71
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Teori harga Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibeli. Selain itu, harga suatu produk juga pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang menyangkut ketersediaan sumberdaya, kemungkinan produksi dan preferensi konsumen (Purnama, 2003). Dalam menunjang kegiatan transaksi perdagangan, informasi harga suatu komoditas merupakan faktor kunci besarnya penawaran dan permintaan. Permintaan suatu komoditi merupakan jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga. Sementara itu, penawaran suatu komoditi adalah jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dijual oleh suatu perusahaan (Lipsey, dkk. 1995). Harga keseimbangan pasar akan terbentuk ketika terjadi perpotongan antara kurva penawaran dengan kurva permintaan yang artinya jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan. Jika jumlah barang yang diminta lebih besar daripada jumlah barang yang ditawarkan, maka akan terjadi excess demand atau jadi kekurangan kuantitas dan oleh karenanya mendorong harga yang sekarang naik. Sementara itu, jika jumlah barang yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah barang yang diminta, maka akan terjadi excess supply sehingga akan memaksa harga turun karena akan terjadi surplus atau kelebihan kuantitas.
Universitas Sumatera Utara
72
Penawaran sejumlah barang untuk dijual per unit tergantung dengan harga, sedangkan faktor lain yang ada adalah konstan (ceteris paribus) Perubahan dalam berbagai harga produk pertanian mempunyai proporsi yang relatif sedikit dari total perubahan hasil produksi yang terjadi selama lebih beberapa tahun. Dalam jangka pendek perubahan produksi yang dihasilkan sering disebabkan oleh perbaikan teknologi yang menuntut petani untuk menghasilkan barang yang lebih banyak dengan harga yang sama disebut dengan pergeseran penawaran. Pergeseran penawaran adalah sangat penting untuk diketahui, yaitu untuk melihat perubahan yang terjadi pada hasil produksi sebagai hasil dari pergeseran kurva penawaran statis (pergeseran pada kurva penawaran). Kenaikan kurva penawaran ke sebelah kanan (penambahan penawaran) mengandung arti bahwa jumlah produksi yang ditawarkan bertambah dengan harga sama, penurunan ke kiri mempunyai makna yang berkebalikan dengan hal diatas. Ada beberapa faktor penting yang dapat menggeser penawaran statis (Supply Shifters) yaitu : a. Perubahan harga input b. Harga komoditi lain yang berhubungan c. Perubahan teknologi d. Perubahan harga produk gabungan (joint product) e. Ramalan penjual pada harga di masa yang akan datang f. Cuaca
Universitas Sumatera Utara
73
Analisis perubahan jumlah yang diminta dengan menggunakan kurva permintaan tampak kondisi perubahan sangat cepat, dimana harga berubah maka jumlah yang diminta juga cepat berubah. Tetapi dalam kenyataan, perubahan jumlah yang diminta dan harga relatif lambat. Fakta di bidang pertanian menunjukkan bahwa perubahan jumlah produksi relatif lambat tetapi perubahan harga dan jumlah yang diminta tampak jelas akibat dari tidak stabilnya tingkat produksi. Di bidang industri seringkali penggunaan kurva permintaan digunakan untuk menentukan tingkat produksi sesuai dengan harga yang diinginkan. Dalam jangka panjang, jumlah produksi relatif tetap untuk menjaga harga yang stabil. Ahli ekonomi menggeneralisasi ada lima faktor utama, yang mengubah jumlah diminta atau konsumsi masyarakat yang sering disebut demand determinant yaitu : b. Harga komoditi itu sendiri. Kenaikan harga komoditi tersebut akan mengurangi jumlah yang diminta dan penurunan harga akan terjadi sebaliknya. c. Harga barang lain. Permintaan akan suatu komoditi tidak saja tergantung dari komoditi tersebut tetapi juga harga komoditi lain. Arah perubahan permintaan tergantung dari arah perubahan harga dan bagaimana komoditi tersebut dengan komoditi yang lain. Jika penurunan harga komoditi lain menyebabkan penurunan jumlah yang diminta maka hubungan komoditi tersebut dengan yang lain dinamakan substitute (hubungan negative). Sedangkan jika kenaikan harga komoditi lain menyebabkan kenaikan jumlah yang diminta pada komoditi lain, maka hubungan komoditi tersebut dinamakan complementer (hubungan positif).
