BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pengembangan karir tehadap kinerja telah dilakukan oleh
peneliti terdahulu, diantaranya adalah Burlian (2005) yang meneliti tentang pengaruh pengembangan karir terhadap kinerja pegawai Balai Karantina Ikan Polonia Di Medan. Jumlah sampel sebagai responden adalah seluruh jumlah pegawai Balai Karantina Ikan Polonia Medan berjumlah 26 orang, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi atau disebut juga sebagai sampling jenuh atau istilah lainnya adalah sensus. Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh pengembangan karir terhadap kinerja pegawai pada Balai Karantina Ikan Polonia Medan, yang menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan karir yang diterapkan oleh pimpinan Balai Karantina Ikan Polonia Medan sangat mempengaruhi tingkat kinerja pegawai yang telihat melalui dedikasi, loyalitas, dan prestasi pegawai. Lalu penelitian yang dilakukan oleh Yulianti Hakim mengenai Pengaruh program pengembangan karir dan motivasi kerja tehadap kinerja karyawan Koperasi Bandung. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian sensus yang melibatkan seluruh anggota populasi dalam hal ini adalah seluruh karyawan di Koperasi Nusantara Bandung, yang berjumlah 64 orang. Hasil penelitian yang ditemukan menunjukkan bahwa pengembangan karir belum dilaksanakan dengan pola yang terarah tetapi lebih banyak dilakukan dengan cara trial and error. Selain itu
pengembangan karir dan motivasi secara bersama-sama memberikan pengaruh positif signifikan terhadap variabel kinerja. Perbedaan antara penelitian tersebut diatas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah bahwa penelitian tersebut meneliti tentang pengaruh pengembangan karir dan motivasi terhadap kinerja karyawan. Sedangkan penulis sendiri meneliti mengenai pengaruh pengembangan karir terhadapa kinerja karyawan, sehingga perbedaannya terletak pada variabel independennya yaitu antara pengembangan karir dan motivasi (X1 dan X2) dan pengembangan karir (X). 2.2
Manajemen
2.2.1
Definisi Manajemen Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan., karyawan dan masyarakat. Ada beberapa definisi tentang manajemen pada umumnya, walaupun definisi itu beragam bunyinya, tetapi pada pokoknya unsur-unsur yang ada didalamnya adalah sama diantaranya Hasibuan (2007 : 1) mengatakan bahwa: “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.” Handoko (2009 : 8) mengatakan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan Gulick (2009 : 11) yang dikemukakan oleh Handoko dalam bukunya Manajemen, mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni yang terdiri dari beberapa fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, dan juga merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. 2.2.2
Fungsi Manajemen Menurut Handoko (2009 : 23) fungsi manajemen terdiri dari planning,
organizing, staffing, leading, dan controlling. 1) Planning Rencana-rencana yang dibutuhkan untuk memberikan kepada organisasi, tujuantujuannya, dan menetapkan prosedur terbaik untuk pencapaian tujuan-tujuan itu. 2) Organizing Setelah para manajer menetapkan tujuan-tujuan dan menyusun rencana-rencana atau program-program untuk mencapainya, maka mereka perlu merancang dan mengembangkan suatu organisasi yang akan dapat melaksanakan berbagai program tersebut secara sukses.
3) Staffing Staffing adalah penarikan (recruitment), latihan dan pengembangan, serta penempatan dan pemberian orientasi para karyawan dalam lingkungan kerjayang menguntungkan dan produktif. 4) Leading Sesudah rencana dibuat, organisasi dibentuk dan disusun personalianya, langkah berikutnya adalah menugaskan karyawan untuk bergerak menuju tujuan yang telah ditentukan. 5) Controlling Semua fungsi terdahulu tidak akan efektif tanpa fungsi pengawasan (controlling). Pengawasan (controlling) adalah penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. 2.3
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.3.1
Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi tentunya mempunyai berbagai tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber dayanya yang ada. Sumber daya manusia merupakan aset organisasi paling penting yang harus dimiliki oleh perusahan dan sangat diperhatikan oleh manajemen. (Simamora 2004 : 4). Adapun pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia, penulis kutip dari beberapa para ahli sebagai berikut :
Menurut Simamora (2004 : 4) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia (human resources management) adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. Hasibuan (2007 : 10) menjelaskan manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efesien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sedangkan menurut Flippo yang dituangkan oleh Hasibuan (2007 : 11) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia, adalah: “personnel management is the planning, organizing, directting, integration, maintenance, and separation of human resources to the end that individual, organizational and societal objectives are accomplished”. Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan, dan masyarakat. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dari mulai pengadaan,
pendayagunaan,
pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan, penilaian, dan pemberhentian karyawan untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan dan masyarakat.
2.3.2
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Sudah merupakan tugas manajemen SDM untuk mengelola manusia seefektif
mungkin agar diperoleh suatu satuan SDM yang merasa puas dan memuaskan. Manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen umum yang menfokuskan diri dari SDM. Adapun fungsi-fungsi manajemen SDM menurut Rivai (2004 : 14) dibagi menjadi dua yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional, sebagai berikut: 1) Fungsi Manajerial a. Perencanaan (planning) Perencanaan (planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efesien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. b. Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian (organizing) adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). c. Pengarahan (directing) Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efesien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
d. Pengendalian (controlling) Pengendalian (controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. 2) Fungsi Operasional a. Pengadaan (procurement) Pengadaan (procurement) adalah penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. b. Pengembangan (development) Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. c. Kompensasi (compensation) Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langgsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imabalan jasa yang diberikan sesuai dengan prestasi kerja. d. Pengintegrasian (integration) Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan.
e. Pemeliharaan (maintenance) Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. f. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. g. Pemberhentian (separation) Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. Pelepasan ini diatur oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 1964. 2.4
Pengembangan Karir
2.4.1
Pengertian Karir Karir merupakan bagian dari perjalanan dan tujuan hidup seseorang. Setiap
orang berhak dan berkewajiban untuk sukses mencapai karir yang baik, itulah obsesinya. Anggapan yang sudah mapan dan nyata sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat, bahwa seseorang akan berhasil atau sukses dalam karirnya bilamana seeseorang tersebut sudah menjadi atau menempati posisi manajer atau kepala pada suatu instansi, baik di pemerintahan maupun di swasta. Dengan persepsi semacam ini seseorang mendapatkan pengakuan dan merasa dihargai, dihormati baik
di lingkungan kerja, keluarga maupun di masyarakat. Status dan martabat menjadi terangkat serta menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Menurut Simamora (2004 : 413) karir adalah “Urutan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan dan perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi seseorang selama rentang hidup orang tersebut”. Menurut Handoko (2001 : 123) karir adalah: “Seluruh pekerjaan (jabatan) yang ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang” Dengan demikian, karir merupakan hal yang penting bagi kehidupan sesorang dalam masyarakat sehingga pengembangannya tentu saja menjadi sangat diharapkan sesuai denngan sifat dasar manusia yang cenderung untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dimasa yang akan datang. 2.4.2
Definisi Pengembangan Karir Pengembangan karir sangat diharapkan oleh setiap karyawan, karena dengan
pengembangan ini akan mendapatkan hak-hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya baik material maupun non material misalnya, kenaikan pendapatan, perbaikan fasilitas dan sebagainya. Sedangkan hak-hak yang tidak bersifat material misalnya, status sosial, perasaan bangga, dan sebagainya. Dalam praktek, pengembangan karir lebih merupakan suatu pelaksanaan karir. Menurut Handoko (2001 : 123) pengembangan karir adalah: “Peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir”
Menurut Rivai (2004 : 290) pengembangan karir adalah: “Proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan.” Sedangkan menurut Namawi (2001) pengembangan karir adalah: “Sebagai kegiatan manajemen sumber daya manusia pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan pekerjaan oleh para pekerja agar semakin mampu memberikan kontribusi terbaik dalam mewujudkan tujuan organisasi/perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan yang semakin baik dan meningkat berpengaruh langsung pada peluang bagi seorang pekerja untuk memperoleh posisi/jabatan yang diharapkan.” Dari definisi diatas diatas dapat dilihat bahwa pengembangan karir merupakan suatu kebutuhan yang terus dikembangkan dalam diri seorang pegawai dalam artian menuju jenjang jabatan yang lebih tinggi agar tujuan karir yang diinginkan dapat tercapai serta dapat mewujudkan tujuan organisasi/perusahaan. 2.4.3
Tujuan Pengembangan Karir Tujuan pengembangan karir yang dikemukakan Dubrin dikutip oleh
Mangkunegara (2004 : 77) sebagai berikut: “a) To aid in achieving individual and organizational goals; b) To indicate concern for the welfare of individuals; c) To help individuals realize their potential; d) To strengthen the relationship between the individual and the organization; e) To demonstrate social responbility; f) To aid affirmative action (EEO) program; g) To reduce managerial and professional absolescense; i) To encourage the long-range pointof view.” Secara lebih lanjut pendapat diatas dibahas oleh Mangkunegara sebagai berikut: a)
Membantu dalam pencapaian tujuan individu dan perusahaan. Pengembangan karir membantu pencapaian tujuan perusahaan dan tujuan individu.
b) Menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai. Perusahaan merencanakan karir pegawai dengan kesejahteraannya agar pegawai lebih tinggi loyalitasnya. c)
Membantu pegawai menyadari kemampuan potensi mereka. Pengembangan karir membantu menyadarkan pegawai akan kemampuan untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan potensi keahliannya.
d) Memperkuat hubungan antara pegawai dan perusahaan. Pengembangan karir akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai terhadap perusahaannya. e)
Membuktikan tanggung jawab sosial. Pengembangan karir suatu cara menciptakan iklim yang positif dan pegawai-pegawai menjadi lebih bermental sehat.
f)
Membantu
memperkuat
pelaksanaan
program-program
perusahaan.
Pengembangan karir membantu program-program perusahaan lainnya agar tujuan perusahaan tercapai. g) Mengurangi turnover dan biaya kepegawaian. Pengembangan karir dapat menjadikan turnover rendah dan begitu pula biaya kepegawaian menjadi efektif. h) Mengurangi keusangan profesi dan manajerial. Pengembangan karir dapat menghindarkan dari keusangan dan profesi manajerial. i)
Menggiatkan analisis dari keseluruhanpegawai. Perencanaan karir dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja kepegawaian.
j)
Menggiatkan suatu pemikiran (pandangan) jarak waktu yang panjang. Pengembangan karir berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal ini karena penempatan suatu posisi jabatan memerlukan persyaratan dan kualifikasi yang sesuai dengan porsinya.
2.4.4
Manfaat Pengembangan Karir Pengembangan karir akan mempunyai manfaat bagi pegawai yang
bersangkutan maupun bagi perusahaan. Manfaat pengembangan karir menurut Rivai (2004 : 285) adalah:
a)
Meluruskan strategi dan syarat-syarat karyawan intern.
b) Mengembangkan karyawan yang dapat dipromosikan. c)
Memudahkan penempatan ke luar negeri.
d) Membantu di dalam keanekaragaman tenaga kerja. e)
Mengurangi pergantian.
f)
Menyaring potensi karyawan.
g) Mengurangi penimbunan karyawan. h) Memuaskan kebutuhan karyawan. i)
Membantu perencanaan tindakan secara afirmatif.
2.4.5
Bentuk-Bentuk Pengembangan Karir Bentuk-bentuk pengembangan karir ini sekaligus dijadikan indikator dalam
pengembangan karir, yaitu : 1) Pendidikan dan pelatihan Simamora (2004) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai adalah suatu persyaratan pekerjaan yang dapat ditentukan dalam hubungannya dengan keahlian dan pengetahuan berdasarkan aktivitas yang sesungguhnya dilaksanakan pada pekerjaan. Pendidikan dan pelatihan pegawai merupakan suatu persyaratan pekerjaan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan, keahlian dan pengetahuan berdasarkan aktivitas kerja yang sesungguhnya terinci dan rutin, sehingga dapat menjalankan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Secara umum tujuan suatu program pendidikan dan pelatihan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi perusahaan serta untuk menjembatani kesenjangan antara pengetahuan, keterampilan, serta sikap pegawai yang ada dan diharapkan pendidikan dan pelatihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu maupun kebutuhan perusahaan. 2) Promosi Menurut Hasibuan (2007 : 108) promosi adalah : “Perpindahan yang memperbesar authority dan responsibility karyawan ke jabatan yang lebih tinggi di dalam satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status, dan penghasilannya semakin besar.” Promosi merupakan jenjang kenaikan karir pegawai yang dapat menimbulkan kepuasan pribadi, kebanggaan, memberikan harapan perbaikan dalam penghasilan, menambahkan pengalaman dan pengetahuan baru bagi pegawai yang bersangkutan sekaligus akan menjadi daya dorong bagi pegawai lain. Promosi juga dapat membangkitkan semangat kerja pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. 3) Rotasi penugasan Rivai (2004 : 213) mengatakan bahwa rotasi berupa kepindahan bersifat geografis (pindah kota/pulau), dapat meningkatkan pengaruh/dualcareer families.
Dari sisi psikologis, rotasi diterapkan dalam rangka menghindari kejenuhan yang sifatnya rutinitas semata, dan dalam pengembangan kemampuan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. Rotasi karyawan diperlukan untuk menjaga keseimbangan organisasi. 2.5
Kinerja
2.5.1
Definisi Kinerja Menurut Bastian (dalam Fahmi 2010 : 2) kinerja adalah: “Gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi.” Menurut Rivai (2004 : 309) kinerja adalah: “Perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.” Sedangkan Mangkunegara (2000 : 67) menjelaskan bahwa kinerja (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian suatu kegiatan secara kualitas dan kuantitas yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. 2.5.2
Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja menurut Rivai (2004 :
313) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa lalu Prakteknya masih banyak perusahaan yang menerapkan penilaian kinerja yang berorientasi pada masa lampau, hal ini disebabkan kurangnya pengertian tentang manfaat penilaian kinerja sebagai sarana untuk mengetahui potensi karyawan. Tujuan penilaian kinerja yang berorientasi pada masa lalu adalah : a. Mengendalikan
perilaku
karyawan
dengan
menggunakannya
sebagai
instrumen untuk memberikan ganjaran, hukuman, dan ancaman. b. Mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan promosi. c. Menempatkan karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan tertentu. 2) Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa depan apabila dirancang secara tepat sistem penilaian ini dapat: a. Membantu tiap karyawan untuk semakin banyak mengerti tentang perannya dan mengetahui secara jelas fungsi-fungsinya. b. Merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawan mengerti kekuatankekuatan dan kelemahan-kelemahan sendiri yang dikaitkan dengan peran dan fungsi dalam perusahaan. c. Menambah adanya kebersamaan antara masing-masing karyawan dengan penyelia sehingga tiap karyawan memiliki motivasi kerja dan merasa senang bekerja dan sekaligus mau memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya pada perusahaan. d. Merupakan instrumen untuk memberikan peluang bagi karyawan untuk mawas diri dan evaluasi diri serta menetapkan sasaran pribadi sehingga terjadi pengembangan yang direncanakan dan dimonitor sendiri.
e. Membantu mempersiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada jenjang yang lebih tinggi dengan terus-menrus meningkatkan perilaku dan kualitas bagi posisi-posisi yang tingkatnya lebih tinggi. f. Membantu dalam berbagai keputusan SDM dengan memberikan data tiap karyawan secara berkala. 2.5.3
Kegunaan Penilaian Kinerja Menurut Rivai (2004 : 315) kegunaan penilaian kinerja ditinjau dari berbagai
perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen SDM, yaitu: 1) Posisi tawar. Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan rasional dengan serikat buruh atau langsung dengan karyawan. 2) Perbaikan kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan. 3) Penyesuaian kompensasi. Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan dalam penyesuaian ganti-rugi, mnentukan siapa yang perlu dinaikkan upahnyabonus atau kompensasi lainnya. 4) Keputusan penempatan. Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja. 5) Pelatihan dan pengembangan. Kinerja buruk mengindikasi adanya suatu kebutuhan untuk latihan.
6) Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik penilaian kinerja dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karir karyawan. 7) Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk memberikan kekuatan dan kelemahan prosedur staffing departemen SDM. 8) Defisiensi proses penempatan karyawan. Kinerja yang baik atau buruk mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan karyawan di departemen SDM. 9) Ketidakakuratan informasi. Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem informasi manajemen SDM. 10) Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin merupakan suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat mendiagnosis kesalahan ini. 11) Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kinerja yang akurat terkait dengan pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak bersifat diskriminatif. 12) Mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor luar lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, keuangan, kesehatan, atau hal lain seperti hal pribadi. Jika faktor ini tidak dapat diatasi karyawan, departemen SDM mungkin menyediakan bantuan. 13) Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja. Departemen SDM biasanya mengembangkan penilaian kinerja bagi karyawan di semua departemen.
14) Umpan balik ke SDM. Kinerja baik atau buruk diseluruh perusahaan mengindikasikan seberapa baik departemen SDM berfungsi. Perusahaan tidak cukup hanya mempunyai sistem penilaian, tetapi sistem tersebut harus efektif, diterima, dan dapat digunakan dengan baik. Dengan kondisi seperti itu, penilaian kinerja dapat mengidentifikasi apa yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas SDM yang berhubungan dengan analisis pekerjaan dan desain, perencanaan SDM, struktur karyawan, orientasi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan, dan perencanaan karir.
Penilaian Kinerja : 1.Ukuran kinerja 2.Standar kinerja
Kinerja Karyawan
Keputusa n SDM
Umpan Balik Karyawan
Dokumen Karyawan
Gambar 2.1: Mekanisme penilaian kinerja karyawan (Sumber : Rivai, 2004 : 317)
Gambar tersebut menyebutkan bahwa dalam melaksanakan salah satu fungsinya, bagian personalia atau MSDM akan melakukan penilaian atas kinerja yang dilakukan karyawannya dengan menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya, dan standar kinerja sebagai acuan karyawan untuk melakukan pekerjaan. Elemen dan proses penilaian kinerja harus dikaitkan dengan usaha pencapaian hasil kerja yang diterapkan, maka sebelumnya harus ditentukan tujuan-tujuan setiap pekerjaan, kemudian penentuan standar kinerja serta ukurannya, diikuti dengan penentuan metode penilaian, pelaksanaan dan evaluasi. Proses tersebut dapat dilihat seperti Gambar 2.1. 2.5.4
Metode Penilaian Kinerja Menurut Hariandja (2002 : 204) metode penilaian kinerja secara garis besar
dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu: 1) Penilaian yang berorientasi pada masa lalu dan 2) Penilaian yang berorientasi pada masa depan. Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan sebagai perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan. Melalui hasil penilaian tersebut dapat dilakukan usaha untuk mengubah perilaku kerja atau pengembangan karyawan. Beberapa metode penilaian ini terdiri dari : a.
Rating scale Rating scale adalah penilaian yang didasarkan pada suatu skala, dari yang sangat memuaskan, memuaskan, cukup, sampai kurang memuaskan, pada standar-
standar unjuk kerja seperti inisiatif, tanggung jawab, hasil kerja secara umum, dan lain-lain. b.
Checklist Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah pegawai sudah memenuhi atau melakukannya. Standar-standar unjuk kerja misalnya pegawai hadir dan pulang tepat waktu, pegawai patuh pada atasan, dan lain-lain. Penilai disini adalah atasan langsung.
c.
