Honcamp, 1931). Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun. Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut. Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan pada sebagian kecil petani telah membuat mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya. 2.1.2. Peranan Pupuk Organik Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu <2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Bahan/pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti: 1. Penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relative sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang. 2. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. 3. Dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn. Pertanian konvensional yang telah dipraktekkan di Indonesia sejak Revolusi Hijau telah banyak mempengaruhi keberadaan berbagai mikroba berguna dalam tanah. Mikroba-mikroba ini mempunyai peranan penting dalam membantu tersedianya berbagai hara yang berguna bagi tanaman. Praktek inokulasi merupakan suatu cara untuk memberikan atau menambahkan berbagai mikroba pupuk hayati hasil skrining yang lebih unggul ke dalam tanah. (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian,2006.) 2.1.3. Manfaat Pupuk Organik Pupuk organik berbeda dengan pupuk kimia buatan. Manfaat dari pupuk organik adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang banyak
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
memiliki peranan penting di dalam tanah. Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1.
Fungsi Biologi: Menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah. Menyediakan energi untuk proses-proses biologi tanah. Memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah
2.
Fungsi Kimia:
Merupakan ukuran kapasitas hara tanah
Penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah
Menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K
3. Fungsi fisika
Mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih rendah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah
Meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air
Perubahan moderate terhadap suhu tanah
Sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba
yang
juga
dapat
meningkatkan
dekomposisi
bahan
organik,
meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah. Sifat fisik tanah akan menjadi lebih gembur dan remah, tanah akan berkurang 'kelengketannya' dan tanaman dapat tumbuh lebih baik. Penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dapat mengurangi dosis pupuk
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kimia. Serapan hara tanaman meningkat dan produksinya pun cenderung menjadi lebih tinggi. Penggunaan pupuk organik perlu digalakkan, mengingat petani sekarang terlalu banyak menggunakan pupuk kimia. Sehingga tanah mengalami Degradasi karena unsur-unsur organik dalam tanah telah habis. Terlalu banyak pemakaian pupuk kimia secara terus menerus dapat merubah sifat-sifat tanah dari gembur menjadi keras. Cara penenggulangannya adalah dengan memakai pupuk organik. Dengan memakai pupuk organik dapat meningkatkan porositas tanah sehingga tanah mempunyai daya simpan air, daya simpan oksigen yang baik yang berguna untuk mempertahankan kegemburan tanah. 2.1.4. Proses Produksi Dalam hal proses produksi untuk pembuatan pupuk organik granule cukup menggunakan pupuk organik saja bisa dibuat hanya dengan bahan baku saja atau pupuk kandang saja, ditambah perekat, formula pupuk organik bisa saja terdiri dari bermacam-macam bahan. Secara umum pupuk organik dibuat dengan komposisi utama kompos atau pupuk kandang, yaitu sebesar kurang lebih 60%. Selebihnya adalah bahan-bahan lain seperti: limbah jamur, limbah tembakau, blotong, dolomit, phospate dan zeolit. Berikut ini komposisis pembuatan pupuk organik granul yang sederhana (dalam % berat) : - Kotoran Sapi/kotoran Ayam 40%
- Zeolit 5%
- Limbah media tanam Jamur 20%
- Phospate 10%
- Limbah Tembakau 10%
- Dolomit 5%
- Blotong 10% Semua bahan baku di atas harus berbentuk tepung .
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dalam memproduksi pupukorganik granul ada beberapa tahapan : Pertama kita sediakan bahan komposisi dan peralatan. Pastikan seluruh bahan baku dalam bntuk tepung. Setelah bahan baku dan peralatan tersedia selanjutnya adalah mencampurkan bahan baku hingga merata. Pencampuran bisa dilakukan secara manual dengan peralatan sekop atau dengan menggunakan mixer (mesin molen).
Gambar 2.1 Mesin Molen Bahan yang sudah tercampur merata dari mesin molen kemudian dimasukkan ke dalam Pan Granulator. Disini bahan-bahan akan mengalami proses Granulasi. Sebelum terjadi bentuk granul dari bahan baku maka akan ditambahkan Zeolit sebagai pengikat dan juga sebagai stabilizer. Kemudian ditambahkan Dolomit guna menaikkan pH. Selanjutnya ditambahkan Phospate yang berguna sebagai filer. Banyaknya bahan yang ditambahkan kurang lebih sampai bahan tertumpah ke luar Pan. Biarkan Pan terus berputar hingga tercampur lebih merata.
Gambar 2.2 Pan Granulator
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kemudian semprotkan Molases yang telah diencerkan dengan air dengan komposisi 5% molases + 95% air. Jadi setiap 1 liter molases diencerkan dengan 19 liter air. Campuran perekat diaduk hingga tercampur merata. Banyaknya bahan yang ditambahkan kurang lebih sampai bahan tertumpah ke luar Pan. Biarkan Pan berputar beberapa saat. Semprotkan larutan molases secara perlahan dan sedikit demi sedikit ke permukaan bahan. Penyemprotan dilakukan terus sambil bahan diaduk-aduk agar molases tercampur lebih merata. Penambahan molases akan membasahi bahan dan merangsang pembentukan granul. Granul tumbuh dari ukuran kecil kemudian membesar dan membesar. Apabila diperlukan pada saat pembentukan granul bisa ditambahkan bahanbahan baru. Penambahan ini bertujuan untuk memperbesar ukuran granul dan mengurangi tingkat kebasahan granul. Penambahan bahan baru dilakukan perlahan-lahan. Ketika ukuran granul sudah sebesar 3–5 mm, granul-granul ini harus segera dikeluarkan dari pan. Jika tidak, ukuran granul akan semakin membesar dan membesar. Ketika proses pembentukan granul berlangsung, granul yang berukuran besar akan terdorong ke bagian pinggir dan granul yang berukuran kecil berada di bagian bawahnya.
Gambar 2.3 Hasil jadi Mesh Pupuk Organik
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Setelah granul yang pertama keluar maka pupuk organik siap untuk dikeringkan guna mengurangi tingkat kadar air sampai dengan ± 15%. Proses pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dibawah terik matahari langsung. Apabila panas matahari sangat terik proses pengeringan cukup selama satu hari saja. Jika semua telah terpenuhi maka selanjutnya proses pengemasn bisa dilakukan. 2.2.
Kotoran Hewan Pupuk kotoran hewan dapat berasal dari padang penggembalaan, kandang
ternak, dan dari koloni hewan liar. Bentuknya ada berupa padatan, cairan atau campuran dari keduanya. a. Kotoran Ayam Umumya kotoran ayam mengandung N yang tinggi dan sedikit kering. Kualitas kotoran ayam lebih banyak ditentukan oleh pakan yang diberikan dan alas lantai kandang yang digunakan. Selain itu jika kotoran ayam banyak tecampur dengan bulu atau gabah alas lantai, kualitasnya akan kurang bagus. b. Kotoran Sapi. Kotoran sapi atau kerbau umumnya banyak mengandung air. Oleh karena itu kotoran sapi perlu dicampur dengan bahan lain seperti jerami atau serbuk gergaji. Kandungan zat hara kotoran sapi dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas hijauan, konsentrat serta sisa rumput yang tidak dimakan. No
Tabel 2.1 Rata-rata jumlah unsur hara kotoran ayam dan sapi Jenis Kotoran N P K Ca Hg Na Fe Mn Zn
Cu
Ni
Cr
1.
Ayam
%
2,6
3,1
2,4 12,7 0,9
0,7
1758 572 724
80
48
17
2.
Sapi
%
1,1
0,5
0,9
0,2
5726 344 122
20
-
6
1,1
0,8
Sumber : Nurheti Yuliarti (2009)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.3.
Blotong Salah satu limbah yang dihasilkan Pabrik Gula dalam proses pembuatan
gula adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG lainnya, bergantung pada pola produkasi dan asal tebu. Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa Pabrik Gula daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Tabel 2.2 Hasil Analisis Kimia Blotong No Analisis Blotong 1. pH 7,53 2. Karbon (C) % 26,51 3. Nitrogen (N) % 1,04 4. Nisbah C/N 24,52 5. Fosfat (P2O5) % 6,142 6. Kalium (K2O) % 0,485 7. Natrium (Na2O) % 0,082 8. Kalsium (Ca) % 5,785 9. Magnesium (Mg) % 0,419 10. Besi (Fe) % 0,191 11. Mangan (Mn) % 0,115 Sumber :Fadjari (2009) Deleted: ¶
Limbah media tanam Jamur
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Limbah media tanam jamur yang dimaksudkan adalah suatu limbah yang didapat dari sebuah media tanam jamur yang mana sudah tidak memproduksi jamur lagi. Limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik, dikarenakan dapat menghasilkan berbagai kandungan unsur. Unsur-unsur tersebut bisa dilihat pada tabel. Tabel 2.3 Data Analisis Potensi Limbah media tanam Jamur No Parameter Unit Satuan Hasil Uji 1. pH 6,8 2. Selulosa total % 60,3 3. Karbon total % 24,15 – 28,49 4. N-Total % 0,59 5. Posfor (P) % 0,05 – 0,65 6. Kalium (K) % 0,17 – 0,77 7. Kalsium (CaO) % 14,34 -16,18 8. Kadar air % 15 9. C-Total % 15,04 Sumber : Rina S. Soetopo, Endang RCC.(2008) Kompos Kompos sering digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pupuk organik. Kompos adalah bahan organik padat yang telah mengalami dekomposisi parsial. Salah satu parameter untuk melihat kematangan kompos adalah rasio C/N yang cukup rendah kurang lebih di bawah 25. Bahan baku kompos adalah bahan organik padat, seperti sampah organik, seresah, sisa daun, jerami, dan lain-lain. Bahan-bahan organik tersebut harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum dibuat pupuk organik. Bahan organik mentah tidak bisa digunakan sebagai bahan baku pupuk organik, meskipun ukurannya kecil sudah dihaluskan. Salah satu cara untuk mempercepat proses pembuatan kompos adalah dengan menambahkan aktivator pengomposan yang diberi nama promi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
C/N rasio adala perbandingan jumla karbon (C) dengan N dalam suatu bahan. Nila C/N rasio dihitung dengan menggunakan rumus Pearson atau Linier Programming berdasarkan analisis proksimat bahan. Tabel 2.4 Kandungan nutrisi dalam kompos Jenis Nutrisi Kandungan (%) Karbon (C) 19 - 40 2. Nitrogen (N) 0,7 – 2,5 3. Fosfor (P) 0,01 – 0,14 4. Kalium (K) 0,39 – 1,36 5. Magnesium (Mg) 0,04 – 0,21 6. Kalsium (Ca) 0,13 – 1,32 7. Air 10 - 15 8. C/N 9 - 20 Sumber : Agi Rahadian (2007) No 1.
Untuk kompos sisa tanaman kandungan hara beberapa tanaman pertanian ternyata
cukup
tinggi
dan
bermanfaat
sebagai
sumber
energi
utama
mikroorganisme di dalam tanah. Apabila digunakan sebagai mulsa, maka ia akan mengontrol kehilangan air melalui evaporasi dari permukaan tanah, padat saat yang sama dapat mencegah erosi tanah. Hara dalam tanah dapat dimanfaatkan setelah tanaman mengalami dekomposisi. Kandungan haranya sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan tanaman. Rasio C/N sisa tanaman bervariasi dari 80:1 pada jerami, gandum hingga 20:1 padah tanaman legum. Pada proses dekomposisi ini nilai rasio C/N akan menurun mendekati 10:1 pada saat bahan tersebut bercampur dengan tanah. Berbgai sumber bahan kompos dari limbah pertanian dengan nilai C/N pada tabel.(FAO, 1987).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
No
Tanaman
Tabel 2.5 Komposisi Hara dalam Tanaman N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn B --------------- % ------------------ --------------- mg kg-1-------------------
1.
Gandum
2,80
0,36
2,26
0,61
0,58
155
28
45
108
23
2.
Jagung
2,97
0,30
2,39
0,41
0,16
132
12
21
117
17
3.
Kc. Tanah
4,59
0,25
2,03
1,24
0,37
198
23
27
170
28
4.
Kedelai
5,55
0,34
2,41
0,88
0,37
190
11
41
143
39
5.
Kentang
3,25
0,20
7,50
0,43
0,20
165
19
65
160
28
6.
Ubi Jalar
3,76
0,38
4,01
0,78
0,68
126
26
40
86
53
Sumber : Rina S. Soetopo, dkk (2009) Tabel 2.6 Standart kualitas kompos No
Parameter
Satuan
1. pH -2. C-total % 3. N total % 4. C/N ratio -5. P sebagai P2 O5 % 6. K sebagai K2O % 7. Selulosa Meq/100 g 8. KTK % Sumber : Rina S. Soetopo, dkk (2009)
2.4
Persyaratan Kompos SNI 19-7030-2004 Perhutani
6.8 – 7.49 9.8 – 32 0.4 10 – 20 0.2 0.2 --
6.6 – 8.2 14.5 – 27.1 0.6 – 2.1 10 – 20 0.3 – 1.8 0.2 – 1.4 --
WHO
6.5 – 7.5 8 – 50 0.4 – 3.5 10 – 20 0.3 – 3.5 0.5 – 1.8 --
Limbah Tembakau Limbah tembakau yang dipergunakan sebagai komposisi pupuk adalah hasil
sisa tembakau yang didapat dari pabrik tembakau yang ada. Penggunaan limbah tersebut seperti batang, daun yang rusak, dan akar. Jumlah ini jika dikumpulkan akan rnemperoleh keuntungan ekonomis yang maksimum (Claffey el al. 2007). Keputusan Menteri Pertanian (2006) menyebutkan bahwa tanaman tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoksin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagi bahan utama insektisida. Yang mana kadar nikotin pada tembakau akan membunuh ulat tanah akan tetapi dalam jangka waktu yang lama.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 2.7 Analisis Limbah Tembakau No Parameter Unit Satuan Hasil Uji 1. pH 7,6 2. KTK 41,85 me/100g 3. Karbon % 16,32 4. Nitrogen (N) % 1.07 5. Posfor (P) % 2,36 6. Kalium (K) - Tukar 2,89 me/100 g 7. Mg – Tukar 6.15 me/100g 8. C/N 15,25 Sumber : Nurmayani, Universitaas Sumut, Medan 2007. 2.4.1
Ekstraksi Nikotin Ekstraksi adalah pemisahan zat berdasarkan perbedaan kelarutannya dalam
dua cairan yang tidak saling campur, biasanya air dan yang lainnya adalah pelarut organik. Ekstraksi cair-cair merupakan proses untuk memisahkan komponen dalam suatu larutan berdasarkan distribusinya di antara dua fase yang tidak saling campur (Robbins el al. 2007).
