BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Tinjauan Umum Perbankan Indonesia Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan berupa pengumpulan dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam berbagai bentuk. Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 dalam Salman (2012: 69), disebutkan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Pengertian bank lainnya yang terdapat dalam Dendawijaya (2009: 14) yaitu: “bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, mana pun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar atau tempat uang giral.”(Prof G.M. Verryn Stuart) “bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain (A. Abdurrachman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan). Bank terdiri atas dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah.Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional yang terdiri atas Bank Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. 9
10
2.1.2. Bank Syariah 2.1.2.1. Pengertian Bank Syariah Pengertian bank menurut Undang-undang No.21 Tahun 2008 dalam Salman (2012:69) : “Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).”
BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu dan/atau unit syariah.
2.1.2.2. Fungsi dan Peran Bank Syariah Berdasarkan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam Yaya (2013: 48), disebutkan bahwa bank syariah wajib melaksanakan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal,
11
yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial
lainnya
(denda
lain denda
terhadap nasabah atau
ta’zir)
dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu, bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Bank syariah dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki empat fungsi antara lain : •
Fungsi Manajer Investasi Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana.
•
Fungsi Investor Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah.
•
Fungsi Sosial Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrument yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrument Zakat, Infak,
12
Sadaqah dan Wakaf (ZISWAF) dan instrument qardhul hasan. •
Fungsi Jasa Keuangan Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah tetap harus menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah. Menurut Machmud (2010: 26), bank syariah juga mempunyai peran
sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana-dana tersebut akan disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Dana pihak ketiga tersebut terdiri dari: a. Titipan/wadiah, yaitu dana titipan masyarakat yang dikelola oleh bank. b. Investasi/mudharabah, adalah dana masyarakat yang diinvestasikan.
2.1.2.3. Tujuan Bank Syariah Berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 21 Tahun 2008 dalam Usman (2012: 120) tujuan bank syariah adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, penjelasan atas Pasal 3 UU Nomor 21 Tahun 2008
13
menyatakan sebagai berikut: “dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).”
2.1.2.4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah Menurut Antonio (2011: 29) dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja sebagai berikut: 1. Akad dan Aspek Legalitas Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad. 2. Lembaga Penyelesaian Sengketa Jika terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya,
14
tidak diselesaikan di pengadilan negeri, tetapi diselesaikan sesuai dengan tata cara hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. 3. Struktur Organisasi Struktur
yang
membedakan
antara
bank
syariah
dengan
bank
konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. 4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. 5. Lingkungan Kerja dan Corporate Culture Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam.
15
2.1.2.5. Prinsip Operasional Bank Syariah Menurut Yaya (2013: 52) prinsip produk bank Islam terdiri dari: 1. Prinsip-Prinsip dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah Berdasarkan
fatwa
Dewan
Syariah
Nasional
(DSN),
prinsip
penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu sebagai berikut : a. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Wadiah Wadiah terbagi menjadi dua, yaitu wadiah yad-dhamanah dan wadiah yad-amanah. Wadiah yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Prinsip wadiah yad-amanah adalah penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si penitip mengambil kembali titipannya.Prinsip wadiah yang lazim digunakan dalam perbankan syariah adalah wadiah yad-dhamanah dan biasa disingkat dengan wadiah. b. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Mudharabah Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dibagi atas tiga, yaitu mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musyarakah.
Namun
pada
dasarnya,
semua
bentuk
kegiatan
penghimpunan dana bank syariah (tabungan, deposito, dan giro) dapat menggunakan prinsip mudharabah muthlaqah. Prinsip mudharabah muthlaqah, kedudukan bank syariah adalah sebagai mudharib (pihak
16
yang mengelola dana), sedangkan penabung atau deposan adalah pemilik dana (shahibul maal). Selanjutnya, hasil usaha yang diperoleh bank dibagi antara bank dengan nasabah pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati di muka. 2. Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah Dalam penyaluran dana oleh bank syariah, terdapat beberapa prinsip menurut Salman (2012 : 76) adalah sebagai berikut : a. Prinsip Jual Beli Dalam melakukan jual beli, dapat digunakan 3 (tiga) skema yang meliputi : 1.
