BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968. Sejak saat itu, penyebaran penyakit DBD berlangsung dengan sangat cepat, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian 24 orang, sedangkan dalam 5 tahun terakhir (1997- 2001) jumlah rata- rata kasus dilaporkan sebanyak 40.854 kasus dengan rata- rata kematian 701 orang setiap tahunnya. Pada tahun yang sama setiap 100.000 penduduk, 20-21 orang diantaranya menderita DBD dan setiap 100 penderita, rata- rata meninggal sebanyak 1-2 orang (Dinkes Jateng, 2006). Kejadian luar biasa (KLB) atau wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang dan merupakan wabah terbesar sejak kasus DBD pertama kali ditemukan di Indonesia dengan 1.411 kematian (CFR=2%). Sedangkan pada KLB 2004 jumlah penderita sejak Januari 2004 berdasarkan pemantauan dan laporan yang diperoleh dari 30 provinsi sampai dengan April
2004
adalah
sebanyak
58.861
kasus,
669
diantaranya
meninggal
(CFR=1,14%) (Dinkes Jateng, 2006). Menurut Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah, (2006), jumlah kasus DBD pada tahun 2007 di Jawa Tengah mencapai 20.565 kasus dengan jumlah kematian 329 kejadian. Angka kesakitan DBD adalah 6,25/10.000 penduduk (target nasional kurang dari 2/10.000 penduduk) dan angka kematian sebesar 1, 60% (target nasional kurang dari 1%). Tabel 2. 1
Angka Kesakitan dan Kematian DBD di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004- 2007 Tahun Penderita Meninggal IR/10.000 CFR (%) 2004 9.742 169 3.007 1,73 2005 7.144 181 2,17 2,53 2006 10.924 220 3,39 2,01 2007 20.565 329 6,25 1,60 Sumber: Profil kesehatan Jawa Tengah, 2007 Tabel di atas menggambarkan bahwa angka kejadian (IR) DBD cenderung meningkat. Akan tetapi angka kematian (CFR) sejak tahun 2005 cenderung mengalami penurunan (Dinkes Jateng, 2007).
B. Demam Berdarah Dengue 1. Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008).
Menurut Rampengan seseorang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kirakira satu minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk bersiap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat menggigitnya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
2. Tanda dan Gejala DBD Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam Demam Berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah, badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah-muntah/ diare (Wikipedia, 2007).
Menurut Ginanjar (2008), Kriteria klinis DBD meliputi: 1) Demam tinggi berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat mencapai 40 derajat celcius. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro orbita), dan wajah yang kemerah-merahan (flushing) . 2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit seperti tes Rumppleede(+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena) . 3) Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali). 4) Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya DBD DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, dan disebarkan oleh artropoda. Vektor utama DBD ialah Aedes aegypti di daerah perkotaan dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Nyamuk ini dapat menyebarkan virus dengue setelah sebelumnya menggigit dan menghisap darah manusia yang sedang menderita DBD. Berdasarkan laporan yang ada, virus ini juga dapat ditularkan transovarial sehingga telur- telur nyamuk ini terinfeksi oleh virus dengue. Virus ini berkembang
biak di dalam tubuh nyamuk selama kurang dari 8-10 hari terutama di dalam kelenjar air ludahnya. Saat nyamuk menggigit manusia, virus ini akan ditularkan dan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Masa inkubasi selama kurang lebih 4-6 hari dan orang yang terinfeksi tersebut dapat menderita demam berdarah dengue (Dinkes, 2006) Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk dalam kelompok B Airthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, Famili Flaviviradae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Departemen Kesehatan RI, 2003). Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Virus Dengue ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Kristina, dkk, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga
ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada daerah geografi dan serotipe virusnya (Dinkes kota Semarang, 2009).
