BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Laut Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi kuantitas maupun diversitasnya. Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memacu terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak perkembangan industri harus dapat dikendalikan, karena bila tidak dilakukan sejak dini akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun alam sekitarnya. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan analisis unsurunsur dalam ikan air laut, terutama kadmium (Cd) dan timbal (Pb). Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia. Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia
Universitas Sumatera Utara
Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di Minamata Jepang pada 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi lingkungan. Diantaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd). Logam merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa diantaranya (dalam kadar tertentu) bersifat racun. Di alam, unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi (terikat dengan zat padat) serta terdapat sebagai bentuk ionik. Dampak dari pencemaran logam berat ini sering dilaporkan. Logam berat yang masuk ke sistem perairan, baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam Purnomo, 2008). Pada saat buangan limbah industri masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Hal ini menyebabkan konsentrasi bahan pencemar dalam sedimen meningkat. Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1984 dalam Purnomo, 2008). Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan
Universitas Sumatera Utara
mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1991 dalam Purnomo, 2008).
2.1.1
Pengertian Logam Berat Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan
sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia (Darmono, 1995 dalam Purnomo, 2008). Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup (Palar, 2008). Dapat dikatakan semua logam berat dapat menjadi tahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh adalah logam air raksa (Hg), cadmium (Cd), timah hitam (Pb) dan khrom (Cr). Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sedikit, tetapi bila kebutuhan dalam jumlah yang sangat kecil itu tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahluk hidup. Karena dibutuhkan dalam tubuh maka disebut logam esensial, logam beresensial ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn) dan nikel (Ni) (Palar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Purnomo, 2008). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan, 1977 dalam Marganof 2003).
2.1.2
Karakteristik Logam berat Berdasarkan daya hantar panas dan listriknya, semua unsur kimia yang
terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan yaitu logam dan non logam. Golongan logam mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi, sedangkan golongan non logam mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah. Berdasarkan densitasnya, golongan logam di bagi atas dua golongan, yaitu golongan logam ringan dan logam berat. Golongan logam ringan (light metals) mempunyai densitas <5, sedangkan logam berat (heavy metal) mempunyai densitas >5 (Hutagalung, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Palar (2008) karakteristik dari logam berat adalah sebagai berikut: 1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (>4). 2. Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur lantinada dan aktanida. 3. Mempunyai respon biokimia (spesifik)pada organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa,logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahkluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi racun yang akan meracuni tubuh mahkluk hidup. Namun demikian sebagi logam-logam berat tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tetapi apabila tidak terpenuhi berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahkluk hidup. Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat. WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengkomsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian. Di antara logam berat yang berbahaya Cadmium (Cd) dan Timbal atau Plumbum (Pb). 1. Kadmium Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah Kumamoto Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium pada air minum di Jepang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya ditandai dengan ketidak-normalan tulang dan beberapa organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada pernapasan, sirkulasi darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi jantung dan kerapuhan tulang (Friberg, et al, 1974 dalam Palar, 2008). Kadmium telah digunakan secara meluas pada berbagai industri antara lain pelapisan logam, peleburan logam, pewarnaan, baterai, minyak pelumas, bahan bakar. Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm, batubara mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd bahkan ada yang sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut. Konsentrasi Cd pada air laut yang tidak tercemar adalah kurang dari 1 mg/l atau kurang dari 1 mg/kg sedimen laut. Konsentrasi Cd maksimum dalam air minum yang diperbolehkan oleh Depkes RI dan WHO adalah 0,01,mg/l. Sementara batas maksimum konsentrasi atau kandungan Cd pada daging makanan laut mg/kg. Sebaliknya Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan merekomendasikan tidak lebih dari 2,0 mg/kg. 3
Timbal (Pb) Timah hitam (Pb) adalah jenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah di murnikan. Dalam pertambangan logam ini berbentuk
Universitas Sumatera Utara
sulfide logam (Pbs) yang sering disebut galena (Darmono, 1995, dalam Afrizal 2000). Timbal masuk keperairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung tetra etil, erosi dan limbah industri (Saeni, 1989, dalam Afrizal 2000). Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang di komsumsi serta melalui pernafasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, di dalam tubuh manusia,
dapat menghambat aktivitas enzim yang
terlibat dalam pembentukan haemoglobin yang dapat menyebabkan anemia. Gejala yang di akaibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangya nafsu makan, kejang-kejang, muntah dan pusing-pusing. Timbal dapat juga menyerang susunan saraf dan mengganggu system reproduksi, kelainan ginjal dankelainan jiwa (Palar, 2008).
