10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka. 2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen, yang berarti merupakan suatu usaha untuk mengarahkan dan mengelola sumber daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berfikir dan bertindak sebagaimana yang diharapkan organisasi. Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh karyawan yang dapat mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang diinginkan organisasi, sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal karena
ketidakmampuannya
dalam
mengelola
sumber
daya
manusia.Untuk lebih memperjelas pengertian dari manajemen sumber daya manusia, berikut ini penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli : Menurut Hasibuan (2007:10): “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi. Unsur MSDM adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada organisasi. Dengan demikian, fokus yang dipelajari MSDM ini
11
hanyalah masalah yang berhubungan dengan tenaga manusia saja. Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia.” Sedangkan Menurut Samsudin (2006:22): “Manajemen sumber daya manusia merupakan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan agar sumber daya manusia dalam organisasi dapat didayagunakan secara efektif dan efisien guna mencapai berbagai tujuan.” Secara singkat “sumber daya manusia” mengandung prestasi yang berkaitan dengan kondisi manusia pada umumnya, baik yang berasal dari dalam organisasi maupun yang berasal dari
luar organisasi. Namun
dalam pembahasan ini kita memfokuskan kepada sumber daya manusia dalam pengertian sempit yaitu manusia di dalam organisasi. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai model (non material/ non financial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
12
2.2 Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan Definisi pengawasan menurut beberapa ahli diantaranya adalah sebagai berikut : Menurut Basu Swasta (2005) : “Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”.
Menurut Komaruddin (2006) : “Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan awal untuk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.
Menurut Robert J. Mockler (2005) : “pengawasan yaitu usaha sistematik menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar, menentukan dan mengukur deviasi-deviasai dan mengambil tindakan koreksi yang menjamin bahwa semua sumber daya yang dimiliki telah dipergunakan dengan efektif dan efisien.”
13
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
diatas
dapat
ditarik
kesimpulanbahwa pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik. Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya. . 2.2.2 Fungsi dan Tujuan Pengawasan Suprapto (2009:86) menyatakan fungsi pengawasan yaitu suatu proses untuk menetapkan pekerjaan yang sudah dilakukan, menilai dan mengoreksi agar pelaksanaan pekerjaan itu sesuai dengan rencana semula. Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi. Kegiatan dalam Fungsi Pengawasan dan Pengendalian :
Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan
14
Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan
Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis
Masimamgun (2010:88) tujuan dilaksanakan pengawasan adalah : 1. untuk menjadikan pelaksanaan dan hasil kegiatan sesuai dengan rencana dan tujuan. 2. Untuk memecahkan masalah 3. Untuk mengurangi resiko kegagalan suatu rencana 4. Untuk membuat perubahan – perubahan maupun perbaikan – perbaikan. 5. Untuk mengetahui kelemahan – kelemahan pelaksaannya
2.2.3 Jenis – jenis Pengawasan Masimamgun (2010:87) jenis-jenis pengawasan dapat ditinjau dari 3 segi: a. Pengawasan dari segi waktu Pengawasan dari segi waktu dapat dilakukan secara preventif dan secara reprensif. Alat yang dipakai dalam pengawasan ialah perencanaan budget, sedangkan pengawasan secara repensif alat budget dan laporan.