Menurut Association of Official Analytical
Chemists (1984) kadar nikotin dapat ditentukan menggunakan metode CundiffMarkunas.
2.5.
Bahan Pengisi
2.5.1. Dolomit Dolomit merupakan rumpun batuan mineral Karbonat yang kaya akan unsur CaO dan MgO. Dolomit adalah ikatan rangkap antara karbonat dari kalsium dan magnesium, dimana senyawa rangkap tersebut adalah kalsit (CaCO3) dan magnesit (MgCO3) atau MgCa(CO3). Proses pembentukan dolomit berubungan erat dengan terbentuknya batu gamping yang berubah menjadi dolomitan (MgO :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22 – 10%) atau dolomit (MgO : 18 – 22%), karena pengruh pelindian (leaching) atau peresapan unsur magnesium dari air laut kedalam batu gamping. Dolomit termasuk rumpun mineral karbonat, mineral dolomit murni secara teoritis mengandung : • 45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO • 54,3% CaCO3 atau 30,4% CaO. Rumus kimia
mineral
dolomit
dapat
ditulis
meliputi
CaCO3.MgCO3,
CaMg(CO3)2 atau CaxMg1-xCO3, dengan nilai x lebih kecil dari satu. 2.5.2. Zeolit Mineral zeolit sudah diketahui sejak tahun 1755 oleh seorang ahli mineralogi bernama F.A.F. Cronstedt. Meskipun demikian penggunaan mineral zeolit untuk industri baru dimulai tahun 1940 dan 1973. Tahun 1940 adalah penggunaan mineral zeolit sintetis, sedangkan tahun 1973 adalah permulaan penggunaan mineral zeolit alam. Zeolit merupakan suatu kelompok mineral yang dihasilkan dari proses hidrotermal pada batuan beku basa. Mineral ini biasanya dijumpai mengisi celah-celah ataupun rekahan dari batuan tersebut. Selain itu zeolit juga merupakan endapan dari aktivitas volkanik yang banyak mengandung unsur silika. Pada saat ini penggunaan mineral zeolit semakin meningkat, dari penggunaan dalam industri kecil hingga dalam industri berskala besar.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 2.8 Beberapa Sifat Kimia pada Zeolit No 1 2 3 4 5 6 7 8
Sample Deposit pH H2O dS m-1 Lampung 6,3 Bayah 7,9 Bojong 7,5 Cirangkas 7,4 Bitung Nanggung 6,3 Cikembar 7,1 Cipatujah 6,9 Malang 8,2
EC
CEC
Exchangeable bases Ca Mg K
Na
Total bases
Base saturation %
0,03 0,15 0,03
127 120 83,5
47,0 43,7 34,7
4,58 6,09 4,27
24,4 28,9 23,3
38,8 21,1 11,1
115 99,8 73,4
90,6 85,2 87,9
0,05
94,0
41,2
7,87
35,6
6,1
90,8
96,6
0.09 0,08 0,02 0,04
77,6 71,9 151 167
52,4 39,8 63,7 79,5
6,86 6,45 9.86 1,84
6,5 13,9 44,5 33,3
7,1 11,9 16,2 43,2
72,9 72,1 134 158
93,9 100 89 94,6
Sumber : Budi Mulyanto dan Suwardi 2.5.3. Phospate Phospate alam kaya akan kandungan fosfat. Phospate alam ditambahkan untuk meningkatkan kandungan P di dalam pupuk organik. Phospate alam memiliki kandungan yang bervariasi. Phospate alam import umumnya memiliki kandungan P2O5 yang cukup tinggi <25%, seperti FA ex China, Charismas Island, atau Maroko. Phospate alam lokal umumnya memiliki kandungan P2O5 yang rendah. Prospek penggunaan Phospate alam sebagai sumber P khususnya pada tanah mineral masam diharapkan cukup baik, karena mudah larut dalam kondisi masam serta dapat melepaskan fosfat secara lambat (slow release). Kualitas Phospate alam dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: sifat mineral, kelarutan, besar butir, kadar karbonat bebas, kadar P2O5 total dan jenis deposit batuan fosfat. Efektivitas penggunaan P-alam sangat ditentukan oleh reaktivitas kimia, ukuran butir, sifatsifat tanah, waktu dan cara aplikasi, takaran P-alam, jenis tanaman dan pola tanam (Lehr dan McClellan, 1972; Chien, 1995; Rajan et al., 1996). Phospate alam mempunyai tingkat kelarutan tinggi pada kondisi masam, oleh karena itu sangat sesuai apabila digunakan sebagai sumber pupuk P pada
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
lahan kering masam seperti Ultisol, Oxisol dan sebagian Inceptisol, dan kurang sesuai digunakan pada tanah bereaksi netral dan alkalin. Secara umum, kelarutan fosfat alam akan meningkat dengan menurunnya pH, Ca-dapat ditukar dan P dalam larutan tanah. 2.5.4. Clay ( Lempung ) Lempung merupakan mineral sekunder dan tergolong aluminium filosilikat
terhidrasi (Barroroh, 2007). Mineral lempung (clay) sangat umum
digunakan dalam industri keramik. Mineral lempung merupakan penyusun batuan sedimen dan penyusun utama dari tanah (Nelson, 2001). Lempung adalah material yang memiliki ukuran diameter partikel < 2 μm dan dapat ditemukan dekat permukaan bumi. Karakteristik umum dari lempung mencakup komposisi kimia, struktur lapisan kristal dan ukurannya. Semua mineral lempung memiliki daya tarik erhadap air. Sebagian mudah untuk membesar dan dapat memiliki volume 2 kali lebih besar dalam keadaan basah. Sebagian besar lempung terbentuk ketika batu berkontak dengan air, udara atau gas. Contohnya adalah batu yang mengalami kontak dengan air yang dipanaskan oleh magma (lelehan batu), batuan sedimen di laut atau di dasar danau. Semua kondisi alam diatas akan membentuk mineral lempung dari mineral sebelumnya (Grim, 1962). Mineral lempung terdiri atas berbagai jenis, antara lain : kaolinit, monmorilonit, illit atau mika, dan antapulgit (Nurahmi, 2001).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tabel 2.9 Komposisi Kimia dalam Lempung Senyawa Jumlah (%) Silika (SiO2) 61,43 Alumina (Al2O3) 18,99 Besi Oksida (Fe2O3) 1,22 Kalsium Oksida (CaO) 0,84 Magnesium Oksida (MgO) 0,91 Sulfur Trioksida (SO3) 0,01 Potasium Oksida (K2O) 3,21 Sodium Oksida (Na2O) 0,15 H2O hilang pada suhu 105 0 C 0,6
Sumber : Kurniasari (2008) 2.5.5. Kalsium a.
Bentuk dan fungsi Ca dalam tanaman.
1. Hara makro sekunder, dibutuhkan dalam jumlah cukup besar, lebih sedikit dibanding N dan K, serupa jumlahnya dengan P, S, dan Mg. 2. Kebanyakan Ca berada dalam dinding sel dan dinding membran: hara “apoplastik”, fungsi utama berada di luar sitoplasma, perannya dalam metabolisme sedikit, menjadi jembatan divalen yang mengubungkan antar molekul dan bersifat reversible. 3. Komponen struktural membran sel, menjaga stabilitas membran dan integritas sel: mengatur selektivitas serapan ion, mengatur permeabilitas membran dan mencegah kebocoran larutan dalam sel. 4. Komponen struktural dinding sel, berupa Ca-pektat di lamela tengah diantara dinding sel yang saling berdekatan berfungsi menguatkan dinding sel dan ketahanan terhadap infeksi jamur, atau berada di antara dinding sel dengan membran plasma, fungsi membran. 5. Diperlukan dalam pemanjangan dan pembelahan sel: membentuk dinding sel dan membran sel yang baru, ini merupakan fungsi pengaturan sebagaimana
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
fungsi struktur, dan ikatan yang reversible di dalam membran dan dinding sel memungkinkan sel untuk tumbuh dan berkembang. b. Serapan Ca oleh tanaman Unsur Ca diserap dalam bentuk kation divalen Ca2+ . Penyerapan Ca2+ terbatas pada ujung akar: wilayah perakaran muda yang memiliki dinding sel endodermis belum mengalami suberisasi. Ca memasuki pembuluh xilem melalui jalur apoplastik. Pengangkutan menembus membran terbatas, diperlukan pertumbuhan akar terus menerus agar pengambulan Ca mencukupi kebutuhan. Pengangkutan melalui xilem, Ca terbawah oleh aliran air transpirasi mobilitas lewat Floem terbatas. c.
Gerakan Ca menuju akar Kation Ca2+ dipasok oleh intersepsi akar dan aliran masa, Ca2+ di
kebanyakan tanah bersifat sangat mobil , kadar dalam larutan tanah 30-300 ppm, kecukupan untuk tanaman secara umum > 15 ppm, Ca akan mengumpul di sekitar akar, pada tanah yang memiliki kadar Ca yang tinggi. 2.5.6. Kapur Pertanian ( Kaptan ) Kaptan adalah kapur yang biasa digunakan untuk pertanian. Kadar CaCO3 + MgCO3 93.3 % , Kadar CaO
+ MgO 58.8 %, Mesh : 40 -100. Kapur
pertanian merupakan mineral yang berasal dari alam yang merupakan sumber hara kalsium. Kapur Pertanian (Kaptan) memiliki kandungan kalsium dan magnesium yang tinggi, ukiran butiran (mesh) yang halus dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia). Penambahan kapur biasanya digunakan untuk meningkatkan pH tanah, khususnya di tanah-tanah yang bereaksi masam. Kaptan dapat digunakan untuk meningkatkan pH pupuk
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
organik,
terutama
jika
bahan-bahannya
bereaksi
masam.
(http://smartagrodigdaya.wordpress.com/) 2.5.7. Persyaratan Teknis Pemerintah Dalam Memproduksi Pupuk Organik Dalam memproduksi pupuk organik Pemerintah telah menetapkan persyaratan teknis dalam pembuatan pupuk organik. Persyaratan tersebut harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: Tabel 2.10 Persyaratan Teknis – SK Menteri Pertanian Parameter Satuan Murni Diperkaya Mikroba
No 1.
C Organik
%
2.
C/N Ratio
3.
Bahan Ikutan
4.
Kadar Air
5.
Kadar Logam Berat (As, Hg, Pb, Cd, pH)
> 12
> 12
15 – 25
15 – 25
%
<2
<2
%
4 – 15
10 – 20
(sesuai persyaratan
(sesuai persyaratan
MenTan)
MenTan)
4–8
4-8
Ppm
6.
pH
7.
Total Nitrogen
%
<6
<6
8.
Total P2O5
%
<6
<6
9.
Kadar K2O
%
<6
<6
Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha Data di atas adalah data parameter kandungan unsur-unsur murni pada pupuk. Dan kandungan pupuk setelah pupuk tersebut mengalami penambahan Bio Decomposer, pupuk akan diperkaya Mikroba. Bio Decomposer adalah hasil pengkulturan organismenya
MIKRO
ORGANISME.
Dimana
sebagian
besar
mikro
dalam bentuk zemogenik yang mampu mengaktifkan proses
biokimiawi pada limbah organik).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAKTERI apa saja yang terkandung dalam DECOMPOSER BSA : - Lactobacillus sp
– Bakteri Azetobacter
- Sacharomyces
– Bakteri Actinomycetes
- Streptomyces
– Bacillus sp
- Bakteri Rizobium sp
– Ragi
2.6.
Pengertian Linear Programming Linear Programming merupakan suatu model umum yang dapat
digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Dalam memecahkan masalah diatas linear programming menggunakan model matematis. Sebutan linear berarti bahwa semua fungsifungsi matematis yang disajikan dalam model ini haruslah fungsi-fungsi linear. Kata programming merupakan sinonim untuk perencanaan. (Siagian, 1987) Jadi linear programming mencakup perencanaan kegiatan-kegiatan untuk mencapai suatu hasil yang optimal, yaitu suatu hasil yang mencerminkan tercapainya sasaran tertentu yang paling baik (menurut model matematis) diantara alternatif-alternatif yang mungkin, dengan menggunakan fungsi linear. (T.H. Handoko, 1995). Ada empat kondisi utama yang diperlukan bagi penerapan Linear Programing, yaitu : 1.
Haruslah ada sumber daya yang terbatas. Keterbatasa ini mencakup seperti tenaga kerja, peralatan, keuangan, baha dan sebagainya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.
Ada suatu fungsi tujuan seperti memaksimalkan laba atau meminimalkan biaya.
3.
Haruslah ada linearitas misalnya jika diperlukan 5 jam untuk membuat sebuah barang, maka dua buah barang akan membutuhkan waktu 10 jam.