2.1.3
Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut antar lain : 1. Timbal (Pb) Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Keluhan sakit kepala, gelisah, gugup, lemas dan mudah tersinggung,
Universitas Sumatera Utara
beberapa tanda yang mendahului efek keracunan sebelum terjadinya koma, kemudian kematian (Palar, 2008) 2. Kadmium (Cd) Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan kardiovaskuler.
Kadmium
dapat
pula
merusak
tulang
(osteomalacia,
osteoporosis) dan meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk – batuk, dan lemah (Palar, 2008) 3. Merkuri (Hg) Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala keracunan Merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, gangguan psikologi (rasa cemas dan sifat agresif), dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang tinggi mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak kecil, gangguan pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Gejala lain kesulitan menelan, buta tuli, lumpuh kelainan fungsi ginjal, cacat lahir dan membawa kematian (Agusnar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kasus Pencemaran Logam Berat Di Indonesia Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala. Sejumlah laporan penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999 hingga 2004. Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan masyarakat nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak, menghilangnya beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada masyarakat. Dari laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola penyebaran logamlogam berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), dan Merkuri (Hg) dan Mangan (Mn), dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut ditemukan di sekitar lokasi pembuangan tailing Newmont. Hal ini mengindikasikan bahwa pembuangan tailing Newmont di Teluk Buyat merupakan sumber pencemaran sejumlah logam berbahaya. Namun demikian, sejumlah Menteri, diantaranya Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, mengeluarkan pernyataan bahwa Teluk Buyat tidak tercemar. Menteri Kesehatan Achmad Sujudi bahkan mengatakan seolah-olah penyakit yang diderita oleh masyarakat Teluk Buyat adalah penyakit kulit dan akibat kekurangan gizi.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pencemaran Logam Berat Pada Wilayah Pesisir Wilayah pesisir daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering mapun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut,dan pembebasan air asin sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pencemaran (Dahuri et al,.1996). Jadi wilayah pesisir merupan ekosistem yang paling rawan terkena dampak kegiatan manusia. Menurut Sutamiharja et al, (1982), dalam Zubayr (2009), faktor-faktor penyebab pencemaran adalah : 1. Erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh rusaknya hutan di daerah hulu sungai yang bermuara ke laut serta penggalian pasir dan kerikil di sungai-sungai tersebut. 2. Limbah pertanian berupa sisa pestisida dan pupuk yang digunakan dalam usaha peningkatan produksi pertanian yang masuk ke dalam sistem perairan dan akhirnya sampai keperairan laut. 3. Air selokan dari kota yang mengandung berbagai bahan, yang kemudian masuk melalui sungai dan bermuara keperairan. 4. Permasalahan yang pokok dari aktivitas perminyakan yang dapat menimbulkan pencemaran adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Masalah operasional berupa ceceran minyak dan buangan secara kontinyu; pembuangan air bekas pencucian tanki dan kapal. b. Masalah kecelakaan berupa gangguan transortasi seperti pecahnya pipa-pipa penyalur tanki penimbunan, kandasnya kapal tanki, dan tumpahan minyak yang berasal dari kegiatan di pelabuhan. 5. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), berupa air panas yang berasal dari air pendingin yang dibuang ke perairan sehingga akan meningkatkan suhu perairan, akibat pembuangan air panas tersebut akan menimbulkan masalah terutama bagi organisme akuatik yang hidup di sekitar perairan
lingkungan
tersebut.