15
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal. Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah
itu,
dilakukan
pemeriksaan
dan
pengawasannya
untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan. b. Pengawasan dilihat dari segi obyektif. Pengawasan dari segi obyektif ialah pengawasan terhadap produksi dan sebagainya. Ada juga yang mengatakan karyawan daru segi obyek merupakan pengawasan secara administratif dan pengawasa operatif. Contoh pengawasan administratif
16
ialah pengawasan anggaran, inspeksi, pengawasan order dan pengawasan kebijaksanaan. c. Pengawasan dari segi subyek. Pengawasan dari segi subyek terdiri dari pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Berdasarkan beberapa konsep di atas, maka yang dimaksud dengan pengawasan pada penelitian ini merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Adapun indikator pengawasan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada sistem pengendalian yang efektif yaitu : 1. Ketepatan, sebuah sistem pengendalian yang menghasilkan informasi yang tidak tepat dapat membuat manajemen lupa mengambil tindakan manakala seharusnya bertindak atau menanggapi suatu masalah yang sebetul tidak ada, 2. Tepat Waktu, pengendalian seharusnya menggugah perhatian para manajer terhadap penyimpangan tepat pada waktunya guna mencegah akibat serius terhadap kinerja sebuah unit, 3. Hemat, sebuah sistem pengendalian harus hemat dalam penerapanya, dan harus bisa memberikan manfaat dalam kaitannya dengan biaya yang ditimbulkannya,
17
4. Fleksibel, bisa menyesuaikan dengan perubahan yang tidak bersahabat atau untuk mamanfaatkan peluang baru, 5. Bisa dipahami, oleh para penggunaannya, 6. Kriteria (standar) yang masuk akal, bisa dicapai karena bila kriteria itu terlampau tinggi atau tidak masuk akal, maka tidak akan lagi memotivasi, 7. Penempatan yang strategis, para manajer tidak mungkin mengendalikan segala sesuatu yang berlangsung dalam organisasi, seandainya mampu manfaatkanya tidak akan dapat menutupi biayanya, 8. Tekanan pada perkecualian, para manajer yang tidak mampu mengendalikan semua kegiatanya, seharus menempatkan alat pengendali strategis ditempat di mana alat itu dapat meminta perhatian hanya bagi perkecualian, 9. Multikriteria, para manajer dan karyawan akan berusaha untuk “tampil bagus” pada kriteria yang dikendalikan. Multi Kriteria mempunyai dampak positif ganda, karena lebih sulit dimanipulasi ketimbang kriteria tunggal. Kriteria tersebut dapat mengurangi usaha untuk sekedar tampil “bagus”, juga karena kinerja jarang dapat dinilai secara obyektif dari satu indikator saja, multi kriteria memungkinkan penilaian kinerja yang lebih akurat,
18
10. Tindakan koreksi, sebuah sistem pengendalian yang efektif bukan saja menunjukkan kapan terjadi penyimpangan yang berarti dari standar, melainkan juga menyarankan tindakan apa yang harus diambil untuk membetulkan penyimpangan tadi..
2.2.4 Tipe- Tipe Pengawasan Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000, hal. 589) : a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control) Prosedur-prosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya
dibandingkan
Dipandang
dari
dengan sudut
hasil-hasil prespektif
yang
direncanakan.
demikian,
maka
kebijaksanaan¬kebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman untuk tindakan masa mendatang. Tetapi, walaupun demikian penting untuk membedakan tindakan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan mengimplementasikannya. Merumuskan kebijakan-kebijakan termasuk
dalam
fungsi
perencanaan
sedangkan
tndakan
mengimplementasi kebijaksanaan merupakan bagian dari fungsi pengawasan. Pengawasan pendahuluan meliputi:
19
b.
1.
Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia.
2.
Pengawasan pendahuluan bahan-bahan.
3.
Pengawasan pendahuluan modal
4.
Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya finansial
Pengawasan Pada Waktu Kerja Berlangsung (concurrent control) Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk: 1.
Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode¬-metode serta prosedur-prsedur yang tepat.
2. Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Proses memberikan pengarahan
bukan saja meliputi cara dengan apa petunjuk-petunjuk dikomunikasikan tetapi ia meliputi juga sikap orang-orang yang memberikan penyerahan.
c.
Pengawasan Feed Back (feed back control) Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal,
20
sebagai
landasan
untuk
mengoreksi
tindakan-tindakan
masa
mendatang.
2.2.5 Tahap-tahap Pengawasan Dalam melakukan pengawasan terhadap bawahan yang dilakukan oleh manajer ataupun atasan maka perIu dilakukan tahapan atau proses pengawasan. Menurut Kadarman (2001, hal. 161) langkah-langkah proses pengawasan yaitu:
1. Menetapkan Standar Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengawasan, maka secara logis hal irri berarti bahwa langkah pertama dalam proses pengawasan adalah menyusun rencana. Perencanaan yang dimaksud disini adalah menentukan standar. 2. Mengukur Kinerja
Langkah kedua dalam pengawasan adalah mengukur atau mengevaluasi kinerja yang dicapai terhadap standar yang telah ditentukan. 3. Memperbaiki Penyimpangan Proses pengawasan tidak lengkap jika tidak ada tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
21
Sedangkan menurut G. R. Terry dalam Sukama (1992, hal. 116) proses pengawasan terbagi atas 4 tahapan, yaitu: 1. Menentukan standar atau dasar bagi pengawasan. 2. Mengukur pelaksanaan 3. Membandingkan
pelaksanaan
dengan
standar
dan
temukanlah
perbedaan jika ada. 4. Memperbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa proses pengawasan dilakukan berdasarkan beberapa tahapan yang harus dilakukan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan standard perencanaan sehingga dalam melakukan pengawasan manajer mempunyai standard yang jelas. Hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah mengukur kinerja pegawai, sejauh mana pegawai dapat menerapkan perencanaan yang telah dibuat atau ditetapkan perusahaan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara optimal. Kemudian setelah menetapkan standar dan mengukur kinerja maka hal yang perlu dilakukan adalah membandingkan pelaksanaan dengan standar yang telah membandingkan pelaksanaan dengan standar yang telah ditetapkan. Dan yang terakhir adalah
22
melakukan perbaikan jika ditemukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
2.2.6 Pentingnya Pengawasan Suatu prganisasi akan berjalan terus dan semakin komplek dari waktu ke waktu, banyaknya orang yang berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah dilakukan, inilah yang membuat fungsi pengawasan semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya. Ada beberapa alasan mengapa pengawasan itu penting, diantaranya :
Perubahan lingkungan organisasi Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menerus dan tak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, diketemukannya bahan baku baru dsb. Melalui fungsi pengawasannya manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan yang terjadi.
