BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Tradisional Obat tradisional yang diperlukan oleh masyarakat adalah obat tradisional yang mengandung bahan atau ramuan bahan yang dapat memelihara kesehatan, mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan. Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sedian sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai obat disebut simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum menglami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Bukan yang pertama kali Badan Pengawas Obat dan Makanan menarik obat tradisional dari peredaran. Seperti halnya yang terjadi, beberapa macam obat tradisional dan suplemen berkhasiat menambah stamina pria ditarik dari peredaran. Obat-obat itu mengandung bahan kimia obat. Bahan kimia obat keras itu dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat mematikan jika digunakan tanpa resep dokter (Anonim, 2008). Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan,
Universitas Sumatera Utara
pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Suyono, 1996). Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku (Dirjen POM, 1994). Menurut Materia Medika Indonesia (1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: a. Simplisia nabati Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. b. Simplisia hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. c. Simplisia pelikan (mineral) Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam campuran obat tradisional karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas.
Universitas Sumatera Utara
Dengan sendirinya apabila zat berkhasiat (obat) ini dicampurkan dengan ramuan obat tradisional dapat berakibat buruk bagi kesehatan (Dirjen POM, 1986). 2.2 Tanaman obat Para ahli mengelompokkan tanaman obat berkhasiat menjadi tiga kelompok sebagai berikut: 1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat dan penggunaanya dapat dipertanggung jawabkan secara klinis. 3. Tumbuhan obat potensial merupan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan penggunaanya secara ilmiah medis sebagai bahan obat. Menurut para ahli tanaman obat didefenisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan (Widyastuti, 2004). Bahan baku obat tradisional sebagian besar berasal dari tanaman, baik keseluruhan maupun bagian dari tanaman seperti daun, buah, akar, kulit dan batang. Bahan tersebut dapat dimanfaatkan dalam keadaan segar maupun kering (Mursito, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Simplisia yang terdapat dalam jamu Menurut Depkes RI. (1989), simplisia yang terdapat dalam jamu adalah sebagai berikut: -
Zingiberis Rhizoma Lempuyang wangi adalah Zingiberis aromaticum L. Mengandung Penggunaan
: minyak atsiri seperti : limonen dan zerumben. : anti kejang, penghilang rasa sakit, asma, rematik, dan radang lambung.
-
Phyllantnus Urinarialin Meniran adalah Phyllantnus urinarialin. Mengandung : Saponin, flavonoid, filantin, hipopilantin dan tannin. Penggunaan
-
: peluruh seni, peluruh haid, diare, dan demam.
Mimosae Pudicae Folium Daun putri malu adalah daun Mimosa pudicae L., suku Minosaceae.
-
Mengandung
: Tanin 6,8 %, flavonoid, steroid/triterpenoid, sterol.
Penggunaan
: anti inflamasi.
Capsicum Frutescents L Cabe rawit adalah Capsicum frutescents L., suku Solanaceae. Menandung
: Kapsaisin 0,02%, alkaloid atsiri, resin, minyak lemak dan Vitamin C.
Penggunaan
: stimulant dan karminatif.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Jamu Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia. Belakangan populer dengan sebutan herba atau herbal. Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang dan buah. Ada juga menggunakan bahan dari tubuh hewan, seperti empedu kambing atau tangkur buaya (Suyono, 1996). 2.5 Obat Analgetika Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri yang berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan yakni 44-45oC (Tan dan Kirana, 2002). 2.5.1 Parasetamol Asetaminofen
(parasetamol)
merupakan
metabolit
dari
fenasetin.
Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Ambang nyeri didefenisikan sebagai tingkat (level) di mana nyeri dirasakan untuk pertama kali. Jadi, intensitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang, ambang nyeri adalah konstant (Tan dan Kirana, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.1 Sifat Zat Berkhasiat Menurut Dirjen POM. (1995), sifat-sifat parasetamol adalah sebagai berikut: Sinonim
: 4-Hidroksiasetanilida
Berat Molekul
: 151.16
Rumus Empiris
: C8H9NO2.
Rumus bangun
:
2.5.1.2 Sifat fisika Pemerian Kelarutan
: Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam etanol.
Jarak lebur
: Antara 168o dan 172o.
2.5.1.3 Indikasi Di Indonesia, penggunaan parasetamol yaitu sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik (kerusakan pada ginjal). Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Penggunaannya
Universitas Sumatera Utara
untuk meredakan demam tidak seluas penggunaannya sebagai analgesik (Moko, 2008). 2.5.1.4 Efek Samping Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu (Tan dan Kirana, 2002). 2.6 Kromatografi Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk tekhnik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh TSWEET, telah menggunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna dan nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stasionary) dan yang lain fasa bergerak (mobile), pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini . Senyawa pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara fasa-fasa bergerak dan tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985). 2.6.1 Kromatografi lapis tipis Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan. Disamping menghasilkan pemisahan yang baik, juga membutuhkan waktu yang lebih cepat.
Universitas Sumatera Utara
Plat kromatografi dibuat dengan cara penjerap padat yang berbentuk bubukan halus dibuat menjadi bubur (slury) dengan air (kurang umum dengan zat cair organik yang mudah menguap) dan dibentang diatas plat glas. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kirakira 100oC selama 30 menit. Senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis diidentifikasi dengan melihat flourosensi dalam sinar ultraviolet. Dan mencari harga Rf. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu: 1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga-harga Rf meskipun mengunakan fasa bergerak dalam solut yang sama, tetapi hasil akan dapat diperoleh jika menggunakan penyerap yang sama juga ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen. 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap Meskipun dalam prakteknya tebal dan lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat. 4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa bergerak
Universitas Sumatera Utara
Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan. 5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan. 6. Tekhnik percobaan Arah dalam mana pelarut bergerak diatas plat. (metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun tekhnik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan). 7. Jumlah cuplikan yang digunakan Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf. 8. Suhu Pemisan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan–perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fasa. 9. Kesetimbangan Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam
Universitas Sumatera Utara
bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang terbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dari pada bagian tengah. keadaan ini harus dicegah. Alat kromatografi lapis tipis yaitu lempengan kaca, dengan tebal serba rata dengan ukuran yang sesuai, umumnya 20 x 20 cm. Bejana kromatografi yang dapat memuat satu atau lebih lempeng kaca dan dapat ditutup seperti tertera pada kromatografi menaik (Sastromidjojo, 1985). 2.7 Spektrofotometri 2.7.1 Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Spektrofotometer UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks didalam larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hydrogen atau deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang, Seperti prisma atau monokromtor. Panjang gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak. Sedangkan frekwensi adalah
Universitas Sumatera Utara
kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang. Bilangan gelombang (V) adalah satu satuan perpanjang gelombang (Dachriyanus, 2004).
Universitas Sumatera Utara