6. Industri, peningkatan jumlah industri yang pesat disamping memberi dampak positif terhadap peningkatan perekonomian penduduk, juga menimbulkan masalah terhadap lingkungan, akibat limbah yang di hasilkan oleh industri. Logam berat masuk kedalam perairan melalui air hujan, aliran air permukaan, erosi korofikasi batuan mineral, dan berbagai kegiatan manusia seperti aktivitas industri, pertambangan, pengolahan atau penggunaan logam dan bahan yang mengandung logam. Kelarutan logam berat dalam air bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung kondisi lingkungan perairan. Pada perairan yang kekurangan oksigen akibat tingginya konsentrasi bahan organik, kelarutan beberapa jenis logam, seperti Zn, Cd, Pb dan Hg, semakin rendah dan lebih mudah mengendap. Logam berat yang masuk ke sistem perairan baik di sungai maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam Zubayr, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 dalam Zubayr 2009). Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dapat melalui rantai makanan dan difusi melalui kulit dan insang selanjutnya di dalam tubuh biota perairan akanterjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat hal ini mengakibatkan “factor concentrate” (rasio konsentrasi logam berat dalam tubuh organisme dan konsentrasi dalam badan air semakin meningkat) (Hutagalung et al., 1999 dalam Zubayr, 2009). Secara alamiah logam berat terdapat dalam laut namun kadarnya sangat rendah, yaitu berkisar 10-5-10-2 ppm. Dalam kondisi alamiah ini logam berat dibutuhkan organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya (Philips, 1980 dalam Hutagalung, 1997). Bahkan kadar logam berat yang rendah dalam suatu perairan dapat menyababkan berbagai organisme yang hidup didalamnya menderita defisiensi (Bryan, 1976 dalam Hutagalung, 1991). Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan estuaria merupakan suatu proses yang erat hubunganya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada air laut di lautan lepas kontaminasi logam berat biasanya terjadi secara langsung dari atmosfer atau karena tumpahan minyak dari kapal tanker yang melaluinya. Sedangkan di daerah sekitar pantai kontaminasi logam kebanyakan berasal dari mulut sungai yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri atau pertimbangan (Darmono,1995 dalam Afrizal 2000).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1.
Kadar Normal dan Kadar Maksimum Logam Berat yang Masuk ke Lingkungan Laut
Unsur Cadmium (CD) Timah hitam (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Keterangan : (A) (B)
Kadar (ppm) Normal (A) Maksimum (B) 0.0003 0.05 0.00011 0.01 0.002 0.05 0.002 0.1 Waldichuk,1974 Environmental Protection Agency (EPA),1973 dalam Hutagalung,1991.
Menurut Lhacher dan Goldstein (1996 dalam Bahri 2003), logam berat secara alami berasal dari proses geologi secara alami, pertambangan dan aktivitas industri. Selanjutnya Clark (1986 dalam Bahri 2003) membagi logam untuk kepentingan Biologi dalam tiga kelompok yaitu : 1. Logam ringan (seperti natrium, kalium, kalsium dan sebagainya), biasanya di angkut sebagai kation aktif di dalam larutan encer. 2. Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobal dan mangan), diperlukan dalam konsentrasi yang tinggi 3. Logam berat dan metalloid (raksa, timah hitam, selenium dan arsen) umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolism dan dapat menjadi bahan yang beracun pada sel dan organisme tertentu walaupun pada konsentrasi rendah. Logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas, lebih besar dari 5 gram cm-3 mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat pada bagian tengah dari faktor unsur-unsur periodik (Bahri, 2003). Diketahui ada 18 logam berat sebagai bahan pencemar, tetapi ada beberapa yang bersifat esensial untuk kehidupan
Universitas Sumatera Utara
organisme, misalnya Cu dan Zn tetapi dalam jumlah berlebih dapat bersifat racun bagi organisme (Bryan, 1976;Valke dan Walker, 1970 dalam Afrizal 2000). Dalam kenyataannya logam berat Cd dan Pb juga sangat berbahaya bagi kehidupan organisme walaupun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Logam berat ini mempunyai sifat “Biomagnifikasi” artinya dapat berakumulasi dalam jaringan organisme dan melalui rantai makanan akhirnya membahayakan kehidupan manusia (Dahuri, 2003). Logam yang berbahaya dapat menyebabkan toksin dan bersifat agak permanen dan mempunyai waktu paruh yang lama adalah Cadmium(Cd), Plumbum(Pb) dan air raksa (Palar, 2008).
