BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. FUNGSI KOGNITIF II.1.1. Definisi Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir, mengingat, belajar, dan menggunakan bahasa.fungsi kognitif juga merupakan kemampuan atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukuan evaluasi. (Strub RL, et al, 2008)
II.1.2. Domain Fungsi Kognitif Fungsi kognitif terdiri dari lima domain, yaitu: a. Atensi Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus tertentu dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktifitas korteks sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi
fungsi
kognitif
lain
seperti
memori,
bahasa,
dan
fungsi
eksekutif.(Sidiarto L.D., et al., 2003) b. Bahasa Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif.
Jika
terdapat
gangguan bahasa,
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu: 1. Kelancaran Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal.Metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan. 2. Pemahaman Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan perintah tersebut. 3. Pengulangan Kemampuan seseorang untuk mengalami suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang. 4. Naming Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.(Sidiarto L.D., et al., 2003)
c. Memori Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi, proses penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori.Fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan recall hanya beberapa detik. Di sini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention). 2. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa menit, jam, bulan bahkan tahun. 3. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan seusia hidup.(Sidiarto L.D., et al., 2003) d. Visuospasial Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.(Sidiarto L.D., et al., 2003) e. Fungsi eksekutif Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal dorsolateral
dan
tersebut.Fungsi
struktur eksekutif
subkortikal dapat
yang
terganggu
berhubungan
dengan
bila
frontal-subkortikal
sirkuit
daerah
terputus.Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen yaitu volition (kemauan),
planning
(perencanaan),
purposive
action
(bertujuan),
effective
performance (pelaksanaan yang efektif). Bila terjadi gangguan fungsi eksekutif, maka gejala yang muncul sesuai keempat komponen di atas.(Sidiarto L.D., et al., 2003)
Universitas Sumatera Utara
II.1.3. Anatomi fungsi kognitif Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem limbik.Sistem limbik terdiri dari amigdala, hipokampus, nucleus talamik anterior, girus subkalosus, girus cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus, dan korpus mamillare.Alveus, fimbria, forniks, traktus mammilotalamikus, dan striae terminalis membentuk jaras-jaras penghubung sistem ini (Gambar.1)(Snell R.S., 2001, Waxman S.G., 2007) Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi, fungsi neuroendokrin, dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan bagian dari sistem limbik: 1. Amigdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan predominan untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan untuk belajar emosi pada saat sadar. 2. Hipokampus,
terlibat
dalam
pembentukan
memori
jangka
panjang,
pemeliharaan fungsi kognitif yaitu proses pembelajaran. 3. Girus para hipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial. 4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah, dan kognitif yaitu atensi. 5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan septal nuclei.Forniks berperan dalam memori dan pembelajaran. 6. Hipotalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan pelepasan hormon, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido, dan siklus tidur/ bangun, perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk dinding lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi kognitif di otak / sebagai stasiun relay ke korteks serebri. 8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran. 9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru dan mengatur kebahagiaan. 10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen asosiasi.(Markam S, 2003, Devinsky O., et al., 2004)
Gambar 1. Sistem Limbik Dikutip dari Hesselink J.R. The temporal lobe and lymbic system. Available at: http://spinwarp.ucsd.edu/Neuroweb/Text/br-800epi.htm
Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Lobus frontalis Fungsi lobus frontalis mengatur motorik, perilaku, kepribadian, bahasa, memori,
orientasi
spasial,
belajar
asosiatif,
daya
analisis
dan
sintesis.Sebagian korteks medial lobus frontalis dikaitkan sebagai bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik dengan struktur sistem limbik dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan. 2. Lobus parietalis Lobus
ini
berfungsi
dalam
membaca,
persepsi,
memori,
dan
visuospasial.Korteks ini menerima stimuli sensorik (input visual, auditori, taktil) dari area asosiasi sekunder. Karena menerima input dari berbagai modalitas
sensori
sering
disebut
korteks
heteromodal
dan
mampu
membentuk asosiasi sensorik (cross modal association). Sehingga manusia dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang mereka lihat atau pegang. 3. Lobus temporalis Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi, memori, kategorisasi benda-benda, dan seleksi rangsangan auditorik dan visual. 4. Lobus oksipitalis Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer, visuospasial, memori, dan bahasa.(Markam S., 2003)
II.1.4. Tes untuk menilai fungsi kognitif Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi pemeriksaan domain-domain kognitif diantaranya atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif.Untuk
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan kelima domain tersebtu dapat digunakan pemeriksaan MMSE (atensi, bahasa, memori, visuospasial) dan CDT (fungsi eksekutif).Untuk memeriksa fungsi kognitif, pemeriksaan CDT tidak dapat dipisahkan dari MMSE karena CDT melengkapi domain kognitif yang tidak terdapat pada MMSE.
II.1.4.1. MMSE Mini-Mental State Examination (MMSE) pertama sekali diperkenalkan oleh Folstein dkk pada tahun 1975.Pemeriksaan ini telah dipergunakan secara luas sebagai alat penilaian standard pada banyak negara dan telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia.Pemeriksaan ini juga dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis, mengukur tingkat keparahan, memantau progresifitas dan outcome dari pengobatan. (Sjahrir H, et al., 2001) Sensitifitas dan spesifisitas MMSE telah dilaporkan sebesar 87% dan 82%, untuk mendeteksi delirium atau demensia.Namun, MMSE merupakan tes skrining dan tidak mengidentifikasi gangguan spesifik. (Sjahrir H, et al., 2001) Angka prevalensi gangguan fungsi kognitif meningkat seiring peningkatan usia. Individu-individu berusia 55-74 tahun ditemukan memiliki prevalensi 1,4-2,5 untuk menderita gangguan fungsi kognitif berat (skor MMSE 17 atau lebih rendah) dibandingkan yang berusia 35-54 tahun. (Sjahrir H, et al., 2001) Pada individu-individu dengan pendidikan setidaknya 9 tahun, skor MMSEnya adalah 29, untuk yang berpendidikan 5-8 tahun skor MMSEnya adalah 26, dan pada individu-individu yang berpendidikan 0-4 tahun skor MMSEnya adalah 22. (Sjahrir H, et al., 2001) Pemeriksaan MMSE memiliki keunggulan karena waktunya cepat (5-10 menit) dan mudah dikerjakan serta dapat digunakan untuk memonitor perubahan
Universitas Sumatera Utara
dan perkembangan fungsi kognitif.Dalam pemeriksaan MMSE terdapat komponen orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, recall / mengingat kembali, bahasa, dan visuokonstruksi. Sedangkan penilaiannya terdiri dari beberapa hal : penilaian orientasi (misal tahun berapa?), memori segera dan tertunda dari 3 kata (misal apel, meja, koin), penamaan (misal pensil, televisi), pengulangan ungkapan (misal jika tidak, dan atau tetapi), kemampuan mengikuti perintah sederhana (misal ambil sebuah kertas dengan tangan kananmu, lipat menjadi dua bagian dan letakkan di lantai), menulis (misal tulis sebuah kalimat), fungsi visuospasial (menggambarkan kembali gambar segilima berpotongan) dan atensi (mengeja kata GAMBAR dari belakang). Skor MMSE normal 24-30, bila skor kurang dari 24 mengindikasikan gangguan fungsi kognitif. Namun pada indvidu berpendidikan bila skor MMSE ≤ 27 dicurigai suatu gangguan fungsi kognitif.(Folstein MF. et al., 1975) Pemeiksaan MMSE terbagi menjadi dua bagian, yang pertama hanya membutuhkan respon vokal dan mencakup orientasi, memori, dan atensi; dengan skor maksimum adalah 21.Bagian kedua menilai kemampuan menamai, mengikuti perintah verbal dan tulisan, menuliskan sebuah kalimat secara spontan, dan melukiskan kembali segilima sesuai contoh, skor maksimum adalah Sembilan. Karena membaca dan menulis dibutuhkan pada bagian kedua, sehingga pasienpasien dengan gangguan penglihatan berat akan mengalami kesulitan.(Folstein MF, et al, 1975).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Interpretasi skor MMSE Dikutip dari : Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR. Mini Mental State: A practical method for grading the cognitive state of patients for the clinician. J Psychiatr Res 1975;12;189-198.
II.1.4.2. CDT Pemeriksaan CDT dapat digunakan untuk penilaian beberapa fungsi kognitif diantaranya visuokonstruksi, orientasi, konsep waktu, visuospasial, memori, komprehensi auditorik, dan yang paling penting untuk menilai fungsi eksekutif. Pemeriksaan CDT ini juga mempunyai unsur kemampuan motorik dimana subjek diminta
menggambar
jam
dinding
lengkap
dengan
angka-angkanya
dan
menggambarkan jarum jam yang menunjukkan pukul “sebelas lewat sepuluh menit”. Ada empat komponen yang dinilai yaitu menggambar lingkaran tertutup (skor 1), meletakkan angka-angka dalam posisi yang benar (skor 1), ke-12 angka lengkap (skor 1), dan meletakkan jarum-jarum pada posisi yang tepat (skor 1).Nilai cut-off penilaian ini bersifat subjektif.Seseorang dengan fungsi eksekutif yang normal mempunyai skor total 4 dan bila tidak normal skornya kurang dari 4. Skor yang kurang dari 4 perlu evaluasi fungsi kognitif lebih lanjut.(Aprahamian I, et al. 2009)
Universitas Sumatera Utara
II.2. ASAM URAT Asam urat adalah produk hasil dari pemecahan nucleonic acids dan produk akhir metabolism purine (adenine dan guanine).Asam urat terdiri dari carbon, nitrogen, oxygen, dan hydrogen dengan rumus C5H4N4O3..(Fisbach F.T.,2003) Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase.Enzim xanthine oxidase membentuk asam urat dari xanthine dan hypoxanthine, yang dihasilkan dari purine.Di dalam sel, xanthine oxidase dapat ditemukan sebagai xanthine dehydrogenase dan xanthine oxireductase..(Fisbach F.T.,2003) Asam urat dikirim melalui plasma dari hati ke ginjal, dimana disini akan disaring dan kira-kira 70% akan diekskresikan. Sisa asam urat diekskresikan ke saluran pencernaan dan didegradasi.Berkurangnya enzim uricase menyebabkan hasil degradasi ini menumpuk di cairan-cairan tubuh..(Fisbach F.T.,2003) Produksi berlebihan dari asam urat muncul ketika ada pemecahan sel-sel yang hebat dan katabolisme dari nucleonic acids (seperti pada gout), produksi dan penghancuran
sel-sel
yang
berlebihan
(seperti
pada
leukemia),
atau
ketidakmampuan untuk mengekskresi produk substansi ( seperti pada gagal ginjal)..(Fisbach F.T.,2003) Nilai acuannya yaitu pada lelaki normal sekitar 3,4-7,0 mg/dl atau 202-416 µmol/L, pada wanita 2,4-6,0 mg/dl atau 143-357 µmol/L, dan pada anak 2,0-5,5 mg/dl atau 119-327 µmol/L..(Fisbach F.T.,2003) Peningkatan kadar asam urat (hyperuricemia) muncul pada kondisi-kondisikondisi seperti gout, penyakit ginjal dan gagal ginjal, alkoholisme, Down syndrome, keracunan Lead, leukemia, multiple myeloma, lymphoma, starvation, asidosis
Universitas Sumatera Utara
metabolik, ketoasidosis diabetic, penyakit hati, hyperlipidemia, dan lain-lain..(Fisbach F.T.,2003) Sedangkan penurunan kadar asam urat dapat muncul pada kondisi-kondisi seperti fanconi’s syndrome, wilson’s disease, SIADH, defisiensi xanthine oxidase, dan lain-lain. Tapi ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhinya misalnya stress dan olahraga yang keras akan meningkatkan kadar asam urat, beberapa macam obat dapat meningkatkan atau menurunkan kadar asam urat, makanan kaya purine (seperti hati, ginjal) dapat meningkatkan kadar asam urat, penggunaan aspirin dosis tinggi akan menurunkan kadar asam urat, asupan purin yang rendah, kopi, dan teh akan menurunkan kadar asam urat.(Fisbach F.T.,2003) Pada jalur sintesa purin de novo, cincin purin disintesa dari molekul kecil Ribose-5phospate, dengan bantuan 5-Phosphoribosyl-1-Pyrophospate (PRPP) synthetase akan menghasilkan 5-Phospheribosyl-1-Phyrophospate (PRPP) dan bersama Glutamine menghasilkan 5-Phosphoribosyl-1-Amine yang dikatalisasi oleh enzim Amidhophosphoribosyltransferase. 5-Phosphoribosyl-1-Amine bersama glycine dan formateakan menghasilkan inosinic acid, yang merupakan produk penengah antara guanylic acid dan adenylic acid. Inosinic acid dengan bantuan enzim 5’- nucleotidase menghasilkan inosine.Inosine dengan bantuan purine nucleoside phosphorylase menghasilkan hipoxanthine dan akan membentuk xanthine dengan bantuan xanthine oxidase, dan dengan bantuan enzim ini pula akan terbentuk asam urat..(Fisbach F.T.,2003) Guanylic
acid
dengan
bantuan
5’-nucleotidase
membentuk
guanosine.Guanosineakan membentuk guanine lalu kemudian akan membentuk xanthine lalu asam urat. Begitu juga adenylic acid akan menghasilkan adenosine untuk
membentuk
inosine
yang
kemudian
membentuk
xanthine
melalui
Universitas Sumatera Utara
pembentukan
hipoxanthine,
dan
pada
akhirnya
juga
menghasilkan
asam
urat.(Gambar 2)..(Fisbach F.T.,2003)
Gambar 2. Produksi Asam urat Dikutip dari : Star M. Purine biochemistry and Uric acid Metabolism.Available from:
[email protected]
Universitas Sumatera Utara
II.2.1. HUBUNGAN ASAM URAT DENGAN FUNGSI KOGNITIF Pada manusia, asam urat merupakan produk akhir dari metabolism purin dan dipercayai memiliki kemampuan kuat sebagai neuroprotective dan antioxidant.Asam urat juga merupakan kunci pada respon terhadap starvation dan memiliki peran dalam pembentukan intelektual. Kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan berbagai penyakit seperti gout, hypertension, penyakit ginjal dan penyakit-penyakit cardiovascular.(Johnson R.J. et al.,2009; Kutzing M.K. et al.,2008). Pada penelitian 1724 partisipan (berumur≥55 tahun) menunjukkan bahwa kadar asam urat yang tinggi berhubungan dengan fungsi kognitif global, fungsi eksekutif
dan
memori
yang
lebih
baik
setelah
mengatasi
faktor
resiko
kardiovaskularnya.(Euser S.M. et al.,2008). Sedangkan pada penelitian lain pada 96 orang dewasa berumur 65 tahun atau lebih, pesertanya dengan kadar asam urat yang sedikit meningkat menunjukkan hasil yang buruk pada tes kecepatan memproses, memori verbal dan working memory. Meskipun memiliki fungsi sebagai antioksidan, namun pada penelitian ini menunjukkan bahwa dengan sedikit peningkatan kadar asam urat dapat meningkatkan resiko penurunan fungsi kognitif pada usia tua.(Schretlen D.J et al.,2007) Mekanisme yang menghubungkan asam urat dengan fungsi kognitif belum diketahui dengan jelas. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan hipertensi, hyperlipidemia, obesitas, gangguan ginjal,resistensi insulin, sindrom metabolik. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler terutama pada penderita diabetes. Karena diabetes dan
hipertensi
dapat
menyebabkan
gangguan
kognitif
melalui
penyakit
Universitas Sumatera Utara
serebrovaskuler, peningkatan kadar asam urat mungkin mempengaruhi fungsi kognitif melalui perubahan serebrovaskuler.(Schretlen D.J et al.,2007) Pada penelitian cross-sectional pada 1016 orang tua, mereka menunjukkan bahwa orang-orang yang menderita demensia memiliki kadar asam urat serum yang tinggi.(Ruggiero C. et al.,2009)
Gambar 3.Multiple injurious stimuli to the endothelium in non-diabetic atherosclerosis and atheroscleropathy. Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism: Clinical and Experimental. Asam urat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan antara lain asam urat
Universitas Sumatera Utara
merangsang proliferasi sel-sel otot polos dinding pembuluh darah, faktor inflamasi yang dimiliki asam urat, dan efek langsung asam urat pada fungsi endotel dengan mempengaruhi produksi nitric oxide. Kedua mekanisme antara patologi pembuluh darah dan stress oxidative berhubungan dengan peningkatan resiko demensia dan gangguan kognitif.(Euser S.M. et al.,2008) Asam urat serum pada stadium awal proses atherosclerotic diketahui berperan sebagai anti oksidan dan merupakan salah satu anti oksidatif plasma yang paling kuat. Namun, pada stadium lanjut proses atherosclerotic, asam urat serum meningkat (1/3 dari nilai normal) dan berubah fungsi menjadi pro oksidan. Peningkatan kadar asam urat abnormal merupakan stimulus yang dapat mencederai dinding pembuluh darah arterial dan kapiler, yang dapat menyebabkan disfungsi endotel dan remodelling dinding pembuluh darah melalui oxidative-redox stress (gambar 3). Pada gambar 3 juga ditunjukkan hubungan antara endothelium, intima, media
dan
pembentukan
adventitia.Masing-masing atherosclerosis.Pada
lapisan lapisan
ini
berperan
intima
akan
penting
dalam
terjadi
proses
atherosclerosis, intimopathy, dan atheroscleropathy. (Hayden M.R., 2004) Konsep antioksidan-prooksidan merupakan konsep yang penting untuk dipahami, karena pada konsep ini dapat kita ketahui bagaimana asam urat sebagai antioksidan menjadi prooksidan, sehingga menyebabkan kerusakan endothelium dan remodeling dinding pembuluh darah arterial karena peningkatan redox oxidative stress (ROS).(Hayden M.R., 2004) Adenine dan guanine merupakan pasangan basa hasil pemecahan RNA dan DNA karena proses apoptosis dan nekrosis sel-sel pembuluh darah akibat pembentukan plak atherosclerosis. Adenine dan guanine ini kemudian akan membentuk xanthine dan dengan bantuan enzim xanthine oxidase akan terbentuk
Universitas Sumatera Utara
asam urat. Proses tersebut merupakan pembentukan asam urat sebagai anti oksidan.(Hayden M.R., 2004) Xanthine oxidase selain berperan dalam pembentukan asam urat juga menghasilkan redox oxidative stress (ROS). Pembuluh darah yang sehat dapat menghasilkan endothelial nitric oxide (eNO), sedangkan endothelium yang mengalami cedera akan menghasilkan superoxide (O2-).Reaksi yang melibatkan ionion seperti Cuprum dan Ferrum berperan sangat penting dalam meningkatkan pembentukan stress oksidatif pada plak atherosclerosis. Proses ini merupakan pembentukan asam urat sebagai prooksidan (Gambar 4).(Hayden M.R., 2004)
Gambar 4: Antioxidant-prooxidant urate redox shuttle Dikutip dari: Hayden, M. R., & Tyagi, S. C. 2004. Uric acid: A new look at an old risk marker for cardiovascular disease, metabolic syndrome, and Type 2 diabetes mellitus: The urate redox shuttle. Nutrition and Metabolism:Clinical and Experimental. Kadar asam urat serum yang sedikit meningkat berhubungan dengan cerebral ischemia. Terganggunya tonus pembuluh darah dan disfungsi endotel menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya perubahan iskemik, karena cairan serebrospinal akan melalui sawar darah otak sehingga cairan di interstitial tertumpuk, mengakibatkan daerah edema yang teridentifikasi
dengan
MRI
otak
sebagai
White
Matter
Hyperintensities
(WMH).(Vannorsdall T.D. et al.,2008) Hubungan antara asam urat dan nitric oxide terlihat pada jalur dimana peningkatan asam urat dapat menyebabkan cerebral ischemia.Nitric oxide adalah vasodilator poten yang mempengaruhi tonus pembuluh darah di endothelium. Menurunnya proses vasodilatasi ini menyebabkan terjadinya hiperuricemia dan meningkatnya WMH. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa mekanisme terganggunya fungsi endotel dan tonus pembuluh darah berperan dalam terjadinya cerebral ischemia. Keparahan dari cerebral ischemia mungkin memperantarai hubungan asam urat dan fungsi kognitif.(Vannorsdall T.D. et al.,2008)
II.3. Aktivasi Hemostasis Pada orang normal dapat ditemukan kira-kira 5 Liter darah bersirkulasi di tubuh (1/13 dari berat badan), terdiri dari 3 Liter plasma dan 2 Liter sel-sel darah.Cairan plasma berasal dari sistem pencernaan dan limfatik dan berfungsi sebagai alat untuk pergerakan sel. Sel-sel darah diproduksi secara primer oleh sumsum tulang.Sel-sel darah diklasifikasikan menjadi sel-sel darah putih (leukocyte), sel-sel darah merah (erythrocyte), dan platelet (thrombocytes).(Fischbach FT., 2003) Sebelum lahir, pembentukan sel-sel darah (hematopoiesis) terjadi di hati.Pada kehidupan midfetal, limfa dan kelenjar limfe juga berperan kecil dalam memproduksi sel-sel darah. Singkatnya setelah proses kelahiran, hematopoiesis berlangsung di hati, dan sumsum tulang hanya tempat untuk memproduksi erythrocytes, granulocytes, dan platelet. (Fischbach FT., 2003)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.A model of the classic extrinsic and intrinsiccoagulation pathways Dikutip dari: Hoffman M. Remodelling the blood coagulation cascade. J Thromb Thrombolysis. 2003;16(1-2):17-20 Jalur pembekuan darah terdiri dari jalur ekstrinsik,jalur intrinsik, serta final common pathway(Gambar 5). Jalur ekstrinsik muncul ketika terjadi pelepasan tissue thromboplastin (Faktor III) ke darah jika terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Faktor VII yang merupakan faktor koagulasi di sirkulasi darah, akan membentuk kompleks tissue thromboplastin dan kalsium. Kompleks ini secara cepat memecah Faktor X menjadi Faktor Xa.Faktor Xa mengkatalisasi prothrombin (Faktor II) menjadi thrombin (Faktor IIa), dimana Faktor IIa dibutuhkan untuk memecah fibrinogen (Faktor I) menjadi fibrin.(Coulter V.,2000)
Universitas Sumatera Utara
Prothrombin time atau PT adalah tes skrining laboratorium yang memantau faktor-faktor di jalur ekstrinsik seperti Faktor II, V, VII, X, dan fibrinogen. Tetapi pada PT tidak memantau Faktor III (thromboplastin) dan Faktor IV (kalsium). (Coulter V.,2000) Jalur intrinsik diaktifkan ketika Faktor XII dilepaskan ke sirkulasi darahkarena adanya kontak dengan permukaan bermuatan negatif seperti membran trombosit yang sudah teraktivasi,faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa.Selanjutnya faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi Xia.Faktor XIa bersama dengan ion Ca2+ mengaktifkan faktor IX menjadi enzim serin protease, yang disebut faktor IXa. Faktor ini selanjutnya mengubah faktor X untuk menghasilkan faktor Xa. Reaksi ini memerlukan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yaitu : Ca2+, faktor VIIIa, faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan menjadi faktor VIIIa oleh trombin dengan jumlah yang sangat kecil.(Shafer D.,2000) Activated partial thromboplastin time (aPTT) merupakan tes yang digunakan untuk memantau kelainan d jalur intrinsik.(Riddel dkk, 2007, Collins F.,2000) Agar berfungsi efektif, darah harus dalam keadaan cair atau tidak dalam keadaan
terkoagulasi.Fungsi
penting
lainnya
dari
darah
adalah
untuk
menyeimbangkan sistem sirkulasi ketika terjadi trauma. Proses yang mengatur keseimbangan darah, pembuluh darah dan kemampuan sistem sirkulasi untuk mencegah kehilangan darah yang banyak selama proses cedera disebut hemostasis. (Shafer D.,2000) Tes untuk memeriksa faal hemostasis terdiri dari :prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT), fibrinogen dan Ddimer.
Universitas Sumatera Utara
II.3.1. Prothrombin Time (PT)
Gambar 6.A representation of the original extrinsic pathway proposed in 1905. Dikutip dari: Owen CA Jr. A History of Blood Coagulation.Nichols WL, Bowie EJW, eds. Rochester, Minn: Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2001.
Prothrombin merupakan protein yang dihasilkan hati untuk membekukan darah.Produksi prothrombin dipengaruhi oleh konsumsi dan penyerapan vitamin K yang adekuat. Selama proses pembentukan clot, prothrombin dipecah menjadi thrombin. Selanjutnya thrombin akan memecah fibrinogen menjadi fibrin clot (Gambar 6). Kadar prothrombin di darah dapat berkurang pada pasien-pasien dengan penyakit hati. (Owen C.A., 2001) Prothrombin Time adalah satu dari empat test yang digunakan untuk mempelajari proses koagulasi. Prothrombin time secara langsung menunjukkan defek potensial pada tingkat II mekanisme pembentukan clot (jalur extrinsic) melalui analisis kemampuan membentuk clot dari faktor-faktor koagulasi lain yaitu prothrombin,
fibrinogen,
faktor
V,
faktor
VII,
dan
faktor
X.
Kekurangan
prothrombinjuga dapat digunakan untuk memantau keadan-keadaan seperti disfibrinogenemia, efek heparin dan coumarin, gangguan fungsi hati, dan defisiensi vitamin K.(Fishbach FT.,2003)
Universitas Sumatera Utara
Nilai normalnya 11.0-13.0 detik. Nilai theurapeutic nya pada rasio pasien : kontrol adalah 2.0-2.5. Kisaran nilai theurapuetic nya dapat dilihat pada tabel 2.(Fishbach FT.,2003)
Tabel 2. Theurapetic Context Dikutip dari Fischbach, FT. 2003.A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests.7th ed. Lippincot Williams & Wilkins Publishers, USA.
Rasio pasien : kontrol (rasio prothrombin time) merupakan nilai PT pasien dibagi dengan PT laboratorium berarti nilai normal INR. Cara pemeriksaannya yaitu: 1. Ambil darah vena sampel sebanyak 5 ml (dengan tehnik dua tabung) masukkan ke dalam tabung yang mengandung antikoagulan (sodium citrate). 2. Tabung yang digunakan berupa tabung vakum sehingga mempertahankan kadarprothrombin stabil pada suhu ruangan selama 12 jam.(Fishbach FT.,2003) Pasien-pasien dengan masalah jantung biasanya stabil pada kondisi dimana kadar PT diantara 2 sampai 2.5 kali nilai normal. Penggunaan nilai INR lebih sensitif untuk memantau masalah-masalah thromboembolic.Target INR yang harus dicapai
Universitas Sumatera Utara
untuk masalah-masalah thromboembolic adalah 2.0-3.0 (Tabel 1).(Fishbach FT.,2003) Pada keadaan dimana terbentuk clot di darah, nilai PT dipertahankan sekitar 2 sampai 2.5 kali nilai normal. Jika nilai PT dibawah nilai tersebut, pengobatan yang dilakukan akan tidak efektif, dan clot akan terbentuk lebih luas atau kan terbentuk clot-clot baru. Secara berlawanan jika nilai PT melebihi 30 detik, perdarahan mungkin timbul.(Fishbach FT.,2003) Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan kenaikan nilai PT antara lain : a. Defisiensi faktor II (prothrombin), V, VII, atau X b. Defisiensi vitamin K, bayi-bayi dengan ibu yang kekurangan vitamin K c. Penyakit hati (seperti hepatitis karena alkohol), kerusakan hati d. Terapi antikoagulan dengan warfarin (Coumadin) e. Penyumbatan kantung empedu f. Penyerapan lemak yang buruk (contohnya sprue, celiac disease, diare kronis) g. Terapi dengan antikoagulan heparin h. DIC i.
Hypofibrinogenemia (defisiensi faktor I)
j. Bayi premature. (Fishbach FT.,2003) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi PT : 1. Konsumsi sayur-sayuran berupa daun-daunan hijau yang berlebihan meningkatkan penyerapan vitamin K, yang menimbulkan pembentukan clot di darah. 2. Alcoholism atau konsumsi alkoho berlebihan dapat memperpanjang nilai PT. 3. Diare dan muntah menurunkan PT karena proses dehidrasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Jika prosedur pengambilan sampel darah menyebabkan trauma dan jika tabung tidak pada keadaan yang dianjurkan. 5. Pengaruh obat-obatan seperti antibiotik, aspirin, cimetidine, isoniazid, phenothiazides,
cephalosporin,
cholestyramine,
phenylbutazone,
metronidazole, obat anti diabetik, phenytoin. 6. Penyimpanan sampel yang terlalu lama pada suhu 4°C sehingga faktor VII teraktivasi dan PT memendek.(Fishbach FT.,2003)
II.3.2. Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan tes untuk memantau jalur intrinsik dari proses koagulasi (Faktor XII,XI, IX, VIII, V, II, I, prekallikrein, high molecular weight kininogen). Jalur ini dirangsang oleh interaksi antara Faktor XII dengan permukaan bermuatan negatif. Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui kelainan kongenital dan bawaan pada jalur intrinsik proses koagulasi
dan
juga
untuk
memantau
pasien-pasien
dengan
penggunaan
heparin.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005) Spesimen darah diambil sebanyak 5 ml dari pembuluh darah vena perifer tanpa terjadinya trauma venipuncture, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang mengandung trisodium citrate dengan perbandingan 9:1.Trauma venipuncture dapat mengaktifkan faktor koagulasi, yang menyebabkan nilai aPTT memendek.Pastikan sampel dikirim pada suhu ruangan dan tabung dalam keadaan vakum. Spesimen ini stabil dan dapat bertahan selama 12 jam.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005) Nilai normal aPTT berkisar antara 24-37 detik. Nilai aPTT dapat memanjang pada individu usia muda dan dapat memendek pada populasi usia tua. Pada pasien
Universitas Sumatera Utara
yang menggunakan terapi heparin nilai aPTT 2-2.5 kali nilai normal.(Fishbach FT.,2003) Nilai aPTT dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sistem koagulasi darah, tipe dari tabung yang digunakan, tipe antikoagulan, kondisi pengiriman dan penyimpanan spesimen, waktu inkubasi, dan suhu.(Riley RS, 2005) Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) merupakan pemeriksaan paling dasar dari sistem koagulasi. Penggunaan klinis dari aPTT antara lain : 1. Mengetahui adanya kekurangan atau kelainan yang herediter atau didapat pada jalur intrinsik dan common pathway dari proses koagulasi (Faktor XII, XI, IX, VIII, prekallikrein, high molecular weight kininogen) 2. Memantau penggunaan terapi antikoagulan heparin. 3. Mendeteksi adanya penghambat proses koagulasi (coagulation inhibitor) contohnya lupus anticoagulant 4. Memantau
terapi
pengganti
faktor
koagulasi
pada
pasien
hemophilia.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005) Nilai aPTT meningkat diatas nilai normal pada keadaan defisiensi faktor intrinsik < 40% baik yang dibawa dari lahir atau pun didapat, lupus anticoagulant, atau adanya inhibitor spesifik dari faktor-faktor koagulasi jalur intrinsik. Penyebab lain meningkatnya nilai aPTT termasuk penyakit hati, DIC, terapi antikoagulan atau heparin, atau pengambilan spesimen yang tidak tepat (contohnya plebotomi traumatic).(Riley RS, 2005) Jika nilai PT normal dengan nilai aPTT yang terganggu berarti kelainan berada diantara tingkat pertama jalur koagulasi (Faktor VIII, IX, X, XI, dan atau XII).Jika nilai aPTT normal sementara nilai PT abnormal menandai adanya defisiensi faktor VII. Jika nilai keduanya memanjang, kemungkinan adanya defisiensi faktor I,
Universitas Sumatera Utara
II, V, atau X. Secara bersamaan, aPTT dan PT akan mendeteksi 95 % kelainan koagulasi.(Fishbach FT.,2003) Nilai aPTT memendek pada kondisi penyakit kanker, apalagi melibatkan hati, segera setelah perdarahan akut, stadium sangat awal DIC.Jika nilai aPTT > 70 detik menandakan perdarahan spontan.(Fischbah FT.,2003, Riley RS.,2005)
II.3.3. Thrombin Time (TT) Thrombin time digunakan sebagai tes untuk mengetahui adanya kelainan pada tingkatan fibrinogen/fibrin pada proses koagulasi. Tes ini dapat mendeteksi DIC dan hypofibrinogenemia dan mungkin juga dapat digunakan untuk memantau terapi streptokinase. Tes ini sebenarnya mengukur waktu yang dibutuhkan plasma untuk membentuk clot ketika thrombin ditambahkan. Normalnya, clotakan segera terbentuk, jika tidak maka terjadi defisiensi tingkat III pada proses koagulasi. Nilai normalnya 7.0-12.0 detik.Cara pemeriksaan dengan mengambil sampel darah vena sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi sodium citrate.Pastikan spesimen diperiksa dalam 2 jam, atau harus dibekukan. Nilai TT yang memanjang ditemukan pada keadaan : a. Hypofibrinogenemia b. Terapi yang menggunakan heparin atau sejenisnya c. DIC d. Uremia e. Penyakit hati kronis Sedangkan nilai TT yang memendek ditemukan pada keadaan : a. Hyperfibrinogenemia b. Peningkatan Hct (>55%)