4. Penularan DBD Menurut Kristina, dkk (2004), penularan DBD trejadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya membawa virus dalam tubuhnya dari penderita Demam Berdarah lainnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup disekitar rumah dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang hari. Populasi nyamuk Aedes aegypti biasanya meningkat pada waktu musim penghujan, karena sarang – sarang nyamuk akan terisi oleh air hujan. Peningkatan populasi ini edemis. Daerah endemis adalah daerah yang rawan bersarang nyamuk karena penyebaran nyamuk di daerah endemis kemungkinan akan semakin meningkat (Departemen Kesehatan RI, 2006). a. Morfologi dan lingkungan hidup nyamuk Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar warna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki
dan sayapnya. Nyamuk ini senang tingggal di rumah dan hinggap pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu, gorden, dan lain-lain. Biasanya menggigit di siang hari, mempunyai jarak terbang 40-100 meter, kalau hinggap badannya mendatar lebih senang menghisap darah manusia (Kristina dkk, 2004). Stadium telur, jentik dan kepompong hidup didalam air. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran kurang lebih 0,7 mm. Pada umumnya telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2-3 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasa berlangsung 6-8 hari, stadium pupa/kepompong berlangsung antara 24 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Ginanjar, 2008). b. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti Menurut Rampengan, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan dalam beberapa tempat yaitu tempat penampungan air untuk kepentingan sehari-hari, seperti bak mandi, drum, tempayan, ember, gentong dan lain-lain. Kemudian tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat air minum burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas, dan tas plastic bekas. Serta tempat penampungan alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pohon bambo, dan lain-lain.
C. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 1. Definisi PHBS Menurut Notoatmodjo (2003), Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan , makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklrifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu: a. Perilaku pemeliharaan kesehatan Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. b. Perilaku pencarian pengobatan Menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke luar negeri. c. Perilaku kesehatan lingkungan Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Menurut Notoatmojdo (2003), perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi Faktor-faktor yang mencakup pengetahuan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan keoercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dsb. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, rumah sakit, poliklinik, Posyandu, Polindes, pos obat desa, dokter, mantra, dan bidan desa. c. Faktor-faktor penguat Faktor ini meliputi faktor sikap dan faktor perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dan kesehatan. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya. Perilaku ini meliputi: makan seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat cukup, mengendalikan stress, perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan.
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kejadian seseorang untuk dapat hidup bersih serta mepertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya (Wuryaningsih, 2000). Menurut pendapat yang lain perilaku sehat merupakan setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sehat untuk mencegah penyakit
atau
mendeteksi
penyakit
sebelum
keluarganya
gejala
(Notoatmodjo, 2003). Menurut Dinkes Kota Semarang, (2008), Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) adalah upaya atau kegiatan untuk meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan, PHBS merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan mampu mengukur perubahan perilaku baik perorangan
maupun
kelompok
yang
pada
akhirnya
menambah
derajat/status kesehatan masyarakat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di tatanan rumah tangga adalah upaya peningkatan kemampuan dan kemandirian keluarga untuk hidup sehat. Sedangkan menurut Dinkes Provinsi Jateng, (2006),
secara
khusus dapat dikatakan bahwa PHBS di rumah tangga merupakan suatu upaya memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar mau dan mampu melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan secara aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Menurut Dinkes Jateng (2006), adapun perilaku yang bisa dilakukan masyarakat untuk upaya pencegahan terjadinya demam berdarah yaitu dengan cara memberantas nyamuk Aedes Aegepty melalui beberapa cara sebagai berikut: a. Fogging (pengasapan) Nyamuk Aedes Aegepty dapat diberantas dengan fogging racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya belum dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya. Karena itu cara yang tepet adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD. b. PSN DBD PSN DBD dilakukan dengan cara 3 M, yaitu: 1) Menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali. 2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air. 3) Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastic bekas, dan lain-lain.
