Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Arus Di UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas telah banyak di atur tata cara berlalulintas dan sanksi-sanksi yang diberikan baik itu pidana atau denda, tetapi pada kenyataannya di jalan raya masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui isi dari UU N0.22 tahun 2009. Ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi terhadap UU tersebut dan kurang pedulinya masyarakat terhadap aturan-aturan yang ada
sehingga dampak positif dari UU No.22 tersebut kurang terasa
manfaatnya bagi masyarakat pada umumnya. Data Dilantas polda metro jaya jumlah kendaraan tahun 2009 adalah 9.993.867 unit dan bertambah 9% setiap tahunnya, sedangkan jumlah penduduk DKI Jakarta 8.513.385 Orang, luas wilayah DKI Jakarta 40,1 Kilo meter persegi dan panjang jalan 7.650 Km, Jika ini tidak di kelola dengan baik akan menimbulkan masalah yang sangat besar untuk beberapa tahun mendatang. Karena panjang jalan yang tidak sebanding dengan luas wilayah dan pertumbuhan penduduk. Masalah tersebut disebabkan oleh arus lalu lintas yang terjadi merupakan hasil dari pengaruh gabungan antara manusia, kendaraan dan jalan : MANUSIA
KENDARAAN
JALAN
II-1
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Manusia Dalam suatu arus lalu lintas jalan raya tabiat dan kelakuan seseorang merupakan factor yang sangat penting untuk menentukan karakter dari lalu lintas tersebut. Ada banyak factor yang mempengaruhi perilaku manusia antara lain yaitu: A. Karakter pengemudi yaitu antara lain: a. Cepat marah atau ketidaksabaran. Pada umumnya Kondisi ini yang paling biasa dilakukan, yang mengakibatkan pengemudi
menjalankan
kendaraan
diluar
kendali,
melakukan pergerakan yang tidak terkontrol sehingga membahayakan pengendara lain, misalnya pada waktu lampu merah tetap jalan terus dll b. Kecenderungan
mengikuti
tabiat-tabiat
orang
lain/pengemudi lain c. Jika menemukan jalan yang tidak diketahui biasanya pengemudi mengambil keputusan yang salah, sehingga mempengaruhi arus lalu lintas disekitarnya. d. Jika mengendarai kendaraan dalam waktu lama biasanya konsentrasi dan perhatian pengemudi menjadi lambat. e. Dalam kondisi bahaya biasanya pengemudi hanya bisa melakukan satu pilihan dalam satu waktu
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
B. Lingkungan Sifat seeorang dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antara lain misalnya; a. Iklim, Cuaca, dan temperature disekeliling bisa membuat pandangan terganggu b. Lahan, penggunaan dan aktifitasnya, mengemudi didaerah ramai, sekolahan dll akan mempengaruhi pengemudi untuk mengatur kecepatannya. c. Jenis kendaraan, jumlah dan aliran arus lalulintas sangat berpengaruh pada pengemudi d. Fasilitas dan rambu-rambu jalan yang ada di rute-rute perjalanan, terminal, persimpangan sangat mempengaruhi keputusan pengemudi untuk menentukan pilihan dalan satu waktu e. Persimpangan yang tidak teratur (banyak pedagang, pengemis dan masalah sosial lainnya yang memanfaatkan badan jalan) juga sangat berpengaruh pada pengemudi untk mengatur kecepatannya. C. Factor fisik, yaitu antara lain: a. Penglihatan pengemudi Ketajaman penglihatan dan daerah pandangan periperal b. Pendengaran Untuk pengemudi tidak terlalu penting tapi untuk pejalan kaki bisa sangat bermasalah. II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
D. Waktu reaksi Yaitu waktu yang dipergunakan antara melihat, mendengar atau merasakan dan mengerjakan sesuatu sebagai tanggapan terhadap sesuatu rangsangan, yang sering disebut PIEV (perception, intellection, Emotion, Volition time) juga sering disebut perception reaction time. Untuk keperluan perencanaan digunakan waktu PIEV 2,5detik (AASHO). Dalam kondisi yang komplek atau situasi daerah yang baru/belum dikenal waktu PIEV atara 2-6detik. PIEV sangat di pengaruhi oleh cuaca, waktu, penerangan, kondisi badan, mental, mabuk, penyakit, keinginan, kelainan jasmani, kebiasaan dan lain-lain.