Peningkatan kompleksitas organisasi
23
Semakin besar organisasi, makin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin kualitas dan profitabilitas tetap terjaga. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan efektif.
Meminimalisasikan tingginya kesalahan-kesalahan Bila para bawahan tidak membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi
sering
membuat
kesalahan.
Sistem
pengawasan
memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.
Kebutuhan manager untuk mendelegasikan wewenang Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menen-tukan apakah bawahan telah melakukan tugasnya adalah dengan mengimplementasikan sistem penga-wasan.
Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi Langkah terakhir adalah pembandingan penunjuk dengan standar, penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian pengambilan tindakan.
24
2.3 Motivasi Kerja. 2.3.1 Pengertian Motivasi Unsur motivasi pegawai merupakan unsur yang penting dalam suatu organisasi, baik itu organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta. Karena dengan adanya motivasi yang kuat dari pegawai maka pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Motivasi berasal dari kata latin ” Movere ” yang berarti ” Dorongan atau daya penggerak ” motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. Motivasi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap individu pegawai mau bekerja dan antusias atau mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Siagian (2006 : 93) Pengertian Motivasi menurut Siagian (2006 : 94) yang mengacu pada American Encyclopedia adalah That predisposition ( it self the subject of mach controversy ) within the individual which arouser sustain and direct his belaviour. Motivation is volve such factor as biological and emotional need a that can only be inferred from observation behaviour. Motivasi adalah kecenderungan ( suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan ) dalam diri seseorang yang membangkitkan tompangan dan mengarahkan tindakan-tindaknya. Motivasi meliputi faktor kebutuhan
25
biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi. Ada beberapa pendapat para ahli dalam memberikan pengertian motivasi yang diantaranya adalah Menurut Malthis (2001): “Motivasi merupakan hasrat didalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan”.
Menurut (Robins dan Mary, 2005): “Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukan minat individu terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan”. Sedangkan Hasibuan (2004): “Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal”.
26
Dari beberapa definisi tentang motivasi dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan dari apa yang dibutuhkannya. Dalam memotivasi karyawan, manager harus mengetahui motif dan motivasi yang diinginkan karyawan sehingga karyawan mau bekerja ikhlas demi tercapainya tujuan perusahaan.
2.3.2 Jenis-jenis Motivasi Kerja Ada dua jenis motivasi menurut Hasibuan (2004: 222) , yaitu sebagai berikut: 1. Motivasi Positif Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan memotivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja. 2. Motivasi negatif Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaaanya kurang baik. Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang akan berakibat kuarang baik.
27
2.3.3
Tujuan Motivasi Didalam perusahaan motivasi berperan sangat penting dalam meningkatkat kinerja karyawan. Tujuan dalam memberikan motivasi kerja terhadapa karyawan agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dengan demikian berarti juga mampu memelihara dan meningkatkan moral, semangat dan gairah kerja, karena dirasakan sebagai pekerjaan yang menantang. program dengan cara ini suatu organisasi dapat mendorong berkembangnya motivasi berprestasi dalam suatu perusahaan, yang akan memacu tumbuh dan berkembangnya persaingan sehat antara individu/tim kerja dalam suatu perusahaan. Menurut Hasibuan (2007:146) tujuan pemberian motivasi kepada karyawan adalah untuk : a.