Universitas Sumatera Utara
74
d. Jumlah penduduk. Kenaikan jumlah penduduk berarti jumlah yang diminta bertambah e. Pendapatan konsumen. Kenaikan pendapatan konsumen seringkali menjadi penyebab kenaikan permintaan produk pertanian. Bahwa elastisitas pendapatan penduduk Indonesia terhadap permintaan sayur-sayuran dan buah-buahan lebih dari satu yang berarti bahwa kenaikan pendapatan 1% menaikkan permintaan akan sayur-sayuran dan buah-buahan lebih dari 1%. Tetapi dapat terjadi sebaliknya bagi komoditi inferior bahwa kenaikan pendapatan menyebabkan jumlah yang diminta pada komoditi tersebut menurun, misalnya jagung sebagai bahan pangan. f. Jumlah keluarga dan distribusi umur keluarga. Permintaan akan bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah keluarga. Pada umumnya keluarga yang mempunyai jumlah anggota besar, maka jumlah pendapatan yang dibelanjakan untuk pengeluaran akan bahan pangan akan lebih besar. Demikian juga perbedaan umur, dimana usia lanjut akan lebih banyak mengonsumsi makanan yang kandungan lemaknya lebih rendah. Teori ekonomi menjelaskan bahwa teori permintaan didasarkan atas tingkat kepuasan dalam mengonsumsi barang dan pendapatan yang dibelanjakan, dimana konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan dengan keterbatasan/kendala pendapatan. Pengukuran tingkat kepuasan seseorang dapat digambarkan melalui kurva indiferen, yang menyatakan titik-titik kombinasi dari dua macam barang yang
Universitas Sumatera Utara
75
dikonsumsi oleh seseorang pada tingkat kepuasan yang sama. Semakin tinggi kurva indiferen menunjukkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi.
2.2.Struktur Pasar Persaingan sempurna adalah suatu model struktur pasar dari sebuah industri, sementara monopoli adalah model yang lain. Secara tradisional, struktur pasar dikaitkan dengan jumlah perusahaan yang aktif dalam industri itu. Suatu kedaan monopoli terdapat bila industri hanya terdiri dari satu perusahaan tunggal. Bila perusahaan itu mampu mendepak pesaing-pesaing karena biaya-biaya produksinya lebih rendah, keadaan itu disebut “monopoli alamiah” (Natural Monopoly). Tetapi tidak semua monopoli bersifat “alamiah”. Suatu sumber monopoli lain yang penting adalah fasilitas istimewa yang diberikan pemerintah, seperti dalam hal perusahaan umum yang diberi hak monopoli atau suatu hak paten. Kebalikan dari monopoli adalah terdapat banyak perusahaan atau persaingan. Dalam suatu keadaan di mana terdapat banyak perusahaan, apa yang pokok adalah tingkah laku mengikuti harga saja (price taking behaviour), setiap perusahaan hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil atas harga sehingga harga itu bertindak seolah-olah bebas dari keputusan mengenai keluarannya sendiri. Bila lebih dari satu tetapi masih hanya sedikit perusahaan yang tertinggal dalam suatu industri, struktur pasar itu disebut ‘oligopoli’ persaingan antara sedikit perusahaan. Dalam oligopoly setiap keputusan mengenai keluaran sesuatu perusahaan jelas mempengaruhi keadaan permintaan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan
Universitas Sumatera Utara
76
lain, yang dapat diharapkan akan memberikan reaksinya. Akan tetapi ada interaksi yang disadari diantara perusahaan-perusahaan itu, suatu keadaan yang menjurus pada tingkah laku yang ‘strategis’ dan bukan hanya mengikuti harga saja.