Selain itu ditambah dengan cara lainnya yang dikenal dengan istilah 3M plus seperti: 1) Ganti vas bunga, minuman burung, dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali. 2) Perbaikan saluran dan talang air yang tidak lancer atau rusak. 3) Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo pohon dan lain-lain misalnya dengan tanah. 4) Bersihkan atau keringkan tempat-tempat yang menampung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempattempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, rumah-rumah kosong, dan lain-lain. 5) Melakukan Larvasidasi, yaitu pembubuhan bubuk pembunuh jentik (abate atau lainnya) di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air. 6) Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk. 7) Pasang kawat kasa di rumah. 8) Pencahayaan dan ventilasi memadai. 9) Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah. 10) Tidur menggungkan kelambu. 11) Gunakan obat nyamuk dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk.
c. Larvasidasi Larvasidasi adalah menaburkan bubuk abate dan pembunuh jentik nyamuk lainnya kedalam tempat-tempat penampungan air. Bila menggunakan abate disebut abatisasi. Adapun cara-cara melakukan larvasidasi sebagai berikut: 1) Menggunakan bubuk abate 1 G Takaran penggunaan bubuk abate 1 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter cukup dengan 10 gram bubuk abate 1 G dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok makan, satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram abate 1G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan diabatisasi. 2) Menggunakan altosid 1,3 G Takaran penggunaan altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia dalam setiap kantong altosid 1,3 G. Bila tidak alat penakar, gunakan sendok the, satu sendok teh peres berisi 5 gram altosid 1,3 G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air.
3) Menggunakan sumilarv 0,5 G (DBD) Takaran penggunaan sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0,5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram).
2. Manfaat PHBS Menurut Dinkes Jateng (2006), manfaat dari PHBS di rumah tangga meliputi: a. Setiap anggota rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit. b. Rumah tangga sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota rumah tangga. c. Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi lain seperti pendidikan dan usaha lain guna meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga. d. Sebagai salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan. e. Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan. f. Dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah yang lain.
3. Program Pembinaan PHBS Menurut Dinkes Jateng (2006), tujuan dari program pembinaan program PHBS tatanan rumah tangga yaitu meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku serta kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Adapun langkah-langkah kegiatan pembinaan program PHBS di tatanan rumah tangga oleh petugas kesehatan di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan secara umum adalah sebagai berikut: a. Melakukan diseminasi informasi PHBS kepada petugas kesehatan di tingkat kecamatan/ Puskesmas, lintas program dan lintas sektoral serta mitra kerja di tingkat kabupaten/kota. b. Mengarahkan dan memfasilitasi pelaksanaan pengkajian. c. Memfasilitasi proses penyusunan rencana kegiatan PHBS seperti menentukan
tujuan,
menyusun
langkah-langkah
kegiatan,
pengembangan media dan lain-lain. d. Membantu proses penilaian PHBS di tatanan rumah tangga. e. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBS. Menurut Dinkes Jateng (2006), adapun pola pembinaan PHBS terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Tahap Persiapan Langkah-langkah yang harus diperhatikan tahap persiapan adalah sebagai berikut: 1) Sosialisasi dan advokasi kesehatan, bertujuan untuk melakukan diseminasi informasi tentang rencana kegiatan PHBS yang akan
dilakukan di setiap jenjang administrasi dan sebagai langkah advokasi singkat kepada pihak-pihak penentu kebijakan di Tingkat Kabupaten/Kota, sehingga pelaksanaan program PHBS mendapat dukungan baik berupa dana, kebijakan politis, maupun dukungan kemitraan. 2) Persiapan sarana, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan sarana, baik jenis, jumlah, maupun sumber dana. 3) Persiapan administrasi misalnya surat pemberitahuan kepada kepala
desa
untuk
persiapan
responden,
surat
undangan
pertemuan, pencatatan dan pelaporan. 4) Persiapan pelaksana, bertujuan untuk menginventarisasi siapa melakukan apa atau siapa yang bertanggung jawab terhadap masing-masing kegiatan. b. Tahap Pengkajian Pengkajian PHBS dilakukan oleh petugas atau kader di masingmasing wilayah. Di tingkat kecamatan atau Puskesmas pengkajian dilakukan terhadap: 1) Pengkajian Masalah Penyakit, dilakukan untuk mengetahui kasus 10 penyakit terbanyak, termasuk penyakit enddemis yang selalu muncul setiap tahun. Data tersebut diperoleh di Puskesmas, Puskesmas pembantu atau bidan desa. Pengkajian ini nantinya berkaitan dengan rencana intervensi yang akan dilaksanakan setelah dikaitkan dengan kajian masalah PHBS.
2) Pengkajian Sumber Daya, bertujuan untuk mengetahui keadaan sumber daya terutama sarana, tenaga, dan dana yang tersedia agar dapat direncanakan kegiatan yang layak dilaksanakan. 3) Pengkajian PHBS, bertujuan untuk mengetahui apakah perilaku anggota keluarga pada tatanan rumah tangga telah sesuai dengan target dari masing-masing indikator yang telah ditetapkan. Pengkajian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut: a) Penentuan sampel sesuaikan dengan kemampuan sumber daya yang ada. Apabila jumlah rumah tangga yang ada terlalu besar, bisa dilakukan pengambilan data menggunakan metode yang tepat, sehingga diperoleh hasil yang representative. b) Pengumpulan data terdiri dari 3 kegiatan yaitu •
Pengkajian kuantitatif, berupa pengumpulan data oleh petugas atau kader di setiap rumah tangga sasaran, melalui wawancara dan observasi langsung dengan mengisi kuesioner.
•
Pengkajian
kualitatif,
dilakukan
setelah
pengkajian
kuantitatif yang bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai masalah perilaku yang terjadi. Pengkajian ini dapat dilakukan melalui wawancara mendalam atau diskusi kelompok terarah
•
Pengumpulan data penunjang berupa data geografis, sosial budaya, demografis. Dari data yang telah dikumpulkan dilakukan klasifikasi atau strata PHBS rumah tangga.
c. Tahap Perencanaan terdiri dari: 1) Menentukan prioritas masalah ditetapkan berdasarkan prosentase dari masing-masing indicator PHBS hasil pemetaan. Urutan besarnya masalah disesuaikan dengan prosentase tiap indicator yang ada, makin kecil prosentase berarti makin tinggi urutan prioritas masalahnya. 2) Menentukan tujuan (rumusan masalah) yang akan dicapai sebagai jawaban untuk mengenai masalah yang ditemukan. 3) Menentukan jenis kegiatan atau intervensi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan prioritas masalah PHBS. 4) Membuat jadwal kegiatan, pada tahap ini disusun rencana pelaksanaan kegiatan (POA). Setelah ditentukan intervensi terpilih, maka dibuat jadwal kegiatan untuk kurun waktu tertentu misalnya 1 tahun. Rencana ini dibahas pada pertemuan lintas program, lintas sector untuk mencapai kesepakatan bersama dan dapat dilaksanakan secara terintegrasi. d. Tahap Penggerakan Pelaksanaan Penggerakan pelaksanaan adalah upaya yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat, dan kegiatannya merupakan implementasi
dari intervensi yang terpilih. Dalam melakukan intervensi masingmasing pelaksana hendaknya: 1) Bertanggung jawab sesuai dengan POA yang telah disepakati 2) Tetap mengadakan koordinasi dan menyesuaikan kegiatan system pembinaan yang sudah ada dengan lintas program dan sektoral. 3) Melaksanakan
strategi
advokasi,
dukungan
suasana,
dan
pemberdayaan masyarakat meliputi: •
Pendekatan pemimpin (advokasi), strategi ini ditujukan agar para pimpinan atau pengambil keputusan mengupayakan kebijakan atau peraturan yang berorientasi sehat, serta memberikan
dukungan,
kemudahan,
pengayoman,
dan
bimbingan berupa arahan atau peraturan tertulis, dukungan dana,
ataupun
dukungan
moril,
termasuk
memberikan
keteladanan. •
Mengembangkan dukungan suasana (sosial support), strategi ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder , seperti kader, petugas kesehatan, lintas program dan sektoral, lembaga swadaya masyarakat, para pembuat opini masyarakat dan media masa. Tujuannya adalah agar kelompok ini dapat mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung dilaksanakannya PHBS di rumah tangga.