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawa. Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
b.
Meningkatkan produktivitas karyawan Dengan produktivitas yang tinggi, aktivitas yang dilakukan akan diselesaikan dengan baik, sehingga akan memberikan keuntungan pada perusahaan.
28
c.
Meningkatkan kedisiplinan karyawan. Kedisiplinan
menjadi
kunci
terwujudnya
tujuan
perusahaan,
karyawan dan masyarakat. Dengan disiplin yang baik berarti karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semau tugasnya dengan baik. d.
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. Rekan kerja yang ramah dan mendukung, atasan yang ramah, memahami, menghargai dan menunjukan keberpihakan kepada bawahan akan menciptakan hubungan kerja yang baik.
e.
Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipatif karyawan. Karyawan ikut berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini, karyawan merasa ikut bertanggung jawab dan tercapainya tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah kerjanya akan meningkat.
f.
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugastugasnya Dengan mempunyai motivasi yang tinggi maka karyawan akan mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugastugasnya, dan karyawan tersebut kan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
29
2.3.4
Perbedaan Motivasi Eksternal & Internal dalam lingkungan kerja 1. Motivasi eksternal Motivasi eksternal menjelaskan kekuatan yang ada di dalam individu yang dipengaruhi oleh faktor internal yang dikendalikan oleh manajer, yaitu meliputi penghargaan, kenaikan pangkat dan tanggung jawab. Motivasi eksternal meliputi faktor pengendalian oleh manajer yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan seperti halnya gaji atau upah, keadaan kerja dan kebijaksanaan perusahaan dan pekerjaan
yang
mengandung
hal-hal
seperti
penghargaan,
pengembangan dan tanggung jawab. Manajer perlu mengenal motivasi eksternal untuk mendapatkan tanggapan yang positif dari karyawannya. Tanggapan yang positif ini menunjukkan bahwa bawahan sedang bekerja demi kemajuan perusahaan. Manajer dapat menggunakan motivasi eksternal yang positif maupun negatif. Motivasi positif merupakan penghargaan atas prestasi yang sesuai, sedangkan motivasi negatif mengenakan sanksi jika prestasi tidak dapat dicapai. 2. Motivasi Internal Motivasi internal merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Efek motivasi terhadap kinerja karyawan akan tercipta jika
30
motivasi internal ini sudah ada. Motivasi internal berperan penting dalam menciptakan prestasi kerja yang tinggi dan terus menerus. Banyak perlakuan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan motivasi internal, antara lain memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi. Memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan serta membuka peluang bagi promosi karir, dan sebagainya.
Lingkungan Kerja : 1. Upah gaji yang baik dan layak Motivasi Eksternal
2. Kondisi kerja yang baik 3. Supervisi yang baik Lingkungan Kerja : 1. Pekerjaan yang sesuai dengan
Motivasi Internal
keinginannya/menyenangkan 2. Pekerjaan yang menarik 3. Pekerjaan yang menantang
Pada tabel diatas adalah pandangan dari William dan Devis (2000 : 253) yang membedakan lingkungan kerja motivasi eksternal dan internal, Berikut aspek-aspek dari lingkungan kerja diatas terdiri dari :
31
1. Motivasi Eksternal a. Pemberian upah/gaji untuk memenuhi kebutuhan fisik minimal maupun untuk kebutuhan hidup minimal. b. Tanpa upah/gaji yang layak sulit untuk mengharapkan atau bahkan memaksa SDM agar memberikan kontribusi maksimal dalam melaksanakan tugas pokoknya. c. Kondisi kerja yang baik, perasaan puas dan senang dalam bekerja dilingkungan organisasi, sangat dipengaruhi oleh kondisi kerja, baik yang bersifat fisik/material maupun psikis/non material. Kondisi kerja yang bersifat fisik menyangkut factor sarana dan prasarana, seperti luas ruangan termaksut penataan dalam ruangan, ketersedian perlengkapan dan peralatan kerja yang mutahir dan lain-lain. Sedangkan faktor psikis/non material mengenai antara hubungan atasan dengan bawahan yang lain. d. Supervisi yang baik sebagai kegiatan mengamati, menilai dan membantu SDM agar bekerja secara efektif
dan efisien,
merupakan salah satu kegiatan prilaku organisasi, karena tujuan untuk
terus
menerus
memperbaiki,
meningkatkan
dan
menyempurnakan keterampilan dalam bekerja.William dan Devis (2000:253).
