BAB II TEORI UMUM TENTANG ZAKAT
A. Sejarah Zakat Perintah wajib zakat turun di Madinah pada bulan Syawal pada tahun keduan hijrah Nabi SAW. Kewajibannya terjadi setelah kewajiban puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Zakat mulai diwajibkan di Madinah karena masyarakat Islam sudah mulai terbentuk, dan kewajiban ini dimaksudkan untuk membina masyarakat muslim yakni sebagai bukti solidaritas sosial, dalam arti bahwa orang kaya yang berzakat yang patut masuk dalam barisan kaum beriman. Adapun ketika umat Islam masih berada di Makkah. Allah
SWT,
sudah
menegaskan
dalam
Al-Qur’an
tentang
pembelanjaan harta yang belum dinamakan zakat, tetapi berupa kewajiban infaq, yaitu bagi mereka yang mempunyai kelebihan wajib membantu yang kekurangan, besarnya tergantung kepada kerelaan masing-masing, yang tentunya kerelaan itu berkaitan erat dengan kualitas iman yang bersangkutan.1 Selama tiga belas tahun di Makkah, kaum muslimin didorong untuk manginfakkan harta mereka buat fakir, miskin, budak, namun sebelum ditentukan nishab dan berapa kewajibannya zakatnya, juga belum diketahui apakah telah diorganisasi pengumpulan dan penyalurannya. Yang jelas, kaum muslimin awal memberikan sebagian harta mereka untuk kepentingan Islam. Abu Bakar r.a. misalnya, memerdekakan sejumlah budak setelah membeli mereka dengan harga mahal. Periode Madinah ditentukan nishab dan jumlah kewajiban zakat administrasi, pengumpulan dan penyalurannya. Zakat turun di madinah memberikan rincian sistematik tentang kewajiban zakat. Bahkan ceramah Rasulullah di madinah setelah hijrah berisi juga kewajiban zakat dan Infaq. Rasulullah pernah mengirim Ala al-Hadrami ke Bahrain dan Amr ke Oman pada tahun 8 H, Muadz ke Yaman pada tahun 9 H. 1
Muhammad, Zakat Profesi Wacana pemikiran dalam Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), hlm 16.
12
13
Dalam banyak riwayat dikisahkan bahwa zakat dari suatu daerah disalurkan kedaerah itu juga, tidak dibawa ke Madinah. Meski demikian, beberapa riwayat mengisahkan sebagian zakat ada juga yang dikirim ke Madinah. Konsep zakat tidak statis, tapi terus dikembangkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para ulama’ setelahnya.2 Dalam soal manajemen, pada awal Islam, ada pengalaman yang menarik bahwa zakat dikelola oleh pemerintah. Pendapat ini memang dapat diperdebatkan. Sejarah mencatat bahwa sejak Rasulullah SAW melakukan migrasi atau hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau di posisikan sebagai Nabi dan Negarawan. Dengan demikian, keberadaan beliau selain pemimpin agama, juga sebagai pemimpin negara dan pemerintahan. Tidak salah jika ada orang yang berpendapat bahwa Islam adalah agama dan negara (al-Islam huwa al-din wa al-daulah).3 Ibadah zakat dapat dipertanggung jawabkan kepada pemerintah, karena dalam pengamalannya lebih berat di banding ibadah-ibadah yang lain. Dengan demikian asas ikhlas dan sukarela tetap dominan dalam pelaksanaan dan penerapan zakat sebagaimana yang berlaku pada masa Rasulullah, Khulafaur al-Rasyidin dan pemerintahan Islam di belakangnya. 1. Zakat Pada Masa Rasulullah SAW. Syariat zakat baru diterapkan secara efektif pada tahun kedua hijriyah. Ketika itu Nabi Muhammad SAW. Telah mengembangkan dua fungsi yaitu sebagai Rasullullah dan pemimpin umat. Zakat juga mempunyai dua fungsi yaitu ibadah bagi Muzakki dan sumber utama pendapatan negara. Dalam pengelolaan zakat, Nabi sendiri turun tangan memberikan contoh dan operasionalnya.4
2
Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu kajian Kontemporer, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm 191 3 Ahmad Rofiq, Fiqih kontekstual:Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, ( Semarang: Kerjasama pustaka Pelajar Yogyakarta dan LSM Damar, 2004), hlm 299 4 Abdurrahman Qadir, OpCit., hlm 88.
14
Tentang prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya, untuk daerah diluar kota Madinah Nabi mengutus petugas untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat. 2. Zakat Pada Masa Kholifah Abu Bakar. Kholifah Abu bakar melanjutkan tugas Nabi, terutama tugastugas pemerintahan khususnya dalam mengembangkan sejarah agama Islam termasuk menegakkan syariat zakat yang telah ditetapkan sebagai sendi rukun Islam yang penting dan strategis.5 Khalifah memandang masalah ini sangat serius, karena fungsi zakat sebagai pajak dan sumber utama pendapatan Negara. Pada awal pemerintahan Khalifah Abu Bakar timbul suatu gerakan yang tidak mau membayarkan zakatnya kepada Kalifah. Maka khalifah mengambil suatu kebijaksanaan bahwa golongan yang tidak mau lagi membayar zakat di hukum telah murtad, maka mereka boleh di perangi. Ada pengalaman sejarah khalifah Abu Bakar al-Shiddiq r.a. diamanati menjadi khalifah pengganti Rasulullah SAW dihadapkan pada situasi dilematis, sehubungan dengan sekelompok rakyat yang tidak mau menunaikan zakat. Abu Bakar berpendapat keadaan ini tidak bisa dibiarkan dan harus diselesaikan. Sikap dan langkah politik yang diambil adalah memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat tersebut. Langkah ini tidak disetujui Umar bin Khattab ra. dengan alasan, perintah memerangi seseorang itu hanya bisa dibenarkan hingga batas seseorang belum mengucapkan dua kalimah syahadah. Sementara Abu bakar beralasan bahwa apabila tindakan pembangkangan mereka untuk membayar zakat dibiarkan, akan menjadi presiden buruk terhadap pemahaman Islam.6
5 6
Ibid, hlm 89. Ahmad Rofiq, Op.Cit, hlm 284.
15
Dalam pelaksanaan dan pengelolaannya khalifah Abu Bakar langsung turun tangan dan mengangkat beberapa tugas (amil zakat), sehingga pemungutan dan penyaluran harta zakat berjalan dengan baik. 3. Zakat Pada Masa Kholifah Umar Ibn al-Khattab. Pemungutan dan pengelolaan zakat dalam masa Khalifah Umar Ibn al-Khattab ini makin diintensifkan, sehingga penerimaan hartazakat makin meningkat, karena semakin banyak jumlah para wajib zakat dengan pertambahan dan perkembangan umat Islam di pelbagai wilayah yang ditaklukan.7 Zakat menurut Umar Ibn al-Khaththab bertujuan untuk merubah mustahik menjadi Muzakki, Menurut Quraisy Shihab ada tiga landasan filosofis. Pertama, Istikhlaf (penugasan sebagai Khalifah di bumi). Manusia sebagai khalifah di bumi mempunyai tugas untuk membagi kesejahteraan sebagai penjabaran Rahmatan lil ‘Alamin.kedua, solidaritas sosial, manusia hanya bisa hidup jika bersama dengan individu-individu yang lain. Ketiga, persaudaran, manusia berasal dari satu keturunan, jadi ada pertalian darah, dekat atau jauh. Setidaknya ada tiga pola persaudaraan, yakni persaudaraan sesama muslim (Ukhuwah Islamiyah), persaudaraan sesama warga negara (Ukhuwah Wathaniyah), persaudaraan sesama umat manusia (Ukhuwah Insaniyah/ Basyariyah).8 4. Zakat Pada Masa Kholifah Utsman Ibn Affan. Dalam periode ini, penerimaan zakat makin meningkat lagi, sehingga gudang Baitul Mal penuh dengan harta zakat. Bagi khalifah Usman Ibn Affan, urusan zakat ini demikian penting, untuk itu dia mengangkat pejabat khusus menanganinya sekaligus
mengangkatnya
mengurus
(BaitulMal). 7 8
Abdurrahman Qadir, Op.Cit, hlm 91. Ibid., hlm 286-287.
