BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.Periodonsium Periodonsium adalah jaringan yang mendukung dan mengelilingi gigi yang mencakup ginggiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan sementum. Jaringan ini terbagi atas dua bagian : 1. Gingiva yang fungsi utamanya adalah melindungi jaringan yang dibalutnya. 2. Struktur periodontal pendukung, yang terdiri atas ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum.
Gambar 1.Skematik potongan melintang gigi. Dikutip dari : Medical dictionary .Tooth Loss: definition of loss of tooth in the Medical dictionary ,Available from. http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/loss+of+tooth
Universitas Sumatera Utara
II.1.1. Pasok darah dan saraf ke periodonsium Pembuluh darah, limfe dan saraf ke jaringan periodonsium adalah saling berhubungan satu sama lainnya. II.1.1.1. Pasok darah Sumber utama pasok darah ke periodonsium di rahang atas maupun rahang bawah adalah a. maksilaris, yang merupakan cabang dari a. carotid ekternal. Darah ke periodonsium di rahang atas dipasok oleh a. alveolar superior dan a. infraorbitalis, yang kemudian bercabang menjadi a. alveolaris superior mediana dan a. alveolaris superior anterior.untuk periodonsium dirahang bawah darah dipasok oleh a. alveolaris inferior. Sebelum memasuki soket gigi, a. alveolaris superior dan a. alveolaris inferior bercabang menjadi a. intraseptalis yang memasok darah ke septum interdental. Setelah masuk ke soket gigi dan sebelum memasuki pulpa, a. alveolaris superior dan inferior bercabang lagi dan memasuki ruang periodontal untuk memasok ligamen periodontal. Ujung cabang a. intraseptalis beranastomosa dengan cabang- cabang arteri yang ada di dalam ligamen periodontal dan dengan a.supraperiosteum yang ada di dalam gingiva. Arteri yang berada dalam ligamen periodontal bercabang dan beranastomosa satu sama lain membentuk anyaman yang mengelilingi gigi. Pasok darah ke gingiva berasal dari a.supraperiosteum yang merupakan cabang dari a. sublingualis, a. mentalis, a. bukalis, a. fasialis, a. palatinalis mayor, a. infraorbitalis dan a. alveolaris superior posterior.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam gingiva bebas, semua cabang pembuluh darah yang berasal dari
a. supraperiosteum, arteri- arteri dari ligamen periodontal, dan a.
septum interdentalis beranastomosa satu sama lainnya. (Dalimunthe , 2005 )
II.1.1.2.Persarafan Pada semua jaringan periodonsium terdapat reseptor saraf untuk nyeri, sentuhan dan tekanan , namun hanya pada ligamen periodontal yang dijumpai reseptor proprioseptif. Semua reseptor tersebut berasal dari n. Trigeminus.( Dalimunthe, 2005 ) Cabang-cabang n. Trigeminus yang mensarafi bagian-bagian gingiva adalah : 1. N. Infraorbitalis, mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus, kaninus dan premolar rahang atas. 2. N. Alveolaris superior posterior, mensarafi gingiva pada sisi bukal gigi molar rahang atas. 3. N. Palatinalis mayor, mensarafi gingiva pada sisi palatal semua gigi rahang atas kecuali insisivus. 4. N. Spenopalatinus panjang, mensarafi gingiva pada sisi palatal insisivus rahang atas. 5. N. Sublingualis, mensarafi gingiva pada sisi lingual rahang bawah. 6. N. Mentalis , mensarafi gingiva pada sisi labial insisivus dan kaninus rahang bawah. 7. N. Bukalis, mensarafi gingiva pada sisi bukal molar rahang bawah. Universitas Sumatera Utara
II.1.2. Perubahan pada periodonsium berkaitan dengan penuaan Akibat keratinisasi,
proses penuaan pada gingiva bisa terjadi: hilangnya hilangnya
stippling,
tetapi
bisa
juga
tetap
ada,
bertambahnya lebar gingiva cekat dengan lokasi batas mukosa gingiva tatap, berkurangnya seluler jaringan ikat, berkurangnya konsumsi oksigen dan aktivitas metabolisme. Pada ligamen periodontal proses penuaan disertai perubahan berupa:
bertambahnya
jumlah
serabut
elastik,
berkurangnya
vaskularisasi, aktivasi mitotik, dan jumlah serabut kolagen serta mukopolisakarida, meningkatnya perubahan arteriosklerotik, lebar ruang ligamen periodontal bisa berkurang akibat berkurangnya fungsi karena kekuatan otot pengunyahan yang menurun tetapi bisa juga bertambah karena berkurangnya jumlah gigi yang mendukung tekanan oklusal. Perubahan pada tulang alveolar akibat proses penuaan mirip dengan yang terjadi pada sistem skletal pada umumnya, yaitu berupa osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, dan berkurangnya aktivitas metabolisme
kemampuan
penyembuhan.
Resorpsi
tulang
bisa
meningkat atau berkurang tergantung lokasinya. Pada
sementum
terjadi
penambahan
sementum
dengan
bertambahnya umur. Tebal sementum pada orang berusia 76 tahun adalah tiga kali lipat sementum pada anak usia 11 tahun. Perubahan paling nyata pada gigi akibat penuaan adalah hilangnya substansi gigi akibat atrisi. Keausan oklusal akan mengurangi tinggi dan inklinasi tonjolan (cups) gigi, dengan akibat bertambahnya
Universitas Sumatera Utara
dataran pengunyahan dan berkurangnya sluiceways. Derajat atrisi dipengaruhi kekuatan otot,konsistensi makanan, kekerasan gigi, faktor okupasi (pekerjaan) dan kebiasaan seperti bruxims. Laju atrisi berkoordinasi juga dengan perubahan –perubahan yang berkaitan dengan penuaan seperti erupsi gigi secara kontinu dan resesi gingiva. Atrisi oklusal ternyata menjaga keseimbangan antara gigi dengan tulang pendukungnya. Bila tinggi tulang berkurang, mahkota klinis tidak seimbang dengan akar klinis sehingga menimbulkan daya ungkit yang merugikan tulang alveolar. Dengan adanya pengurangan tinggi mahkota gigi akibat atrisi keseimbangan antara gigi dengan dukungan tulang akan pertahankan. Keausan gigi terjadi juga pada permukaan proksimal, yang disertai
dengan
migrasi
gigi
ke
arah
mesial.
Atrisi
proksimal
menyebabkan berkurang lengkung gigi sebesar 0,5 cm pada usia 40 tahun. Bila atrisi proksimal berlangsung terlalu progresif, terjadi pengurangan overjet maksila mandibula daerah molar dan gigitan edge to edge pada gigi anterior. ( Dalimunthe, 2005 )
II.2. Tooth Loss Tooth loss dapat mengurangi kualitas hidup dan tooth loss juga berhubungan dengan kesehatan umum yang buruk. Jika gigi yang sakit tetap dipertahankan maka akan muncul masalah yang lebih rumit. Tooth demage, tooth loss dan disfungsi dari gigi dapat menyebabkan malnutrisi, gangguan berbicara, kemunduran temporomandibular joint
Universitas Sumatera Utara
atau tulang alveolar, dapat menyebabkan nyeri, penyakit jantung, arthritis dan gangguan kehamilan (Powers, 2005 ). Pada Penelitian Nozomi Okamoto, dkk tooth loss juga berhubungan dengan gangguan memori dan penurunan fungsi kognitif. (Okamoto dkk, 2010) II.2.1. Dental disease yang berhubungan dengan tooth loss II.2.1.1. Karies Karies adalah masalah umum yang paling banyak yang berhubungan dengan kerusakan gigi, nyeri, infeksi sistemik dan tooth loss. Karies disebabkan oleh plak bakteri yang berkumpul di sekitar gigi. Bakteri mengeluarkan asam dan enzim yang dapat meghancurkan enamel, dentin dan sementum.Karies dapat terjadi pada permukaan gigi tetapi lebih banyak pada daerah dimana plak banyak berkumpul seperti pada fisura dan interproximal. Pada pasien dengan penyakit periodontal,
Gambar.2. Karies gigi menyebabkan tooth loss.Dikutip dari : Powers J.M, Wataha J.C. Dental Material:Properties and Manipulation. Ninth edition; 2005
Universitas Sumatera Utara
karies juga dapat berhubungan dengan masalah pada akar gigi, dimana karies lebih cepat merusak dentin. Karies progresif dalam periode bulan, lama kelamaan merusak coronal gigi dan bakteri masuk kedalam pulpa pada gigi dan melibatkan jaringan periapikal yang sehat.( Powers, 2005 ) II.2.1.2. Penyakit periodontal Seperti dengan karies, penyakit periodontal berpengaruh pada jaringan pendukung gigi seperti gingival, ligament periodontal, sementum dan tulang alveolar. Penyakit periodontal juga disebabkan oleh plak bakteri, dimana strain bakterinya berbeda dengan bakteri penyebab karies dan progresifitas penyakit terjadi beberapa tahun. Inflamasi plak pada gingival tidak melibatkan jaringan keras (sementum atau tulang). Inflamasi kronik diinduksi oleh bakteri menyebabkan kerusakan yang irreversible pada tulang alveolar, ligament