E. Jarak pandangan Adalah panjang bagian jalan didepan pengemudi yang masih dapat dilihat dengan jelas, diukur dari titik pengemudi. Untuk mendapat jarak padangan yg cukup ada 2 hal yaitu: a. Jarak pandangan henti yaitu jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk berhenti,ini ditentukan oleh 2 bagian jarak yaitu Jarak PIEV dan jarak rem/mengerem b. Jarak pandangan menyiap yaitu panjang bagian jalan yang diperlukan oleh pengemudi untuk melakukan gerakan menyiap kendaraan lain yang lebih lambat dengan aman.
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
F. Factor pejalan kaki/pedestrian Ada 3 yang mempengaruhinya yaitu: 1) Faktor phisik Pedestrian berjalan dengan kecepatan antara 1-1,5 m/det, waktu reaksi pejalan kaki lebih panjang dari pengemudi yaitu rata-rata 4-5detik 2) Faktor mental Banyak pejalan kaki yang tidak mengetahui peraturan – peraturan lalu lintas 3) Factor emosi Pejalan kaki bingung oleh situasi lalu lintas dan mereka sukar diatur/menuruti rambu-rambu lalu lintas yang ada
2. Kendaraan Karakteristik kendaraan sangat mempengaruhi karakteristik arus lalu lintas. Menurut PP N0.43/1993 pasal 11 tentang prasarana dan lalu lintas jalan, ukuran kendaraan maksimum untuk tiap kelas jalan adalah : Tabel 2.1 Ukuran Kendaraan Maksimum untuk tiap kelas jalan Kelas
Fungsi jalan
jalan
Lebar kendaraan
Panjang kendaraan
Maksimum (M)
maksimum (M)
I
Arteri
2,5
18
II
Arteri
2,5
18
IIIA
Arteri/Kolektor
2,5
18
IIIB
Kolektor
2,5
12
IIIC
Lokal
2,1
9 II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Muatan sumbu terberat untuk tiap kelas jalan Kelas jalan
Fungsi jalan
Muatan sumbu terberat (Ton)
I
Arteri
> 10
II
Arteri
10
IIIA
Arteri/Kolektor
8
IIIB
Kolektor
8
IIIC
Lokal
8
3. Jalan dan lingkungan Ukuran dan dimensi jalan mempengaruhi
arus lalulintas, selain itu
keadaan permukaan jalan dan sifat geometric dari alinyemen jalan juga sangat berpengaruh terhadap arus lalu lintas .
2.2 Simpang Bersinyal 2.2.1. Tujuan Umumnya Sinyal lalulintas di gunankan untuk tujuan yaitu : Mengatur rute arus lalu lintas. Mengurangi kemacetan khususnya di simpang akibat konflik arus lalu lintas, sehingga terjamin kapasitas tertentu dapat dipertahankan, khususnya selama kondisi lalu lintas pada jam sibuk atau puncak. Memberi kesempatan kepada kendaraan dan pejalan kaki dari jalan simpang untuk memotong jalan utama.
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang berlawanan Memberikan prioritas utama kepada angkutan umum/masal Membantu kerja polisi dan DLLAJR
2.2.2 Karakteristik Sinyal Lalu Lintas Dengan menggunakan sinyal, perancang dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing masing pendekat. Untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas pertama-tama perlu ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi simpang yang di tinjau. Pada umumnya penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna yaitu kuning, Hijau dan Merah. Sinyal- sinyal itu di pergunakan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu (memisahkan konflik konflik utama) selain itu juga di gunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan atau memisahkan gerakan membelok dari pejalan kaki yang menyebrang (Konflik-konflik ke dua) seperti gambar di bawah ini:
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Urutan nyala lampu lalu lintas adalah merah hijau dan kuning (amber). Pemakaian system lalulintas diatur berdasarkan surat keputusan menteri perhubungan No. SK.264/L/1972. Isyarat-isyarat yang diperlihatakan lampu lalu lintas berdasarkan keputusan tersebut mempunyai arti sebagai berikut : 1. Nyala merah berarti : kendaraan dilarang melewati gars berhenti (stop line). Waktu merah disesuaikan dengan desain volume lalu lintas yg direncanakan. 2. Nyala merah kuning (amber) berarti : Kendaraan tetap dilarang melewati garis berhenti. Waktu nyala merah amber bersama-sama adalah 2 detik, dimaksudkan untuk membersihkan kendaraan