2.3. Komoditas Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor. Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan sebagai tanaman komersial pada tahun 1912 dan ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911. Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif hingga 25 – 30 tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan
Universitas Sumatera Utara
77
kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur, di tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun. Produksi utama kelapa sawit adalah Tandan buah segar. Tandan buah segar dapat diolah menjadi biji sawit, daging buah, dan pakan ternak. Biji sawit diolah kembali menjadi bahan bakar, briket, minyak goreng, salad oil, pakan ternak dan tempurung arang. Daging buah dapat menjadi minyak sawit, sebagai bahan baku margarine, minyak kasar (minyak makan), suldge, sabun dan bahan pakan ternak. Minyak sawit (CPO) dapat juga digunakan sebagai bahan bakar nabati (biofuel) pengganti bahan bakar minyak fosil, sehingga potensi pengunaan CPO akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Hal ini menunjukan kelapa sawit mempunyai nilai investasi yang baik untuk dikembangkan. Berikut ini dapat dilihat bagan alur produksi kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
78
Gambar 2.1. Bagan Alur Produksi Kelapa Sawit
Universitas Sumatera Utara
79
2.4. Studi Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan memaparkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyangkut komoditas kelapa sawit. Bagian kedua akan memaparkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tentang analisis harga. Sedangkan bagian ketiga akan memaparkan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan metode analisis yang digunakan yaitu kointegrasi. Budiyanto, dkk (2005) melakukan penelitian mengenai kelapa sawit dengan judul Kajian Perbedaan Tandan Buah Segar yang dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar. Penelitian dilakukan menggunakan data primer yaitu di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan menggunakan dua varietas yang diambil dari petani di tiga lokasi/ desa berbeda. Dilakukan analisis rendemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan budidaya tanaman kelapa sawit pada lokasi yang berbeda tidak terlihat dampaknya pada rendemen CPO TBS yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena sampel yang digunakan dipilih berdasarkan berat yang relatif sama. Penelitian mengenai analisis harga pernah dilakukan oleh Mulyana (2002) melakukan analisa terhadap harga Tandan Buah Segar Kelapa sawit (TBS) di daerah Sumatera Selatan dengan judul Penetapan Harga Tandan Buah Segar Kelapa Sawit di Sumatera Selatan dari Perspektif Pasar Monopoli Bilateral. Peneltian dilakukan posisi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam rentang harga hasil pendekatan pasar monopoli bilateral,
Universitas Sumatera Utara
80
dalam pengertian apakah telah memberikan perlindungan kepada petani dan mendekati harga yang mencerminkan kekuatan tawar menawar yang seimbang, atau lebih mengarah pada harga monopsonis, atau malah mengarah pada harga monopoli. Tiga pola perusahaan inti rakyat (PIR) menjadi sampel untuk dikaji kondisi dan datanya (1998-2002) dalam penelitian ini, yaitu PIR-Transmigrasi manajemen swasta dan BUMN, dan PIR-KUK. Alat analisis yang digunakan adalah model ekonometrika persamaan tunggal permintaan dan penawaran TBS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga TBS ketetapan pemerintah daerah telah melindungi petani plasma dari kemungkinan penerapan harga pasar monopsoni yang dapat terjadi tanpa intervensi kebijakan tersebut. Namun tingkat harga TBS tersebut dalam perspektif pasar monopoli bilateral, dimana KUD merepresentasikan petani sebagai monopolis, masih cenderung lebih dekat ke harga monopsonis. Hal ini juga mencerminkan lebih kuatnya posisi tawar perusahaan inti ketimbang petani, dan posisi harga TBS sebagai turunan harga CPO dunia. Sementara itu Handewi (2005), melakukan analisis harga pangan yang berjudul Metode Analisis Harga Pangan . penelitian ini membahas tentang metode analisis harga pangan dan alternative teknik analisis harga pangan dan pemanfaatan analisis harga pangan.metode analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitatif yang didasarkan pada pola perilaku yang terjadi pada deret waktu (time series data), pendekatan neraca (Balance Sheet Approach), dan pendekatan kuntitatif dengan memperhatikan keterkaitan antar variabel (fungsi permintaan dan penawaran harga). Dan juga menggunakan teknik riset operasi Linier Programming.