Jual beli dengan Skema Murabahah Jual beli dengan skema ini menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Skema ini digunakan oleh bank untuk nasabah yang hendak memiliki suatu barang, sedang nasabah yang bersangkutan tidak memiliki uang pada saat pembelian. Pada jual beli dengan skema ini, bank syariah bertindak sebagai penjual, sedangkan nasabah yang membutuhkan barang bertindak sebagai penjual, sedangkan nasabah
yang
membutuhkan
bertindak
sebagai
pembeli.keuntungan yang diperoleh bank dengan skema ini adalah berupa margin atau selisih antara harga jual barang dengan harga pokok pembelian barang. Apabila barang telah diterima nasabah, barang tersebut dapat dibayar secara tunai maupun
17
secara angsuran kepada bank dalam jangka waktu yang disepakati. 2. Jual Beli dengan Skema Salam Jual
beli
dengan
skema
salam
adalah
jual
beli
yang
pelunasannyadilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. Skema ini dapat digunakan oleh bank untuk nasabah yang memiliki cukup dana, sedang yang bersangkutan kurang memiliki bargaining power dengan penjual dibanding sekiranya pembelian barang dilakukan oleh bank. Dalam skema ini, bank sebagai penjual memperoleh keuntungan dari selisih harga jual kepada nasabah dengan harga pokok pembelian barang yang dilakukan pada pemasok. 3. Jual Beli dengan Skema Istishna' Jual beli dengan skema istishna' adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang diisyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Berbeda dengan murabahah, barang yang diperjualbelikan pada saat transaksi istishna' dilakukan belum ada dan memerlukan waktu untuk membuatnya terlebih dahulu. 3. Prinsip Investasi a. Investasi dengan Skema Mudharabah Penyaluran dana dengan skema mudharabah terdiri atas dua jenis,
18
yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Dalam mudharabah muthlaqah, bank berperan sebagai shahibul maal yang memberi kewenangan kepada mudharib untuk menjalankan usaha tanpa adanya batasan tempat, jenis produk, pelanggan maupun pemasok.Bank memperoleh pendapatan dari nisbah bagi hasil yang menjadi hak bank. Adapaun mudharabah muqayyadah,
bank
hanya
berperan
sebagai
agen
yang
menghubungkan nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah yang telah menetapkan batasan tertentu dalam kegiatan investasi oleh
nasabah
yang
menerima
pembiayaan
mudharabah
muqayyadah. Dari upaya bank memfasilitasi pemilik dana dan pengelola
dana
mudharabah
muqayyadah
tersebut,
bank
memperoleh fee sejumlah tertentu yang telah disepakati. b. Investasi dengan Skema Musyarakah Investasi dengan skema musyarakah adalah kerja sama investasi para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing. Pada skema ini, hubungan antara bank dengan nasabah pembiayaan adalah hubungan kemitraan sesama pemilik modal.
19
4. Prinsip Sewa a. Sewa dengan Skema Ijarah Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Dalam transaksi sewa dengan skema ijarah, bank adalah pemilik objek sewa, sedang nasabah adalah penyewa. Transaksi ini dapat diterapkan bank pada nasabah yang hanya menginginkan manfaat dari objek sewa yang disediakan bank dan tidak untuk memilikinya. Skema ini oleh perbankan syariah dapat dipergunakan untuk keperluan sewa barang maupun sewa jasa. b. Sewa dengan Skema Ijarah Muntahiya Bittamlik Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Berbeda dengan transaksi ijarah, transaksi muntahiya bittamlik memberi hak pilih pada penyewa untuk memiliki barang yang disewa. 5. Prinsip-Prinsip dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan Menurut Salman (2012: 83) prinsip pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan terdiri dari:
20
a. Prinsip Wakalah Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam konteks muamalah, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang (muwakkil) kepada yang lain (wakil) dalam hal-hal yang diwakilkan. Hal-hal yang diwakilkan haruslah diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili, tidak bertentangan dengan syariah Islam, dan dapat diwakilkan menurut syariah Islam. b. Prinsip Kafalah Dalam fatwa DSN Nomor 11 Tahun 2000, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul‟anhu „ashil). c. Prinsip Hawalah Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang menanggungnya (muhal „alaih) (Antonio, 2001). Dalam praktik perbankan, prinsip hawalah dapat digunakan untuk transaksi anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutangnya itu kepada bank syariah. Selanjutnya bank syariah membayar piutang tersebut nasabah dan bank menagihnya ke pihak ketiga tersebut.
21
d. Prinsip Sharf Prinsip sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antarmata uang sejenis maupun antarmata uang berlainan jenis. Beberapa syarat transaksi jual beli mata uang yaitu: 1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan). 2. Ada
kebutuhan
transaksi
atau
untuk
berjaga-jaga
(simpanan). 3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai. 4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. e. Prinsip Ijarah Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank syariah. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa sebagaimana dijelaskan dalam fatwa DSN Nomor 9 tahun 2000. Apabila dikaitkan dengan penggunaan barang maka diistilahkan dengan sewa-menyewa sedangkan apabila dikaitkan dengan penggunaan jasa maka diistilahkan dengan upah-mengupah.
22
2.1.3.
Pembiayaan Murabahah
2.1.3.1. Pengertian dan Karakteristik Murabahah Pengertian murabahah yang terdapat pada PSAK 102 paragraf 5 dalam Yaya (2013: 158) yaitu: “Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.” Dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan: “Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba. Murabahah Menurut Muhammad (2014: 46) : “Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformsikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.” Murabahah menurut Karim (2013: 113) yaitu: “Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).” Karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
23
24
Murabahah Berdasarkan Pesanan Dalam jenis ini pengadaan barang yang merupakan objek jual beli, dilakukan atas dasar pesanan yang diterima. Apabila tidak ada yang pesan maka tidak dilakukan pengadaan barang. Pengadaan barang sangat tergantung pada proses jual belinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari persediaan barang yang menumpuk dan tidak efisien, sehingga proses pengadaan barang sangat dipengaruhi oleh proses jual belinya.
2.1.3.3. Sumber Hukum Akad Murabahah 1. Al-Qur’an “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu..” (QS 4: 29) “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu...”(QS 5: 1) “Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS 2: 275) “... dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan.” (QS 2: 280) “... dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa...” (QS 5: 2) “Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu melakukan transaksi utang piutang untuk jangka waktu yang ditentukan, tuliskanlah...”(QS 2: 282)
25
2. Al-Hadits Dari
Abu
Sa’id
Al-Khudri
bahwa
Rasulullah
SAW bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR AlBaihaqi, Ibnu Majah, dan shahih menurut Ibnu Hibban) Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung keberkahan: jual beli secara tangguh,muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jejawut untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual.” (Ibnu Majah dari Shuhaib) “Allah mengasihi orang yang memberikan kemudahan bila ia menjual dan membeli serta di dalam menagih haknya.” (Dari Abu Hurairah) “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (Suka) menolong saudaranya.” (HR Muslim) “Menunda-nunda pembayaran yang dilakukan oleh orang yang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sangsi kepadanya.” (HR Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad) “Sumpah itu melariskan barang dagngan, akan tetapi menghapuskan keberkahannya.” (HR Al-Bukhari)
2.1.3.4. Rukun dan Ketentuan Akad Murabahah Menurut Nurhayati (2015: 179) rukun dan ketentuan murabahah, yaitu sebagai berikut :
26
1. Pelaku Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya. 2. Objek Jual Beli, harus memenuhi persyaratan berikut: Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai, dan bukan merupakan barang-barang yang dilarang diperjualbelikan Barang tersebut dimiliki oleh penjual Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa depan. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian) Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnya dengan jelas, sehingga tidak ada gharar Harga barang tersebut jelas. Barang yang diakadkan ada di tangan penjual 3. Ijab Kabul Pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan komunikasi modern. Apabila jual beli telah
27
dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemilikannya, pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan menjadi halal. Demikian sebaliknya. Menurut Antonio (2011: 105) terdapat beberapa ketentuan umum dalam pembiayaan murabahah antara lain : a. Jaminan Pada dasarnya jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang mutlak dipenuhi dalam bai‟ al-murabahah, jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar pemesan tidak main-main dengan pesanan. Si pembeli (penyedia
pembiayaan/bank)
dapat
meminta
si
pesenan
(pemohon/nasabah) suatu jaminan (rahn) untuk dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran utang. b. Utang dalam Murabahah KPP Secara prinsip penyelesaian utang si pemesan dalam transaksi murabahah KPP tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan si pemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan tersebut. Apakah si pemesan menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan
atau
kerugian,
si
pemesan
tetap
berkewajiban
menyelesaikan utangnya kepada pembeli. c. Penundaan Pembayaran untuk Debitur Mampu Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis mampu dilarang menunda penyelesaian utangnya dalam al-murabahah ini.
28
Bila seorang pemesan menunda penyelesaian utang tersebut, pembeli dapat mengambil tindakan yaitu mengambil prosedur hukum untuk mendapat kembali utang itu dan mengklaim kerugian yang terjadi akibat penundaan. d. Bangkrut Jika pemesan yang berhutang dianggap pailit dan gagal menyelesaikan utangnya karena benar-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan karena lalai sedangkan ia mampu kreditor harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup membayar kembali. Dalam melaksanakan transaksi murabahah, ketentuan atau aturan yang perlu diperhatikan yaitu ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Ketentuan Bank Indonesia yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia maupun pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Menurut Muhammad (2014: 47-48) Fatwa Dewan Syariah Nasional yang terkait dengan transaksi Fatwa murabahah antara lain adalah: 1. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. 2. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah 3. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah.
29
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah. 5. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah (khashm Di AlMurabahah). 6. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar. 7. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. 8. Fatwa De wan Syariah Nasional No: 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah. Berdasarkan fatwa fatwa tersebut, Bank Indonesia mengatur lebih lanjut dalam bentuk peraturan Bank Indonesia atau Surat Edaran Bank Indonesia.
2.1.4. Biaya Operasional 2.1.4.1. Pengertian Biaya Menurut Supriyono (2000;16), dikorbankan
atau
digunakan
Biaya
dalam
adalah
rangka
harga
perolehan
memperoleh
yang
penghasilan
atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Selanjutnya Mulyadi (2003:4) juga mendefinisikan pengertian biaya adalah: “Biaya (expense) adalah kas sumber daya yang telah atau akan dikorbankan
30
untuk mewujudkan tujuan tertentu”. Pengertian tersebut dapat dilihat empat unsur yang terkandung didalamnya, yaitu biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi berupa kas atau ekuivaleannya yang dapat diukur dalam satuan moneter uang, merupakan hal yang terjadi atau potensial akan terjadi dan pengorbanan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dimasa yang akan datang dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Biaya merupakan unsur utama secara fisik yang harus dikorbankan demi kepentingan dan kelancaran perusahaan dalam rangka menghasilkan laba yang merupakan tujuan utama dalam perusahaan oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan perhatian yang sangat serius selain karena biaya juga merupakan unsur pengurangan persentasinya sangat besar dalam hubungannya dalam pencarian laba.
2.1.4.2. Biaya Operasional Biaya operasi atau biaya operasional secara harafiah terdiri dari 2 kata yaitu “Biaya” dan “operasional” menurut kamus besar bahasa Indonesia, biaya berarti uang yang dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan, dan sebagainya) sesuatu; ongkos; belanja; pengeluaran. Sedangkan operasional berarti secara (bersifat) operasi; berhubungan dengan operasi. Pengertian dari biaya operasi menurut Jusuf (2006:33) adalah : “ Biaya Operasi atau biaya operasional adalah biaya-biaya yang tidak berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan dengan aktivitas operasi perusahaan sehari-hari”. Menurut Wiroso (2005: 90), biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam kegiatan operasionalnya, terdiri dari:
31
Biaya tenaga kerja Biaya administrasi dan umum Biaya penyusutan Biaya pencadangan penghapusan biaya produktif dan biaya lainnya yang terkait dengan operasional bank syariah.
2.1.5. Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga Menurut Dendawijaya (2009: 49), Bank bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat dan bertindak selaku perantara bagi keuangan masyarakat. Oleh karena itu, bank harus selalu berada di tengah masyarakat agar arus uang dari masyarakat yang kelebihan dana dapat ditampung dan disalurkan kembali kepada masyarakat. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana dari masyarakat terdiri atas beberapa jenis yaitu sebagai berikut. 1. Giro (demand deposit) 2. Deposit (time deposit) 3. Tabungan (saving) Bagi hasil Dana Pihak Ketiga merupakan kewajiban yang harus disiapkan oleh bank dalam rangka memberikan kompensasi atau insentif kepada nasabah, maupun pihak-pihak yang dananya dikelola oleh bank sesuai dengan kesepakatan nisbah di awal. Pengumpulan dana dari nasabah penabung dengan skema mudharabah dan wa’diah membuat bank syariah harus menyediakan dana bagi
32
hasil atas setiap keuntungan yang diperolehnya kepada para nasabah (Wiroso, 2005). Bagi hasil DPK diperoleh melalui rumus:
(Wiroso, 2005: 89) 2.1.6. Pendapatan Margin murabahah Menurut PSAK NO.23 pendapatan adalah sebagai berikut : “Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama satu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi pemilik.” Menurut Sholihin (2010: 492) Margin keuntungan / mark up merupakan : “Persentase tertentu yang ditetapkan pertahun : jadi jika perhitungan margin keuntungan secara harian, jumlah hari dalam setahun ditetapkan 360 hari dan jika perhitungan margin keuntungan secara bulanan setahun ditetapkan 12 bulan. Pada umumnya, nasabah pembiayaan melakukan pembiayaan secara angsuran. Tagihan yang timbul dari transaksi murabahah, salam istishna dan ijarah disebut sebagai piutang. Besaran piutang tersebut tergantung pada plafond pembiayaan yakni jumlah pembiayaan (harga beli ditambah harga pokok) yang tercantum didalam perjanjian pembiayaan.”
Jadi Pendapatan margin murabahah adalah penerimaan dana (Arus Masuk Bruto) baik tunai maupun bukan tunai yang merupakan hasil dari perhitungan persentase keuntungan yang timbul dari transaksi murabahah yang besarnya telah ditentukan pada awal akad sesuai dengan kesepakatan yang tercantum didalam perjanjian pembiayaan. Menurut Wiroso, (2005: 189) Pendapatan margin murabahah merupakan penerimaan angsuran murabahah yang
33
dilakukan secara tunai maka terdapat aliran kas masuk atas pendapatan margin murabahah. Penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari tim ALCO Bank Syariah dalam Karim (2013: 280) mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Direct Competitor‟s Market Rate (DCMR) Direct Competitor‟s Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok kompetitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syariah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kompetitor langsung terdekat. 2. Indirect Competitor‟s Market Rate (ICMR) Indirect Competitor‟s Market Rate(ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok kompetitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kompetitor langsung yang terdekat. 3. Expected Competitive Return For Investor (ECRI) Expected Competitive Return For Investor (ECRI) adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
34
4. Acquiring Cost Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsungterkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. 5. Overhead Cost Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. Menurut Yaya (2014:166), besarnya pendapatan margin yang diakui bergantung pada alternatif pendekatan yang digunakan. Bila bank menggunakan pendekatan proporsional, maka besarnya margin setiap bulan adalah sama, sedang bila menggunakan tabek anuitas, maka besarnya margin pada bulan pertama akan lebih besar dibanding bulan kedua dan seterusnya. Unsur-unsur margin murabahah menurut Wiroso (2005: 92) terdiri dari: 1. Ekspektasi bagi hasil, data yang digunakan rata-rata bagi hasil yang lalu, yang diberikan oleh bank syariah kepada pemilik dana ditambah dengan kenaikan yang diharapkan. 2. Overhead cost, merupakan rata-rata beban overhead riil yang lalu, meliputi antara lain beban promosi, beban administrasi, beban personalia dan sebagainya. Beban ini termasuk bagi hasil yang dibayar kepada nasabah (bagi hasil yang dibayar bukan beban bank syariah). 3. Keuntungan, merupakan keuntungan normal yang layak yang diharapkan oleh bank syariah. Keuntungan ini bukan spread yang dilakukan bank konvensional.
35
4. Premi resiko, jika risk cost ini untuk menutup kegagalan nasabah yang
tidak
membayar
maka
nasabah
yang
lancar
harus
dikembalikan (bukan sebagai pendapatan bank syariah). 2.2. Kerangka Pemikiran 2.2.1. Pengaruh Biaya operasional terhadap Pendapatan Margin murabahah Menurut Sinungan (2004) biaya operasional adalah semua jenis beban yang berkaitan langsung dengan semua bidang usaha bank. Secara umum biaya operasional diartikan sebagai beban yang terjadi dalam kaitannya dengan operasi yang dilakukan oleh perusahaan dan diukur dalam satuan uang. Beban-beban dalam laporan ini adalah beban-beban yang dikeluarkan oleh bank syariah sebagai institusi keuangan syariah sendiri, tidak ada kaitannya dengan pengelolaan dana bagi hasil. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2011), Fauyiati (2014) dan Triani (2014) dan Sukardi (2014) menunjukkan bahwa biaya operasional berpengaruh positif terhadap pendapatan margin murabahah.
2.2.2. Pengaruh Bagi Hasil DPK dengan Pendapatan Margin murabahah Bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan kewajiban yang harus disiapkan oleh bank dalam rangka memberikan kompensasi atau insentif kepada nasabah, maupun pihak-pihak yang dananya dikelola oleh bank sesuai dengan kesepakatan nisbah di awal. Pengumpulan dana dari nasabah penabung dengan skema mudharabah dan wadi‟ah membuat bank syariah harus menyediakan dana bagi hasil atas setiap keuntungan yang diperolehnya kepada nasabah.
