BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telur Telur merupakan salah satu bahan makanan yang bernilai gizi tinggi bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infasi mikroba. Mekanisme ini sebenarnya dibuat untuk melindungi embrio unggas sehingga terjamin pertumbuhannya sampai telur menjadi anak unggas (Lukman dan Purnawarman, 2009). Telur tersusun dari kulit, kantung udara dan isi yang terdiri atas putih telur dan kuning telur. Kulit telur mempunyai tekstur yang kaku dan cukup kuat untuk melindungi isi telur dari pengaruh luar. Putih telur dan kuning telur sebenarnya
dipersiapkan sebagai
makanan bagi pertumbuhan embrio (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.
Bahan
pangan ini juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisi sebutir telur terdiri atas 11% kulit telur, 58% putih telur dan 31% kuning telur (Sudaryani, 2006). Struktur telur itik secara keseluruhan sama dengan telur ayam. Telur itik terbagi atas tiga bagian utama yaitu kerabang telur (8-11%), putih telur (56-61%) dan kuning telur (2731%). Akan tetapi telur itik mengandung kuning telur 7% lebih banyak dan putih telur 5% lebih sedikit bila dibandingkan dengan telur ayam (Powrie, 1984). Bentuk telur itik normal umumnya sama dengan telur ayam yaitu oval dengan salah satu ujung meruncing sedangkan 8 ujung yang lainnya tumpul. Bentuk seperti ini akan berguna meningkatkan daya tahan kulit telur terhadap tekanan mekanis serta mengurangi telur tergelincir pada bidang datar. 2.1.2 Proses Pembentukan Telur
Pertumbuhan dan pembentukan telur dimulai dengan pembentukan kuning telur (yolk) di dalam ovarium betina. Ovarium dari bangsa unggas ini terdiri atas 3000 atau lebih “noda kuning” (calon kuning telur) dan dari sejumlah itu ada sekitar 5-6 kuning telur yang lebih besar. Bila “noda kuning” ini telah berkembang sempurna menjadi kuning telur, kemudian kuning telur keluar dari ovarium dan ditangkap di dalam infundibulum (Raysaf, 1991). Dari infundibulum, kuning telur akan masuk ke daerah magnum, di dalam magnum kuning telur diselimuti dengan putih telur yang kental, dan berada di dalamnya selama tiga jam. Dengan gerak spiral telur masuk ke bagian isthmus, setelah 1,25 jam berada di dalam isthmus telur masuk ke bagian uterus. Uterus mengeluarkan albumin encer dan garam-garam melalui membran kulit dengan cara osmosis. Lapisan kalaza juga terbentuk dalam uterus. Dalam keadaan ini telur dapat dideteksi dengan palpasi bahwa itik siap bertelur setelah waktu 10-21 jam dalam uterus (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Telur itik juga ada 2 jenis yaitu yang berwarna biru dan berwarna putih. Masingmasing dari telur ini dihasilkan oleh jenis itik yang berbeda. Telur itik memiliki komposisi kadar air (70,4%), protein (13,3%), lemak (14,5 %), karbohidrat (0,7%), dan abu (1,1%) (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Telur itik rata-rata lebih berat bila dibandingkan dengan telur ayam (telur ayam antara 55-60 gram sedangkan telur itik antara 65-70 gram). Kulit telur itik lebih tebal bila dibandingkan dengan telur ayam, jumlah porinya juga lebih sedikit dengan membran dalam yang lebih tebal pula. Hal ini memungkinkan lebih lambat berlangsungnya proses dehidrasi sehingga telur bebek dapat bertahan lebih lama dalam pemeraman. Daya simpan telur itik kira-kira 20% lebih lama bila dibandingkan dengan daya simpan telur ayam dalam kondisi lingkungan yang sama (Srigandono 1986). 2.1.3 Nilai Gizi Telur
Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), dan juga vitamin yang larut air (thiamin, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam folat dan vitamin B12).Kuning telur cukup tinggi kandungan kolesterolnya (Muchtadi dan Sugiyono 1992).
Tabel 1. Komposisi Gizi Telur Ayam dan itik per 100 gram Bahan Telur Ayam
Telur Itik
Putih Telur
Kuning Telur
Telur Utuh
Putih Telur
Kuning Telur
Telur Utuh
Air (%)
88,57
48,50
73,70
88,00
47,00
70,60
Protein (%)
10,35
16,15
13,00
11,00
17,00
13,10
Lemak (%)
0,03
34,65
11,50
0,00
35,00
14,30
Karbohidrat (%)
0,65
0,60
0,65
0,80
0,80
0,80
Abu (%)
0,55
1,10
0,90
0,8
1,2
1,0
Komposisi
2.1.4 Pengawetan telur Pengasinan telur adalah salah satu cara pengawetan yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Tujuan dari proses pengasinan ini adalah untuk mencegah kerusakan dan kebusukan telur serta memberi citarasa khas dari telur (Sirait, 1986). Selain itu juga pengasinan banyak menghasilkan keuntungan antara lain mudah untuk dilakukan, biayanya
murah, praktis, serta dapat meningkatkan kesukaan konsumen. Berdasarkan metode pengolahannya, ada dua metode yang digunakan yaitu perendaman dengan menggunakan larutan garam jenuh dan pembalutan dengan mencampur garam, serbuk bata merah atau abu gosok, dan kadang-kadang menggunakan kapur. Pembuatan telur asin dengan menggunakan metode perendaman dalam larutan garam jenuh sangat mudah dan praktis. Keunggulan pembuatan telur asin dengan perendaman adalah prosesnya singkat, sedangkan dengan cara pembalutan prosesnya rumit. Garam dapur mengandung 91.62% NaCl, dan sisanya adalah Ca, Mg, dan Fe dalarn bentuk garam klorida (Joedawinata, 1976). Garam mempunyai sifat higroskopis sehingga dapat menyebabkan plasmolisis dan dehidrasi pada sel bakteri, menghambat kerja enzim proteolitik, mengurangi daya larut oksigen serta menurunkan daya aktivitas air (Frazier dan Westhoff, 1983). Garam yang digunakan dalam proses pengawetan telur membutuhkan konsentrasi lebih besar dari 15% (Ayres dan Mundt 1980). 2.2 Manggis Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New Guinea, Kamboja, Thailand, Srilanka, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara. Manggis merupakan salah satu buah unggulan Indonesia yang memiliki peluang ekspor cukup menjanjikan. Dari tahun ke tahun permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah yang mendapat julukan ratu buah (Queen of fruits). Ekspor manggis dari Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan kebutuhan buah manggis dunia terutama Hongkong, Singapura, dan Inggris. Pada tahun 1999, volume ekspor 4.743.493 kg
dengan nilai ekspor 3.887.816 US$ dan tahun 2000 volume ekspor mencapai 7.182.098 kg dengan nilai ekspor 5.885.038 US$ (Prihatman, 2000; ICUC, 2003).