2.4 Sumber Logam Berat Pb dan Cd di Perairan Timbal (Pb) dan persenyawaan dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Menurut Palar, (2008) Pb dapat masuk ke badan perairan melalui penkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan, di samping itu proses porosifikasi dalam bantuan mineral akibat hempasan ombak dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk kedalam badan perairan. Timbal (Pb) yang masuk kedalam perairan sebagai dampak dari aktifitas kehidupan manusia ada berbagai macam bentuk, diantaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan dari pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai. Buangan-buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak-anak sungai dan kemdian akan di bawa terus menuju lautan. Umumnya jalur buangan dari bahan sisa
Universitas Sumatera Utara
perindustrian yang menggunakan Pb akan merusak tata lingkungan perairan yang di masukinya menjadikan sungai dan alurnya tercemar. Logam kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabiliser (penyeimbang) dan pewarna plastik dan elektroplating (penyepuh/pelapisan logam). Selain itu di gunakan pula penyolderan dan pencampuran logam serta indusri baterai. Akumulasinya dalam air tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat warna lainnya, tekstil dan industri kimia (Darmono, 1995). Selanjutnya Palar, (2008) logam cadmium dan bermacam-macam bentuk persenyawaan dapat masuk kelingkungan, terutama seali merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Boleh dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan Cd dalam proses opreasional industrinya menjadi sumber pencemaran Cd. Logam Cd membawa sifat racun yang sangat merugikan bagi bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat berbahaya untuk manusia. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan logam Cd akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain dalam air buangan. Penelitian yang pernah dilakukan untuk mengetahui sumber dari beberapa logam berat Cd dalam perairan Teluk New York, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sumber Cd dalam badan perairan yang dikontribusi dari air limbah industri sangat sedikit, 0,6% dari total kandungan Cd yang ada,
Universitas Sumatera Utara
Jumlah yang paling besar dikontribusi oleh limbah padat yaitu 82% (Palar, 2008). Selanjutnya Warlina, (2004) bahan buangan padat adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah, buangan tersebut bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal.
2.5 Bioindikator Pencemaran Logam Berat Dalam lingkungan perairan ada tiga media yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat, yaitu air, sedimen dan organisme hidup. Pemakaian organisme hidup sebagai indikator pencemaran inilah yang disebut bioindikator (Fitriati, 2004). Setiap lingkungan perairan alami dihuni oleh berbagai organisme hidup dan semua organisme hidup ini berada dalam suatu sistem trofik (trophic level). Masuknya bahan cemaran ke dalam perairan akan membunuh organisme yang paling sensitif. Bila bahan cemaran terus masuk, maka organisme yang paling sensitif berikutnya akan terbunuh. Demikian seterusnya, dan penambahan bahan cemaran terakhir akanm membunuh moluska kelompok “filter feeder” pemakan serasah. Pemasukan bahan cemaran ke lingkungan perairan dapat juga mengganggu daur pakan (food cycle) (Fitriati, 2004) Dalam penelitian pencemaran perairan laut, agar didapatkan data yang betulbetul mewakili perairan yang diteliti, maka dari semua organisme hidup yang ada dalam perairan tersebut harus dipilih organisme mana yang paling bisa
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan kondisi lingkungan sebenarnya. Sebagai contoh, fitoplankton walaupun
memiliki kemampuan yang besar untuk mengakumulasi logam berat,
namun pemakaian fitoplankton sebagai bio-indikator kurang menggambarkan kondisi lingkungan yang sebenarnya. Hal ini disebabkan gerakan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh arus dan gelombang laut. Pemakaian jenis-jenis ikan juga kurang tepat karena gerakannya sangat luas. Kecuali kalau ikan tersebut tetap berada dalam lingkungan perairan tertentu (tidak bermigrasi) seperti ikan baji-baji, Platycephalus bassensis, atau Platycephalus indicus (Philips, 1980 dalam Fitriati, 2004). Dalam pemilihan organisme laut sebagai bioindikator pencemaran, (Philips, 1980 dalam Fitriati, 2004) memberikan beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Harus dapat mengakumulasi bahan cemaran tanpa dia sendiri mati terbunuh. 2. Harus terdapat dalam jumlah yang banyak di seluruh daerah penelitian. 3. Terikat pada suatu tempat yang keras agar bisa mewakili daerah yang diteliti. 4. Hidup dalam waktu yang lama untuk memungkinkan sampling lebih dari satu tahun jika dibutuhkan. 5. Mudah diambil dan tidak mudah rusak. Philips (1980 dalam Fitriati, 2004) menambah pedoman tersebut dengan hal-hal sebagai berikut: Mempunyai toleransi terhadap air payau untuk memungkinkan penelitian di daerah estuaria. Harus ada korelasi antara kadar bahan cemaran dalam air dan organisme. Philips (1980 dalam Fitriati, 2004) menyatakan bahwa jenis kerang (molusca, bivalvia) dan makro-algae merupakan bioindikator yang paling tepat dan efisien. Dari jenis kerang yang merupakan pilihan pertama adalah kerang biru