yang sedang bergerak
melewati daerah persimpangan. 3. Nyala hijau berarti : kendaraan di bolehkan melewati garis berhenti. Waktu nyala hijau di sesuiakan dengan desain volume lalu lintas yang diharapkan lewat. 4. Nyala kuning(Amber) berarti: Kedaraan dilarang melewati garis berhenti, kecuali kendaraan tersebut sudah sangat dekat dengan garis berhenti sehingga tidak dapat diberhentikan dengan aman. Waktu amber (kuning) adalah 3 detik
Pada perencanaan lalau lintas, ada beberapa istilah yang sering dipakai yaitu antara lain : Kapasitas jalan yaitu volume kendaraan maksimum yang dapat melewati jalan per satuan waktu dalam kondisi tertentu Kapasitas yaitu arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
Waktu siklus (cycle time) yaitu waktu satu periode lalu lintas atau waktu yang di perlukan untuk satu rangkaian nyala lampu lalu lintas secara lengkap (misalnya pada saat suatu arus di ruas Jl.Kayu putih Raya mulai hijau hingga pada ruas jalan tersebut mulai hijau kembali) Fase yaitu suatu rangkaian dari kondisi yang diperlalukan untuk suatu arus atau beberapa arus, yang mendapatkan identifikasi lampu lalu lintas yg sama (pengaturan waktu pergerakan arus lalu lintas). Pemilihan jumlah fase tergantung dari banyaknya konflik utama diantara arus lalu lintas dengan mempertimbangkan keselamatan. Contoh Sistem persimpangan dengan 2 Fase (misalnya simpang 4 dengan arus lalu lintas utama UtaraSelatan dan Timur-Barat bisa digunakan dua fase) dapat di gambarkan :
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Saturation flow yaitu jumlah arus lalu lintas yang dapat melalui garis stop pada waktu lampu hijau per jam(dalam kondisi antrian) Saturation flow dibagi dalam 2 kelompok yaitu : 1. Untuk jalan lurus tidak ada halangan 2. Untuk jalur membelok ke kanan, dimana ada 3 kondisi yang mempengaruhinya yaitu : a) Memotong langsung arus dari lawan arah pada waktu lampu hijau b) Jarak/memberhentikan jalaur yang berlawanan pada waktu lampu hijau c) Kendaraan tetap membelok pada wajtu lampu merah. Intergreen period yaitu waktu antara nyala hijau. Intergreen period (I) minimum 4 detik, batasan minimum ini tergantung dari 1. Panjang jalan yang di butuhkan untuk melewati persimpangan 2. Membersihkan kendaraan yang membelok kekanan 3. Kecepatan kendaraan di jalan 4. Membersihkan pejalan kaki (menyebrang) Dalam praktek nyala amber di pakai 3 detik dan waktu hilang akibat ketertundaan berangkat (lost time due to starting delay) 2 detik.
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3 Simpang Bersinyal Menurut MKJI 1997 Metodologi untuk analisa simpang bersinyal menurut MKJI 1997 di dasarkan pada prinsip-prinsip untama sebagai berikut : 1. Data masukan a. Kondisi Geometri Dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Untuk masing-masing pendekat atau sub pendekat lebar efektif (W) ditetapkan dengan mempertimbangkan
denah dari bagian
masuk dan keluar suatu simpang dan distribusi dari gerakangerakan membelok. b. Kondisi Arus lalu lintas Data lalu lintas di bagi dalam tipe kendaraan yaitu Kendaraan tidak bermotor (UM) sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV) dan kendaraan berat (HV). Kendaraan bermotor dalam MKJI 1997 dinyatakan sebagai hambatan samping. Perhitungan dilakukan per satuan jam
untuk satu atau lebih
periode, misalnya didasarkan pada waktu jam puncak/sibuk Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QLT, Lurus QST dan belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi
satuan
mobil
penumpang(SMP)
per-jam
dengan
menggunkan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masingmasing pendekat terlindung dan terlawan.