2.2.1 Sejarah Manggis Manggis (mangosteen) dengan nama latin Garcinia mangostana L. berasal dari Asia Tenggara. Pohon manggis hanya bisa tumbuh di hutan dan dataran tinggi tertentu yang beriklim tropis seperti di Negara Indonesia, Filipina, Malaysia, Vietnam, Myanmar dan Thailand serta di Hawai dan Australia Utara. Manggis juga dikenal sebagai tanaman budidaya dan merupakan salah satu tanaman buah tropika yang pertumbuhannya paling lambat, tetapi umurnya juga paling panjang. Membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai berbuah dan tingginya mencapai 10-25 meter (Paramawati, 2010). Ratusan tahun lalu penduduk Indonesia sudah menggunakan air rebusan kulit manggis sebagai ramuan untuk mengobati luka, demam, diare, sariawan, sembelit serta penyakitpenyakit lainnya. Pada tahun 1800an Ratu Victoria dari Inggris sampai menawarkan hadiah uang yang sangat banyak kepada orang yang dapat membawakannya buah manggis, yang dianggap sebagai buah dalam dongeng. Mungkin karena itu manggis kemudian populer dengan julukan „ratu buah‟ (the queen of fruit) ( Elizawati, 2012). 2.2.2 Karakteristik Manggis Di Indonesia manggis mempunyai berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat). Pohon manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai di ketinggian di bawah 1.000 m di bawah permukaan laut. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di bawah 500-600 m di bawah permukaan laut. Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara (Prihatman, 2000; ICUC, 2003).
Klasifikasi ilmiah manggis : Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Mangostana
2.2.3 Kandungan Manggis Di dalam kulit buah manggis terkandung nutrisi seperti karbohidrat (82,50%), protein (3,02%), dan lemak (6,45%). Selain itu kulit buah manggis juga mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan seperti antosianin (5,7-6,2 mg/g), xanton dan turunannya (0,734,9% mg/g). Penelitian Weecharangsan et al (2006) menunjukan bahwa ekstrak kulit buah manggis mempunyai potensi penangkap radikal bebas. Selain itu kulit buah manggis memiliki manfaat sebagai antikanker, pengobatan penyakit jantung, antiinflamasi, antibakteri dan anti-aging (Moongkarndi, 2004). Kulit buah manggis cukup tebal, berkisar antara 0,5-0,7 cm, yang terdiri atas daging kulit buah (endocarp) sekitar 0,4-0,5 cm, dan pericarp antara 0,1-0,2 cm. Endocarp mempunyai tekstur yang lebih lunak, sedangkan pericarp lebih keras. Saat buah masih muda, kulit banyak mengandung getah dan akan hilang sesuai dengan tingkat kematangan buah. Semakin matang buah, semakin berkurang getah itu, dan akan hilang ketika buah sudah matang sempurna (Iswari, 2010). Kulit buah manggis juga menunjukkan aktivitas antimikroorganisme. Suksanrarn et al. (2003) bersama kelompoknya asal Thailand, melakukan penelitian potensi antituberkulosa dari senyawa xanton terprenilasi yang diisolasi dari kulit buah manggis. Seperti pada hasil
penelitian sebelumnya, alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B juga menunjukkan aktivitas paling poten pada percobaan ini. Ketiga senyawa tersebut menghambat kuat terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis. Hasil temuan tersebut ditindaklanjuti peneliti asal Osaka Jepang, Sakagami et al. (2005). Fokus pada alfa-mangostin, kali ini senyawa tersebut diisolasi dari kulit batang pohon untuk memperoleh jumlah yang besar. Alfa mangostin aktif terhadap bakteri Enterococci dan Staphylococcus aureus yang masingmasing resisten terhadap vancomisin dan metisilin. Ini diperkuat dengan aktivitas sinergisme dengan beberapa antibiotika (gentamisin dan vancomisin) terhadap kedua bakteri tersebut. Sementara itu, Mahabusarakam et al. (2006) melakukan pengujian golongan xanton termasuk mangostin, pada Plasmodium falciparum. Hasil menunjukkan bahwa mangostin mempunyai efek antiplasmodial level menengah, sedangkan xanton terprenilasi yang mempunyai gugus alkilamino menghambat sangat poten.