Universitas Sumatera Utara
(Mytilus edulis). Kerang biru menjadi pilihan pertama karena disamping memenuhi kriteria di atas, juga merupakan “highly specialized filterfeeder” dan mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan lingkungan. Pilihan kedua adalah tiram raksasa (Crassostrea gigas), karena merupakan “filter feeder” dan makanannya terutama serasah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Kerang biru (Mytilus edulis) telah dipakai sebagai bioindikator
pencemaran logam berat di negara-negara Eropa dan Amerika (Philip, 1980 dalam Fitriati). Tabel 2.2 Indikator Biologi dan Jenis-jenis Indikator Indikator Biologi Phytoplanton (jenis plankton tanaman) Zooplankton (jenis plankton hewan) Mollusca (jenis kerang-kerangan) Crustacea (udangudangan) Ikan dan jenisnya
Jenis-Jenis Indikator Besi (Fe), Kobal (Co), Nikel (Ni), Plutonium (Pu), Cesium (Cs), Ytrum (Y), Tritum (H3) Ytrium (Y), Kobalt (Co), Besi (Fe), Mangan (Mn), Srontium (Sr), Nikel (Ni), Zirkonium (Zr) Seng (Zn), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), Kadmium (Kd), Cromium (Cr), Mangan (Mn), Cesium (Cs), Kobal (Co), Timbal (Pb). Strintium (Sr), Tritium (H3), Ytrium (Y), Cesium (Cs), Kobal (Co), Seng (Zn), Mangan (Mn) Kadmium (Kd), Kromium (Cr), Mangan (Mn), Cesium (Cs), Seng (Zn), Besi (Fe), Kobalt (CO)
2.6 Biologi Kerang Bulu (Anadara inflata) Sistimatika kerang Anadara menurut Olsson (1961) adalah sebagai berikut: Filum
: Mollusca
Kelas
: Pelecypoda (Lamellibranchiata)
Sub kelas
: Fillibranchiata
Universitas Sumatera Utara
Ordo
: Eutaxodontida
Super famili
: Arcacea
Famili
: Arcidae
Sub famili
: Anadarinae
Genus
: Anadara
Spesies
: Anadara inflata
Gambar. 2.1. Kerang bulu (Anadara inflata) Ciri-ciri kelas Pelecypoda adalah mempunyai dua belah cangkang yang simetris, mempunyai engsel dan ligamen pada bagian dorsal, mempunyai satu atau dua pasang otot aduktor dan memiliki kaki berbentuk kapak. Ciri-ciri super famili Arcacea pada umumnya mempunyai cangkang yang lonjong hampir pipih, menempel pada substrat keras atau hidup infauna (Arnold dan Birtles, 1989 dalam Dody 1998).
Universitas Sumatera Utara
Reinhard (1935) dalam Dody (1998) menerangkan bahwa ciri-ciri famili Arcidae ialah memiliki dua otot aduktor yang hampir sama dalam ukuran, siphon tidak ada palial-line biasanya ada dan lenkap engsel terletak pada bagian dorsal dan dilengkapi dengan gigi yang melintang serta mempunyai insang. Tekstur cangkang seperti porselen dan pada beberapa bagian sangat halus seperti mutiara.
Pada
sebagian besar pustaka genus Anadara disebut cockle, mangrove-cockle atau bloodvcockle. Menurut Hanada (1975), dalam Dody (1998), bivalvia bentik umumnya melekat pada substrat dengan bysus pada stasiun larva, sedangkan yang dewasa bergerak hampir bebas tanpa menempel pada substrat. Anadara (Scarpharca) mengikuti pola dan oleh karena itu spatnya dapat dikumpulkan dengan kolektor. Selanjutnya menurut Nishikawa (1977) Anadara dapat melekatkan dirinya pada segala benda yang tersedia karena mempunyai byssus. Larva Anadara mulai hidup sesil pada waktu juncture-nya 230 sampai 300 mikron atau 190 mikron ukuran panjang cangkang (Dody, 1998). Menurut Kira (1975), dalam Dody (1998) ciri-ciri Anadara sp adalah memiliki cangkang setangkup kokoh dengan bentuk memanjang arah posteriorventral. Lapisan luar cangkang berbulu dan memiliki 38 lekukan (radial ribs). Anadara biasanya ditemukan di sepanjang pantai yang ditumbuhi pohon bakau, itu sendiri maupun diluarnya. Anadara hidup di daerah tropic pada lumpur halus atau kadang-kadang pasir berlumpur dan terlindung atau berasosiasi dengan pohon-pohon bakau.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Spektroskopi Serapan Atom (SSA) Metode spektroskopi serapan atom (SSA) pertama kali diperkenalkan oleh Wals pada tahun 1953. Alat ini kemudian dikembangkan di Exhibition Melbourne of Physical Institute dan dipublikasi pada tahun 1954. Wals menyatakan bahwa unsur logam lebih mudah dan akurat ditentukan kadarnya dengan proses atomik dibandingkan dengan proses emisi. Metode ini dapat menentukan 67 unsur logam. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) dan Flame Emision Spectrophotometer (FES) adalah dua instrumen yang sangat potensial untuk menganalisa mineral. Meskipun kegunaannya sama, masing-masing instrumen bekerja dengan prinsip yang berbeda dan dengan kepekaan yang berbeda pula. Di dalam penetapan mineral suatu bahan pangan dengan instrumen ini, terlebih dahulu bahan pangan harus diabukan kemudian mineralnya diekstrak dengan asam. Larutan sampel yang mengandung mineral kemudian dapat dianalisa langsung dengan SSA maupun FES (Vesilin et al. 1994) Dalam analisis logam dengan menggunakan sistem flame, sampel diatomisasi pada alat atomizer melalui nyala api dengan bahan bakar asetilen murni. Biasanya logam yang dianalisis dengan flame AAS adalah Ca, Cd, Cu, dan Cr. Sedangkan untuk analisis Hg dilakukan tanpa nyala, tetapi larutan sampel harus direduksi lebih dahulu dengan SnCl. Uap hasil reduksi ditampung dalam tabung bercendela yang diletakkan di atas atomizer.