32
2. Motivasi Internal a. Pekerjaan yang menyenangkan, pekerjaan yang bebas dari tekanan dan paksaan, disamping mudah atau tidak rumit melaksanakannya. Namun pekerjaan yang berat dan komplek juga akan menyenangkan, jika dikerjakan dalam suasana kerja yang saling bantu membantu dan tolong menolong atau dalam suasana kerjasama yang efektif dan efisien. b. Pekerjaan yang menarik, setiap SDM akan menyenangi bekerja dalam bidang yang sesuai dengan potensi, latar belakang pengalaman, pendidikan, keterampilan dan keahlian atau profesionalisme yang dikuasainya Kesesuaiannya itu membuat pekerjaannya dirasakan menarik karena mencakup sesuatu yang sudah dikenal dan dipahaminya. c. Pekerjaan yang menantang, motivasi kerja tidak saja timbul karena pekerjaan yang menyenangkan, tetapi juga yang menantang untuk mencapai suatu prestasi, sebagai sukses yang diinginkan oleh setiap pekerja (SDM). Dengan kata lain pekerjaan yang menantang cenderung akan menimbulkan motivasi berprestasi melalui kemampuan berkompentisi secara sehat dalam arti jujur dan sportif, sejalan dengan kemampuan
33
bekerjasama yang efektif dan efisien.William dan Devis (2000 : 253).
2.3.5 Proses Motivasi Setiap individu dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan dan tujuan berbeda-beda tergantung dari umur, pendidikan dan latar belakang keluarga.begitu juga karyawan dalam perusahaan mempunyai keinginan dan tujuan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya sehingga mendorong ia berprilaku tertentu guna memenuhi kebutuhannya. Menurut Siagian (2006:95) mengemukakan bahwa proses motivasi adalah sebagia berikut :
Gambar 2.1 Proses motivasi
Kebutuhan yang dirasakan
Timbulnya ketegangan
Sumber : Siagian (2006:95)
Dorangan
Upaya mencari
Kebutuhan dipuaskan
Ketegangan berkurang
34
Bagan di atas menunjukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam kehidupan manusia, selalu timbul kebutuhan dan yang bersangkutan merasa perlu untuk memuaskannya. 2. Kebutuhan itu hanya dapat dikategorikan sebagai kebutuhan apabila menimbulkan ketegangan dalam diri yang bersangkutan. 3. Ketegangan
itulah
yang
menimbulkan
dorongan
agar
yang
bersangkutan melakukan sesuatu. 4. Sesuatu itu adalah upaya mencari jalan keluar agar ketegangan yang dihadapi tidak berlanjut. 5. Jika upaya mencari jalan keluar yang diambil berhasil, berarti kebutuhan terpuaskan. 6. Kebutuhan yang berhasil dipuaskan akan menurunkan ketegangan, akan tetapi tidak menghilangkan sama sekali. Alasannya adalah bahwa kebutuhan yang sama cepat atau lambat akan timbul kemudian, mungkin dalam bentuk yang baru dan mungkin pula dengan intensitas yang berbeda.
Menurut Mc Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2007:162) hal – hal yang memotivasi seseorang yaitu :
35
a. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach), Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang.Karena
itu,
n
Ach
mendorong
seseorang
untuk
mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta energy yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberikan kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan – kebutuhannya. b. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Af) Merupakan daya tarik penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Seseorang karena kebutuhan n Af akan memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas – tugasnya. c. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow) Merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat karyawan. N pow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia
lainnya
ditumbuhkan
akan
secara
menimbulkan
sehat
oleh
persaingan.
manajer
dalam
Persaingan memotivasi
bawahannya, agar mereka termotivasi untuk bekerja giat.
2.3.6
Metode Motivasi Ada dua Metode Motivasi menurut Hasibuan (2007:149) yaitu sebagai berikut:
36
a. Motivasi Langsung Motivasi (materiil dan nonmateriil) yang diberikan secara langsung kepada individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasaanya. Jadi setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khususnya seperti memberikan
pujian,
penghargaan,
bonus,
piagam,
dan
lain
sebagainnya. b. Metode tidak langsung (Indirect motivation) Motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja / kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaanya. Misalnya: kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik dan mendukung, ruangan krrja yang nyaman, suasana lingkungan pekerjaannya yang baik dan konduksif, penempatan karywan yang tepat dan lainnya. Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang semangat kerja karyawan, sehingga produktivitas kerja karyawan meningkat.