36
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bbarokah (2010), Rachmawati (2011) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara bagi hasil DPK terhadap pendapatan margin murabahah. Sedangkan hasil Triani (2014) menunjukkan bahwa bagi hasil DPK berpengaruh negatif terhadap pendapatan margin murabahah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bagi hasil yang akan diberikan kepada pihak ketiga, akam semakin mengurangi jumlah pendapatan margin murabahah yang akan diterima oleh pihak bank syariah.
2.2.3. Pengaruh Biaya operasional dan Bagi Hasil DPK terhadap Pendapatan Margin Murabahah Jika biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank syariah untuk menunjang kegiatan operasional semakin banyak, maka bank syariah akan menaikkan penetapan margin murabahah. Jika jumlah bagi hasil DPK besar, maka bank akan menaikkan penetapan margin murabahah.
37
Bank Syariah
Menghimpun Dana
Menyalurkan dana
- Deposito, - Giro, - Tabungan
Jasa
Pembiayaan
Bagi Hasil DPK
Murabahah
Biaya
Margin
Pendapatan Margin murabahah
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
38
X1= Biaya Operasional Y= Pendapatan Margin murabahah X2= Bagi Hasil DPK Gambar 2.3 Paradigma Penelitian
2.2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan hasil pengembangan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh beberapa penulis dalam tabel dibawah ini: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu NO
PENELITI
JUDUL
HASIL
1
Barokah (2010, Mercubuana)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Margin murabahah pada PT Bank Syariah Mandiri
2.
Rachmawati (2011, UPI)
Pengaruh Biaya Overhead, Bagi Hasil DPK, Volume Pembiayaan Murabahah terhadap Pendapatan Margin murabahah (Studi Kasus pada PT Bank
Bagi hasil DPK berpengaruh terhadap margin murabahah. Biaya operasional berpengaruh secara signifikan terhadap margin murabahah. Volume pembiayaan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan margin murabahah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan biaya overhead terhadap pendapatan margin murabahah. Terdapat pengaruh signifikan bagi hasil DPK terhadap
39
NO
PENELITI
3
Sukardi (2014)
4
Fauyiati (2014, UIN)
5
Triani (2014, UIN)
JUDUL
HASIL
Syariah Mandiri)
pendapatan margin murabahah. Terdapat pengaruh volume pembiayaan terhadap pendapatan margin murabahah. Beban operasional terdapat pengaruh positif secara parsial terhadap margin murabahah
Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Beban Operasional Terhadap Margin murabahah Bank Umum Syariah di Indonesia Pengaruh Biaya Operasional, Non Performing Finance (NPF), dan Cash Ratio terhadap Pendapatan Margin murabahah pada PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Margin murabahah Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 20112013
Biaya operasional berpengaruh positif terhadap pendapatan margin murabahah. NPF berpengaruh negatif terhadap pendapatan margin murabahah. Cash ratio tidak berpengaruh terhadap pendapatan margin murabahah. Hasil penelitian menunjukkan volume pembiayaan berpengaruh positif terhadap pendapatan margin murabahah. BI rate tidak berpengaruh terhadap pendapatan margin murabahah. Biaya operasional berpengaruh positif terhadap pendapatan margin murabahah. Kemudian bagi hasil DPK berpengaruh negative terhadap pendapatan margin murabahah dan NPF tidak berpengaruh terhadap pendapatan margin murabahah. secara simultan semua berpengaruh terhadap pendapatan margin murabahah.
40
2.3. Hipotesis Penelitian H01 :
Biaya operasional tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan margin murabahah pada bank umum syariah di Indonesia periode 20102014.
Ha1 :
Biaya operasional berpengaruh signifikan terhadap pendapatan margin murabahah pada bank umum syariah di Indonesia periode 2010-2014.
H02 :
Bagi hasil DPK tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan margin murabahah pada bank umum syariah di Indonesia periode 2010-2014.
Ha2 :
Bagi Hasil DPK berpengaruh signifikan terhadap pendapatan margin murabahah pada bank umum syariah di Indonesia periode 2010-2014.
H03 :
Biaya operasional dan bagi hasil DPK secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan margin murabahah pada bank umum syariah di Indonesia periode 2010-2014.
Ha3 :
Biaya operasional dan bagi hasil DPK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan margin murabahah pada bank umum syariah di Indonesia periode 2010-2014.