Gambar.3.Penyakit periodontal menyebabkan tooth loss.Dikutip dari : Powers J.M, Wataha J.C. Dental Material:Properties and Manipulation. Ninth edition ; 2005
Universitas Sumatera Utara
periodontal dan sementum. Semuanya adalah sebagai penyumbang hilangnya jaringan, gigi menjadi lebih mobile, permukaan akar menjadi terbuka dan akibatnya dapat menyebabkan gigi menjadi mudah tanggal. Penyakit periodontal bisa berhubungan dengan karies atau infeksi pulpa sebagai jalan masuk bakteri kariogenik ke akar gigi atau struktur periapikal.(Powers , 2005) II.2.1.3.Trauma, penyakit sistemik, dan kelainan kongenital. Trauma dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada gigi dan struktur oral yang lain. Trauma dapat menyebabkan fraktur pada enamel atau dentin atau menyebabkan fraktur pada gigi yang melibatkan pulpa atau tulang alveolar. Penyakit sistemik juga dapat merusak gigi atau jaringan oral yang lain. Osteoporosis bisa membahayakan tulang penyokong gigi, pencetus edentulism dan membutuhkan perawatan.Fluorosis, dihasilkan secara alami atau pemasukan iatrogenic
berlebihan saat pembentukan
gigi,dapat menyebabkan perubahan gambaran dan warna enamel gigi dan ini membutuhkan perawatan. Pada orang tua, penyakit sistemik dapat menyebabkan penyakit oral, contohnya banyak orang tua yang mengalami penurunan produksi saliva yang berhubungan dengan respon imun oral dan mencetuskan karies dan penyakit periodontal. ( Powers , 2005 ) Penyakit kongenital adalah penyebab lain yang signifikan dengan penyakit oral. Seperti amelogenesis imperfecta atau dentinogenesis
Universitas Sumatera Utara
imperfecta menyebabkan hilangnya struktur gigi dari kerusakan enamel, dentin atau pelekat antara enamel dan dentin.(Powers , 2005 )
II.3. MEMORI II.3.1 Definisi Memori merupakan istilah umum dari suatu proses mental yang menyebabkan seseorang dapat menyimpan informasi untuk
recall
selanjutnya. Jangka waktu untuk panggilan/ recall dapat singkat beberapa detik, atau panjang dalam beberapa tahun (Strub dkk, 2000). II.3.2 Stage (tahapan) Proses memori terdiri dari 3 tahapan: 1. Registrasi Pada tahap ini informasi diterima dan diregistrasi oleh suatu modalitas sensorik tertentu seperti sentuhan, pendengaran atau penglihatan. Setelah informasi sensorik diterima dan diregistrasi, informasi tersebut dipertahankan sementara dalam working memory (memori jangka pendek). 2. Penyimpanan Pada tahap ini informasi disimpan dalam bentuk yang lebih permanen (memori jangka panjang). Proses penyimpanan ini dapat ditingkatkan
dengan
pengulangan,
sehingga
dikatakan
bahwa
penyimpanan adalah suatu proses aktif yang memerlukan usaha berupa latihan dan pengulangan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pemanggilan kembali (recall) Merupakan tahap akhir dari proses memori. Pada tahap ini informasi yang sudah disimpan dipanggil kembali sesuai permintaan atau
kebutuhan (disebut
memori
deklaratif).
(Strub
dkk,
2000;
Lumbantobing SM, 2006). II.3.3 Klasifikasi A. Berdasarkan jenis materi yang diingat, memori dibagi atas : 1. Memori prosedural Disebut juga memori implisit. Merupakan bentuk memori yang tidak dapat dinyatakan atau dibawa ke fikiran melalui penglihatan.
Bentuk
memori
ini
lebih
menekankan
pada
kemahiran dan recall keahlian kognitif dan motorik setelah suatu prosedur khusus (misal belajar berjalan, mengendarai sepeda, atau
mobil).