Universitas Sumatera Utara
II.3.4. Fibrinogen Fibrinogen merupakan glycoprotein yang disintesis di hati. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh bantuan thrombin merupakan tahap utama dari proses koagulasi. Fibrin bersama platelet akan membentuk clot di darah. Kadarnya akan meningkat pada penyakit-penyakit dimana terjadi kerusakan jaringan atau inflamasi. Tes ini juga digunakan untuk menemukan kelainan PT, aPTT, dan TT dan juga pemantauan DIC dan fibrin-fibrinogenolysis. Selain perannya pada proses koagulasi, fibrinogen merupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Analisa berskala besar yang dilakukan EUROSTROKE project menunjukkan bahwa “fibrinogen merupakan prediktor kuat terjadinya stroke”.(Kaslow JE., 2011) Peningkatan kadar fibrinogen plasma kebanyakan bersifat sementara dan melibatkan peran pentingnya dalam proses reaksi akut tubuh pada saat terjadi trauma atau penyakit yang parah. Kadar fibrinogen juga dapat meningkat pada perokok dan secara genetik. Penurunan kadar plasma fibrinogen timbul karena produksi di hati menurun, karena aksi dari fibrinolysin (enzim yang menghancurkan fibrin dan menyerang fibrinogen), kerusakan sel-sel hati seperti pada keadaan hepatitis atau cirrhosis. Nilai normalnya 200-400 mg/dl atau 2.0-4.0 g/L. cara pemeriksaannya yaitu dengan mengambil sampel darah vena sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung berisi sodium citrate. Kadar fibrinogen meningkat pada keadaan inflamasi dan infeksi (seperti rheumatoid arthritis, pneumonia, tuberculosis), acute myocardial infarction, nephrotic syndrome, kanker, multiple myeloma, Hodgkin’s disease, kehamilan, eklampsia, penyakit-penyakit serebral, dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Nilainya
Universitas Sumatera Utara
menurun pada keadaan penyakit hati, DIC, primary fibrinolysis, hypofibrinogenemia yang herediter atau kongenital, dysfibrinogenemia. Nilai fibrinogen<50 mg/dL atau <0.5 g/L dapat timbul pada saat terjadi perdarahan pada proses pembedahan. Nilai >700 mg/dL atau >7.0 g/L mengarahkan pada resiko terjadinya penyakit arteri koroner dan serebrovaskuler.
II.3.5. D-dimer D-dimer diproduksi oleh aksi plasmin pada cross-linked fibrin, bukan oleh aksi plasmin pada unclotted fibrinogen. Timbulnya D-dimer menyatakan bahwa generasi thrombin dan plasmin muncul.Kadarnya di dalam darah bergantung pada aktivasi penggumpalan darah akibat pembentukan fibrin, yang distabilisasi oleh faktor XIIIa dan selanjutnya didegradasi melaui proses fibrinolisis.(Fisbach FT.,2003) Nilai normalnya < 250 µg/L atau < 1.37 nmol/L. Cara pemeriksaan dengan mengambil 5 ml sampel darah vena lalu dimasukkan ke dalam tabung berisi sodium citrate. Nilainya meningkat pada keadaan DIC, DVT, gagal ginjal dan hati, pulmonary embolism, kehamilan lanjut, preeclampsia, keganasan, inflamasi, dan infeksi yang hebat. Nilai positif palsu dapat ditemui pada pasien setelah dilakukan operasi atau trauma, penggunaan terapi estrogen, dan kehamilan normal.(Fisbach FT.,2003)
II.3.6. HUBUNGAN ANTARA AKTIVASI HEMOSTASIS DENGAN FUNGSI KOGNITIF Adanya disregulasi sistem imunologi dan koagulasi sering timbul pada orang lanjut usia dan berhubungan dengan beberapa penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan. Proses trombosis merupakan penyebab paling utama kematian dan kesakitan pada populasi lanjut usia.(Pieper C.F. et al.,2000)
Universitas Sumatera Utara
Orang lanjut usia sudah terjadi gangguan regulasi inflamasi dan hemostasis. Sebagai contoh, peningkatan kadar penanda inflamasi dan hemostasis yang kronis menunjukkan kondisi-kondisi kronis, seperti frailty syndrome, Alzheimer’s disease, dan atherosclerosis.(Kale et al,2011) Ras, usia, riwayat merokok, tekanan darah tinggi, dan berat badan berhubungan dengan kadar D-dimer, dan ras, umur, dan status fungsional berhubungan dengan adanya kadar D-dimer yang tinggi. Orang kulit hitam, usia tua, dan orang-orang dengan fungsional terganggu memiliki kadar D-dimer yang meningkat secara signifikan, juga berhubungan dengan terjadinya proses trombosis. Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa peningkatan terjadinya proses trombosis di jumpai d kelompok ini. (Pieper C.F. et al.,2000) Penelitian-penelitian telah menyatakan bahwa D-dimer, TAT, VWF, faktor VIII, fibrinogen, t-PA dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) meningkat pada orangorang yang menderita Atrial Fibrilasi (AF) daripada orang-orang sehat sebagai kontrol. Pada penelitian ini, Barber dkk menemukan bukti bahwa peningkatan generasi trombin dan perubahan fibrin pada orang yang menderita AF dan demensia dibandingkan pada orang-orang tanpa demensia. Penggunaan warfarin dalam jangka waktu yang lama bersifat protektif terhadap kejadian demensia pada penderita AF.(Barber M. et al.,2004) Pada sampel yang cukup besar dari populasi usia tua, kadar D-dimer memprediksi penurunan fungsi kognitif selama periode 4 tahun. Tidak ada hubungan yang signifikan secara klinis antara disregulasi sitokin perifer dan kognitif. (Wilson C.J, MD, MHSc. et al.,2003)