4. Harus ada keseragaman, misalnya semua jam kerja yang tersedia dari seseorang pekerja adalah sama produktifitasnya. (Subagyo dkk, 1995) 2.6.1. Konsep Linear Programming Program Linear Programming adalah salah satu dari riset operasi (maksimasi atau minimasi) dengan memakai persamaan atau tidak persamaan Linear dalam rangka mencari pemecahan yang optimal dengan memperhatikan pembatas yang ada atau dikatakan bahwa Program Linear merupakan metode matematis yang digunakan untuk membantu manajemen dalam pengambilan keputusan. Program Linear Programming paling sering digunakan bila kita tengah dihadapkan atau berusaha mengalokasikan sumber-sumber daya yang terbatas atau langkah diantaranya berbagai kegiatan yang saling bersaing, sedemikian hingga satu kriteria tertentu teroptimasi (secara maksimasi atau minimasi) metode ini adalah salah satu teknik riset operasi yang paling banyak dipakai dan dapat diterapkan ntuk beragam produksi dan operasi. Linear Programming menggunakan suatu model matematis untuk menjelaskan suatu masalah yang menjadi perhatian. Istilah Linear Programming secara eksplisit telah menunjukkan karakteristiknya dimana seluruh fungsi matematika model harus berupa fungsi matematika linear atau dalam pengertian lain, antara hubungan factor-faktor yang ada adalah bersifat linear. Hubungan-
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
hubungan linear ini berarti bahwa bila salah satu faktor berubah, maka satu faktor lain akan berubah dengan jumlah yang konstan proporsional konsep linearitas ini dapat diartikan jika semakin bertambahnya sesuatu maka semakin berkurangnya sesuatu yang lain. Sedangkan konsep program di sini sebenarnya didasarkan pada suatu sinonim perencanaan sehingga Linear Programming dapat diartikan sebagai berikut : “ Suatu maslah yang berhubungan dengan perencanaan alokasi sumbersumber langkah diantara kegiatan-kegiatan kompetitif dan layak dengan sasaran mencapai suatu hasil yang optimal ”. 2.6.2. Asumsi-Asumsi Dasar Linear Programming Asumsi-asumsi dasar linear programming dapat diperinci sebagai berikut: (T.H. Handoko, 1995) 1. Proportionality Asumsi ini berarti bahwa naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proportional) dengan perubahan tingkat kegiatan. Misal: a. Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + … + CnXn Setiap pertambahan satu unit X1 akan menaikkan Z dengan C1. Setiap pertambahan satu unit X2 akan menaikkan nilai Z dengan C2, dan seterusnya. b.
a11x1 + a12x2 + a13x3 + … + a1nxn < bi Setiap pertambahan satu unit X1 akan menaikkan penggunaan sumber atau fasilitas 1 dengan a11.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Setiap pertambahan satu unit X2 akan menaikkan penggunaan sumber atau fasilitas satu dengan a12, dan seterusnya. Dengan kata lain setiap ada kenaikan kapasitas riil tidak perlu ada biaya persiapan (set up cost).
2. Additivity Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam linear programming dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain. 3. Divisibility Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. 4. Deterministie (certainty) Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam model linear programming (aij, bi, cj) dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan cepat. 2.6.3. Model Program Linear Programing Model
Program
adalah
suatu
problem
yang
sasarannya
untuk
meminimumkan atau memaksimumkan suatu fungsi linear. Fungsi linear ini kondisinya dipengaruhi oleh batasan yang bersifat linear (Linear Constrain), baik yang berbentuk pertidak samaan ataupun berbentuk persamaan. Dalam Model Linear Programming dikenal dua macam “fungsi” yaitu fungsi tujuan (Objective function) dan fungsi batasan (constraint function).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan atau sasaran didalam permasalahan linear programming yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber-sumber daya untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. Pada umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai “Z”. Fungsi batasan merupakan bentuk penyajian secara matematis batasanbatasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan. (Subagyo dkk,1995). Untuk mengetahui definisi-definisi dasar dari Linear Programming, maka ditentukan problem Linear Programming sebagai berikut : Minimize : C1X1 + C2X2 + … + CnXn Subject to : a11X1 + a22X2 + … + a1nXn ≥ b1 a21X1 + a22X2 + … + a2nXn ≥ b2
am1X1 + am2X2 + … + amnXn ≥ bn X1,
X2, …,
Xn ≥ 0
Dari problem diatas dapat didefinisikan sebagai berikut : C1X1 + C2X2 + … + CnXn disebut Objective Function dimana problem di atas harus diminimumkan. Objective Function diberi notasi Z. Sedangkan C1, C2, …, Cn disebut Cost Coefisients. Variabel X1, X2, …, Xn disebut Decision Variable yang harus dicari. Sistem pertidaksamaan, diartikan sebagai Constraints atau kendala atau pembatas ke-1.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kofisien-koefisien ay untuk i = 1, 2, 3, … m dan untuk j = 1, 2, 3, … n disebut Technological Coefisients. Vektor-vektor kolom b1 disebut Right Hand Side Vector (RHS). Himpunan semua titik yang memenuhi semua Constrain akan membentuk suatu daerah penyelasaian yang disebut Feasible Space. Agar memudahkan pembatasan model Linear Programming digunakan simbol-simbol sebagai berikut : m = macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia. n = macam kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas tersebut. i = nomor setiap macam sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1,2,3,…,m) j = nomor setiap macam kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas yang tersedia (j = 1,2,3,…,n). Xj = tingakat kegiatan ke-j (j = 1,2,3,…,n). aij = banyaknya sumber I yang diperlukan untuk menghasilkan setiap unit keluaran (output) kegiatan j (i= 1,2,3,…,m) dan (j=1,2,3,…,n). bi = banyaknya sumber (fasilitas) i yang tersedia untuk dialokasikan kesetiap unit kegiatan (I = 1,2,3,…,n). Z = nilai yang dioptimalkan (maksimum atau minimum). Cj = kenaikan nilai Z apabila ada pertambahan tingkat kegiatan (Xj) dengan satu satuan (unit), atau merupakan setiap satua keluaran kegiatan j terhadap nilai(T.H. Handoko, 1995). 2.6.4. Manipulasi Pertidaksamaan Menjadi Persamaan dan Sebaliknya Seperti telah diuraikan di atas bahwa permasalahan minimize atau maximize suatu fungsi linear yang kondisinya dipengaruhi Linear Constraint yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
berbentuk
pertidaksamaan
atau
persamaan
unuk
keperluan
pemecahan
permasalahan tersebut, maka diperlukan manipulasi, yaitu mengubah Constraints pertidaksamaan atau mungkin sebaliknya, Missalnya : n
Diketahui Constrain :
a j 1
ij
X
j
b ij
Maka Constrain tersebut diubah menjadi bentuk persamaan dengan mengurangi ruas kiri dengan Xn+1 yang non negatif atau disebut surplus variabel yang dinotasikan S1, sehingga Constrain tersebut berubah menjadi : n
a j 1
ij
X j X n 1 bi , dimana Xn+1 ≥ 0 n
Dan untuk persamaan : a j1
ij
X
kedua peridaksamaan
j 1
a ij X
dapat ditransformasikan kedalam
j
b
j
b ij
n
Xn+1 disebut fariabel Slack
ij
n
, dan
a j 1
ij
X j bij manipulasi
inipun dapat diterapkan pada Objective Function. Yaitu dengan cara menghasilkan koefisien-koefisien Objective Function dengan -1. Sehingga : n
Minimize :
a j 1
n
j
X
j
= - minimize
n
Minimize :
2.7.
j 1
a j 1
j
X
j
atau
j
X
j
(Bazaara, 1977)
n
ajX
j
= - maximize
a j 1
Permasalahan Linear Programming
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pada Linear Programming permasalahan yang terjadi adalah suatu permasalahan
yang
sasarannya
adalah
untuk
memaksimumkan
atau
meminimumkan suatu fungsi (fungsi Linear yang kondisinya dipengaruhi oleh kendala atau pembatas yang sifatnya linear, baik yang berbentuk pertidaksamaan maupun persamaan) Pada dasarnya permasalahan tentang Linerar Programming ada dua yaitu : 1.
Maximize Problem
2.
Minimize Problem
2.7.1. Problem Maximize Dalam menyelesaikan problem Maximize terdapat dua penyelesaian : 1.
Apabila problem Maximize ini hanya mempunyai dua variabel, maka dapat diselesaikan dengan menggunakan Metode Grafis.
2.
Apabila problem Maximize ini mempunyai dua variabel atau lebih maka diselesaikan dengan menggunakan Metode Simplek.
2.7.1.1. Penyelesaian dengan Metode Grafis Metode Grafis digunakan untuk menyelasaikan problem Liner Programming yang sederhana. Yaitu Linear Programming hanya mempunyai dua variabel keputusan dan beberapa Constain saja. Dalam penyelesaian dengan metode ini, metode Maximize Objective Function tidak berpengaruh pada prosedur pengerjaan. Kita lihat contoh di bawah ini : Maximize : Cx Subject to : Ax ≤ b X≥0
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Daerah feasible diperolaeh dari semua vektor-vektor yang memenuhi Ax ≤ b dan X ≥ 0. Diantara semua titik kita dapat mencari titik dengan nilai Cx yang maksimal. (Bazaara, 1997) Pemecahan dengan Metode Grafis algoritmanya adalah sebagai brikut : 1. Formulasikanlah problem tersebut ke dalam formulasi Linear Programming dengan benar. 2. Gambarkan kurva dari setiap pembatas yang ada. 3. Tentukan titik ekstrim dan daerah feasible dengan memberi tanda arsir. 4. Gambarkan kurva objektif dengan memberikan nilai sembarang, akan tetapi pilih nilai atau angka yang mudah dibagi oleh nilai koefisiensi dari setiap variabel yang tercantum dalam fungsi tujuan. 5. Tarik garis sejajar atau paralel dengan garis atau kurva fungsi tujuan sampai garis tersebut memotong salah satu titik ekstrim yang memberikan nilai Z yang optimal (maksimum). 6. Dari titik ekstrim yang diperoleh dari (5), tarik garis sejajar dengan garis X1, sehingga memotong X2 (beri tanda X2*) sehingga memotong X1 (beri tanda X1*), maka Z maksimum =C1X1*+C2X2* Untuk lebih mudah memahami penyelesaian dengan menggunakan metode grafis, dapat dilihat ilustrasi contoh berikut : Maximize : Z = 3X1 + 4X2 Subject to : X1 + 3X2 ≤ 60 4X1 + X2 ≤ 40 X1,
X2 ≥ 0
Penyelesaian :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Tentukan batas-batasnya. Lihat X1 + 3X2 ≤ 60, lukislah garis X2 = -1/3 X1 + 60 pada salib sumbu X1X2. Tentukan daerah jawab yang memenuhi X1 ≥ 0 dan X2 ≥ 0 . dari sini kita peroleh feasible space ABC seperti garis di bawah. 2. Lukis Objective Function dengan terlebih dahulu memberi nilai terhadap Z. sudah barang tentu garis tersebut akan melalui titik (0,0). Geserlah garis tersebut dengan garis itu sendiri sehingga dieroleh titik optimal sebagai jawaban problem tersebut. Grafik dari penyelesaian ilustrasi di atas sebagai berikut :
60 50 40
4X1 + X2
30 C (0,20) 20
B (60/11, 200/11,0)
Feasibel Space
10 A (10,0)
0 10
20
30
40
50
60
70
X1
2.7.1.2. Penyelesaian dengan Metode Simpleks Untuk mendapatkan solusi yang optimal dari permasalahan yang dibentuk dalam program Linear, dengan variabel keputusan lebih dari dua, maka penyelesaian secara manual menghendaki penggunaan Simpleks. Metode ini adalah suatu cara aljabar yang sistematik untuk mencari jawaban optimal dari suatu kasus Linear Programming dengan menguji titik sudut pada feasible space yang diperoleh.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Algoritma Metode Simpleks Proses
pemecahan
masalah
program
linear
dengan
menggunakan
menggunakan Metode Simpleks terjadi melalui Algoritma. Suatu Aloritma yang merupakan suatu urutan kerja secara teratur dan berulang sehingga tercapai hasil yang optimal yang dikehendaki.metode ini paling efisien dan proses pemecahan melalui program Software komputer pada dasarnya menggunakan Algoritma Metode Simpleks sehingga dengan bantuan komputer proses pemecahan akan memakan waktu yang lebih singkat dibandigkan jika melakukannya secara manual. Proses Algoritma ini mencakup prosedur kapan mulai dilaksakan pemecahan dan kapan berahirnya proses Iterasi. Secar garis besar Algoritma Metode Simpleks adalah sebagai berikut : a. Tahap permulaan (initialization step) ; yaitu tahap penyusun tabel awal atau dasar Simpleks sebagai pangkal tolak proses iterasi. b. Tahap proses iteratif (iterative step) ; proses iteratif dilakukan secara berulang menurut kebutuhan hingga tercapai hasil optimal yang dikehendaki. c. Tahap Optimalitas (Optimality Step) ; kapankah suatu iterasi itu berahir yaitu apabila sudah tercapai hasil yang optimal yang dikehendaki atau tidak tercapai suatu hasil yang optimal. Pemasalahan Linear Pogramming tentang Maximize Problem dapat diselesaikan dengan tahap-tahap sebagai berikut : Tahap 1 : Standartkan format dari problem slack, surplus dan artificial variables. Tahap 2 : Siapkan solusi awal dengan initial tabel.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tahap 3 : Periksa apakah solusi tersebut sudah optimal. Apabila sudah, dapatkanlah semua jawaban jika ada, lalu hentikan. Bila tidak maka Tahap 4 : identifikasikan satu Vriabel yang akan meninggalkan solusi dan satu Variabel yang akan masuk dalam solusi. Langkah-langkah Metode Simpleks Tiap-tiap iterasi dari Algoritma simplaks pada dasarnya merupakan suatu pencerminan dari feasible solution. Langkah-langkah dalam menyelesaikan metode Simpleks : Langkah 1 : Mengubah fungsi tujuan dan batasan-batasan. Fungsi tujuan diubah menjadi fungsi Implisit, artinya semua C1Xij, kita bentuk standart, semua batasan mempunyai tanda ≤ ketidak samaan ini harus diubah menjadi kesamaan. Caranya dengan menambah Slack Variabel. Variabel Slack ini adalah Xn+1, Xn+2, … , Xn+m Langak 2 : Menyusun persamaan-persamaan didalam tabel. Setelah fomulasi diubah kemudian disusun dalam tabel dalam bentuk simbol. Z
Table 2.11 tabel Simpleks bentuk Simbol XBi XBr XBm Xj Xk
RHS
Zj – C j
1
0
CBb⎯
XBi
0 … 0 … 0
1 ….. 0 .… 0 … …. …. 0 …. 1 .… 0 … ….. ….. 0 ….. 0 …. 1
XBr XBm
…..
0
.....
… Zj – C j … Yij … … Yrj …. … Ymj
…..