•
Pemberdayaan
masyarakat
(Empowerment),
strategi
ini
dilakukan agar kelompok sasaran meningkat pengetahuannya,
kesadaran maupun kemampuannya sehingga dapat berperilaku positif dalam bidang PHBS. e. Pemantauan dan penilaian Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh suasana program telah berjalan dan memberikan hasil seperti yang diharapkan terhadap perilaku keluarga serta masyarakat atau seberapa jauh dampak program PHBS telah tercapai. Sedangkan penilaian dilaksanakan dengan menggunakan instrument yang dirancang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian dapat dilakukan terhadap input, proses dan output yang telah dilaksanakan. Penilaian dilakukan setiap 1 tahun sekali dengan cara melakukan kompilasi melalui pengkajian seperti pada tahap pertama, hasil pengkajian akhir tahun dibandingkan dengan hasil pengkajian sebelumnya. Penilaian bisa dilakukan melalui: 1) Pengkajian ulang tentang strata PHBS masing-masing rumah tangga yang ada. 2) Analisis laporan rutin. 3) Observasi, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah kepada para keluarga. 4. Indikator PHBS Menurut Dinkes Jateng (2006), indikator PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu alat ukur atau merupakan suatu petunjuk yang membatasi focus perhatian untuk menilai keadaan atau permasalahan
kesehatan di rumah tangga. Indikator PHBS tatanan rumah tangga diarahkan pada aspek program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Gaya Hidup dan Upaya Kesehatan Masyarakat. Indikator PHBS tatanan rumah tangga yang digunakan di Jawa Tengah terdapat 16 variabel, yang terdiri dari 10 indikator Nasional dan 6 indikator local Jawa Tengah. a. Indikator Nasional, yaitu: 1) Bagi ibu hamil apakah pertolongan persalinan dilakukan oleh tenaga atau petugas kesehatan. 2) Bagi rumah tangga yang memiliki bayi, apakah bayinya mendapat ASI eksklusif selama 0-6 bulan. 3) Anggota rumah tangga mengkonsumsi beraneka ragam makanan dalam jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang. 4) Anggota rumah tangga menggunakan atau memanfaatkan air bersih. 5) Anggota rumah tangga menggunakan jamban sehat. 6) Anggota rumah tangga menempati ruangan rumah minimal 9 M per orang. 7) Anggota rumah tangga menggunakan lantai rumah kedap air. 8) Anggota rumah tangga melakukan aktivitas fisik atau olah raga. 9) Anggota rumah tangga tidak merokok. 10) Anggota
rumah
tangga
Pemeliharaan Kesehatan).
menjadi
peserta
JPK
(Jaminan
b. Indikator lokal Jawa Tengah, yaitu: 1) Penimbangan balita. 2) Anggota
rumah
tangga
membuang
sampah
pada
tempat
semestinya. 3) Anggota rumah tangga terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan sesudah BAB (Buang Air Besar). 4) Anggota rumah tangga menggosok gigi minimal 2 kali sehari. 5) Anggota
rumah
tangga
tidak
minum
miras
dan
tidak
menyalahgunakan narkoba. 6) Anggota rumah tangga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Minimal seminggu sekali.
D. Kerangka Teori
Faktor Intrinsik a.Kerentanan b.Respon Imun
Faktor Estrinsik 1.Lingkungan a.Geografis 1)Ketinggian dari permukaan laut 2) Curah Hujan 3) Angin 4) Kelembaban 5) Musim b.Demografis 1)Perilaku 2) Sosial ekonomi penduduk 3) Kepadatan mobilitas
Kejadian Demam Berdarah
Faktor Agen : Virus Dengue
Gambar Kerangka Teori Dinkes kota semarang 2008
E. Kerangka Konsep Variabel Independent
Variabel Dependent
Perilaku Hidup Bersih Sehat
Kejadian Demam Berdarah
Gambar Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian Sebagian variable bebas (independent) adalah perilaku hidup bersih dan perilaku hidup sehat dan variable terikat (dependent) adalah frekuensi penyakit demam berdarah di desa Sumberharjo Kabupaten Semarang.
G. Hipotesis Ada Hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan frekuensi kejadian demam berdarah di desa Sembungharjo Semarang.