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel. 2.3. Nilai konversi smp Jenis kendaraan
emp untuk tipe pendekat : terlindung
Terlawan
Kendaraan ringan (LV)
1,0
1,0
Kendaraan berat (HV)
1,3
1,3
Sepeda Motor (MC)
0,2
0,4
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga DPU, MKJI 1997
2. Persinyalan Dalam merencanakan fase sinyal di lakukan dengan berbagai artenatif untuk di evaluasi. Jumlah fase yang baik adalah fase yang menghasilkan kapasitas yang besar dan tundaan rata-rata yang kecil. Pemisahan gerakan –gerakan belok kanan biasanya hanya dapat di pertimbangakan kalau suatu gerakan membelok melebihi 200 smp/jam Analisis untuk perencanaan , waktu antar hijau
(intergreen) dapat
diasumsikan sebagai erikut : Tabel. 2.4. Nilai antar Hijau Ukuran simpang
Lebar jalan rata-rata
Nilai normal waktu antar hijau
Kecil
6–9m
4
Sedang
10 -14 m
5 detik per fase
besar
≥ 15 m
≥ 6 detik per fase
detik per fase
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Menentukan Waktu Sinyal Waktu hijau efektif=waktu hijau + koreksi (A) – koreksi (B) – Koreksi (C) Dimana koreksi (A) = waktu tambahan, karena pada waktu lampu kuning kendaraan masih melewati garis stop Koreksi (B) dan koreksi (C) disebut waktu hilang (lost time), umumnya masing-masing ditentukan 1detik. Menurut MKJI 1997 koreksi (A) dianggap sama dengan koreksi (B) + koreksi (C), sehingga waktu hijau efektif sama dengan lampu hijau sebenarnya. Aliran lalu lintas jenuh (s) adalah iring-iringan kendaraan maksimum yang mengalir secara terus-menerus melewati garis berhenti suatu mulut jalan dari pertemuan jalan sebidang berlampu lalu lintas, selama periode nyala lampu hijau
dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp=PCU)
setiap jam (R.J Salter 1980)
Menurut MKJI 1997 arus lalulintas jenuh dasar menggunakan persamaan:
So=600 x We Dimana: So=arus lalu lintas jenuh dasar(smp/jam) We=lebar jalan (meter)
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 grafik untuk arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O
Gambar 2.2 grafik untuk arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P
Arus lalu lintas jenuh dasar tersebut kemudian harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi berikut : II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
Ukuran kota (City size=CS) tersebut dalam jutaan penduduk Tabel. 2.4. Table koreksi ukuran kota (FCS) untuk simpang Penduduk kota
Factor penyesuaian
(Juta jiwa)
Ukuran kota (FCS)
>3,0
1,05
1,0 – 3,0
1,00
0,5 – 1,0
0,94
0,1 – 0,5
0,83
< 0,1
0,82
Hambatan samping (Side Friction=SF) kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor Kelandaian (Gradient=G) dalam % yaitu naik (+) atau turun (-)
Gambar 2.3 grafik faktor penyesuaian untuk kelandaian II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
Parkir (Parking=P) yaitu Jarak garis henti – Kendaraan parkir pertama.
Gambar 2.4 grafik faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir Gerakan membelok kanan/kiri atau (Right Turn=RT dan Left Turn=LT) dalam %
Gambar 2.5 Grafik faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kanan II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6 Grafik faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri Penentuan Cycle Time Waktu silkus (cycle time) suatu lampu lalu lintas harus di cari yang optimum, agar waktu tunggu rata-rata menjadi minimum Copt = 1,5.LTI + 5 1 – IFR Dimana : Copt = Cycle time optimum (etik) LTI = Waktu hilang total pada satu cycle time (detik) IFR = Jumlah FR (∑FR) maksimum tiap fase.
IFR = Arus lalulintas suatu fase Arus lalu lintas jenuh
II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.7. grafik penetapan waktu siklus
Perhitungan penilaian arus jenuh (S) Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) dengan factor penyesuaian (F) untuk penyimpangan pada kondisi sebenarnya, dari kumpulan kondisi-kondisi yang telah ditetapkan sebelumnya. S = So x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT smp/jam hijau Dimana ; So
= arus jenuh dasar
FCS
= Faktor koreksi ukuran kota
FSF
= Faktor koreksi gangguan samping
FG
= Faktor koreksi kelandaian
FP
= Faktor koreksi Parkir II-18
Bab II Tinjauan Pustaka
FRT
= Faktor korksi belok kanan
FLT
= Faktor koreksi belok kiri