Daerah
yang
berperan
adalah
neostriatum,
serebellum dan korteks sensorimotor. 2. Memori deklaratif Disebut juga memori eksplisit. Berupa pengetahuan yang dapat dinyatakan dan dibawa ke dalam fikiran selama penglihatan sadar, seperti fakta- fakta, kata, nama dan wajah seseorang, yang dapat dipanggil kembali dari memori, ditempatkan dalam fikiran,dan dilaporkan. Jenis memori ini sangat erat kaitannya dengan fungsi hipokampus dan struktur lobus temporal mesial lainnya. Terbagi menjadi memori episodik dan memori semantik. Memori semantic contohnya mengingat kejadian khusus atau
Universitas Sumatera Utara
pengalaman
(mengingat
acara
pernikahan
yang
dihadiri).
(Kempler, 2005; Tranel dkk, 2009). B. Berdasarkan modalitas materi yang diingat, terdiri dari : 1. Memori verbal Berkenaan dengan proses belajar dan recall informasi yang didapat dari bahasa. 2. Memori non verbal Berhubungan dengan proses belajar dan recall informasi visual, melodi, sensasi sentuh dan bau. (Kempler, 2005; Tranel dkk, 2009). C. Berdasarkan jangka waktu materi diingat, dibagi menjadi : 1. Immediate memory Istilah yang digunakan bila memori dipanggil kembali setelah jangka waktu beberapa detik. Disebut juga immediate recall. Immediate memory sangat bergantung pada atensi dan konsentrasi. Contoh memori ini adalah mengingat nama baru yang baru saja didengar. Daerah yang berperan adalah daerah asosiasi neokorteks dan prefrontal. 2.
Recent Memory Berkaitan dengan recall memori setelah beberapa menit, jam atau hari. Memori ini ditingkatkan dengan proses belajar dan pengulangan. Beberapa peneliti telah menemukan adanya perubahan pada sinaps, yang disebut dengan long term synaptic potentiation yang dapat menjelaskan keadaan ini. Contoh dari memori ini adalah mempelajari materi baru dan memanggil materi Universitas Sumatera Utara
itu setelah beberapa menit, jam, atau hari. Daerah yang berperan adalah lobus temporal medial (hipokampus, amigdala) dan diencephalon
(nucleus
dorsomedial
thalamus
dan
corpus
mamilare dari hipotalamus). 3. Remote Memory Menunjuk kepada recall kejadian yang telah terjadi bertahun- tahun sebelumnya, misalnya mengingat nama- nama guru, dan teman - teman sekolah yang lama, tanggal lahir, dan fakta sejarah. Pada pasien yang mengalami gangguan pada recent memory, remote
memory
menunjuk kepada recall
kejadian- kejadian sebelum onset terjadinya gangguan recent memory. Struktur otak yang terlibat dalam remote memory adalah korteks asosiasi kanan dan kiri. (Strub dkk, 2000 ; Kempler, 2005). II.3.4 Long Term Potentiation Long Term Potentiation (LTP) adalah peningkatan transmisi sinaps yang mengikuti stimulasi berfrekuensi tinggi dari serabut saraf aferen, atau dengan kata lain, suatu peningkatan pada eksitabilitas selsel post sinaps yang berlangsung selama beberapa jam, hari atau minggu setelah sel pre sinaps yang berkaitan distimulasi dengan getaran frekuensi tinggi (Curran dkk,2002) Long Term Potentiation (LTP) pertama kali ditemukan di hipokampus dan telah lama diketahui berperan dalam proses belajar dan memori. Proses ini dibangkitkan melalui pengaktifan sinaps dari reseptor
Universitas Sumatera Utara
post sinaps N-Methyl D-Aspartate (NMDA), suatu reseptor glutamat jenis ionotropik, dan depolarisasi post sinaps, yang disebabkan oleh stimulasi berulang pada sinaps. Pada keadaan basal dimana transmisi sinaps berfrekuensi rendah, sinaps melepaskan glutamat yang berikatan pada 2 reseptor glutamat ionotropik yang berbeda, yakni NMDA dan AMPA (α-amino-3hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid), yang terletak pada celah dendrit. Reseptor AMPA memiliki saluran yang permeable terhadap kation monovalen ( Na+ dan K+), dan pengaktifan reseptor AMPA menyebabkan ion-ion tersebut masuk dan membangkitkan respons eksitasi sinaps ketika sel berada pada potensial membran istirahat. Sedangkan reseptor NMDA bergantung pada voltase yang kuat karena hambatan pada salurannya oleh
magnesium
pada potensial
membrane negatif. Akibatnya, reseptor NMDA hanya berperan sedikit pada respon post sinaps selama aktivitas sinaps basal. Pada keadan sel depolarisasi, magnesium terpisah dari tempat ikatannya didalam saluran reseptor NMDA, dan menyebabkan kalsium dan natrium memasuki celah dendrit. Peningkatan kalsium intraseluler dibutuhkan untuk membangkitkan LTP (gambar 1) (Malenka, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Transmisi sinaps pada keadaan istirahat dan depolarisasi Dikutip dari : Malenka, R.C. 2002. Synaptic plasticity. In Davis, K.L., Charney, D., Coyle, J.T. and Nemeroff, C. (eds.). Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress.Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Ion Kalsium (Ca2+) yang berperan sebagai second messenger melekatkan diri pada protein calmodulin dan enzim Protein Kinase C (PKC) membentuk Calcium calmodulin- dependent protein kinase II (CaMKII) yang dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan sinaps yang berlangsung lama, sehingga memori dapat disimpan dalam jangka panjang (gambar 2) (Malenka,2002).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Bentuk transduksi sinyal pada LTP Dikutip dari : Malenka, R.C. 2002. Synaptic plasticity. In Davis, K.L., Charney, D., Coyle, J.T. and Nemeroff, C. (eds.). Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress.Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
II.3.5. Gangguan Memori II.3.5.1 Definisi Gangguan memori adalah suatu keadaan dimana pasien tidak mampu untuk mempelajari informasi baru atau untuk memanggil kembali informasi yang sudah didapat sebelumnya (Kempler, 2005). Gangguan memori merupakan keluhan kognitif yang paling sering terjadi pada pasien dengan sindrom behavioral organik. Hampir seluruh pasien demensia menunjukkan gangguan memori pada awal gejala timbulnya penyakit (Strub dkk, 2000).
Universitas Sumatera Utara
II.3. 5.2 Etiologi Beberapa kondisi neurologis yang dapat menyebabkan gangguan memori adalah: A. Penyakit degeneratif 1. Demensia kortikal
Penyakit alzheimer
Pick’s disease
Demensia lobus frontal
Demensia frontotemporal
2. Demensia sub kortikal
Penyakit Parkinson
Penyakit Huntington
Progressive Supranuclear Palsy
3. Kondisi degeneratif lainnya
Demensia
yang
berhubungan
dengan
Human
immunodeficiency virus (HIV) dan Autoimmunodeficiency syndrome (AIDS)
Multiple sclerosis
B. Trauma Kepala C. Penyakit serebrovaskular
Stroke
Ruptur aneurisma
Demensia vascular
D. Keracunan
Universitas Sumatera Utara
Alkohol (alcoholic korsakoff’s syndrome atau wernicke korsakoff”s syndrome)
Neurotoksin lain misal logam-logam (seperti timah, air raksa), bahan pelarut bahan bakar, dan pestisida
E. Anoksia/ iskemik F. Herpes simplex encephalitis G. Tindakan operasi, misalnya temporal lobectomy pada pasien epilepsi (Tranel dkk, 2009). Gangguan memori juga bisa berasal dari kelainan non neurologis, misalnya pada pasien depresi, dan penyakit psikiatrik lainnya (Strub dkk, 2000). II.4. Memori pada Usia Lanjut Salah satu keluhan utama pada usia lanjut adalah kehilangan memori terutama pada penyakit Alzheimer. Namun kehilangan memori secara kualitatif yang disebabkan proses dari penyakit Alzheimers berbeda dari kehilangan memori yang berhubungan dengan proses penuaan. (International Encylopedia of Rehabilitation) Penuaan normal dikaitkan dengan penurunan kemampuan memori. Kemampuan untuk mengkodekan kenangan baru dari peristiwa atau fakta dan working memory menunjukkan penurunan pada studistudi cross sectional. Studi yang membandingkan pengaruh penuaan normal pada memori episodik, memori semantik, memori jangka pendek dan priming menemukan bahwa memori episodik terutama terganggu pada penuaan normal, beberapa jenis memori jangka pendek juga terganggu. (International Encylopedia of Rehabilitation) Universitas Sumatera Utara
Area otak gray matter yang berperan penting dalam fungsi eksekutif seperti prefrontal korteks, striatum, dan serbellum adalah sensitif pada penuaan sama seperti white matter. Area lain yang sensitif pada penuaan adalah hipokampus. Disfungsi dari hipokampus dapat menyebabkan gangguan pada memori episodik. Pembelajaran informasi baru dan pemanggilan kembali informasi dari memori menjadi lebih sulit pada proses penuaan. Dengan demikian kemampuan untuk mengikat potongan informasi bersama-sama
dengan konteks episodik dalam
kesatuan yang koheren telah berkurang pada populasi usia lanjut ( Weijenberg , 2011) Masalah memori pada usia lanjut dapat dikaitkan dengan beberapa penyebab fisik dan psikologis umum seperti : kecemasan, dehidrasi, depresi ,infeksi, efek samping obat, gizi buruk, kekurangan vitamin B12, stre psikologis, penyalahgunaan zat, alkolisme kronis, ketidakseimbangan tiroid dan perdarahan otak. Beberapa masalah memori karena stres, kecemasan, atau depresi. Sebuah peristiwa hidup traumatis, seperti kematian pasangan, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan dapat meninggalkan perasaan tidak percaya diri pada usia lanjut, sedih dan kesepian. Berurusan dengan perubahan hidup yang drastis sehingga dapat menyebabkan menjadi bingung dan pelupa. Sementara beberapa kasus perasaan
itu
dapat
memudar.
(International
Encylopedia
of
Rehabilitation)
Universitas Sumatera Utara
II.5.Hubungan antara Tooth Loss dengan Memori II.5.1. Peranan Inflamasi Pasien usia lanjut lebih mudah mengalami karies, hal ini berhubungan
erat
dengan
oral
hygiene,
pemeriksaan
dan
membersihkan gigi yang tidak rutin, disfungsi glandula salivary, kurangnya menggunakan bahan yang mengandung
fluoride
dan
pemakaian gigi palsu yang dapat menimbulkan plak disekitar gigi dan menjadi lingkungan yang baik bagi terbentuknya karies. Karies gigi yang berat dan periodontitis dapat menyebabkan tooth loss. Tooth Loss dapat mengganggu mengunyah, menelan, berbicara, defisiensi nutrisi , isolasi sosial, dan depresi ( Campisi dkk, 2009, Stewart dkk, 2000). Pada kasus penyakit periodontal yang berat molekul inflamasi dapat menyebabkan inflamasi sistemik dan dapat menjadi akses ke otak melalui sirkulasi sistemik. Molekul inflamasi dapat berasal dari jaringan periodontal yang dapat menstimulasi serabut nervus trigeminus dan dapat menyebabkan meningkatnya sejumlah sitokin-sitokin di otak. Sitokin ini dapat mengaktifkan sel- sel glia yang menyebabkan suatu reaksi dan mungkin berlanjut pada Alzheimers Disease. ( Campisi dkk, 2009 ) Sitokin dapat memproduksi protein beta amyloid yang ditemukan pada plak senilis. Interleukin – 1 (IL 1) dan sitokin –sitokin lain yang berhubungan
dengan
penyakit
periodontal
berhubungan
dengan
patogenesis terjadinya Alzheimers. (Stein dkk, 2007)
Universitas Sumatera Utara
II.5.2. Peranan acethylcholin ( ACh ) Dalam sistem saraf pusat, ACh memiliki berbagai efek sebagai neuromodulator
pada
plastisitas
dan
arousal.
ACh
memiliki
peran penting dalam peningkatan persepsi sensorik saat kita bangun dan saat sadar. Kerusakan pada sistem kolinergik di otak telah terbukti dikaitkan dengan defisit memori dan berhubungan dengan penyakit Alzheimer. (Pepeu ,2004) Acethylcholin
terlibat dengan plastisitas sinaptik, khususnya
dalam belajar dan memori jangka pendek. Acethylcholin telah diketahui adalah untuk meningkatkan amplitudo potensi sinaptik berikut potensiasi jangka panjang di banyak daerah, termasuk
girus dentatus,
CA1
(Cornu Ammonis 1 ), korteks dan neokorteks. Efek ini paling mungkin terjadi baik melalui peningkatan arus melalui reseptor NMDA (N-methyl D-aspartate) atau tidak langsung dengan menekan adaptasi. Penekanan adaptasi telah ditunjukkan dalam irisan otak daerah CA1, cingulate korteks, dan piriform korteks, serta somatosensori dan korteks motorik dengan menurunkan konduktansi ion
Ca2 +, dan K+ .( Pepeu, 2004)
Pada hewan percobaan , ada bukti yang mengatakan bahwa tooth loss berhubungan dengan belajar dan memori . Mekanismenya terjadinya adalah peranan dari
sistem kholinergik sentral ( Pepeu ,
2004, Yamazaki , 2008).