37
2.3.7 Prinsip-prinsip Motivasi Menurut Mangkunegara (2007:100), menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Partisipasi Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. 2. Prinsip Komunikasi. Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya. 3. Prinsip Pengakui Andil Bawahan Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya. 4. Prinsip Pendelegasian Wewenang Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan
yang
dilakukannya,
akan
membuat
pegawai
yang
38
bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. 5. Prinsip Memberi Perhatian Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekrja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
2.3.8
Model–Model Motivasi Menurut Hasibuan ( 2006 : 148 ), ada beberapa model motivasi yang bisa digunakan dalam motivasi adalah : 1. Model tradisional Mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanyameningkat ialah dilakukan dnegan system insentif, yaitu memberikan insentif baik berupa ung atau barang kepada karyawan yang berprestasi baik. 2. Model Hubungan Manusia Mengemukakan bahwa motivasi karyawan supaya gairah kerjanyameningkat ialah dilakukan dengan mengakui kebutuhan social mereka danmembuat mereka berguna dan menjadi penting. Dimana karyawan diberikankebebasan membuat keputusan dan kreativitas dalam kerjanya.
39
3. Model Sumber Daya Manusia Bawa
karyawan
dimotivasi
oleh
banyak
faktor,
bukan
hanyauang/barang atau keinginan akan kepuasan tapi juga akan pencapaian
dan pekerjaan
yang
berarti.
Akhirnya
karyawan
memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik. Menurut model SDM memotivasi bawahan dilakukandengan
memberikan
tanggung
jawab dan kesempatan yang luas bagi merekauntuk mengambil keputusan atau kebijaksanaan dalam menyelsaikan pekerjaannya Gairah kerja karyawan meningkat karena diberikan kesempatandan kepercayaan untuk membnuktikan kemampuannya.
2.4.Kinerja. 2.4.1
Pengertian Kinerja. Kinerja
merupakan
kondisi
yang
harus
diketahui
dan
diinformasikan kepada fihak-fihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi yang dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil.
40
Pengertian kinerja sering dikaitkan dengan job peformance. Job performance merupakan sejumlah keberhasilan yang dapat diraih dalam melaksanakan pekerjaannya ( Wahyudi, 2002 : 63 ). Menurut Sedamayanti ( 2004 : 176 ), “ kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu oganisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya masingmasing dalam mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika “. Bernardin dan Russel ( 2003 : 397 ) mengatakan bahwa “ kinerja pegawai tergantung pada kemampuan, usaha dan kesempatan kerja yag dinilai dari output yang ditimbulkan oleh kepuasan kerja pegawai “. Selanjutnya Mangkunegara ( 2004 : 67 ) mendefinisikan kinerja sebagai berikut : “ Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya “. Berdasarkan
beberapa
pengertian
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja ( output dan outcomes ) pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas di dalam
41
suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab dan jenis pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
2.4.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja. Menurut Sedarmayanti (2004 : 177) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja atau prestasi kerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi ( motivation ). Hal ini sesuai dengan pendapat Newstorm dan Davis ( 2002 : 15 ), yang merumuskan bahwa :
Knowledge X Skill = Ability
Attitude X Situation = Motivation
Ability X Motivation = Potential Human Performance
Potential Human Performance X Resources X Opportunity =9o9 Organizational Results
Lebih lanjut dijelaskan oleh Sumantri ( 2001 : 63 ), bahwa tingkat usaha yang seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya merupakan cerminan dari kuatnya motiv seseorang. Seorang pekerja yang memiliki usaha yang kuat, maka hasilnya akan lebih baik jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat usaha yang rendah. Faktor lain yang turut menetukan hasil kerja adalah kemampuan, yaitu potensi seorang pekerja untuk melaksanakan