Critical incident technique Critical incident technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang tidak baik. Penilaian dilakukan melalui observasi langsung ketempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut.
d.
Skala penilaian berjangkarkan perilaku Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviorally anchored rating scaleBARS) adalah penilaian yang dilakukan dengan menspesifikasi unjuk kerja dalam dimensi-dimensi tertentu, misalnya dosen di perguruan tinggi dimensidimensi unjuk kerjanya adalah memberikan pengajaran, melakukan penelitian, memberikan bimbingan pada mahasiswa, dan membuat soal. Selanjutnya, masing-masing dimensi diidenfitikasi berdasarkan perilaku tertentu, baik perilaku yang sangat diharapkan atau perilaku tidak baik.
e.
Metode perbandingan kelompok Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti pemeringkatan (ranking method) yaitu keseluruhan pegawai dalam satu kelompok diurutkan mulai yang terbaik hingga yang terburuk, pengelompokkan pada klasifikasi yang sudah ditentukan (force distribution) yaitu dengan cara membuat distribusi atau klasifikasi, pemberian poin atau angka (point allocation method) yaitu semua pegawai yang dinilai diberi poin atau nilai diurutkan dari yang terbesar hingga yang terkecil, dan metode perbandingan dengan pegawai lain (paired comparison) yaitu setiap pegawai dibandingkan dengan pegawai lain untuk menentukan siapa yang terbaik, kemudian pegawai yang terbaik adalah pegawai yang memiliki jumlah terbaik dibandingkan dengan yang lain. Metode penilaian masa yang akan datang diartikan dengan penilaian akan
potensi seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang. Metode-metode penilaian ini terdiri dari : a.
Penilaian diri sendiri Penilaian diri sendiri adalah penilaian pegawai untuk diri sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b.
Management by objective (MBO) Management by objective adalah program manajemen yang melibatkan pegawai dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang dicapainya, yang dapat dilakukan melalui prosedur: atasan menginformasikan
tujuan yang akan dicapai unit kerjanya yang merupakan terjemahan dari tujuan yang lebih atas, dan tentunya
dengan tantangan-tantangan yang mungkin
dihadapi dalam pencapaian tujuan tersebut. c.
Penilaian secara psikologis Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti intelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologis.
d.
Assessment centre Assessment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan interview mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja, diskusi terbuka, dan mensimulasikan pekerjaan dalam bentuk pengambilan keputusan dari suatu masalah untuk mengetahui kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan, dan potensi seseorang.
2.5.5
Jenis Penilaian Kinerja Jenis-jenis penilaian kinerja menurut Rivai (2004 : 323) ada enam, yaitu:
1) Penilaian hanya oleh atasan 2) Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
3) Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih individu untuk bermusyawarah dengannya, atasan langsung yang membuat keputusan akhir. 4) Penilaian melalui keputusan komite: sama seperti pada pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir, hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas. 5) Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti pada kelompok staf, namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen. 6) Penilaian oleh bawahan dan sejawat. 2.5.6
Faktor Yang Menghambat Dalam Penilaian Kinerja Penilai sering tidak berhasil untuk meredam dalam menilai prestasi kinerja
karyawan, hal ini menyebabkan penilaian menjadi bias. Bias adalah distorsi pengukuran yang tidak akurat. Bias ini mungkin terjadi sebagai akibat ukuran-ukuran yang digunakan bersifat subjektif. Menurut Rivai (2004 : 317) faktor-faktor yang menghambat dalam penilaian kinerja adalah: 1) Kendala hukum/legal Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah dan tidak legal. Apapun format penilaian kinerjayang digunakan oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, setiap keputusan hendaknya objektif dan sesuai dengan hukum. 2) Bias oleh penilai Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk yang umumnya adalah:
a. Hallo
effect.