Universitas Sumatera Utara
II.5.3. Peranan trkB (tirosin kinase B) dan BDNF (brain derived neutropic factor) Reseptor TrkB juga dikenal sebagai tirosin kinase TrkB atau BDNF/NT-3 atau neurotropik tirosin kinase reseptor tipe 2 adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen NTRK2. Fungsi TrkB adalah reseptor yang mempunyai afinitas tinggi untuk beberapa katalitik "neurotrophins" dan merupakan faktor pertumbuhan protein yang menyebabkan kelangsungan hidup dan diferensiasi pada
sel .
Neurotropin - neurotrophin yang mengaktifkan TrkB adalah: BDNF , NT4 (neurotrophin-4), dan NT-3 (neurotrophin-3). Dengan demikian, TrkB memediasi beberapa efek dari faktor-faktor neurotropik, yang mencakup diferensiasi neuronal dan kelangsungan hidup .( Qiagen, 2011) Brain derived neurotropic factor (BDNF) , seperti neurotrophins lainnya, adalah faktor polypeptidic yang dianggap bertanggung jawab untuk neuron proliferasi, diferensiasi dan kelangsungan hidup, melalui transportasi retrograde dari terminal saraf ke sel tubuh. Brain derived neurotropic factor (BDNF)
diproduksi oleh neuron, terutama di
hipokampus dan korteks dan dapat diangkut ke dendrit dan juga dapat disintesis secara lokal di tulang belakang. Selain berperan dalam kelangsungan hidup neuron dan ketahanan terhadap cedera, BDNF juga memiliki peran yang kuat dalam memfasilitasi kegiatan plastisitas, yang mendasari kapasitas untuk belajar dan memori. Daerah Otak dimana plastisitas sangat penting adalah di merupakan
hipokampus dan korteks, yang
pusat untuk belajar dan memori. Pengurangan BDNF
terlihat pada hipokampus dalam dua mekanisme : melemahkan Universitas Sumatera Utara
kekuatan sinaptik
dan membuat hippocampus neuron lebih rentan .
(Qiagen, 2011) Belum ada definisi yang jelas mengenai hubungan transmisi sinaptik pada jalur signaling dari nervus trigeminus melalui perantara reseptor pada jaringan-jaringan yang berhubungan dengan mastikasi. Diduga adanya peningkatan trkB dan BDNF
berhubungan dengan
peningkatan kapasitas transmisi saraf. Pada penelitian Yamazaki dkk ditemukan adanya ekspresi trkB- mRNA efektif sebagai marker untuk peningkatan transmisi sinaptik pada jalur signaling yang berhubungan dengan proses belajar dan memori (Yamazaki ,2008) Gangguan memori pada tikus mempunyai hubungan dengan penurunan
trkB
pada jalur dari nervus trigeminal ke hipokampus.