42
pekejaan, baik kemampuan fisik maupun mental. Peranan faktor persepsi akan terlihat dari bagaimana cara seorang pekerja dalam mengamati tingkah laku apa yang dituntut oleh pekerjaannya. Seorang pekerja akan lebih berhasil jika ia mengetahui secara tepat tingkah laku kerja yang bagaimana yang diperlukan dalam menghadapi pekerjaannya. Faktor lain yang turut mempengaruhi performance adalah faktor lingkungan ( lokasi perusahaan, citra, prestise perusahaan ) dan sifat organisasi (kondisi kerja, kohesi kelompok, sistem imbalan, job design, kepemimpinan dan perubahan organisasi). Menurut Nawawi ( 2000 : 97 ), beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dibagi menjadi beberapa kelompok variabel, yaitu : 1. Variabel individu : Kemampuan dan keterampilan mental dan fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, demografis : umur, etnis, jenis kelamin 2. Variabel organisasi : sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi. 3. Variabel psikologis : persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi. Ketiga variabel tesebut mempengaruhi perilaku individu untuk menentukan apa yang akan dikerjakan, yang akhirnya
43
mempengaruhi kinerja yaitu hasil apa yang diharapkan sebagai tujuan akhir. Berdasarkan uiraian di atas banyak instrumen-instrumen untuk mengukur penilaian kinerja, tetapi pada penelitian ini penilaian
kinerja
difokuskan
kepada
penelusuran
intrumen-
instrumen (Mangkunegara, 2004:67) sebagai berikut :
1. Quantity of work (Kuantitas kerja) Intrumern ini digunakan untuk menilai kinerja dengan mengukur kesesuaian jumlah output yang dicapai oleh pegawai dalam waktu tertentu. Adapun indikator kuantitas kerja adalah sebagai berikut : a) Jumlah kerja yang dilaklukan dalam suatu periode yang telah ditentukan b) Efisiensi waktu untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan
2. Quality of work (Kualitas kerja) Intrumern ini digunakan untuk menilai kinerja dengan mengukur kesesuaian jumlah output yang dicapai dengan standar yang telah ditentukan.
44
3.
Creativeness (kreativitas) Intrumern ini digunakan untuk menilai kinerja dengan mengukur kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas yang bermacammacam persoalannya sehingga bekerja lebih bardaya guna dan berhasil guna. Adapun indikator kreativitas kerja adalah sebagai berikut : a) Pengetahuan yang dimiliki b) Gagasan/ide yang dimunculkan dalam menyelesaikan masalah pekerjaan c) Kerjasama dengan orang lain d) Berani menanggung resiko
4. Initiative (Inisiatif/prakarsa) Intrumern ini digunakan untuk menilai kinerja dengan mengukur kemampuan pegawai untuk mengambil keputusan dan langkahlangkah dalam menjabarkan tugas pokok yang diberikan. Adapun indikator inisiatif adalah sebagai berikut: a) Pengambilan keputusan b) Integritas
45
2.4.3
Kriteria Kinerja Dalam menetapkan kriteria kinerja, Mondy & Noe(2005) membagi menjadi beberapa kritera,yaitu : 1. Ciri-ciri. Ciri-ciri karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif merupakan dasar untuk evaluasi. 2. Perilaku Ketika hasil dari tugas individu sulit untuk ditentukan, organisasi dapat mengevaluasi perilaku seseorang yang terkait dengan tugas atau kompetensi. 3. Kompetensi Kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sifat dan perilaku, dan berhubungan dengan keterampilan interpersonal atau berorientasi bisnis. 4.
Pencapaian tujuan Jika organisasi mempertimbangkan hasil akhir pencapaian tujuan sebagai suatu hal yang berarti, hasil pencapaian tujuan akan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi untuk dibandingkan dengan standar.
5. Peningkatan potensi Ketika organisasi mengevaluasi kinerja karyawan, kriteria difokuskan pada masa lalu, masa sekarang, dibandingkan dengan standar.