Universitas Sumatera Utara
81
Sementara itu, Hutabarat (2006), melakukan penelitian mengenai analisa harga kopi dengan judul Analisis Saling Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia. Penelitian ini bertjuan untuk mengevaluasi perkembangan dan keragaman harga di dua lokasi produsen di Indonesia dan beberapa lokasi konsumen di luar negeri, meganalisis perubahan nilai tukar dollar AS serta kecenderungan orientasi dan dampaknya dalam menuju hubungan sesamanya dan dampaknya dalam jangka panjang. Alat analisis digunakan yaitu metode kointegrasi.data yang digunakan adalah data sekunder meliputi harga kopi dalam negeri di tingkat produsen, pedagang dan ekspor, dan harga eceran konsumen negara pengimpor utama dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga eceran di Jepang selalu lebih tinggi dari harga-harga di negara-negara konsumen seperti AS, Jerman, Italia dan Belanda dan tren perkembangan harga cenderung positive sampai tahun 1995 dan negative sesudahnya. Penelitian mengenai kointegrasi dilakukan oleh Munadi ( 2007) dengan judul Penurunan Pajak Ekspor dan Dampaknya terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia ke India (Pendekatan Error Correction Model). Dalam penelitian ini bertujuan Untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri minyak goreng dalam negeri, pajak ekspor terhadap minyak kelapa sawit digunakan sebagai instrumen untuk memonitor keluar masuknya minyak kelapa sawit ke pasar ekspor yang relatif lebih menguntungkan setiap saat. Berdasarkan uji kointegrasi dan estimasi Error Correction Model (ECM) Munadi (2007) menyimpulkan permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia
Universitas Sumatera Utara
82
ke India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari Faktor error correction model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekpor kelapa sawit oleh India sangat dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak kelapa sawit dunia dengan elastis sebesar 2,74, Indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor ke India tahun lalu sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak sawit yang diekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar 14.83 persen. Sementara itu, Riyadh (2007) dengan judul Analisis Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi Indonesia Periode 1999 – 2006. Dalam penelitian ini bertujuan Menganalisis Respon variabel Industrial production index, uang beredar dan perbedaan suku bunga apabila terjadi shock terhadap variabel nilai tukar dan inflasi, menjelaskan secara empiris variabel-variabel makro yaitu industrial production index, tingkat inflasi, uang beredar dan perbedaan suku bunga dapat menjelaskan fluktuasi nilai tukar rupiah dan inflasi di Indonesia, merumuskan implikasi kebijakan moneter dari hasil-hasil analisis dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah dan inflasi. Berdasarkan hasil analisis impulse respon dapat disimpulkan bahwa guncangan nilai tukar mengakibatkan depresiasi yang sangat tinggi terhadap nilai tukar rupiah yang akibatnya fluktuasi pada variabel makroekonomi dalam waktu yang lebih cepat menuju ke kondisi kestabilan dibandingkan variabel makroekonomi
Universitas Sumatera Utara
83
lainnya, terkait dengan hal itu maka depresiasi dari guncangan nilai tukar akan direspon dengan meningkatnya jumlah uang beredar secara langsung. Hal itu terjadi karena simpanan dalam nominasi mata uang dolar juga termasuk dalam perhitungan jumlah uang beredar (M2) sehingga depresiasi nilai tukar rupiah secara otomatis meningkatkan jumlah uang beredar yang mengarah pada kenaikan tingkat harga dan membuat daya beli masyarakat menurun akibatnya industrial production index juga menurun, untuk menyeimbangi besarnya laju depresiasi yang terjadi, bank sentral seyogyanya melakukan kebijakan moneter berupa peningkatan sukubunga SBI mendorong terjadinya capital inflow yang akhirnya dapat menstabilkan nilai tukar rupiah. Berdasarkan hasil Forecast Error Variance Decomposition menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah secara dominan ditentukan oleh Shock terhadap dirinya sendiri, yaitu sebesar 75,15 % diikuti sukubunga SBI memberikan kontribusi sebesar 9,88 %. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah cenderung bersifat eksogen sehingga sulit untuk dikendalikan secara langsung, sedangkan inflasi masih relatif memungkinkan dikendalikan melalui guncangan sukubunga SBI. Hasil ini juga menunjukkan bahwa Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan inflation targetting dimana SBI digunakan sebagai sasaran antara untuk mengontrol inflasi, bukan sebagai sasaran akhir. Bafadal melakukan penelitian mengenai Dampak Defisit dan Utang Pemerintah terhadap Stabilitas Makroekonomi, yang bertujuan menganalisis dampak defisit dan utang pemerintah terhadap stabilitas makroekonomi. Model
Universitas Sumatera Utara
84
ekonometrika yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Data yang digunakan adalah data time series tiga bulanan tahun 1980-2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa utang dalam negeri sebagai komponen pembiayaan anggaran mulai ada sejak krisis tahun 1998. kondisi fiskal adalah sustainable dalam jangka panjang dengan rasiodefisit terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,35 %, dan rasio total utang terhadap PDB sebesar 75 %. Hadi melakukan penelitian dengan judul Analisis Vector Auto Regression (VAR) terhadap Korelasi antara Pendapatan Nasional dan Investasi Pemerintah di Indonesia. Penelitian ini mencoba mencari ada tidaknya korelasi timbal balik (interrelationship) antara pertumbuhan ekonomi dan investasi pemerintah di Indonesia.Hasil yang diperoleh bahwa antara pengeluaran pembangunan rupiah yang mewakili investasi pemerintah dengan PDB yang mewakili pendapatan nasional dalam kurun waktu 1983/1984 hingga 1999/2000 tidak terbukti. Dalam periode yang diamati, investasi pemerintah di sektor fiskal, khususnya pengeluaran pembangunan rupiah ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan ini menunjukkan bahwa sebagaimana menurut aliran klasik terdapat dichotomy antara sektor riil dan sektor monter, dalam studi ini juga ditemukan dichotomy antara sektor riil dan sektor fiskal di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
85
2.5.
Kerangka Pemikiran Harga TBS ditentukan berdasarkan harga ekspor (FOB) minyak kelapa sawit.
Hal ini berarti kemampuan petani kelapa sawit dalam berproduksi sangat tergantung pada perekonomian dunia. Sejak tahun 1978 harga TBS ditentukan sebesar 14 persen dari harga ekspor CPO-FOB pelabuhan Belawan. Kemudian pada tahun 1987 harga pembelian dari perusahaan inti harus didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 43/Kpts/Kb.3202/1987 dengan ketentuan bahwa harga TBS sebesar 14 persen dari harga ekspor CPO dan harga ekspor minyak inti sawit. Harga CPO di dalam negeri sangat ditentukan oleh keadaan harga di Kualalumpur dan Rotterdam. Harga CPO di Rotterdam sangat terkait dengan situasi permintaan dan penawaran minyak kedelai sebagai bahan substitusi penting minyak goreng asal kelapa sawit. Produk akhir yang paling menentukan gejolak harga dalam indutri kelapa sawit adalah harga minyak goreng. Harga minyak goreng merupakan acuan utama bagi harga CPO, selanjutnya harga CPO merupakan acuan utama bagi harga TBS Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, maka diperlukan suatu analisis untuk menggambarkan perkembangan harga komoditas Tandan Buah Segar Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Analisis perkembangan harga ini dilakukan di Sumatera Utara sebagai dasar informasi harga bagi konsumen maupun produsen di dalam memperkirakan kecenderungan gerak harga serta sebagai data perbandingan harga saat ini terhadap harga masa lalu.
Universitas Sumatera Utara
86
Harga M.Goreng
Harga M. Kelapa
Nilai Tukar
Harga TBS
Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
87
2.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, serta tujuan penelitian yang telah dipaparkan, maka hipotesa yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dan Harga Minyak Goreng di Sumatera Utara. 2. Ada hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dan Nilai Tukar $ US di Sumatera Utara. 3. Ada hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dan Harga Minyak Kelapa di Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara