BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas Profit atau laba adalah nilai dari bisnis yang merupakan motivasi seseorang mendirikan suatu bisnis (Madura, 2007:5). Dengan kata lain laba merupakan salah satu tujuan sebuah perusahaan. Profitabilitas menggambarkan kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shapiro (1991:731) “Profitability ratios measure managements objectiveness as indicated by return on sales, assets and owners equity.” Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba merupakan bagian dari kinerja perusahaan. Menurut Brigham (1993:79) “Profitability is the net result of a large number of policies and decision. The ratio examined thus far reveal some interesting thing about the wry the firm operates, but the profitability ratio show the combined objects of liquidity, asset management, and debt management on operating mult.” Profitabilitas menjadi salah satu pertimbangan investor dalam penanaman modal. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat menjadi acuan untuk menilai pengelolaan sumber daya yang telah digunakan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.1 Rasio Profitabilitas Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Ratio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Ada beberapa pengukuran kinerja terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Dalam prakteknya, menurut Kasmir (2008 : 199) jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan adalah 1) Profit margin (profit margin on sales) Profit margin on sales atau ratio profit margin atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Rasio ini dikenal juga dengan nama profit margin. 2) Hasil Pengembalian Assets (Return on Assets) Rasio ini adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah asset secara keseluruhan. Rasio ini merupakan suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (%) dari asset yang dimiliki. Apabila rasio ini tinggi berarti menujukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh pihak manajemen
Universitas Sumatera Utara
3) Hasil Pengembalian Ekuitas (Return on Equity/ROE) Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur lalu bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. 4) Laba Per Lembar Saham Biasa (Earning per Share of Common Stock) Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat. Keuntungan bagi pemegang saham adalah jumlah keuntungan 2.1.2 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Menurut Ferry dan Jones dalam Sujianto (2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aset, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aset. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diproksikan dengan total aset perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Total
aktiva
dipilih
sebagai
proksi
atas
ukuran
perusahaan
dengan
mempertimbangkan bahwa nilai aktiva relatif lebih stabil dibanding nilai market capitalized dan penjualan (Wuryatiningsih, 2002). 2.1.3 Struktur Kepemilikan Pada perusahaan besar pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan modern mengakibatkan potensi konflik antara pemilik dan manajer. Pemisahan kepemilikan pihak manajemen ini, akan menciptakan situasi yang memungkinkan manajer bertindak untuk kepentingan sendiri daripada untuk kepentingan para pemegang sahamnya. Dengan demikian, konflik kepentingan antar pemilik dapat terjadi. Hal ini disebut “masalah keagenan”, yaitu devergensi kepentingan yang timbul antara pemilik dan agennya, Widyastuti (2004) Menurut Jensen dan Mecking (1976) dalam istilah struktur kepemilikan digunakan untuk ditentukan oleh hutang dan ekuitas saja tetapi juga ditentukan oleh prosentase kepemilikan saham oleh manajemen dan institusi. Salah satu bentuk
mekanisme
corporate
governance
yang
apat
digunakan
untuk
menyamakan kepentingan principal dan agent adalah konsentrasi kepemilikan 2.1.3.1 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial mencerminkan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi dan dewan komisaris. Kepemilikan saham manajerial akan membantu mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Untuk mengurangi konflik keagenan Jensen dan Meckling (1976) mengatakan perlu peningkatan kepemilikan manajerial dalam perusahaan sehingga manajer akan bertindak secara
Universitas Sumatera Utara
hati-hati karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas tindakanya. Dengan adanya kepemilikan saham oleh manajer akan memotivasi mereka untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan berusaha untuk menurunkan biaya keagenan. Dengan kata lain manajer yang diangkat oleh pemegang saham diharapkan akan bertindak yang terbaik bagi pemegang saham dengan memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran pemegang saham dapat tercapai (Listyani, 2003). 2.1.3.2 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional mencerminkan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun lembaga lain seperti perusahaan-perusahaan. Shleifer dan Vishny (1986), dan Coffe (1991) dalam Listyani (2003) menyatakan bahwa kepemilikan institusional sangat berperan dalam mengawasi perilaku manajer khususnya dalam meningkatkan take over dan memaksa manajer untuk lebih berhati-hati mengambil keputusan yang opportunistik. Investor institusional memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan investor individual, diantaranya yaitu: 1. Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor individual untuk mendapatkan informasi. 2. Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisa informasi, sehingga dapat menguji tingkat keandalan informasi. 3. Investor institusional, secara umum, memiliki realsi bisnis yang lebih kuat dengan manajemen. 4. Investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
5. investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham sehingga dapat meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang tercermin di tingkat harga. Cruthley et al. (1999) menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu menstubtitusi biaya keagenan lain (hutang, deviden dan kepemilikan manajerial) sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat. Kepemilikan oleh institusi lain akan menurunkan kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan. Namun, apabila struktur kepemilikan perusahaan dimiliki oleh dewan direksi atau dewan komisarisnya maka dewan tersebut justru akan cendrung melakukan tindakan-tindakan eksplorasi yang menguntungkan secara pribadi. Oleh karena itu kepemilikan perusahaan oleh dewan direksi semakin meningkat maka keputusan yang diambil oleh direksi akan lebih cenderung untuk menguntungkan dirinya dan secara keseluruhan akan merugikan perusahaan sehingga kemungkinan nilai perusahaan akan cenderung mengalami penurunan. 2.1.4 Intellectual Capital 2.1.4.1 Defenisi Intellectual Capital Intellectual Capital umumnya diidentifikasikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dengan nilai buku dari aset perusahaan tersebut. Lebih lanjut intellectual capital juga diidentifikasikan sebagai nilai yang tersembunyi dari bisnis, karena aset intelektual atau aset pengetahuan tidak terlihat secara umum seperti layaknya aset tradisional dan aset semacam itu biasanya tidak terlihat pula pada laporan keuangan (Edvinsson & Malone, 1997, dalam Ulum, 2009:21)
Universitas Sumatera Utara
Saalah satu deffenisi intelllectual capital yang serring digunaakan adalah yang ditawarkann oleh Orrganisation for Econo omic Coop peration annd Develop pment (OECD) yang y menjeelaskan inteellectual ca apital sebag gai nilai ekkonomi darri dua kategori aset a tak berw wujud: (1) oorganisation nal (structu ural) capitall; dan (2) human capital (U Ulum, 2009 9). Stewart dalam Inteellectual Capital The New Weallth of Organizattions (1997 7:) menyataakan bahw wa intellectu ual capitall adalah ju umlah semua hall yang dikettahui dan diiberikan oleeh semua orang dalam pperusahaan yang memberikkan keuntungan bersainng. Hampir sama dengaan Stewart, Yazdanifarrd dan Nia (20111) mendefeenisikan inttellectual ca apital sebaagai nilai ddari pengetaahuan pekerja, pelatihan p bissnis, atau bberagam info formasi yang menyediaakan keunggulan kompetitiff yang berm manfaat bagii perusahaaan guna berssaing dengaan kompetito ornya pada induustri yang sama baik ddalam aspek k pertumbu uhan maupuun dalam kiinerja perusaahaaan secara keseluruhan.. 2.1.4.2 Koomponen In ntellectual Capital Steewart (1997 7) dalam Ahhmad dan Mushraf M (2011) menyattakan intelleectual capital terrdiri dari pengetahuan, informasi, intellectual property daan pengalam man.
Gambar 2.1 Komponen intell llectual cap pital menurrut Stewarrt (Ahmad d dan Mushraf, 2011)
Universitas Sumatera Utara
Brooking (Sawarjuwono dan Kadir, 2003) mengelompokkan intellectual capital sebagai berikut: 1. Market asset atau Costumer assets; brand, konsumen, loyalitas konsumen, jaringan distribusi, pemasok dan lain-lain. 2. Human-centered
assets:
keterampilan
dan
keahlian,
kemampuan
menyelesaikan masalah, gaya kepemimpinan dan segala ssuatu yang berkaitan dengan karyawan. 3. Intellectual property assets: kecakapan teknik, merek dagang, paten dan halhal yang tidak berwujud lainnya yang berhubungan dengan hak cipta. 4. Infrastructure assets: seluruh hal yang berkaitan dengan teknologi, proses dan metodologi yang memungkinkan sebuah perusahaan berfungsi. Dalam Skandia Visualizing Intellectual Capital in Skandia, Supplement to Skandia’s 1994 (Ahmad dan Mushraf, 2011) intellectual capital merupakan sekumpulan aset yang bersifat intangible yang terdiri atas: 1. Human capital (HC): kemampuan karyawan dalam pengetahuan dan kapabilitas 2. Structural capital (SC): segala sesuatu diluar karyawan, seperti databases, piranti lunak, struktur organisasi, dll. 3. Customer capital (CC): hubungan yang dibangun dengan pelanggan dan merupakan bagian yang signifikan dari structural capital. 4. Relational capital (RC): menggambarkan reputasi organisasi dan sifat loyal konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 2 Skandiaa Model (A Ahmad dan Mushraf, 22011) 2.1.4.3 Peengukuran Intellectuaal Capital Teeknik meng gukur IC m masih teruss berkembaang dan peeneliti men ncoba mengaplikkasikan kon nsep keungggulan komp petitif. Ada banyak konnsep penguk kuran modal inttelektual yaang dikembbangkan oleeh para pen neliti saat iini, jika dittelaah lebih jauhh maka metode yangg dikemban ngkan terseebut dapat dikelompo okkan kedalam dua d kelomp pok, yaitu: pengukuraan non mon netary (nonn financial)) dan pengukuraan monetarry (financiaal) Hartono o (2001) dalam d
(Saawarjuwono o dan
Kadir, 20003). Harton no (2001) m menguraikaan beberapaa keunggulaan menggun nakan pengukuraan non-mo oneter dalaam mengu ukur intan ngible asseets perusaahaan. Keunggulaan tersebut adalah sebaagai berikutt: 1. Pengukuran secara s non m moneter ak kan mudah untuk menu nunjukkan unsuru m modal inteelektual dallam perusahhaan, sedan ngkan unnsur yang membangun seccara moneteer hal itu akkan sulit dilaakukan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengaruh internal development dalam pembentukan modal intelektual tidak dapat diukur dengan pengukuran atribut moneter. 3. Pengkapitalisasian biaya menjadi asset akan mengakibatkan adanya manipulasi terhadap laba. Commissioner
Wallman (dalam Sawarjuwono dan Kadir, 2003)
menyebutkan bahwa ada tiga metode yang dapat digunakan dalam mengukur dan melaporkan modal intelektual perusahaan. Ketiga metode ini dibagi kedalam dua kelompok pengukuran yaitu metode pengukuran secara langsung (direct intellectual capital method) dan tidak langsung (indirect method). Berikut ini adalah penjelasan dari kedua metode pengukuran tersebut 1. Indirect Methods Metode ini menggunakan laporan keuangan seperti yang selama ini dikenal. Metode-metode yang termasuk dalam kelompok ini adalah: a. Metode yang menggunakan konsep Return On Asset (ROA) Metode ini menghitung kelebihan return dari tangible assets milik perusahaan dan menganggapnya sebagai intangible assets untuk dihitung sebagai intellectual capital. Metode ini mudah untuk disajikan karena seluruh informasi telah tersedia dengan mudah pada laporan tahunan, dan dapat segera dibandingkan dengan rata-rata perusahaan sejenis. Kelemahannya adalah metode ini hanya mengukur intellectual capital perusahaan masa lalu karena masih mendasarkan pada historical cost, dan belum dapat diterapkan pada perusahaan baru. b. Metode Market Capitalization Method (MCM) yang memerlukan penyesuaian atas inflasi dan replacement cost.
Universitas Sumatera Utara
Metode ini melaporkan kelebihan kapitalisasi pasar perusahaan (yang dicerminkan dengan nilai pasar saham) atas stockholders equity (setelah disesuaikan dengan inflasi dan replacement cost) sebagai nilai intellectual capital. Salah satu metode yang terkenal adalah Tobin’s “Q”. Kelemahan dari metode ini adalah ketergantungan sepenuhnya pada pasar, dengan asumsi pasar efisien dan tidak disyaratkannya laporan keuangan yang telah disesuaikan terhadap inflasi. 2. Direct Intellectual Capital (DIC) Methods. Metode ini langsung menuju ke komponen intellectual capital. Variabelvariabel intellectual capital dikelompokkan dalam kategori, kemudian dibagi ke dalam komponen-komponen. Masing-masing komponen diidentifikasikan dan diukur terpisah sebelum dikompilasi menjadi satu kelompok intellectual capital Dalam penelitian ini intellectual capital diukur dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic pada tahun 1997. Model ini didesain untuk menyajikan tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible) dan asset tidak berwujud (intangible) yang dimiliki perusahaan (Ulum 2009:86) Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan Value Added (VA). Value Added adalah indikator yang palaing objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan alam penciptaan nilai. Value added (VA) merupakan perbedaan antara output (OUT) dan input (IN). Output (OUT) menggambarkan pendapatan dari semua produk dan jasa yang terjual di pasar. Input (IN) menggambarkan semua biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan kecuali biaya tenaga kerja. Model ini tidak memasukkan biaya tenaga ke dalam input karena peran aktifnya pada proses
Universitas Sumatera Utara
pembentukan nilai sehingga potensi intelektual tidak dihitung sebagai sebuah biaya (Novitasari dan Januarti, 2009) VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC), Structural Capital (SC) Capital Employment (CE) dan
Capital Employment (CE).
Hubungan VA dengan Human Capital yang dalam hal ini dilabeli dengan VAHU menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Pulic dalam Ulum (2009:88) berpendapat bahwa total salary dan wage cost adalah indikator dari HC perusahaan. Hubungan VA dengan Structural Capital (SC) dikenal dengan structural capital coefficient (STVA), dimana SC bukanlah ukuran independen sebagaimana HC, SC dependen terhadap value creation. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC. Kemudian hubungan VA dengan Capital Employment disebut dengan VACA. VACA menunjukkan berapa banyak VA yang dapat diciptakan oleh satu unit physical capital. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang intellectual capital, strutur kepemilikan, dan faktorfaktor yang mempengaruhinya telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Beberapa penelitian tersebut adalah : 1. Zanjirdar dan Kabiribalajadeh (2011) melakukan penelitian berjudul Examining
Relationship
Between
Ownership
Structure
and
Performance of Intellectual Capital in the Stock Market of Iran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara struktur kepemilikan sebagai alat ukur good governance dengan intellectual
Universitas Sumatera Utara
capital pada 80 perusahaan yang terdaftar pada pasar modal di Tehran pada periode 2003 sampai 2009. Hasil penelitian ini adalah keberadaan investor institusional dan investor manajerial menurunkan kinerja intellectual capital, sedangkan investor korporat meningkatkan kinerja intellectual capital. 2. Penelitian Saleh et al (2008) berjudul Ownership Structure and Intellectual Capital Performance in Malaysia, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui komponen struktur kepemilikan baik
kepemilikan manajerial, asing, pemerintah maupun kepemilikan keluarga yang paling berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh perusahaan yang terdaftar di Malaysian Exchange of Securities Dealing and Automated Quotation Market (MESDAQ) selama periode 2005-2007. Hasil penelitian ini adalah bahwa kepemilikan keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja
intellectual
capital,
sementara
kepemilikan
asing
dan
kepemilikan manajerial memiliki dampak yang positif terhadap intellectual capital 3.
El-Bannany (2008) dengan judul A Study of Determinants Intellectual Capital Performance in Bank: The UK Case. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan intellectual capital pada bank yang terdapat di Inggris selama periode 1999-2005. Penelitian ini menggunakan tingkat investasi pada teknologi informasi, bank’s relative efficiency, barriers to entry, profitabilitas dan tingkat risiko perusahaan sebagai determinan. Hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini menunjukkan bahwa investasi pada teknologi informasi, bank’s relative efficiency, barriers to entry, profitabilitas dan tingkat risiko perusahaan
memiliki
dampak
yang signifikan terhadap
intellectual capital. 4.
Novitasari dan Januarti (2009) dengan judul Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kinerja Intellectual Capital. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kinerja intellectual capital pada perusahaan perbankan yang terdapat di BEI selama periode 2005-2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh pada kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikn manajerial berpengaruh negatif terhadap kinerja intellectual capital. Penelitian ini juga menggunakan ukuran perusahaan, leverage, serta ROA sebagai variabel kontrol. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Intellectual Capital
Tahun, Peneliti 2011, Zanjirdar dan Kabiribalajadeh
Judul Examining Relationship Between Ownership Structure and Performance of Intellectual Capital in the Stock Market of Iran
Variabel Independen Kepemilikan manajerial, Kepemilikan institusional
Variabel Dependen intellectual capital (VAICTM )
Hasil Penelitian Investor institusional dan investor manajerial menurunkan kinerja intellectual capital, sedangkan investor korporat meningkatkan kinerja intellectual capital.
Universitas Sumatera Utara
Tahun, Penelitian 2008, Saleh et al
Judul Ownership Structure and Intellectual Capital Performance in Malaysia
Variabel Independen family ownership, management ownership, govenrment ownership, foreign ownership, profitability, MVEBVE (market value equity over book value equity), leverage.
Variabel Dependen intellectual capita (VAICTM )
2008, ElBannany
A Study of Determinants Intellectual Capital Performance in Bank: The UK Case
tingkat investasi, bank’s relative efficiency, barriers to entry, profitabilitas dan tingkat risiko perusahaan
intellectual capital (VAICTM )
2009, Novitasari dan Januarti
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kinerja Intellectual Capital.
Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, size, leverage, ROA
intellectual capital (VAICTM
Hasil Penelitian Kepemilikan keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja intellectual capital, sementara kepemilikan asing dan kepemilikan manajerial memiliki dampak yang positif terhadap intellectual capital
Investasi pada teknologi informasi, bank’s relative efficiency, barriers to entry, profitabilitas dan tingkat risiko perusahaan memiliki dampak yang signifikan terhadap intellectual capital Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap intellectual capital, kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap intellectual capital, ROA berpengaruh positif signifikan terhadap intellectual capital, serta size dan leverage berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap intellctual capital
2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dari penelitian ini digunakan untuk pengembangan hipotesis pada penelitian ini. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen yaitu kinerja intellectual capital. Sedangkan variabel
Universitas Sumatera Utara
independennya adalah profitabilitas, ukuran perusahaan dan kepemilikan institusional. Suatu perusahaan dianggap mempunyai kinerja yang baik ketika menghasilkan banyak laba, begitu pula sebaliknya, dianggap berkinerja buruk bila tidak menghasilkan laba atau bahkan mengalami kerugian. Hal ini akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya yang berati akan meningkatkan
kinerja
intellectual
capital
perusahaan.
Sehingga
tingkat
keuntungan adalah salah satu aspek yang menpengaruhi kinerja intellectual capital. El-Bannany (2008) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami profit merupakan indikasi perusahaan memiliki kinerja yang baik. Hal ini menyebabkan tugas-tugas manajer secara teknis dapat berkurang dan manajer memiliki kesempatan untuk memotivasi karyawannya untuk bekerja lebih baik lagi. Variabel size (ukuran perusahaan) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (Soliha dan Taswan, 2002 dalam Nuraini, 2012). Asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan nilai jangka panjang. Perusahaan besar lebih sering diawasi oleh kelompok stakeholder yang berkepentingan dengan bagaimana manajemen mengelola modal intelektual yang dimiliki Kepemilikan institusional juga diindikasikan dapat meningkatkan kinerja intellectual capital dalam suatu perusahaan. Adanya pengawasan terhadap manajerial perusahaan memungkinkan untuk mengurangi perilaku oportunistik para manajer pada perusahaan. Implikasi dari pengawasan ini ialah meningkatnya
Universitas Sumatera Utara
efisiensi atas a pengellolaan intelllectual cap pital. Deng gan kata laain, kepemiilikan institusionnal berhubun ngan positiff terhadap kinerja k intellectual capiital perusah haan. Dari uraiaan tersebutt dapat diggambarkan sebuah keerangka pikkir seperti pada gambar dii bawah ini:
Prrofitabilitass
• ROA A • ROE Intellecctual Capiital
Size
Kep pemilikan n Insstitusionall Gambar 2.3 Kerang gka Konsep ptual 2.4 Pengeembangan Hipotesis H Beerdasarkan uraian terssebut, mak ka hipotesis yang akkan diuji dalam d penelitian ini adalaah: profitaabilitas, uk kuran perusahaan serrta kepemiilikan institusionnal mempu unyai pengaaruh positiff baik secarra parsial m maupun sim multan terhadap kinerja k intelllectual capiital.
Universitas Sumatera Utara