yaitu zaid Ibn Tsabit,
lembaga
keuangan
Negara
16
Pelaksanaan pemungutan dan pendistribusian zakat makin lancar dan meningkat. Harta zakat yang terkumpul segera di bagi-bagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga tidak terdapat sisa harta zakat yang tersimpan dalam Baitulmal.9 5. Zakat Pada Masa Kholifah Ali Ibn Abi Thalib. Ali Ibn Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah setelah lima hari terbunuhnya khalifah Usman Ibn Affan. Sejak awal pemerintahannya, ia menghadapi persoalan yang sangat kompleks yaitu masalah politik dan perpecahan dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya pembunuhan atas diri khalifah Usman ibn Affan. Dalam penerapan dan pelaksanaan zakat, Ali Ibn Abi Thalib selalu mengikuti kebijaksanaan khalifah-khalifah pendahulunya. Harta zakat yang sudah terkumpul ia perintahkan kepada petugas supaya segera mambagi-bagikan
kepada
mereka
ang
berhak
yang
sangat
membutuhkannya, dan jangan sampai terjadi penumpukan harta zakat dalam Baitul Mal.
B. Pengertian dan Istilah-Istilah yang memiliki arti Zakat a. Pengertian Zakat. Perkataan zakat ditinjau dari bahasa, berasal dari kata dasar (masdar) “zakâ” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik dan bertambah.10 Jika diucapkan “Zakat al-Nafaqoh” artinya nafkah tumbuh dan bertambah jika di berkati. Kata ini juga sering dikemukakan untuk makna “ thaharoh” (suci). Allah SWT berfirman:
9
Ibid., hlm 92. R. Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), Cet I, hlm 224 10
17
(٩ : )ﺍﻟﺸﻤﺲ.ﻗﺪ ﺃﻓﻠﺢ ﻣﻦ ﺯﻛﹼﻬﺎ Artinya :“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (Q.S. As-Syams: 9).11 Kata “ zakat” adakalanya bermakna pujian, seperti dalam firman Allah SWT:
(٣٢:ﻨﺠﻢ ) ﺍﻟ. ………ﻓﻼ ﺗﺰﻛﹼﻮﺍ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ Artinya : “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci,” (Q.S. AnNajm:32 ).12 Arti “tumbuh” dan “suci” tidak dipakaikan hanya buat kekayaan, tetapi lebih dari itu juga buat jiwa orang yang menzakatkannya, sesuai dengan firman Allah SWT:
(١٠٣:ﺘﻮﺓﺎ … )ﺍﻟ ﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻣﻮﺍﳍﻢ ﺻﺪﻗﺔ ﺗﻄﻬﺮﻫﻢ ﻭﺗﺰﻛﹼﻴﻬﻢ “Pungutlah dari kekayaan mereka, engkau bersihkan dan sucikan mereka dengannya.” (QS.9:103).13 Pengertian zakat menurut syara’, berarti adalah hak dan wajib di keluarkan dari harta. Madzhab Maliki mendefinisikannya dengan “ Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang orang yang berhak menerimanya. Dengan catatan kepemilikain itu penuh dan mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.”14 13
11
1064
12
Soenarjo, dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm
Ibid, hlm 854 Ibid, hlm 297 14 Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), hlm. 1985 13
18
Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan, “menjadikan sebagian harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus”, yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT.15 Menurut Madzhab Syafi’i, zakat sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut madzhab Hambali, zakat ialah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.16 Menurut Masdar Farid Mas’udi memberikan kesimpulan bahwa zakat cenderung dipahami bukan sebagai konsep keagamaan yang titik pangkalnya terletak pada komitmen kerohanian, melainkan lebih sebagai konsep kelembagaan yang bersifat alternatif terhadap konsep-konsep kelembagaan lain yang sejenis, seperti pajak dan upeti.17 Dari berbagai definisi di atas, jelaslah dapat ditarik satu kesimpulan bahwa kata zakat dalam pandangan fuqaha, dimaksudkan sebagai “penunaian”, yakni penuanaian hak dan wajib, yang terdapat dalam harta, juga dimaksudkan sebagai bagian harta tertentu dan yang diwajibkan Allah untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Zakat dinamakan shodaqoh karena tindakan itu akan menunjukkan kebenaran (shidiq) seorang hamba dalam beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah SWT.
b. Istilah yang dipakai dalam Al-Qur'an yang memiliki arti zakat yaitu : 1. Infaq Terkadang
kata-kata
“infaq”
dipakai
untuk
arti
“zakat”.
Sebagaimana dinyatakan dalam surat at-Taubah:34
ﺮﻫﻢ ﺑﻌﺬﺍﺏﺎ ﰲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﷲ ﻓﺒﺸ ﺔ ﻭﻻ ﻳﻨﻔﻘﻮﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻜﱰﻭﻥ ﺍﻟﺬﹼﻫﺐ ﻭﺍﻟﻔﻀ.... .(٣٤:)ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ.ﺃﻟﻴﻢ 15
Wahbah Al-Zuhayly, Al-Fiqh Al-Islam Adillatuhu, terj. Agus Effendi dan Bahruddin Fannany, Zakat kajian Berbagai Madzhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 83. 16 Ibid, hlm 84 17 Masdar F. Mas’udi, Agama Keadilan Risalah Zakat (Pajak0 dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm.105.
19
Artinya:“....Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih”.18 Zakat disebut infaq karena pada hakikatnya zakat itu penyerahan harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah SWT.19 2. Shadaqah Kata
“shadaqah”
terkadang
dipakai
untuk
kata
“zakat”.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat at-Taubah:60
ﻗﺎﺏﻢ ﻭﰲ ﺍﻟﺮﺪﻗﺖ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﺍﳌﺴﻜﲔ ﻭﺍﻟﻌﻤﻠﲔ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺍﳌﺆﻟﹼﻔﺔ ﻗﻠﻮﺀﺍﳕﺎﺍﻟﺼ . ﻭﺍﷲ ﻋﻠﻴﻢ ﺣﻜﻴﻢ.ﻦ ﺍﷲﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣ.ﺒﻴﻞﻭﺍﻟﻐﺮﻣﲔ ﻭﰱ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﷲ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺴ (٦٠:ﻮﺑﺔ)ﺍﻟﺘ Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk dijalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi maha Bijaksana.20 Zakat disebut Shadaqah dalam Surat at-Taubah karena memang salah satu tujuan utama zakat adalah untu mendekatkan diri (taqarrub kepada Allah SWT.21 Shadaqah termasuk juga amal ibadah sunnah bagi siapa saja yang mampu menunaikannya untuk menabung amal kebajikan. Kata shadaqah memang lebih luas pengertiannya dibanding infaq. Maksud memberikan sesuatu terbatas pada Maliah semata-mata. Membaca tasbih, tahmid, dan tahlil; perintah kebajikan mencegah 18
Soenarjo dkk,Op.Cit, hlm. 283 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 09 20 Soenarjo dkk, Op.Cit,hlm. 288 21 Didin Hafidhudin, Op.Cit,hlm. 09 19
20
kemungkaran menyingkirkan penghalang di jalan, memberi petunjuk bagi yang membutuhkannya itu semua adalah termasuk shadaqah. Singkatnya, segala sesuatu yang mengarah pada kebajikan adalah shadaqah.
Kalau tidak punya sesuatu yang untuk bershadaqah, hendaklah bekerja agar dapat memberikan manfaat untuk dirinya dan kemudian mampu pula bershadaqah. apabila tidak
mampu bekerja untuk
mendapatkan harta, maka memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan bantuan karena mengalami kesusahan. Namun apabila tidak bisa juga cukup berbuat baik dan menahan diri dari pebuatan buruk. Jadi tidak wajib dengan harta bisa dengan yang lain seperti kejelasan yang diatas. 3. Hak Kata “hak” terkadang juga dipakai untuk makna “zakat”. Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-An’aam:141.
(١٤١ :)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ..... ﻭﺃﺗﻮﺍ ﺣﻘﹼﻪ ﻳﻮﻡ ﺣﺼﺎﺩﻩ.... Artinya: “.... dan tunaikanlah haknya di hari memetiknya....”22 Zakat disebut hak, oleh karena memang zakat itu merupakan ketetapan yang bersifat pasti dari Allah SWT yang harus duiberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik).23 Sedangkan dalam ilmu fiqih, istilah zakat, shodaqah, infak dan hak dalam implementasinya memiliki definisi dan titik tekan yang berbeda dan dapat ditarik kesimpulan bahwa di antara ketiganya ada unsur kesamaannya, yaitu sama-sama ditekankan oleh Allah dan untuk dilaksanakan oleh umat muslim. Perbedaan terletak bahwa zakat adalah 22 23
Soenarjo dkk. Op.Cit, hlm,. 212 Didin Hafidhudin, Loc.Cit
21
wajib, sedangkan infak, shadaqah dan hak adalah ibadah sunnah sebagai komplementer daripada zakat.
Bila zakat diatur sedemikian rupa menyangkut siapa, apa, kapannya, berbeda dengan infaq dan shadaqah yang tidak diatur sedemikian ketat. Khususnya mengenai infaq dan shadaqah. Memang keduanya dari segi hukum sama-sama sunnah, tetapi bila kita dari macam apa yang diberikan, nampak bahwa infaq lebih ditekankan pada aspek Maliah, sedangkan shadaqah berupa apa saja. Itulah sebabnya dalam AlQur’an shadaqah Maliah dapat diungkapkan melalui kata-kata infaq, tidak memakai kata shadaqah, justru kata shadaqah banyak dimaksudkan sebagai zakat. Dalam pada itu shadaqah lebih umum dibanding zakat dan infaq. Dengan kata lain zakat dan infaq adalah bagian dari pada shadaqah.24 Oleh karena itu jika pengertian zakat dihubungkan dengan harta benda, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati dan berkah (membawa kebaikan hidup dan kehidupan bagi yang punya harta).
C. Landasan Hukum Zakat Zakat sebagai ibadah Maliyah Ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan), merupakan salah satu rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting dalam syariat Islam. Kata zakat dalam bentuk ma’rifat disebut pada 32 ayat dalam AlQur’an yang diantaranya 26 kali dalam Al-Qur’an menegaskan kewajiban zakat bersamaan kewajiban shalat.25
24
Saefudin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bima Sejati, 2000), hlm. 23 Fuad Abdul Baqy, Al-Mu’jam al-Mufahrasy Li al-fadil Al-Qur’an al-Karim,( Mesir:: Darul Qutub), hlm 331-332 25
22
Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar wajibnya zakat dalam AlQur’an diantaranya adalah firman Allah SWT:
(٤٣:ﺍ ﻛﻌﲔ )ﺃﻟﺒﻘﺮﺓﻛﻮﺓ ﻭﺍﺭ ﻛﻌﻮﺍ ﻣﻊ ﺍﻟﺮﻠﻮﺓ ﻭﺃﺗﻮﺍﺍﻟﺰﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍﺍﻟﺼ Artinya : “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. 2:43).26
ﺎ ﻭﺻ ﹼﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺃ ﹼﻥ ﺻﻠﻮﺗﻚ ﺳﻜﻦ ﳍﻢ ﺮﻫﻢ ﻭﺗﺰﻛﹼﻴﻬﻢﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻣﻮﺍﳍﻢ ﺻﺪﻗﺔ ﺗﻄﻬ (١٠٣:ﻭﺍﷲ ﲰﻴﻊ ﻋﻠﻴﻢ )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ Artinya : “Ambillah Zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 9:103)27