Zk - Ck
… Yik …. … Yrk …. …. Ymk
b i
…. b r
…. b m
RHS adalah nilai kanan persamaan, yaitu nilai dibelakang tanda sama dengan (=).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Variabel dasar adalah variabel yang nilainya sama dengan sisi kanan persamaan, setelah data disusun dalama tabel kemudian diadakan perubahan-perubahan agar dapat mencapai titik optimal, dengan langkah berikutnya. Langkah 3 : Memilih kolom kunci (kolom pivot) Kolom kunci adalah kolom yang merupakan dasar untuk mengubah tabel. Pilihlah kolom yang mempunyai nilai pada garis fungsi tujuan yang bernilai negatif dengan angka terbesar. Kalau suatu tabel sudah tidak memiliki nilai negatif pada baris fungsi tujuan, berarti tabel tidak bisa dioptimalkan lagi (sudah optimal). Langkah 4 : Memilih baris kunci (baris pivot) Baris kunci adalah merupakan baris yang merupakan dasar untuk menubah tabel. Untuk itu terlebih dahulu carilah rasio tiap-tiap baris dengan cara membagi koefisien (nilai) pada kolom RHS dengan kofisien-koefisien (nilai) yang sebaris pada kolom kunci.
Rasio
koefisien kolom RHS koefisien pada kolom pivot yang sebaris
Pilih baris yang mempunyai rasio positif dengan angka yang terkecil. Nilai yang masuk dalam kolom kunci dan juga dalam baris kunci disebut angka kunci (pivot). Langkah 5 : Mengubah nilai-nilai baris kunci Nilai baris kunci diubah dengan cara membaginya dengan angka kunci (pivot). Gantilah vriabel dasar pada baris itu dengan variabel yang terdapat dibagian atas kolom kunci. Langkah 6 : Mengubah nilai-nilai pada baris yang lain
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Nilai-nilai baris yang lain,selain pada baris kunci dapat diubah dengan rumus sebagai berikut : Baris baru = baris lama – (koefisien pada baris kunci) x nilai baru baris kunci.
Langkah 7 : Melanjutkan perbaikan-perbaikan perubahan Ulangilah langkah-langkah perbaikan mulai langkah 3 sampai langkah 6 untuk memperbaiki tabel-tabel yang telah diubah atau diperbaiki nilainya. Perubahan baru akan berhasil setelah pada baris pertama (fungsi tujuan) tidak ada yang bernilai negatif. (Subagyo dkk, 1995). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasinya berikut ini : Maximize : Z = 5X1 + 8X2 + 7X3 Subject to : X1 + 3X2 + 2X3 ≤ 18 4X1 + X2 + X3 ≤ 9 3X1 + 2X2 + X3 ≤ 13 X1,
X2,
X3 ≥ 0
Setiap persamaan diatas dimanipulasi menjadi persamaan dengan menambahkan variabel-variabel Slack X4, X5, X6 sehingga model tersebut diatas akan berubah bentuk menjadi. Maximize : Z = 5X1 + 8X2 + 7X3 + 0X4 + 0X5 + 0X6 Subject to :
X1 + 3X2 + 2X3 + X4 4X1 + X2 + X3 +
≤ 18 X5
3X1 + 2X2 + X3 + X1,
X2, X3,
≤ 9 X6 ≤ 13
X4,
X5,
X6 ≥ 0
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dari objective function dan system Constrain yang baru, dapat disusun initial tabel yang terlebih dahulu ruas kanan dari Objective Function dibawah keruas kiri sehingga menjadi : Z = 5X1 - 8X2 - 7X3 - 0X4 - 0X5 - 0X6 Z
X1
X2
X3
X4
X5
X6
RHS
Zj – C j
1
-5
-8
-7
0
0
0
0
X4
0
1
3
2
1
0
0
18
X5
0
2
1
1
0
1
0
9
X6
0
3
2
1
0
0
1
13
Untuk pivot dipilih nilai positif yang terkecil. Untuk penyelasaian berikutnya dilaksanakan iterasi sampai tabel optimal tercapai. Untuk problem maximasi akan optimal bila semua koefisien Zj – Cj ≥ 0 2.7.2. Problem Minimize Dalam menyelesaikan problem Maximize terdapat dua penyelesaian : 1. Apabila problem Manimize ini hanya mempunyai dua variabel, maka dapat diselesaikan dengan menggunakan Metode Grafis. 2. Apabila problem Manimize ini mempunyai dua variabel atau lebih maka diselesaikan dengan menggunakan Metode Simplek. 2.7.2.1. Penyelesaian dengan Metode Grafis Metode grafis untuk pemecahan Minimize program Algoritmanya sama dengan Algoritma Metode Grafis pada Maximize namun demikian dengan ada sedikit perbedaan yaitu
Feasible Space pada Minimize program biasanya
berwujud Unbouded Feasible Space sedangkan Maximize biasanya berwujud Bouded Feasible Space. Untuk lebih jelas dapat dilihat ilustrasi berikut. Maximize : Z = 5X1 + 10X2
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Subject to :
7X1 + 2X2 ≥ 28 2X1 + 12X2 ≥ 24 X1,
X2, ≥ 0
Gambar grafik dari penyelesaian permasalahan di atas : Gambar 2.4 Ilustrasi penyelesaian Metode Grafis 14 C (0,14) 12 7X1 + 2X2 ≥ 28
10 8
Feasible Space
6 4
B (3,6 ; 1,4)
2X1 + 12X2 ≥ 24
2 A (12,0)
0
2
4
6
8
10
12
14
X1
2.7.2.2. Penyelesaian dengan Metode Simpleks Metode Simpleks yang digunakan dalam menyelesaikan minimize problem antara lain : -
Metode Big M
-
Metode Prima Dual
Metode Big M
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Meminimumkan atau Meminimize Objective Function dapat dilakukan dengan algoritma Simpleks seperti permasalahan maximize, namun perlu dilakukan modifikas-modifikasi tertentu. Untuk Minimize : - Kolom pivot dipilih positif paling besar, sedangkan baris baris rasio yang paling kecil. - Iterasi berhenti bila tidak ada nilai positif pada Zj - Cj.
Algoritma dalam menyelesaikan Metode Big-M Langkah 1 : Formulasikan Problem dengan benar. Langkah 2 : Standardkan format dengan melibatkan surplus variabel dan artificial variabel Menstandardkan format dapat dilakukan dengan mengubah fungsi tujuan menjadi fungsi implisit, artinya semua CjXij kita geser kekiri. Misalnya Z = 4 X1 + 3 X2 diubah menjadi Z – 4 X1 + 3 X2 = 0 Pada bentuk standart, semua batasan mempunyai tanda >. Ketidaksamaan ini harus diubah menjadi samaan, dengan cara menambahkan Slack variabel karena fungsi batasan adalah minimize atau bertanda >, maka koefisien-koefisien slack variabel bertanda negatif. Hal ini menunjukkan berarti problem infeasible. Untuk menghindari adanya problem infeasible harus ditambahkan artificial variables. Pada fungsi tujuan variable berkoefisien M, dimana M adalah bilangan positif yang sangat besar. Langkah 3 : Menyusun persamaan-persamaan di dalam tabel (Tabel Awal)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Setelah formulasi diubah kemudian disusun kedalam tabel. Setelah data disusun dalam tabel kemudian diadakan perubahan-perubahan agar dapat mencapai titik optimal, dengan langkah berikutnya. Langkah 4 : Memilih kolom kunci (kolom pivot) Pilihlah kolom yang mempunyai nilai pada baris fungsi tujuan yang bernilai positif dengan angka terbesar. Kalau suatu tabel sudah tidak memiliki nilai positif pada baris fungsi tujuan, berarti tabel sudah optimal.
Langkah 5 : Memilih baris kunci (baris pivot) Baris kunci adalah baris yang merupakan dasar untuk mengubah table. Untuk itu terlebih dahulu carilah rasio tiap-tiap baris dengan cara membagi koefisien-koefisien (nilai) pada kolom RHS dengan koefisien-koefisien (nilai) yng sebaris pada kolom kunci.
Rasio
koefisien kolom RHS koefisien pada kolom pivot yang sebaris
Pilihlah baris yang mempunyai rasio positif dengan angka terkecil. Nilai yang masuk dalam kolom kunci dan juga dalam baris kunci disebut angka kunci (pivot). Langkah 6 : Mengubah nilai-nilai baris kunci Nilai baris kunci diubah dengan cara membaginya dengan angka kunci (pivot). Gantilah variabel dasar pada baris itu dengan variabel yang terdapat dibagian atas kolom kunci. Langkah 7 : Mengubah nilai-nilai pada baris yang lain
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Nilai-nilai baris yang lain, selain pada baris kunci dapat diubah dengan rumus sebagai berikut : Baris baru = Baris lama – (koefisien pada baris kunci) x Nilai baru baris kunci
Langkah 8 : Melanjutkan perbaikan-perbaikan atau perubahan-perubahan Ulangilah langkah-langkah perbaikan mulai langkah 3 sampai langkah 6 untuk memperbaiki tabel yang telah diubah atau diperbaiki nilainya. Perubahan baru akan berhenti setelah pada baris pertama (fungsi tujuan) tidak ada yang bernilai positif untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi sebagai berikut :
Minimize : Z = 2 X1 + 3 X2 Subject to :
3 X1 + X2
>3
X1 + X2
>2
X1 + 3X2 > 3 X1, X2 > 0 Setiap persamaan diubah dalam bentuk standart atau nilai persamaan sehingga fungsi batasan menjadi : 3X1 + X2 - X3 X1 + X2
= 18 - X4
X1 + 3X2 + X3 X1,
X2, X3,
=2 - X5
X4,
=3
X5 ≥ 0
Koefisien-koefisien X3, X4, X5 adalah negatif, dikarenakan fungsi batasan tersebut adalah minimal atau bertanda ≥. Namun apabila X1, X2 = 0, maka X3 = -3, X4 = -2, X5 =-3. Halini berarti bahwa problem tersebut Infeasible. Untuk menghindarinya,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
permasalah tersebut dipecahkan dengan menggunakan metode Big-M. metode ini dilakukan dengan cara menambahkan veriabel Artificial, yaitu X6, X7, X8. Pada fungsi tujuan variabel Artificial berkoefisien M, dimanaa nilai M positif yang sangat besar, sehingga fungsi berubah menjadi : Minimize : 2 X1 + 3 X2 + 0 X3 + 0 X4 + 0 X5 + M X6 + M X7 + M X8 Fungsi batasan menjadi : 3 X1 + X2 - X3 X1 + X2
+ X6 - 0 X4
+ X7
2 X1 + 3 X2 X1,
=3
- X5
3 X2, X3,
=2 + X8
=3
X8
≥0
X4, X5, X6, X7,
Dengan fungsi batasan yang baru seandainya variabel sitem tersebut bernlai nol,tetap akan diperoleh harga Artificial variable non-negatif, yaitu 3, 2, 3. Pada penyelesaian akhir diharapkana X6, X7, X8 tidak muncul karena variable artificial tidak bias diminimumkan. Ini disebabkan koefisien artificial adalah bernilai positif yang besar. Sehingga fungsi tujuan dapat diminimumkan jika X6, X7, X8 = 0. Dari fungsi tujuan batasan yang baru, disusun inisial tabel dengan terlebih dahulu fungsi tujuan dijadikan fungsi implisit. Selanjutnya bisa kita bentuk inisial tabel sebagai berikut :
Zj – C j
Z
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
RHS
1
-2
-3
0
0
0
-M
-M
-M
0
0
3
1
-1
0
0
1
0
0
3
0
1
1
0
-1
0
0
1
0
2
0
1
3
0
0
-1
0
0
1
3
Setelah itu kita bentuk tabel wal metode Big-M dengan mengalikian baris 1, 2, 3 dengan M dn ditambahkan ke baris Zj – Cj.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Z
X1
Zj – C j
1
5M-2
X6
0
X7 X8
X2
X3
X4
5M-3
-M
-M
3
1
-1
0
1
1
0
1
3
X5
X6
X7
X8
RHS
-M
0
0
0
0
0
0
1
0
0
3
0
-1
0
0
1
0
2
0
0
-1
0
0
1
3
Untuk langkah penyelesaian selanjutnya dari metode Big-M dilakukan iterasi sampai hasilnya optimal. Untuk problemminimasi akan dinyatakan optimal apabila semua koefisien Zj – Cj.
Dualitas Linear Programming Untuk setiap program linear lainnya merupakan pasangan yang berhubungan atau ada hubungan dengan linear yang pertama harus memenuhi beberapa sifat yang penting yang berkaitan dengan program yang lainnya. Program linear yang lama disebut program primal, sedangkan program linear yang baru disebut dengan dual. Sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh program dual adalah : 1.
Jika primal merupakan program maksimasi maka dual akan merupakan program minimasi.
2.
Optimasi solusi dari dual hanya jika problem primal merupakan optimal Solution.
3.
Nilai optimal dari Objective function dari kedua problem adalah sama.
4.
Dual dari problem dual adalah dual.
5.
Solusi dari problem dual dapat diperoleh dari solusi problem primal.
Bentuk Standart problem dual
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dibawah ini kita bicarakan definisi Ekuvalensi dari problem dual dimana Constrains problem primalnya merupakan persamaan. Seandainya primal Linear Programming diketahui dalam bentuk : P : Maximize : Cx Subject to : Ax = b X=0
Dual dari Dual Maka Dual linear programnya di definisikan sebagai : D : Maximize : wb Subject to : wA ≤ C
;w
tak terbatas
Problem dual linear Programming dapat dipandang sebagai primal linear programming. Lalu apa yang terjadi bila problem tersebut kita dualkan ? Maximize : wb Subject to : wA ≤ C w ≥0 Formulasi problem di atas dapat ditransformasikan dan kita dapat menulis problem tersebut dalam bentuk : Minimize : (-bt) wt Subject to : (-At) wt ≥ (-ct) wt ≥ 0 Dari formulasi yang terakhir apabila kita dualkan maka akan kita peroleh: Maximize : Xt (-ct) Subject to : Xt (-At) ≤ (-bt) Xt ≥ 0
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dari formulasi yang paling akhir ini dapat kita tuliskan sebagai berikut: Minimize : Cx Subject to : Ax ≥ b x≥0 Ternyata tepat sama dengan problem primal yang asli dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa dualdari dual adalah primal.