46
2.4.4
Indikator kinerja Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator, yaitu (Robbins, 2006:260): 1. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3. Ketepatan waktu merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. 4. Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 5. Kemandirian merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
2.5
Kerangka Pemikiran. Dalam mencapai tujuan seperti yang diharapkan, maka suatu institusi harus dapat menghadapi tantangan. Kemampuan bersaing dalam menghadapi
47
tantangan ini bersumber pada sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu menghadapi dan mengantisipasi tantangan dan memanfaatkan peluang serta kesempatan yang ada. Dengan demikian sumberdaya manusia memiliki peranan yang amat penting bagi suatu organisasi dalam menjalankan peranannya. Sumberdaya manusia
merupakan aset suatu organisasi yang
besar, yang dapat menentukan maju mundurnya suatu organisasi. Karena itu kerjasama antara SDM yang ada, baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi menjadi suatu kunci keberhasilan suatu organisasi. Namun keberhasilan organisasi dapat dicapai secara tepat apabila dilakukan pengawasan pada kelansungan proses pencapaian keberhasilan tersebut,
karena
pengawasan
merupakan
suatu
kunci
yang
dapat
mengendalikan apakah organisasi berjalan sesuai dengan tujuannya yang telah dirumuskan sebelumnya atau justru menyimpang. Karena itu dengan adanya pengawasan pencapaian tujuan yang semestinya dapat dikendalikan dengan baik. Menurut Cormick dalam Mangkunegara (2005:94) mengemukakan motivasi kerja sebagai berikut: “Work motivation is defined as conditions which influence the arousal, direction, and maintenance of behaviors relevant in work settings”. Yang artinya motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
48
Maslow dalam Sedarmayanti (2007 : 233) mengelompokan kebutuhan manusia menjadi lima kategori yang tersusun dalam hirarki yaitu sebagai berikut : a. Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs) b. Kebutuhan akan rasa aman (Safety and Security Needs) c. Kebutuhan sosial (Social Needs) d. Kebutuhan akan penghargaan (Esteem Needs or Status Needs) e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization). Pada sebuah organisasi pimpinan memandang teori motivasi tersebut sama pentingnya untuk diketahui sebagai referensi dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Sisi pimpinan harus memahami dengan baik apa yang dapat memotivasi para pegawai sehingga mau melaksanakan tugasnya dengan semangat dan penuh gairah sehingga diharapkan meningkatkan produktivitas kerja. Di sisi lain pimpinan perlu mengetahui bagaimana atau dengan cara-cara dan langkah-langkah apa, sehingga dapat memotivasi pegawai dalam rangka meningkatkan kinerjanya. Apabila pegawai memiliki motivasi kerja yang tinggi serta di dukung oleh kemampuan dan kecakapan kerja yang memadai, maka dapat dipastikan pegawai
tersebut akan
memberikan konstribusi yang baik bagi organisasi. Kinerja atau prestasi kerja pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya
49
standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama, tentunya dengan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mempengaruhi prestasi kerja, dan pengertian kinerja yang dikaitkan dengan penilaian prestasi kerja personil dalam melaksanakan kegiatannya dapat diartikan sebagai berikut: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. (Mangkunegara, 2005:67). Pada penelitian terdahulu Dwi Puspita (2011), pimpinan dapat menerapkan pengawasan melekat yang lebih baik dengan menciptakan suatu mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan dapat dipantau dengan mudah sehingga secara otomatis gejala timbulnya penyimpangan atau kesalahan dapat dilihat dengan segera yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengawasan terhadap karyawan. Sedangkan menurut penelitian terdahulu Djajanegara (2013)
mengemukakan bahwa faktor pengawasan tidak dapat diabaikan,
bahwa kinerja karyawan akan dapat meningkat jika pimpinan terus melakukan pengawasan atas setiap pekerjaan yang diberikan kepada para karyawan. Menurut penelitian terdahulu, Windy (2009)
hasil penelitian
membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, artinya apabila motivasi kerja semakin tinggi maka kinerja karyawan akan semakin optimal. Sedangkan menurut
50
ppenelitian terdahulu Ma’rifah (2005) motivasi kerja mempengaruhi kinerja karyawan dimana pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pekerja adalah positif. Ini berarti semakin besar motivasi kerja maka kinerjanya akan semakin membaik. Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor pengawasan dan motivasi kerja oleh karena itu besar kecilnya kinerja pegawai yang ada pada individu maupun kelompok tergantung pada pengawasan dan motivasi kerja, maka dapat digambarkan secara lengkap diagram kerangka pemikiran sebagai berikut :
PENGAWASAN
Informasi Ketepatan Waktu Hemat Fleksibel Bisa difahami Kriteria Penempatan Tekanan perkecualian Multikriteria Tindakan koreksi (Handoko (2003:131)
KINERJA PEGAWAI -
MOTIVASI KERJA 1. 2. 3. 4.
Kebutuhan Fisiologi Kebutuhan Rasa aman Kebutuhan Sosial Kebutuhan akan Penghargaan 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Maslow dalam Sedarmayanti,
2007 : 234)
Kualitas kerja Kuantitas kerja Kreativitas Inisiatif (Mangkunegara, 2005:67).
51
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran 2.6 Hipotesis. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hi
: Pengawasan mempunyai hubungan dengan kinerja karyawan
H2
: Motivasi mempunyai hubungan dengan kinerja karyawan
H3
:Terdapat hubungan positif antara pengawasan dan motivasi dengan kinerja karyawan.