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan interleukin-6 dan kadar D-dimer yang tinggi menunjukkan penurunan fungsi secara keseluruhan. Aktivasi jalur koagulasi dan inflamasi berhubungan dengan kematian dan penurunan fungsi.(Cohen H.J. et al.,2003) Dibandingkan dengan orang-orang yang belum pernah merokok, perokok memiliki resiko yang meningkat untuk menderita demensia dan Alzheimer’s disease. Merokok merupakan faktor resiko yang kuat terhadap individu tanpa APOE€4 allele, tetapi tidak memiliki efek pada individu dengan allele tersebut.(Ott A, PhD. et al.,1998) Hubungan
antara
penanda
hemostasis
dengan
demensia
vaskuler
menunjukkan pembentukan clot sebagai mekanisme primer dan sesuai dengan pembentukan mikro infark pada demensia vaskuler.(Gallagher J. et al.,2009) Umur dan jenis kelamin perempuan memiliki faktor resiko lebih penting untuk mengalami penurunan fungsional pada pasien-pasien usia tua dengan penyakit atau faktor resiko vaskuler. Diabetes mellitus juga berhubungan dengan peningkatan resiko penurunan fungsional. Kejadian cedera vaskuler memiliki peran penting untuk terjadinya penurunan fungsional. Pencegahan kejadian iskemik vaskuler dapat mengurangi resiko penurunan fungsi kognitif pada pasien lanjut usia. (Kamper A.M. et al.,2005) Proses inflamasi berperan penting dalam penurunan fungsi kognitif yang berhubungan dengan umur.
Peranan
proses
inflamasi
kronis
terhadap
penurunan fungsi mental dapat dibandingkan dengan faktor resiko lain termasuk merokok, hipertensi, dan apolipoprotein E e4. (Rafnsson et al.,2007) Pada penelitian yang dilakukan Hoffman, yang merupakan penelitian cross sectional menyatakan perubahan terhadap kejadian atherosclerotic muncul sebagai penyebab demensia. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap proses
Universitas Sumatera Utara
atherosclerosis, dijumpai bahwa peningkatan ketebalan lapisan intima dan media tidak mempengaruhi proses atherosclerosis. Peningkatan ketebalan dinding pembuluh darah berhubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler. Sebagai tambahan, perjalanan progresifitas penebalan pembuluh darah berhubungan dengan faktor resiko terjadinya atherosclerosis. Hubungan ini menyokong pendapat bahwa pemeriksaan non-invasif ketebalan lapisan intima-media menjadi indikator kejadian atherosclerosis. (Hoffman A. et al.,1997) Pada penelitian lain, menunjukkan hubungan antara aktivasi hemostasis yang dini setelah prosedur off-pump surgery dan penurunan fungsi kognitif segera setelah operasi. Jalur koagulasi dan fibrinolisis teraktivasi setelah prosedur operasi. Adanya kondisi hiperkoagulabilitas setelah operasi atau terjadinya aktivasi hemostasis dapat menimbulkan
komplikasi
tromboemboli
seperti
oklusi
graft.
Selain
proses
hiperkoagulabilitas, paparan yang sering terhadap dinding jantung memicu peningkatan tekanan vena sentral yang sementara dan menurunkan tekanan darah sistemik yang menyebabkan penurunan tekanan perfusi serebral. Selain itu pembentukan mikroemboli selama proses operasi juga memiliki peran dalam proses terjadinya penurunan fungsi kognitif. Mekanisme ini dapat menjelaskan terjadinya penurunan fungsi kognitif pada kelompok dengan kadar D-dimer tinggi.(Lo B, MD. et al.,2005) Peningkatan kadar D-dimer dan prothrombin dihubungkan dengan penurunan fungsi kognitif yang cepat. D-dimer (produk degradasi fibrin) merupakan penanda generasi thrombin dan perubahan fibrincross-linked, sedangkan prothrombin fragment dan kompleks thrombin-antithrombin merupakan penanda generasi thrombin. Fibrinogen adalah glikoprotein yang berperan penting dalam proses hemostasis. Fibrinogen meningkatkan viskositas plasma dan meningkatkan adhesi
Universitas Sumatera Utara
leukosit. Data dari penelitian ini menunjukkan viskositas plasma lebih berhubungan terhadap penurunan fungsi kognitif daripada fibrinogen. Dasar hubungan antara viskositas plasma dengan fungsi kognitif adalah karena proses inflamasi yang meningkat.(Stott D.J. et al.,2009) Selain beberapa hal di atas pada penelitian ini juga didapatkan disfungsi endotelial berperan dalam penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut. Tissue plasminogen activator merupakan glikoprotein yang dihasilkan sel-sel endotelial pembuluh darah, yang mengaktifkan pembentukan clot darah dengan adanya fibrin yang memecah plasminogen menjadi plasmin, dan membentuk fibrin cross-linked menjadi D-dimer dan produk degradasi fibrin lain,dan merupakan penanda disfungsi endotel. Von Willebrand factor juga menjadi penanda kerusakan endotel. Faktor ini memediasi adhesi platelet ke endotel yang cedera, yang merupakan tahap awal terjadinya thrombosis.(Stott D.J. et al.,2009)
Universitas Sumatera Utara
II.5. KERANGKA TEORI
Universitas Sumatera Utara
II.6. KERANGKA KONSEP
ORANG USIA LANJUT
AKTIVASI HEMOSTASIS
KADAR ASAM URAT SERUM
FUNGSI KOGNITIF
Universitas Sumatera Utara