Universitas Sumatera Utara
Metode spektroskopi serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada unsurnya (Hutabarat, 1987).
2.8 Faktor Fisik Kimia Perairan Faktor fisik dan kimia merupakan dua faktor pembatas distribusi populasi selain faktor tingkah laku dan interaksi antara organisme. Setiap organisme mempunyai kisaran toleransi faktor fisik dan kimia tertentu dalam menunjang kehidupannya tergantung spesies dan lingkungannya serta keterkaitan antara keduanya. Beberapa faktor fisik dan kimia antara lain: 1. Suhu Suhu air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada di laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang masuk (pada saat pasang naik) ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang subtratnya terekspos (Supriharyono, 2006). Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bivalvia. Kerang Anodonta woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24 – 29 °C. (Thana, 1976 dalam Suwignyo, 1981). Selanjutnya menurut Winanto (2004) suhu yang baik untuk kelangsungan hidup mutiara berkisar 25 – 30 °C. Suhu air pada kisaran 27 – 31 °C juga dianggap cukup layak untuk kehidupan tiran mutiara (japing-japing).
Universitas Sumatera Utara
2. Kecerahan Kejernihan air sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme pemakan suspensi (Levinton, 1982). Selanjutnya menurut Romimohtarto (1991), kekeruhan tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa. 3. Biological Oxygen Demand (BOD) Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur 20 °C. Pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari atau BOD5 (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Angka BOD tinggi menunjukkan terjadinya pencemaran organik di perairan. Brower et al (1990) menyatakan nilai konsentrasi BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O 2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l. 4. Chemical Oxygen Demand (COD) Yaitu kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air, atau jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia (Wardhana, 2001).
Universitas Sumatera Utara
5. Salinitas Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5 – 30 ‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhialin (>40 ‰) (Barus, 2004).
Selanjutnya
komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yakni fauna air tawar, payau dan laut (Dahuri, 2003). Menurut Romimohtarto, (1985) menyatakan pada salinitas 18‰ keberhasilan menempel kerang darah (Anadara granosa) lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah daripada salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah. 6. pH Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan. pH sangat penting sabagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi di dalam air. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme pada umumnya antara 7-8,5. Kodisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004). Menurut Romimohtarto (1985), pH permukaan laut Indonesia pada umumnya antara 6,0– 8,5. Perubahan nilai pH mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut.
Universitas Sumatera Utara
7. Substrat Hewan bivalvia sebagai makrozobentos umumnya hidup pada dasar perairan. Substrat yang disukai, berpasir dan berlumpur. Pennak (1989) dalam Prihatini (1999) menyatakan bahwa lingkungan yang disukai kerang famili Anodontidae adalah substrat pasir atau campuran dengan material lain, namun beberapa jenis Anodonta menyukai lumpur. 8. Oksigen terlarut (Disolved Oxigen) Distribusi oksigen terlarut di laut dikendalikan oleh 1) pertukaran dengan atmosfir secara difusi, 2) proses fotosintesis oleh fitoplankton oleh tumbuhan air, 3) respirasi oleh organisme autotrof dan heterotrof serta proses perombakan bahan organik (Levinton, 1982).
Universitas Sumatera Utara