Perbandingan arus (Q) dengan arus jenuh (S) FR = Q / S Perbandingan arus kritis (FRCRIT) IFR = ∑(FRCRIT) Perhitungan perbandingan fase (Phase ratio=PR) PR = FRCRIT / IFR
Tabel.2.5 Waktu siklus yang disarankan oleh MKJI 1997 adalah Tipe kontrol
Waktu siklus yang layak (detik)
2
fase
40 – 80
3
fase
50 – 100
4
fase
80 - 130
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga DPU, MKJI 1997
5
Kapasitas Kapasitas untuk setiap lengan simpang di gunakan rumus sebagai berikut : C=Sxg/c Dimana : C = kapasitas (smp/jam) S = Arus jenuh (smp/jam) g = waktu hijau (detik) II-19
Bab II Tinjauan Pustaka
c = waktu siklus yang ditentukan (detik) Dari hasil perhitungan ini dapat di cari nilai derajat jenuh dengan rumus : ds = Q / C dimana: ds = derajat jenuh Q = arus lalu lintas (smp/jam) C = kapasitas (smp/jam)
6
Perilaku lalu lintas (kualitas lalu lintas) a. Panjang antrian (NQ1) Dari nilai derajat jenuh (ds) dapat digunakan untuk menghitung jumlah antrian smp yang merupakan sisa dari fase hijau terdahulu. Di dapat formula dan gambar : Untuk ds>0.5 NQ1=0,25xCx (ds-1)- (ds-1)2 – 8x(ds-0,5)} C Untuk ds≤0,5 NQ1 = 0 dimana : NQ1
= jumlah smp yang tersisa dare fase hijau sebelumnya
ds
= derajat jenuh
GR
= rasio hijau
C
= kapasitas (smp/jam) = S x GR
Jumlah antrian smp yang dating selama fase merah (NQ2) dihitung dengan rumus II-20
Bab II Tinjauan Pustaka
NQ2 = c x 1- GR x Q 1-GR x ds 3600 Dimana: NQ2
= jumlah smp yang datang selama fase merah
Q
= Volume lalu lintas yang masuk diluar LTOR (smp/detik)
c
= waktu siklus
ds
= derajat jenuh
Gr
= rasio hijau (detik)
Gambar 2.8 perhitungan jumlah antrian dalam smp b. Angka henti Angka henti (NS) adalah jumlah berhenti rata-rata per- kendaraaan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati simpang di hitung dengan rumus sebagai berikut : NS = 0,9 x NQ x 3600 Qxc II-21
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana : c = adalah waktu siklus (detik) Q
= arus lalu lintas (smp/jam)
Jumlah kendaraan terhenti (NSV) pada masing-masing pendekat dapat di hitung dengan rumus : Nsv = Q x NS (smp/jam) Angka henti seluruh simpang didapatkan dengan membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total Q dalam kendaraan/jam NSTOT = ∑NSV QTOT c. Tundaan Tundaan pda suatu simpang dapat terjadi karena 2 hal : 1. Tundaan lalu lintas (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang 2. Tundaan geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan /atau terhenti karena lampu merah Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung : Dj = DTj + DGj Dimana : Dj
= Tundaan rata-rata untuk pendekat j (detik/smp)
DTj
= Tundaan lalulintas rata-rata untuk pendekat j (detik/smp)
DGj
= Tundaan geometri rat-rata untuk pendekat j (detik/smp)
II-22
Bab II Tinjauan Pustaka
Tundaan lalu lintas rat-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dengan rumus : DT = c x 0.5 x (1-GR)2 + NQ1 x 3600 (1-GR x ds) C Dimana : DTj
= Tundaan lalulintas rata-rata pada pendekat j (detik/smp)
GR
= Ratio hijau (g/c)
Ds
= derajat kejenuhan
C
= kapasitas (smp/jam)
NQ1
= Jumlah smp yang tertnggal dari fase hijau sebelumnya
Hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh factor-faktor luar seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dan lain sebagainya. Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat di perkirakan sebagai berikut : DGj
= (1 – ρSV) x ρT x 6 + (ρSV x 4)
Dimana : DGj
= Tundaan Geometri rata-rata pada pendekat j (detik/smp)
ρSV
= Ratio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
ρT
= Ratio kendaraan membelok pada suatu pendekat
tundaan geometri rata-rata untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan pada aggapan : II-23
Bab II Tinjauan Pustaka
Kecepatan 40km/jam
Kecepatan belok tidak berhenti 10km/jam
Percepatan dan perlambatan 1,5 m/det2
Kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.
7. Tingkat Pelayanan Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indicator tingkat pelayanan dari masing-masing pendekat, demikian juga pada suatu simpang secara keseluruhan. Berdasarkan MKJI 1997, tingkat pelayanan untuk masing-masing lamanya hambatan adalah sebagai berikut :
Tabel.2.6. Tingkat pelayanan Lalu Lintas di simpang bersinyal Tingkat Pelayanan
Tundaan per kendaraan (detik
A
< 5,0
B
5,1 – 15,0
C
15,1 – 25,0
D
25,1 – 40,0
E
40,1 – 60,0
F
>60
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga DPU, MKJI 1997
II-24