Hubungan Problem Primal dan Dual Hubungan antara problem Primal dengan problem Dual dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.12 Hubungan Primal problrm dengan Dual Problem No Primal (Minimize) Dual (Maximize) 1. Constraint ke-i ≤ Variable ke-i ≤ 0 2. Constraint ke-i ≥ Variable ke-i ≥ 0 3. Constraint ke-i = Variable ke-i tak terbatas 4. Variable ke-j ≥ 0 Constraint ke-j ≥ 5. Variable ke- j ≤ 0 Constraint ke-j ≤ 6. Variable ke-j tak terbatas Constraint ke-j = Primal (Maximize) Dual (Minimize) 1. Constraint ke-i ≤ Variable ke-i ≥ 0 2. Constraint ke-i ≥ Variable ke-i ≤ 0 3. Constraint ke-i = Variable ke-i tak terbatas 4. Variable ke-j ≥ 0 Constraint ke-j ≥ 5. Variable ke-j ≤ 0 Constraint ke-j ≤ 6. Variable ke-j tak terbatas Constraint ke-j tak terbatas Sumber : Bazaraa dkk, 1997
Bentuk campuran dari program Dual Didalam prakteknya, banyak Linear Programming yang berisi beberapa
tipe constraint, misalnya “ ≤ atau = “, beberapa “ ≥ atau = “, dan beberapa “ = “ juga variabel-variabelnya bertanda “ ≥ 0 “, “ ≤ 0 “atau untuk restricted (tak terbatas). Pada dasarnya ketidak seragaman atau campuran tanda-tanda yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
memiliki constaint tersebut di atas tidaklah menjadi masalah, sebab dengan menggunakan teknik transformasi selalu akan bias kita peroleh keseragaman tanda baik dalam problem dual, misalnya : Minimize : cx Subject to : A1x ≥ b1 A2x = b2 A3x ≤ b3 x ≥ 0
2.7.2.3. Metode Dual Simpleks Metode Dual Simpleks dapat juga digunakan untuk menyelesaikan permasalahan minimize, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut : 1. Formulasikan problem dengan benar terlabih dahulu. 2. Rubahlah tanda ≥ pada constraint menjadi tanda ≤ dengan cara mengalikan constraint tersebut dengan minus 1 (-1). 3. Standartkan format (cukup dengan Slack variabel saja). 4. Buat tabel simpleksnya. Apabila semua koefisien pada RHS bertanda ≥ 0 ( b
≥ 0) maka stop,
artinya solusi optimal sudah ditemukan, sedangkan jika tidak, 5. Pilihla pivot pada baris r dengan br < 0, dimana b r = minimum b 1 . Apabila semua koefisien teknologi pada baris pivot ≥ 0 (Yrj ≥ 0) untuk semua j, maka stop, artinya problem Dualnya Unbouded dan primalnya Infeasible (tidak bias dikerjakan)bila tidak,
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6. Pilihlah kolom pivot (k) pada rasiopositif terkecil dimana :
Zk Ck Zk Ck Minimum { , dimana Yrj < 0 } Yrk Yrk 7. Pivotnya adalah Yrk, setelah pivot ditemukan lakukan iterasi seperti biasa dan kembali ke langkah 4. Sedangkan tabel awal dari metode Dual Simpleks dapat dilihat dibawah ini (Bazaraa dkk, 1997)
Z
X1
.…
Zj – C j
1
Z1 - C1
XB1
0
XB2
Xj
....
Xk
…
…. Zj - Cj
….
Zk - Ck …. Zn – Cn
0
Y11
….
Y1j
….
Y1k
b1
0
Y21
….
Y2j
….
Y2k
….
…
….
….
…..
….
….
XBr
…
Yr1
….
Yrj
….
….
…
….
….
…..
….
….
XBm
0
Yml
….
Ymj
….
Ymk
….
Xn Y1n
…. …..
RHS
Y2n ….
…. ….. ….
Ym …. Ymn
b2 … br
… bm
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi di bawah ini : Maximize : Z = 2X1 + 3X2 + 4X3 Subject to :
X1 + 2X2 + X3 ≥ 3 2X1 - X2 + 3X3 ≥ 4 X1,
X2,
X3 ≥ 0
Untuk merubah tanda ≥ pada constraint menjadi ≤ adalah dengan cara mengalikan minus 1 (-1) sehingga diperoleh formulasi sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Maximize : Z = 2X1 + 3X2 + 4X3 Subject to :
- X1 - 2X2 - X3 ≤ - 3 -2X1 + X2 - 3X3 ≤ - 4 X1,
X2,
X3
≥ 0
Selanjutnya untuk memenuhi Basic Solution, yaitu dual feasibel dapat diperoleh dengan menambahkan Slack variabel X4 dan X5. Bentuk standartnya: Maximize : Z = 2X1 + 3X2 + 4X3 Subject to :
- X1 - 2X2 - X3 + X4 - 2X1 + X2 - 3X3 X1,
X2,
=-3 + X5 = - 4
X3, X4, X5 ≥ 0
Bentuk tabel awal dari metode Dual Simpleks dapat dilihat dibawah ini : Rasio 1
-3
4/3
-
-
Z
X1
X2
X3
X4
X5
RHS
1
-2
-3
-4
0
0
0
0
-1
-2
-1
1
0
-3
0
-2
1
-3
0
1
-4
Setelah itu menentukan pivotnya : -
Koefisien RHS yang negatit terbesar -4, pada baris X5
-
Kolom pivotnya yaitu pada rasio terkecil = 1
-
Pivotnya = -2
Untuk langkah penyelesaian selanjutnya dilakukan iterasi sampai diperoleh hasil optimal. Untik problem minimasi akan dinyatakan optimal apabila semua koefisien pada RHS ≥ 0 ( b ≥ 0) dan Zj – Cj ≤ 0. (Dimyati T.T, 1987)
2.8. Penelitian Pendahulu
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Nama
: Dessy Brisktiari Elyzabeth
NPM
: 0032010122
Judul
: Analisa Komposisi Pakan Ternak Untuk Burung Berkicau
Dengan Metode Linear Programming Guna Meminimalkan Total Biaya Pada bahan Baku Pada PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk Di Sidoarjo. Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil perhitungan komposisi pakan perusahaan dan komposisi pakan dengan Pendekatan Linear Programming dapat diketahui bahwa penyusunan pakan atau ransum ternak dengan menggunakan Linear Programming dapat memberikan hasil yang optimal. Dari hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa bahan baku yang tersedia tidak perlu diproses seluruhnya. Bahan baku yang tidak diproses adalah tepung terigu dan tepung tulang. Sedangkan bahan baku yang diproses adalah jagung kuning = 2136 kg, katul gandum = 3018 kg, minyak kelapa = 666 kg, tepung batu = 120 kg, NaCl = 60 kg. Campuran ini sudah cukup mengandung nutrisi yang dikehendaki. Sehingga total biaya pengendalian dengan menggunakan metode Linear Programming
menghasilkan
Rp
10.826.400,00
sedangkan
total
biaya
pengendalian perusahaan menghasilkan Rp 11.136.000,00 sehingga terjadi penghematan sebesar Rp 309.600,00 atau kurang lebih 2,78%. 2. Nama
: Fandi Mardianto
NPM
: 0232015004
Judul
: penerapan distribusi transportasi Teh Botol dengan menggunakan
Linear Programming pada PT. Sinar Sosro, Waru Sidoarjo. Hasil Penelitian :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka diambil kesimpulan total biaya transportasi riil yang dikeluarkan oleh PT. Sinar Sosro selama bulan Januari – Desember 2005 sebesar Rp. 662.102.217,00 sedangkan dengan menggunakan metode Linear Programming, total biaya transportasi yang dikeluarkan sebesar Rp. 611.224.693,00 sehingga terjadi penghematan sebesar Rp. 50.878.524,00 atau sebesar 7,7%.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB III METODE PENELITIAN
Untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian maka digunakan metode penelitian yang sistematis dan terarah untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam rangkaian penelitian ini terdapat beberapa langkah-langkah penelitian yaitu:
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perusahaan PT. Kusuma Dipa Nugraha yang berlokasi di desa Mojorejo Kec. Pungging – Mojokerto. Dimana perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi Pupuk Organik. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2011.
3.2.
Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1. Identifikasi Operasional Variabel Variabel dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi besaran dan variasi nilai terlibat dalam penelitian. Jadi identifikasi operasional variabel adalah menentukan variabel yang mempengaruhi besaran dan variasi nilai, adapun variabel yang diamati penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas atau Independent : a. Kandungan Unsur Hara b. Kebutuhan prosentase unsur hara yang dibutuhkan tanah
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
c. Harga Bahan Baku Pupuk 2. Variabel Terikat atau Dependent : a. komposisi pupuk 3.2.2. Definisi Operasional Variabel Dari identifikasi variabel di atas, variabel tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut : 1.
Variabel Bebas atau Independent : Kandungan Unsur Hara Veriabel ini menunjukkan prosentase kandungan unsur-unsur hara yang terkandung pada setiap bahan baku yang ada. Nilai unsur-unsur hara yang ada didapat dari referensi. Kebutuhan prosentase unsur hara yang dibutuhkan tanah Variabel ini adalah proentase nilai standar unsur hara yang terkandung didalam pupuk organik. Besar prosentase masing-masing unsur hara telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian. Harga Bahan Baku Pupuk Variabel ini menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkn bahan baku pupuk yang dihitung dalam rupiah tiap satuan berat (Kilogram). Harga bahan baku didapat dari PT Kusuma Dipa Nugraha
2. Variabel Terikat atau Dependent : Variabel Terikat, yaitu variabel yang sangat dipengaruhi oleh variabel bebas, dalam hal ini adalah komposisi pupuk Organik
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.2. Metode pengumpulan data Metode
pengumpulan
data
yang
digunakan
untuk
menyelesaikan
permasalahan ini adalah : a.
Data Primer Data primer adalah data yang diukur pada saat penelitian lapangan oleh peneliti pada obyek penelitian, dimana data diperoleh secara langsung diperusahaan yang sedang diteliti. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah : 1. Observasi Melalui observasi ini penulis mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap masing-masing operator pada tiap stasiun kerja. 2. Interview Suatu metode untuk memperoleh data dan keterangan dengan cara mengadakan komunikasi secara langsung dengan responden.
b.
Data Sekunder (Melalui Studi Pustaka) Studi kepustakaan atau literatur (Library Research). Metode ini dilakukan dengan jalan mempelajari ilmu dan literatur-literatur yang berhubungan langsung dengan permasalahan. Sehingga akan diperoleh teori yang berhubungan langsung dengan penyelesaian masalah. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut : 1. Harga bahan baku Pupuk Harga bahan baku ini didapat dari interview dengan petugas lapangan dan melihat harga rata-rata bahan baku/Kg.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Kandungan unsur hara yang terdapat dalam bahan baku Data ini diperoleh dari berbagai nara sumber yang telah meneliti pada laboratorium. 3. Kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah Kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah didapat dari hasil penelitian Laboratorium oleh Departemen Pertanian.
3.3. Metode Pengolahan data Setelah dilakukan pengumpulan data, maka langkah yang akan ditempuh adalah mengolah data tersebut, sehingga masalah yang dihadapi dapat diselesaikan. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut : 3.3.1. Kebutuhan Unsur Hara yang Dipersyaratkan Pemerintah Pemerintah telah menetapkan persyaratan teknis dalam pembuatan pupuk organik. Persyaratan tersebut harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: Tabel 3.1 Persyaratan Teknis – SK Menteri Pertanian Parameter Satuan Murni Diperkaya Mikroba
No 1.
C Organik
2.
C/N Ratio
3.
Bahan Ikutan
4.
Kadar Air
5.
Kadar Logam Berat (As, Hg, Pb, Cd, pH)
%
> 12
> 12
15 – 25
15 – 25
%
<2
<2
%
4 – 15
10 – 20
(sesuai persyaratan
(sesuai persyaratan
MenTan)
MenTan)
4–8
4-8
Ppm
6.
pH
7.
Total Nitrogen
%
<6
<6
8.
Total P2O5
%
<6
<6
9.
Kadar K2O
%
<6
<6
Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.3.2. Data Kandungan Unsur Hara Pada Tiap Bahan Kandungan unsur hara pada bahan berbeda jenis dan kuantitasnya pada masing-masing bahan pupuk. Bahan pupuk yang digunakan PT. Kusuma Dipa Nugraha adalah Kotoran Hewan (X1), Limbah media tanam Jamur (X2), Limbah Tembakau (X3), Blotong (X4), Zeolit (X5), Phospate (X6), Dolomit (X7). Tabel 3.2 Kandungan Nutrisi dalam Bahan Pupuk No 1.
Kandungan Bahan Kotoran Hewan
C Organik
Kadar Air
pH
C/N Ratio
a11
a21
a31
a41
a12
a22
a32
a42
a13
a23
a33
a43
a14
a24
a34
a44
a15
a25
a35
a45
a16
a26
a36
a46
a17
a27
a37
a47
(X1) 2.
Limbah media tanam Jamur
(X2) 3.
Limbah Tembakau
(X3) 4.
Blotong
(X4) 5.
Zeolit
(X5) 6.
Phospate
(X6) 7.
Dolomit
(X7) Sumber : Bazaraa dkk (1997)
Tabel 3.3 Kandungan Nutrisi Dalam Bahan Pupuk No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kandungan Bahan Kotoran ayam (X1) Limbah media tanam Jamur (X2) Limbah Tembakau (X3) Blotong (X4) Zeolit (X5) Phospate (X6) Dolomit (X7)
C Organik
Kadar Air
pH
C/N Ratio
34,19
15
7,17
13,15
15,04
15
6,8
25
16,31
15
7,6
15,25
25,51
15
7,53
24,52
18,05
2
7,2
8,90
17,72
3
4,5
8,95
20
3
6,2
16
Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 3.4 Kandungan Nutrisi Dalam Bahan Pupuk No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kandungan Bahan Kotoran sapi (X1) Limbah media tanam Jamur (X2) Limbah Tembakau (X3) Blotong (X4) Zeolit (X5) Phospate (X6) Dolomit (X7)
C Organik
Kadar Air
pH
C/N Ratio
20,03
15
6,69
18,21
15,04
15
6,8
25
16,31
15
7,6
15,25
25,51
15
7,53
24,52
18,05
2
7,2
8,90
17,72
3
4,5
8,95
20
3
6,2
16
Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha Tabel 3.5 Harga dan Jumlah Pemakaian Bahan Baku Pupuk untuk Kotoran Ayam No Bahan baku Harga/Kg Jumlah pemakaian (%) 1. Kotoran Ayam 350/kg 40 % X 4000 Kg = 1.600 kg 2.
Limbah media tanam Jamur
250/kg
20 % X 4000 Kg =
800 kg
3.
Limbah Tembakau
200/kg
10 % X 4000 Kg =
400 kg
4.
Blotong
175/kg
10 % X 4000 Kg =
400 kg
5.
Zeolit
200/kg
5 % X 4000 Kg =
200 kg
6.
Phospate
300/kg
10 % X 4000 Kg =
400 kg
7.
Dolomit
350/kg
5 % X 4000 Kg =
200 kg
Sumber : PT.Kusuma Dipa Nugraha Tabel 3.6 Harga dan Jumlah Pemakaian Bahan Baku Pupuk untuk Kotoran Sapi No Bahan baku Harga/Kg Jumlah pemakaian (%) 1. Kotoran Sapi 250/kg 40 % X 4000 Kg = 1.600 kg 2.
Limbah media tanam Jamur
250/kg
20 % X 4000 Kg =
800 kg
3.
Limbah Tembakau
200/kg
10 % X 4000 Kg =
400 kg
4.
Blotong
175/kg
10 % X 4000 Kg =
400 kg
5.
Zeolit
200/kg
10 % X 4000 Kg =
200 kg
6.
Phospate
300/kg
5 % X 4000 Kg =
400 kg
7.
Dolomit
350/kg
5 % X 4000 Kg =
200 kg
Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.3.3. Penerapan Linear Programming untuk Pemecahan Masalah Pupuk Organik Penerapan Linear Programming untuk menggambarkan permasalahan dalam penelitian ini, apabila C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7 adalah harga masingmasing bahan persatuan berat (Kg) sehingga didapat satuan formulasi n
Z Cj X j yaitu sebagai berikut : j 1
Fungsi tujuan : Minimize : Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + C4X4 + C5X5 + C6X6 + C7X7 Subject To: 1. Kendala unsur dalam pupuk C Organik.......... a11X1 + a12X2 + a13X3 + a14X4 + a15X5 + a16X6 + a17X7
≥ b1
Kadar Air.......... a21X1 + a22X2 + a23X3 + a24X4 + a25X5 + a26X6 + a27X7 ≤ b2 pH.................... a31X1 + a32X2 + a33X3 + a34X4 + a35X5 + a36X6 + a37X7
≤ b3
C/N Ratio. ........ a41X1 + a42X2 + a43X3 + a44X4 + a45X5 + a46X6 + a47X7
≤ b4
2. Kendala penggunaan bahan pupuk Kotoran Hewan .................... X1
≤ P1 %
Limbah Tembakau........................... X3
≤ P2 %
Zeolit ......................................................... X5
≤ P3 %
Dolomite ................................................................ X7
≤ P4 %
Dimana : Z = biaya minimum yang dikeluarkan selama prouksi pembuatan pupuk (Rp/Kg).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
C1 = Kotoran Hewan (Rp/Kg).
C5 = Zeolit (Rp/Kg).
C2 = Limbah media tanam Jamur (Rp/Kg).
C6 = Phospate (Rp/Kg).
C3 = Limbah Tembakau (Rp/Kg).
C7 = Dolomit (Rp/Kg).
C4 = Blotong (Rp/Kg). a. Variabel keputusan (Rp/Kg). Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan-keputusan yang akan dibuat. Dalam penelitian ini, variabel keputusannya meliputi : X1 = Kotoran Hewan (Kg)
X5 = Zeolit (Kg)
X2 = Limbah media tanam Jamur (Kg)
X6 = Phospate (Kg)
X3 = Limbah Tembakau (Kg)
X7 = Dolomit (Kg)
X4 = Blotong (Kg) b. Kendala Pembatas atau kendala merupakan masalah yang dihadapi sehingga tidak bisa menentukan harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologi. Sedangkan bilangan yang ada disisi kanan setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas.
ai1 untuk i = 1 s/d 5 adalah masing-masing kandungan prosentase kandungan C Organik, kadar Air, pH, C/N Ratio yang terdapat pada kotoran hewan.
ai2 untuk i = 1 s/d 5 adalah masing-masing kandungan prosentase kandungan C Organik, kadar Air, pH, C/N Ratio yang terdapat pada limbah media jamur.
ai3 untuk i = 1 s/d 5 adalah masing-masing kandungan prosentase kandungan C Organik, kadar Air, pH, C/N Ratio yang terdapat pada limbah tembakau.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ai4 untuk i = 1 s/d 5 adalah masing-masing kandungan prosentase kandungan C Organik, kadar Air, pH, C/N Ratio yang terdapat pada blotong.
ai5 untuk i = 1 s/d 5 adalah masing-masing kandungan prosentase kandungan C Organik, kadar Air, pH, C/N Ratio yang terdapat pada zeolite.
ai6 untuk i = 1 s/d 5 adalah masing-masing kandungan prosentase kandungan C Organik, kadar Air, pH, C/N Ratio yang terdapat pada phospate.
ai7 untuk i = 1 s/d 5 adalah masing-masing kandungan prosentase kandungan C Organik, kadar Air, pH, C/N Ratio yang terdapat pada dolomite.
3.4. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data untuk mendapatkan suatu data perbandingan bahan baku pupuk yang Optimal dalam arti kebutuhan nutrisi yang terpenuhi dengan biaya yang terendah. Untuk itu dilakukan dengan pendekatan Liner Programming dengan menggunakan metode Dual simpleks.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3.5. Flow Chart Pemecahan Masalah Mulai
Perumusan Masalah
Studi Lapangan
Studi Pustaka
Penetapan Tujuan Identifikasi Variabel
-
Pengumpulan data : Komposisi Pupuk Harga Bahan Baku Pupuk Kandungan Unsur Hara yang Terkandung dalam Bahan Baku
Usulan
Nyata Total biaya bahan baku berdasarkan komposisi perusahaan di PT. Kusuma Dipa Nugraha, Mojokerto (Z)
Pengolahan data menggunakan linier programming
Komposisi sesuai standart Menteri Pertanian
Tidak
Dapatkan variabel keputusan (komposisi pupuk)
Sesuai standart
Ya Usulan Diterima Hitung total biayanya (Z’)
Tidak
Z’ < Z
Ya Usulan Diterima Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai
Gambar 3.1 Diagram alur pemecahan masalah
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Penjelasan langkah-langkah pemecahan masalah : 1. Mulai 2. Studi lapangan Langkah ini merupakan studi pengenalan awal dari perusahaan yang menjadi tempat penelitian. Dengan orientasi perusahaan, diharapkan dapat diketahui beberapa masalah yang ada pada perusahaan sesuai dengan topik penelitian yang akan diteliti. 3. Studi pustaka Studi pustaka digunakan untuk meningkatkan pemahaman landasan teori dan permasalahan yang akan diteliti, serta menunjang dan mempermudah bagi peneliti untuk merumuskan masalah penelitian tersebut. 4. Perumusan masalah Langkah ini disusun dengan mengidentifikasikan faktor-faktor penyabab timbulnya masalah tersebut dan kemudian ditentukan metode penyelesaiannya. Hal ini ditunjang dengan literatur yang berhubungan dengan masalah ini. 5. Penetapan tujuan Tujuan penelitian merupakan hal yang ingin dicapai dalam pemecahan masalah tersebut. 6. Identifikasi variabel penelitian Mengidentifikasikan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pemecahan masalah.
Dalam
penelitian
ini
beberapa
variabel
penelitian
yang
diidentifikasikan adalah harga bahan baku pupuk, kandungan unsur hara pupuk, dan kebutuhan unsur hara pupuk yang dibutuhkan tanah sesuai dengan ketetapan standart Dinas Pertanian.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7. Pengumpulan data Data pada penelitian ini diambil dari data bulan Maret 2010 - Februari 2011. Pengambilan data tersebut diperoleh dari PT. Kusuma Dipa Nugraha. 8. Perbandingan antara total biaya bahan baku pupuk yang nyata dan usulan a. Nyata (Riil) : adalah total biaya bahan pupik dari komposisi pupuk yang telah diterapkan di PT. Kusuma Dipa Nugraha dimana dari penetapan komposisi pupuk tersebut menghasilkan suatu total biaya pupuk sebesar Z, dan komposisi pupuk organik sesuai standart Menteri Pertanian. b. Usulan (penelitian) : adalah total biaya bahan pupuk dari komposisi yang baru, dengan menggunakan metode Linear Programming Dual Simplek, dimana dari komposisi usulan ini akan menghasilkan total biaya pupuk. 9.
Perbandingan Standarisasi Jika komposisi pupuk sudah sesuai dengan standart Menteri Pertanian maka usulan akan diterima untuk pengolahan data selanjutnya, jika tidak maka dilakukan perhitungan ulang besar kemungkinan kurang teliti dalam memasukkan data.
10.
Perbandingan hasil
Jika Z’ < Z, artinya biaya bahan baku pupuk lebih kecil dari total biaya bahan pabrik saat ini. Dengan kata lain Metode Linear Programming dapat diterima, karena menghasilkan total yang lebih minimal. Kemudian hal ini dijabarkan
dalam
hasil
dan
pembahasan
bahwa
metode
Linear
Programming benar-benar efektif dan efisien untuk pemecahan masalah ini. Jika Z’ tidak lebih kecil dari Z, maka kemungkinan terjadi adalah Z’=Z atau Z’ > Z. Jika yang terjadi adalah Z’=Z, dapat diartikan bahwa pabrik sudah
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
menerapkan metode yang sama yakni Linear Programming, ayau metode lain yang samabaiknya. Jika yang terjadi adalah Z’ > Z, kemungkinan adalah pabrik menerapkan metode lain yang “lebih baik” dari Linear Programming dimana hal ini perlu diteliti lebih lanjut oleh peneliti berikutnya. Hasil ini akan dijabarkan pada hasil dan pembahasan. 11. Langkah terahir dalam penulisan ini adalah memberikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan kemudian disampaikan beberapa saran yang berguna bagi perusahaan. 12. Selesai
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan untuk mendapatkan perbandingan berat bahan yang sesuai dengan nutrisi yang dipersyaratkan PT. Kusuma Dipa Nugraha dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut : 4.1.1. Harga Bahan Baku Pupuk Untuk harga masing-masing bahan baku pupuk yang digunakan di PT. Kusuma Dipa Nugraha yaitu : Tabel 4.1 Harga Bahan Baku Pupuk (Harga tahun 2011) No
Nama Barang
Harga (Rp)
1.
Kotoran hewan : Ayam (tepung)
350/kg
2.
Kototar hewan : Sapi (tepung)
250/kg
3.
Limbah media tanam jamur (tepung)
250/kg
4.
Limbah tembakau (tepung)
200/kg
5.
Blotong (tepung)
175/kg
6.
Dolomite
200/kg
7.
Phospate
300/kg
8.
Zeolit
350/kg
9.
Bio Decomposer
75.000,-/liter
Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha 4.1.2. Kebutuhan Unsur Hara yang Dipersyaratkan Pemerintah Pemerintah telah menetapkan persyaratan teknis dalam pembuatan pupuk organik. Persyaratan tersebut harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.2 Persyaratan Teknis – SK Menteri Pertanian Parameter Satuan Murni C Organik % > 12 C/N Ratio 15 – 25 Bahan Ikutan % <2 Kadar Air % 4 – 15 Kadar Logam Berat (sesuai persyaratan Ppm MenTan) (As, Hg, Pb, Cd, pH) 6. pH 4–8 7. Total Nitrogen % <6 8. Total P2O5 % <6 9. Kadar K2O % <6 Sumber : PT Kusuma Dipa Nugraha No 1. 2. 3. 4. 5.
Data di atas adalah data parameter kandungan unsur-unsur murni pada pupuk. Setelah pupuk tersebut mengalami penambahan Bio Decomposer, pupuk akan diperkaya Mikroba. Bio Decomposer adalah hasil pengkulturan ORGANISME. Dimana sebagian besar mikro organismenya
MIKRO
dalam bentuk
zemogenik yang mampu mengaktifkan proses biokimiawi pada limbah organik),. Tabel 4.3 Persyaratan Teknis – SK Menteri Pertanian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Parameter C Organik C/N Ratio Bahan Ikutan Kadar Air Kadar Logam Berat (As, Hg, Pb, Cd, pH) pH Total Nitrogen Total P2O5 Kadar K2O
Satuan
Murni
%
> 12 15 – 25 <2 4 – 15
Diperkaya Mikroba > 12 15 – 25 <2 10 – 20
(sesuai persyaratan MenTan)
(sesuai persyaratan MenTan)
4–8 <6 <6 <6
4-8 <6 <6 <6
% % Ppm % % %
Sumber : PT Kusuma Dipa Nugraha Untuk bahan ikutan tidak dicampurkan. PT Kusuma Dipa Nugraha telah menerima surat kontrak Pemerintah dimana pupuk PT Kusuma Dipa Nugraha tidak menggunakan sampah pasar sehingga kadar logam berat tidak terlalu berpengaruh. Untuk total nitrogen tidak berpengaruh, karena yang dilihat pada
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pupuk adalah C/N Ratio dimana didapat dari C organik/total Nitrogen. Sehingga standart prosentase unsur hara yang terkandung pada pupuk adalah : Tabel 4.4 Standart Prosentase Unsur pada Pupuk No Kandungan Prosentase (%) 1. C Organik Min 12 % 2. Kadar Air Max 15 % 3. pH Max 8 % 4. C/N Ratio Max 25 % Sumber : PT Kusuma Dipa Nugraha 4.1.3. Data Kandungan Unsur Hara Pada Tiap Bahan Bahan pupuk yang digunakan PT. Kusuma Dipa Nugraha untuk memproduksi pupuk adalah Kotoran Hewan,
Limbah media tanam Jamur,
Blotong, Limbah Tembakau, Zeolit, Phospate, Dolomit. Kandungan unsur-unsur yang dibutuhkan telah terpenuhi oleh bahan-bahan tersebut. Kandungan zat-zat bahan baku pupuk berbeda-beda baik jenis maupun kadarnya. Kandungan unsurunsur dalam masing-masing bahan pupuk tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 kandungan unsur bahan pupuk (% ) No Kandungan Bahan C Organik Kadar Air Kotoran Ayam 1. 34,19 15 (X1) Kotoran Sapi 20,03 15 2. (X1) Limbah media tanam Jamur 15,04 15 3. (X2) Limbah Tembakau 4. 16,31 15 (X3) Blotong 5. 25,51 15 (X4) Zeolit 6. 18,05 2 (X5) Phospate 7. 17,72 3 (X6) Dolomit 8. 20 3 (X7) Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha
pH
C/N Ratio
7,17
13,15
6,69
18,21
6,8
25
7,6
15,25
7,53
24,52
7,2
8,90
4,5
8,95
6,2
16
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.1.4. Penggunaan Bahan Pupuk Yang Dipersyaratkan Perusahaan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perusahaan, didalam bahan pakan terdapat zat yang dibutuhkan sebagai persyaratan pembentukan pupuk, untuk itu penggunaan bahan pupuk diberikan batasan dalam penggunaannya. Batasan yang telah dipersyaratkan perusahaan adalah : 1. Komposisi I Kotoran Ayam minimal 40% dari total ransum. Limbah media tanam Jamur minimal 20% dari total ransum. Limbah Tembakau minimal 10% dari total ransum. Blotong minimal 10% dari total ransum. Zeolit minimal 5% dari total ransum. Phospate minimal 10% dari total ransum. Dolomit minimal 5% dari total ransum. 2. Komposisi II
Kotoran Sapi minimal 40% dari total ransum.
Limbah media tanam Jamur minimal 20% dari total ransum.
Limbah Tembakau minimal 10% dari total ransum.
Blotong minimal 10% dari total ransum.
Zeolit minimal 10% dari total ransum.
Phospate minimal 5% dari total ransum.
Dolomit minimal 5% dari total ransum.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.2.
Pegolahan Data
4.2.1. Formulasi Model Linear Programming Dalam laporan ini, komposisi penyusunan pupuk bertujuan untuk meminimalkan biaya dengan mencari komposisi pupuk yang tepat agar diperoleh ransum yang optimal sesuai dengan standart yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Maka
digunakan
Metode
Linear
Programming
dalam
menyelesaikannya, dalam laporan ini penggunaan Metode Linear Programming yang akan dipergunakan yaitu pata Metode Dual Simpleks. Karena Metode Linear Programming Dual Simpleks sangat tepat digunakan dalam mencapai optimasi kombinasi. 4.2.1.1.
Variabel Keputusan Dalam penulisan penelitian ini, perbandingan komposisi bahan baku
pupukmerupakan variabel keputusan yang ditentukan supaya diperoleh pupuk yang memenuhi standart nilai yang telah ditetapkan, dengan biaya bahan baku yang terkecil. Variabel keputusan tersebut yaitu : X1 = Kotoran Hewan
X5 = Zeolit
X2 = Limbah media tanam Jamur
X6 = Phospate
X3 = Limbah Tembakau
X7 = Dolomit
X4 = Blotong 4.2.1.2.
Fungsi Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah meminimalkan total biaya bahan baku
pupuk sehingga fungsi tujuan permasalahan dapat dirumuskansebagai berikut : 1. Komposisi I : Minimize : Z = 350X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Komposisi II Minimize : Z = 250X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7 4.2.1.3.
Fungsi Kendala atau Pembatasan Dalam Pupuk
1. Komposisi I Kendala unsur dalam pupuk C Organik....34,19X1 + 15,04X2 + 16,31X3 + 25,51X4 + 18,05X5 + 17,72X6 +20X7 ≥ 13 Kadar Air.....
15X1 +
pH............... 7,17X1 + C/N Ratio. .... 13,15X1 +
15X2 +
15X3 +
6,8X2 + 7,6X3 +
15X4 +
2X5 +
3X6 + 3X7 ≤ 15
7,53X4 +
7,2X5 +
4,5X6 + 6,2X7 ≤ 8
25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 ≤ 25
Kendala penggunaan bahan pupuk Kotoran Hewan....................X1
≥ 0,4
Limbah Tembakau.................................. X3
≥ 0,1
Zeolit ..........................................................................X5
≥ 0,05
Dolomite......................................................................................X7
≥ 0,05
2. Komposisi II Kendala unsur dalam pupuk C Organik....20,03X1 + 15,04X2 + 16,31X3 + 25,51X4 + 18,05X5 + 17,72X6 +20X7 ≥ 13 Kadar Air.....
15X1 +
pH............... 6,69X1 + C/N Ratio. .... 18,21X1 +
15X2 +
15X3 +
6,8X2 + 7,6X3 +
15X4 +
2X5 +
3X6 + 3X7 ≤ 15
7,53X4 +
7,2X5 +
4,5X6 + 6,2X7 ≤ 8
25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 ≤ 25
Kendala penggunaan bahan pupuk Kotoran Hewan.................X1
≥ 0,4
Limbah Tembakau................................. X3
≥ 0,1
Zeolit .........................................................................X5
≥ 0,1
Dolomite.......................................................................................... X7
≥ 0,05
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Mixed : X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 = 1 Non-negatif : X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 ≥ 0 4.2.2. Pemecahan Masalah Dari formulasi matematis permasalahan di atas dipecahkan dengan pendekatan Linear Programming, dalam hal ini digunakan metode Dual Simpleks Linear Programming dan menggunakan Soft Ware Win QS 3.0. Adapun langkahlangkah pemecahan masalah sesuai dengan metode Dual Simpleks, adalah sebagai berikut : Langkah 1 Formulasi di atas diubah kedalam bentuk standart. Pada kendala pencampuran bahan pupuk keseluruhan harus mencapai 100 %. Pada kendala tersebut yang memiliki batasan (=), untuk mendapat variabel basic maka batasan itu ditransformasikan ke pertidaksamaan minimal (≥) dan maksimal (≤), sehingga diperoleh formulasi sebagai berikut : 1. Komposisi I : Minimize : Z = 350X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7 Subject to : C Organik....34,19X1 + 15,04X2 + 16,31X3 + 25,51X4 + 18,05X5 + 17,72X6 +20X7 ≥ 13 Kadar Air.....
15X1 +
pH............... 7,17X1 + C/N Ratio. .... 13,15X1 +
15X2 +
15X3 +
6,8X2 + 7,6X3 +
15X4 +
2X5 +
3X6 + 3X7 ≤ 15
7,53X4 +
7,2X5 +
4,5X6 + 6,2X7 ≤ 8
25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 ≤ 25
Kotoran Hewan....................X1
≥ 0,4
Limbah Tembakau.................................. X3
≥ 0,1
Zeolit ..........................................................................X5
≥ 0,05
Dolomite......................................................................................X7
≥ 0,05
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Komposisi II Minimize : Z = 250X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7 Subject to : C Organik....20,03X1 + 15,04X2 + 16,31X3 + 25,51X4 + 18,05X5 + 17,72X6 +20X7 ≥ 13 Kadar Air.....
15X1 +
pH............... 6,69X1 + C/N Ratio. .... 18,21X1 +
15X2 +
15X3 +
6,8X2 + 7,6X3 +
15X4 +
2X5 +
3X6 + 3X7 ≤ 15
7,53X4 +
7,2X5 +
4,5X6 + 6,2X7 ≤ 8
25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 ≤ 25
Kotoran Hewan.................X1
≥ 0,4
Limbah Tembakau................................. X3
≥ 0,1
Zeolit .........................................................................X5
≥ 0,1
Dolomite.......................................................................................... X7
≥ 0,05
Langkah 2 Untuk langkah selanjutnya adalah transformasikan semua batasan ke dalam pertidaksamaan (≤). Untuk mentransformasikan semua kendala ke bentuk (≤) semua kendala dikalikan dengan (-1), kecuali pada batasan yang sudah dalam bentuk pertidaksamaan (≤). Maka batasan berubah menjdi : 1. Komposisi I : Minimize : Z = 350X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7 Subject to : C Organik.... -34,19X1 - 15,04X2 – 16,31X3 – 25,51X4 - 18,05X5 - 17,72X6 -20X7 ≤ -13 Kadar Air.....
15X1 +
pH............... 7,17X1 + C/N Ratio. .... 13,15X1 +
15X2 +
15X3 +
6,8X2 + 7,6X3 +
15X4 +
2X5 +
3X6 + 3X7 ≤ 15
7,53X4 +
7,2X5 +
4,5X6 + 6,2X7 ≤ 8
25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 ≤ 25
Kotoran Hewan....................X1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
≤ -0,4
Limbah Tembakau.................................. X3
≤ -0,1
Zeolit ..........................................................................X5
≤ -0,05
Dolomite......................................................................................X7
≤ -0,05
2. Komposisi II Minimize : Z = 250X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7 Subject to : C Organik.... -20,03X1 - 15,04X2 - 16,31X3 – 25,51X4 - 18,05X5 - 17,72X6 -20X7 ≤ -13 Kadar Air.....
15X1 +
pH............... 6,69X1 + C/N Ratio. .... 18,21X1 +
15X2 +
15X3 +
6,8X2 + 7,6X3 +
15X4 +
2X5 +
3X6 + 3X7 ≤ 15
7,53X4 +
7,2X5 +
4,5X6 + 6,2X7 ≤ 8
25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 ≤ 25
Kotoran Hewan.................X1
≤ -0,4
Limbah Tembakau................................. X3
≤ -0,1
Zeolit .........................................................................X5
≤ -0,1
Dolomite.......................................................................................... X7
≤ -0,05
Langkah 3 Kemudian langkah selanjutnya adalah formulasi diubah dalam bentuk standart, dengan cara menambahkan variabel slack pada masing-masing batasan, sehingga diperoleh : 1. Komposisi I : Minimize : Z = 350X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7 + X8 + X9 + X10 + X11 + X12 + X13 + X14 + X15 Subject to : -34,19X1 - 15,04X2 – 16,31X3 – 25,51X4 - 18,05X5 - 17,72X6 -20X7 + X8 = -13 15X1 + 15X2 + 15X3 +
15X4 +
2X5 +
3X6 + 3X7 + X9 = 15
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7,17X1 + 6,8X2 + 7,6X3 + 7,53X4 + 7,2X5 + 4,5X6 + 6,2X7 + X10 = 8 13,15X1 + 25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 + X11 = 25 -X1 -X3 -X5
+ X12
= -0,4
+ X13
= -0,1
+ X14 = -0,05 + X15 = -0,05
-X7 X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 , X9 , X10 , X11 , X12 , X13 , X14 , X15
≥ 0
2. Komposisi II Minimize : Z = 250X1 + 250X2 + 200X3 + 175X4 + 200X5 + 300X6 + 350X7 Subject to : -20,03X - 15,04X 2 - 16,31X3 – 25,51X4 -18,05X5 - 17,72X6 -20X7 15X1 + 6,69X1 +
15X2 +
15X3 + 15X4 +
2X5 +
6,8X2 + 7,6X3 + 7,53X4 + 7,2X5 +
+ X8 = -13
3X6 + 3X7 + X9 = 15 4,5X6 + 6,2X7 + X10 = 8
18,21X1 + 25X2 + 15,25X3 + 24,52X4 + 8,90X5 + 8,95X6 + 16X7 + X11 = 25 -X1
+ X12 = -0,4 -X3
+ X13 = -0,1 -X5
+ X14 =- 0,1 -X7
+ X15 = -0,05
X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 , X9 , X10 , X11 , X12 , X13 , X14 , X15
≥ 0
Langkah 4 Selanjutnya adalah membentuk tabel awal simpleks dan mencari penyelesaian yang lebih baik dengan cara iterasi diperoleh solusi optimal. Pengolahan data selanjutnya menggunakan Soft Ware Win QS 3.0 dan dengan menggunakan metode Dual Simpleks Linear Programming, seperti pada tabel 4.6.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.6 Tabel Awal Simpleks untuk komposisi kotoran Ayam
Tabel diatas merupakan bentuk awal tabel simpleks dalam menyelesaikan permasalahan, setelah keseluruhan data dimasukkan dalam tabel simpleks selanjutnya kita akan mendapatkan hasil pengolahan data dengan menggunakan Soft Ware Win QS 3.0. seperti yang dapat kita lihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Solution Summary untuk bahan baku kotoran Ayam
Tabel diatas pada kolom Solution Value menunjukkan prosentase bahan baku pupuk dari pengolahan data dengan menggunakan Soft Ware Win QS 3.0 dapat kita ketahui untuk X1 = 40%, X2 = 40%, X3 = 10%, X4 = 0%, X5 = 5%, X6 =
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
0%, dan X7 = 5%, untuk komposisi kotoran sapi dapat kita lihat pada lampiran 3, untuk mengetahui standart prosentase kandungan unsur yang sesuai dengan standart menteri pertanian dapat kita lihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 Constraint Summary untuk komposisi kotoran ayam
Tabel diatas pada kolom Right Hand Side kita dapat mengetahui nilai C1 (C Organik) = 12%, C2 (Kadar Air) = 15%, C3 (pH) = 8%, C4 (C/N Ratio) = 25%, dari data tersebut kita dapat mengetahui perbandingan standart kadar yang telah ditetapkan pemerintah, ternyata hasil pengolahan data dengan menggunakan Soft Ware Win QS 3.0 hasilnya sama, sehingga kita dapat lihat perbandingannya pada tabel 4.9 Tabel 4.9 Perbandingan Standart Prosentase Unsur Hara Pupuk Menteri Pertanian dengan perhitungan Linear Programming No
Kandungan
Standart Menteri Pertanian (%)
Standart Linear Programming (%)
1.
C Organik
Min 12 %
Min 12 %
2.
Kadar Air
Max 15 %
Max 15 %
3.
pH
Max 8 %
Max 8 %
4. C/N Ratio Max 25 % Max 25 % Catatan : Perbandingan dengan Menggunakan Soft Ware Win QS 3.0
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.3.
Hasil Pengolahan Data
4.3.1. Komposisi Bahan Baku Dan Perhitungan Biaya Pupuk Oleh Perusahaan Komposisi pupuk yang digunakan PT. Kusuma Dipa Nugraha adalah sebagai berikut : Tabel 4.10 Komposisi Pupuk Di PT. Kusuma Dipa Nugraha (Kotoran Ayam) No Bahan Baku prosentase 1. Kotoran Hewan Ayam (X1) 40 % 2.
Limbah media tanam Jamur
(X2)
20 %
3.
Limbah Tembkau
(X3)
10 %
4.
Blotong
(X4)
10 %
5.
Zeolit
(X5)
5%
6.
Phospate
(X6)
10 %
7.
Dolomit
(X7)
5% Total
100 %
Sumber PT. Kusuma Dipa Nugraha Tabel 4.11 Komposisi Pupuk Di PT. Kusuma Dipa Nugraha (Kotoran Sapi) No Bahan Baku prosentase 1. Kotoran Hewan Sapi (X1) 40 % 2.
Limbah media tanam Jamur
(X2)
20 %
3.
Limbah Tembkau
(X3)
10 %
4.
Blotong
(X4)
10 %
5.
Zeolit
(X5)
10 %
6.
Phospate
(X6)
5%
7.
Dolomit
(X7)
5% Total
100 %
Sumber PT. Kusuma Dipa Nugraha
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Sedangkan biaya yang dikeluarkan perusahaan berdasarkan komposisi bahan pupuk yang digunakan selama ini adalah : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tabel 4.12 Perhitungan Biaya Bahan Pupuk oleh Perusahaan Bahan Baku Berat (Kg) Harga / Kg Biaya Kotoran Ayam 40 % X 4000 Kg = 1.600 Rp. 350/kg Rp 560.000 Limbah media tanam Jamur 20 % X 4000 Kg = 800 Rp. 175/kg Rp 140.000 Limbah Tembkau 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 250/kg Rp 100.000 Blotong 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 200/kg Rp 80.000 Zeolit 5 % X 4000 Kg = 200 Rp. 350/kg Rp 70.000 Phospate 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 300/kg Rp 120.000 Dolomit 5 % X 4000 Kg = 200 Rp. 200/kg Rp 40.000 Sub Total Rp 1.110.000 Bio Decomposer 4000 Kg = 4 liter Rp. 75.000/liter Rp 300.000 Total Rp 1.410.000 Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha Tabel 4.13 Perhitungan Biaya Bahan Pupuk oleh Perusahaan Bahan Baku Berat (Kg) Harga / Kg Biaya Kotoran Sapi 40 % X 4000 Kg = 1.600 Rp. 250/kg Rp 400.000 Limbah media tanam Jamur 20 % X 4000 Kg = 800 Rp. 175/kg Rp 140.000 Limbah Tembkau 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 250/kg Rp 100.000 Blotong 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 200/kg Rp 80.000 Zeolit 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 350/kg Rp 140.000 Phospate 5 % X 4000 Kg = 200 Rp. 300/kg Rp 60.000 Dolomit 5 % X 4000 Kg = 200 Rp. 200/kg Rp 40.000 Sub Total Rp 960.000 Bio Decomposer 4000 Kg = 4 liter Rp. 75.000/liter Rp 300.000 Total Rp 1.260.000 Sumber : PT. Kusuma Dipa Nugraha 4.3.2. Komposisi Bahan Baku Dan Perhitungan Biaya Bahan Baku Pupuk dengan Metode Linear Programming Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode Linear Programming yang dilakukan dengan menggunakan Metode Dual Simpleks Linear Programming dan Program Soft Ware Win QS 3.0, maka berbagai komposisi dapat terselesaikan. Sedangkan perhitungan biaya dari komposisi pupuk atau ransum untuk setiap satu kali sift (4000 Kg) yang harus dikeluarkan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
PT. Kusuma Dipa Nugraha, dengan menggunakan metode Linear Programming adalah sebagai brikut : No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tabel 4.14 Perhitungan Biaya Bahan Pupuk dengan Linear Programming Bahan Baku Berat (Kg) Harga / Kg Biaya Kotoran Ayam 40 % X 4000 Kg = 1.600 Rp. 350/kg Rp 560.000 Limbah media tanam Jamur 40 % X 4000 Kg = 1.600 Rp. 175/kg Rp 280.000 Limbah Tembkau 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 250/kg Rp 100.000 Blotong 0 % X 4000 Kg = 0 Rp. 200/kg Rp 0 Zeolit 5 % X 4000 Kg = 200 Rp. 350/kg Rp 70.000 Phospate 0 % X 4000 Kg = 0 Rp. 300/kg Rp 0 Dolomit 5 % X 4000 Kg = 200 Rp. 200/kg Rp 40.000 Sub Total Rp 1.050.000 Bio Decomposer 4000 Kg = 4 liter Rp. 75.000/liter Rp 300.000 Total Rp 1.350.000 Catatan : Hasil Perhitungan dengan Soft Ware Win QS 3.0 Tabel 4.15 Perhitungan Biaya Bahan Pupuk dengan Linear Programming Bahan Baku Berat (Kg) Harga / Kg Biaya Kotoran Sapi 40 %X 4000 Kg = 1.600 Rp. 250/kg Rp 400.000 Limbah media tanam Jamur 35 %X 4000 Kg = 1.400 Rp. 175/kg Rp 245.000 Limbah Tembkau 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 250/kg Rp 100.000 Blotong 0 % X 4000 Kg = 0 Rp. 200/kg Rp 0 Zeolit 10 % X 4000 Kg = 400 Rp. 350/kg Rp 140.000 Phospate 0 % X 4000 Kg = 0 Rp. 300/kg Rp 0 Dolomit 5 % X 4000 Kg = 200 Rp. 200/kg Rp 40.000 Sub Total Rp 925.000 Bio Decomposer 4000 Kg = 4 liter Rp. 75.000/liter Rp 300.000 Total Rp 1.225.000 Catatan : Hasil Perhitungan dengan Soft Ware Win QS 3.0
4.4.
Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil perhitungan komposisi pupuk perusahaan dan
komposisi pupuk dengan mengunakan Linear Programming dapat diketahui bahwa
penyusunan
pupuk
atau
ransum
dengan
menggunakan
Linear
Programming dapat memberikan hasil yang optimal. Adapun hasil selengkapnya dari perbandingan tersebut adalah sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.16 Perbandingan Komposisi Pupuk menggunaka Kotoran Ayam Perusahaan Linear Programming No Bahan Baku (prosentase) (Prosentase) 1. Kotoran Ayam (X1) 40 % 40 % 2. Limbah media tanam Jamur (X2) 20 % 40 % 3. Limbah Tembkau (X3) 10 % 10 % 4. Blotong (X4) 10 % 0% 5. Zeolit (X5) 5% 5% 6. Phospate (X6) 10 % 0% 7. Dolomit (X7) 5% 5% Catatan : Hasil Perhitungan Menggunakan Soft Ware Win QS 3.0 Tabel 4.17 Perbandingan Komposisi Pupuk menggunakan Kotoran Sapi Perusahaan Linear Programming No Bahan Baku (Prosentase) (prosentase) 1. Kotoran Sapi (X1) 40 % 40 % 2. Limbah media tanam Jamur (X2) 20 % 35 % 3. Limbah Tembkau (X3) 10 % 10 % 4. Blotong (X4) 10 % 0% 5. Zeolit (X5) 10 % 10 % 6. Phospate (X6) 5% 0% 7. Dolomit (X7) 5% 5% Catatan : Hasil Perhitungan Menggunakan Soft Ware Win QS 3.0 Dari hasil pengolahan data tersebut diatas pada perbandingan optimal antara bahan pupuk pada perusahaan dengan komposisi bahan pupuk dengan menggunakan Liner programming dapat dilihat bahwa variabel keputusan X4 (Blotong) dan X6 (Phospate) tidak ditambahkan dalam penyusunan pupuk. Hal ini disebabkan kandungan unsur hara yang telah dipersyaratkan pemerintah sudah terpenuhi oleh bahan yang lain. Sedangkan perbandingan biaya dari kedua bahan pupuk untuk setiap shift (4000 Kg) yang harus dikeluarkan perusahaan dengan perhitungan menggunakan Metode Linear Programming adalah sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
No 1. 2.
Tabel 4.18 Perbandingan Biaya Perusahaan dengan Linear Programming Biaya dengan Komposisi Pupuk Biaya Perusahaan Selisih Linear Programming Pupuk Kotoran Ayam Rp 1.410.000 Rp 1.350.000 Rp. 60.000 Pupuk Kotoran Sapi Rp 1.260.000 Rp 1.225.000 Rp. 35.000 Catatan : Hasil Perhitungan Menggunakan Soft Ware Win QS 3.0 Berdasarkan hasil perhitungan dengan mengunakan Metode Linear programming didapatkan biaya pupuk usulan sebesar Rp. 1.350.000 untuk pupuk dengan komposisi kotoran ayam dan sebesar Rp. 1.225.000 untuk pupuk dengan menggunakan komposisi kotoran sapi. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 1.410.000 untuk pupuk dengan komposisi kotoran ayam dan sebesar Rp 1.260.000 untuk pupuk dengan menggunakan komposisi kotoran sapi. Dengan demikian didapat penghematan bahan baku sebesar Rp. 60.000 atau sebesar 4,25 % setiap 1Shift (produksi 4000 Kg) untuk pupuk dengan bahan baku kotoran ayam dan sebesar Rp. 35.000 atau sebesar 3,17 % untuk komposisi kotoran sapi. Seyogyanya PT. Kusuma Dipa Nugraha memproduksi pupuk organik dengan menggunakan bahan baku utama kotoran sapi, dikarenakan secara perhitungan biaya yang dikeluarkan Minimal yakni sebesar Rp. 1.225.000,- per Sift (4000kg), dengan catatan persediaan bahan baku kotoran sapi mencukupi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan. Komposisi Pupuk Organik yang diproduksi adalah : Pupuk dengan kotoran ayam komposisinya : - Kotoran Ayam 40%.
- Zeolit 5%
- Limbah media tanam Jamur 40%.
- Phospate 0%
- Limbah Tembkau 10%
- Dolomit 5%.
- Blotong 0% Pupuk dengan kotoran sapi komposisinya : - Kotoran sapi 40%.
- Zeolit 10%
- Limbah media tanam Jamur 35%.
- Phospate 0%
- Limbah Tembkau 10%
- Dolomit 5%.
- Blotong 0% Biaya bahan baku yang selama ini dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp. 1.410.000,- untuk bahan kotoran ayam, dan sebesar Rp 1.260.000,untuk bahan kotoran sapi, setelah dilakukan perhitungan dengan mengunakan Metode Linear programming didapatkan biaya pupuk sebesar Rp. 1.350.000,untuk bahan kotoran ayam dan sebesar Rp. 1.225.000,- untuk bahan kotoran sapi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5.2. Saran PT. Kusuma Dipa Nugraha harus memproduksi Pupuk Organik dengan komposisi : Pupuk dengan kotoran ayam komposisinya : - Kotoran Ayam 40%.
- Zeolit 5%
- Limbah media tanam Jamur 40%.
- Phospate 0%
- Limbah Tembkau 10%
- Dolomit 5%.
- Blotong 0% Pupuk dengan kotoran sapi komposisinya : - Kotoran sapi 40%.
- Zeolit 10%
- Limbah media tanam Jamur 35%.
- Phospate 0%
- Limbah Tembkau 10%
- Dolomit 5%.
- Blotong 0% Riset ini adalah tahapan awal, agar pupuk bisa diproduksi dan diterima petani maka perlu diadakan Trial untuk ditindak lanjuti dalam implementasi guna mengetahui hasil yang efektif dan efisien.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. Penelitian Gula. http://www.ipard.com/ penelitian /penelitian_gula.asp#atas. Diakses 9 januari 2010. Ariyani, Enny, 2010, “ Penelitian Operasional cetakan pertama”, Yayasan Humaniora, Klaten. BAZARAA, Mokhtar S., cs., 1997, “Linear Programming and Network Flows.”, John Wiley and Sons, Canada, USA. BAZARAA, Mokhtar S., cs., 1997,“Linear Programming and Network Flow (Second Edition).”, John Wiley and Sons, Canada, USA. Fadjari.
2009.
Memanfaatkan
Blotong,
Limbah
Pabrik
Gula.
http://kulinet.com/baca/ memanfaatkan-blotong-limbah-pabrik-gula/536. diakses 9 januari 2010. Kumpulan SNI – Pupuk Revisi, 2005, “Badan Standartdisasi Nasional – BSN”, Surabaya. Modul Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik, Peraturan Menteri Pertanian, 2009, Surabaya. Mulyanto, Budi dan Suwardi, 2007, “PROSPEK ZEOLIT SEBAGAI BAHAN PENYERAP DALAM REMEDIASI LAHAN BEKAS TAMBANG”, Departmen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Mulyono, Sri, 1999, “ Operation Research “, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Nurmayani, 2009, “Uji pemberian Kascing dan Limbah Tembakau (pabrik rokok) terhadap Beberapa Sifat Kimia Utilisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.), Medan Ngatilah, Yustina, 2009, “ Buku Ajar Penelitian Operasional I “ Pangestu Subagyo, 1991, “Dasar-dasar Operasional Research”, BPEE Yogyakarja. Rahardian, Agi, 2007, “Kompos Berbentuk Humus”, http//. Goole.com / jurnal kompos. Siswanto, 2007, “ Operation Research “, Erlangga, Jakarta. Soetopo,Rina S., 2008, “Efektivitas Proses Pengomposan Limbah Sludge Ipal Industri Kertas dengan Jamur”, Bandung. Soetopo, Rina S. dkk, 2009, “Potensi Kompos dari Limbah Padat Pabrik Joss Paper untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman”, Bandung. Taha, Hamdi, 1996, “ Riset Operation : Suatu pengantar Jilid satu, edisi kelima “, Banipura Aksara, Jakarta. Taha, Hamdi, 1996, “ Riset Operation : Suatu pengantar Jilid dua, edisi kelima “, Banipura Aksara, Jakarta. Tjutju Tarliah Dimyati, 1987, “Operation Research”, Sinar Baru, Bandung. Yuliarti, Nurheti, 2009, “1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik, Ed-1”, Yogyakarta. Yafizham, 2003, “Aplikasi mikroba pelarut fosfat dan pupuk P terhadap produksi kacang tanah pada tanah podsolik merah kuning”. J. Agrotrop. VIII(1):. Zumar. A., 1998, “ Pengaruh Zeolit Terhadap Kualitas Pupuk Kandang”. Laporan Penelitian. Fakultas pertanian. IPB. Bogor.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.