Hallo
effect
terjadi
ketika
pendapat
pribadi
penilai
mempengaruhi pengukuran kinerja baik dalam arti positif maupun negatif. b. Kesalahan kecenderungan terpusat. Beberapa penilai tidak suka menempatkan karyawan ke posisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang dinilai sangat positif atau sangat negatif. c. Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras. Bias karena terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan. Bias karena terlalu keras adalah kebalikannya, diakibatkan oleh penilai yang terlalu ketat dalam mengevaluasi mereka. d. Bias karena penyimpangan lintas budaya. Setiap penilai mempunyai harapan tentang tingkah laku manusia yang didasarkan pada kulturnya. Ketikas seorang penilai diharuskan untuk menilai dari karyawan yang berbeda kultur, mereka mungkin menerapkan budayanya terhadap karyawan tersebut. e. Prasangka pribadi. Sikap tidak suka seorang penilai terhadap sekelompok orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang karyawan. f. Pengaruh kesan terakhir. Ketika penilaian diharuskan menilai kinerja karyawan pada masa lampau, kadang-kadang penilai mempersepsikan dengan tindakan karyawan pada saat ini yang sebetulnya tidak berhubungan dengan masa lampau. Jadi kinerja karyawan dinilai berdasarkan penampilan karyawan saat ini sekarang yang masih dinilai oleh penilai.
2.5.7
Indikator Dalam Kinerja Menurut Sulistiyanti (2003 : 228) yang menjadi indikator dalam variabel
Kinerja Karyawan sebagai berikut: 1) Prestasi kerja, yaitu hasil kerja karyawan baik kualitas maupun kuantitas, sesuai standar yang ditetapkan organisasi. 2) Disiplin kerja, yaitu kepatuhan karyawan terhadap ketentuan organisasi dan ketepatan waktu penyelesaian tugas/pekerjaan sesuai standar waktu yang telah ditetapkan. 3) Efektivitas dan Efisiensi kerja, yaitu kemampuan memanfaatkan segala sumber daya organisasi secara tepat, sehingga tugas-tugas dapat diselesaikan tepat waktu dengan hasil maksimal. 4) Tanggung jawab, yaitu kesiapan karyawan dalam mengemban tugas dan kewenangan sesuai dengan jabatan yang dipangkunya, termasuk kesiapan menanggung segala akibat yang terjadi dari pekerjaanya. 5) Hubungan antar sesama, yaitu kemampuan untuk memilihara hubungan yang harmonis antar sesama karyawan dan hubungan antar atasan dengan bawahan dalam rangka meningkatkan kerja sama. 2.6
Hubungan pengembangan Karir Dengan Kinerja Pegawai Didasarkan pada kenyataan bahwa seorang karyawan akan membutuhkan
serangkaian pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkembang untuk bekerja dengan baik dan suksesi posisi yang ditemui selama karirnya, maka pengembangan karir merupakan hal yang penting dilakukan untuk merubah sumber daya manusia yang dimiliki organisasi, dari suatu keadaan ke keadaan lainyang lebih baik melalui
pendidikan jangka panjang dan pengalaman belajar dalam mempersiapkan pegawai untuk tanggung jawab di masa mendatang. Kinerja karyawan adalah hasil kerja sama secara kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, kehadiran dan mempunyai dampak interpersonal dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pengembangan karir bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia organisasi yang handal dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tujuan pengembangan karir pada akhirnya adalah untuk menciptakan karyawan yang memiliki kinerja yang baik dengan cara meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat berkinerja lebih baik. Jika kinerja karyawan sebelumnya adalah positif, maka pengembangan karir yang diberikan bertujuan untuk semakin meningkatkan prestasi karyawan tersebut dalam proses menapaki jenjang karir. Sedangkan bila kinerja sebelumnya negatif, maka tujuan pengembangan karir adalah untuk memperbaikinya agar menjadi baik dan positif. Dengan dilakukannya pengembangan karir dengan cara pendidikan dan pelatihan, promosi dan rotasi penugasan dapat meningkatkan kinerja karyawan yang ditandai dengan prestasi kerja yang baik, disiplin kerja yang meningkat, ketepatan waktu, kehadiran yang optimal, dan hubungan antar karyawan yang baik.