Penurunan respon di hipokampus akan menyebabkan penurunan frekuensi gerakan rahang. Ini menjelaskan mekanisme bahwa tooth loss menurunkan input sensori dan somatik sensori korteks dari reseptor yang menghubungkan ke mastikasi dan hubungan mastikasi ke gerakan rahang. Hubungan antara otot-otot mastikasi , temporomandibular joint dan ligamen periodontal dikenal mempunyai efek facilitatory
pada
transmisi sinaptik di korteks serebri. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa mengunyah dapat meningkatkan aliran darah ke cortical region.( Yamazaki, 2008)
Universitas Sumatera Utara
II.5.4. Peranan GFAP ( glial fibrous acidic protein ) Glial fibrous acidic protein (GFAP) adalah filamen intermediat protein yang dianggap spesifik untuk astrosit dalam sistem saraf pusat (SSP). Ekspresi protein
GFAP dipengaruhi
oleh berbagai
proses,
seperti perubahan sitokin dan tingkat hormon. Peningkatan ekspresi protein ini terbukti
dalam sejumlah keadaan, dan umumnya disebut
sebagai "aktivasi Astrocytic". Fungsi selular GFAP dinyatakan dalam sistem saraf pusat terutama dalam sel astrosit. Hal ini melibatkan fungsi seluler
dalam banyak proses, seperti struktur sel dan gerakan,
komunikasi sel, dan fungsi sawar darah otak . Glial fibrous acidic protein (GFAP) telah diketahui mempunyai peran dalam mitosis. Selama mitosis, ada peningkatan jumlah GFAP terfosforilasi,
dan
aktifitas
protein
ini
menunjukkan
aktifitas
pembelahan. Kurangnya filamen intermediate dalam hipokampus dan di white matter
menunjukkan
proses degeneratif multiple termasuk
mielinasi yang abnormal, kerusakan struktur white matter , dan perubahan dalam sawar
darah-otak . Data ini menunjukkan bahwa
GFAP terlibat dalam pemeliharaan SSP dan integritas mielin . Glial fibrous acidic protein (GFAP) juga diketahui berperan dalam interaksi astrosit-neuron. Adanya
gangguan yang dikaitkan dengan
regulasi GFAP dan luka dapat menyebabkan sel glial untuk bereaksi dengan cara yang merugikan. Glial jaringan parut adalah konsekuensi dari beberapa kondisi neurodegenerative, serta cedera materi yang saraf yang berat. Bekas luka dibentuk oleh astrosit berinteraksi
dengan
jaringan fibrosa untuk memperbaiki sel glia di sekitar pusat cedera Universitas Sumatera Utara
dan sebagian disebabkan oleh pengaruh GFAP. Bekas luka itu bertindak sebagai penghalang fisik dan kimia untuk pertumbuhan saraf, dan mencegah regenerasi saraf .(The free encyclopedia ) Onozuka dkk mengevaluasi mekanisme gangguan fungsi kognitif sebagai akibat dari menurunnya mastikasi, efek hilangnya gigi molar menunjukkan adanya ekspresi glial fibrous acidic protein ( GFAP) pada hipokampus. Pada analisa immunohistochemical menunjukkan keadaan hilangnya gigi molar meningkatkan densitas dan hipertrophi
astrosit
pada regio CA1 di hipokampus. Efek ini meningkat pada keadaan hilangnya gigi molar yang menetap. ( Onozuka dkk, 2000)
Universitas Sumatera Utara
II.6. Kerangka Teori USIA LANJUT
Molekul inflamasi dapat berasal dari jaringan periodontal yang dapat menstimulasi serabut nervus trigeminus dan dapat menyebabkan meningkatnya sejumlah sitokin-sitokin di otak. ( Campisi dkk, 2009 , Stein dkk, 2007 )
Kesehatan mulut pd usia lanjut biasanya lebih buruk dibandingkan populasi umum. (Azarpazhooh,2010, Boehm dkk,
Oral Health ↓
Penyakit periodontal yang berlangsung secara progresif dan terbentuknya karies akan meningkatkan resiko buruknya hasil tes fungsi kognitif.(Kaye dkk, 2010)
Penyakit Periodontal
Inflamasi Tooth loss yang disebabkan periodontitis kronis berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif. ( Grabe dkk, 2009 )
TOOTH LOSS
Mastikasi ↓ dan Oklusal ↓
Acethylcholin ↓
trkB – mRNA ↓
GFAP ↓
Transmisi sinaptik ↓
GANGGUAN MEMORI
Pada hewan, ada bukti yang mengatakan bahwa tooth loss berhubungan dengan belajar dan memori . Mekanismenya terjadinya berdasarkan evaluasi pada sistem kholinergik sentral ( Yamazaki , 2008 )
Peningkatan Brain derived neurotropic factor ( BDNF ) dan tyrosin kinase B (trkB) berhubungan dengan peningkatan kapasitas transmisi saraf. Ekspresi trkB- mRNA efektif sebagai marker untuk peningkatan transmisi sinaptik pada jalur signaling yang berhubungan dengan proses belajar
Penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut yang berhubungan dengan menurunnya fungsi mastikasi yang mempengaruhi ekspresi Glial Fibrous Acidic Protein (GFAP) pada hipokampus.( Onozuka dkk, 2000)
Universitas Sumatera Utara
II.7. Kerangka Konsepsional
USIA LANJUT
ORAL HIEGINE
TOOTH LOSS
Lama tooth loss
Lama edentulous
Jumlah tooth loss
GANGGUAN MEMORI
Universitas Sumatera Utara