(١٩:ﺎﺋﻞ ﻭﺍﶈﺮﻭﻡ )ﺃﻟﺬﺍﺭﻳﺎﺕﻖ ﻟﻠﺴ ﻭﰲ ﺃﻣﻮﺍﳍﻢ ﺣ Artinya : “Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang memintaminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS. 51:19)28 Di samping yang terdapat daalam Al-Qur’an, kewajiban zakat juga disebutkan dalam hadits-hadits Nabi SAW yang diantaranya adalah Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Ketika Nabi mengutus Mu’adz bin Jabbal ke Yaman yang berbunyi :
ﱯ )ﺹ( ﺑﻌﺚ ﻣﻌﺎﺫﺍ ﺍﱃ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﺩﻋﻬﻢ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎ ﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﻨ ﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﷲ ﻤ ﻋِﻠ ﻧﻬﻢ ﺍﻃﺎﻋﻮﺍ ﻟﺬﺍﻟﻚ ﻓﹶﺄ ﺇﱃ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺍﻥ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻﺍﷲ ﻭﺍﱐ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻓﺈ ﻬﻢ ﻤ ﻋِﻠ ﻫﻢ ﺃﻃﺎﻋﻮﺍ ﻟﺬﺍﻟﻚ ﻓﺄ ﻓﺈ ﹾﻥ، ﰲ ﻛ ﹼﻞ ﻳﻮﻡ ﻭﻟﻴﻠﺔ،ِﺍﻓﺘﺮﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﲬﺲ ﺻﻠﻮﺍﺕ ) ﺩ ﻋﻠﻰ ﻓﻘﺮﺍﺋﻬﻢ ﺃﻥ ﺍﷲ ﺍﻓﺘﺮﺽ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺻﺪﻗﺔ ﰱ ﺃﻣﻮﺍﳍﻢ ﺗﺆ ﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻭﺗﺮ .(ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ 26
Soenarjo, dkk Op. Cit, hlm 16 Ibid, hlm 297-298 28 Ibid, hlm 859 27
23
Artinya : “Dari Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya Nabi SAW telah mengutus Mu’adz bin jabal ke Negeri Yaman, Nabi SAW bersabda: serulah (ajaklah mereka untuk mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwa saya (Muhammad) adalah utusan Allah. Jika mereka menerima itu, maka beritahukanlah bahwa Allah swt telah mewajibkan bagi mereka Shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika hal ini telah mereka taati, sampaikanlah bahwa Allah SWT mewajibkan zakat pada harta benda mereka, yang di pungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada fakir miskin diantara mereka.”29 Dan juga hadist Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Umar. Hadist tersebut berbunyi:
ﺑﲏ ﺍﻻﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﲬﺲ ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺍﻥ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺇﻻ:(ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ )ﺹ .ﺞ ﻭﺻﻮﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻛﺎﺓ ﻭﺍﳊﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻭﺃﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻳﺘﺎﺀ ﺍﻟﺰﺍﷲ ﻭﺃ ﹼﻥ ﳏﻤ ()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ “Dari Ibnu Umar r.a. Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Islam didirikan dari lima sendi yaitu: mengaku bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Allah dan bahwasannya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan puasa di bulan Ramadhan.”30 Selain ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW yang disebutkan di atas, masih banyak lagi ayat dan hadits yang menjelaskan kewajiban mengeluarkan zakat, dan bahwa zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh oleh orang yang mengaku beragama Islam. Adapun dalil yang berupa ‘Ijma ialah adanya kesepakatan semua umat (Ulama) Islam di semua negara bahwa zakat adalah wajib. Bahkan para sahabat Nabi sepakat untuk membunuh orang-orang yang mengeluarkan zakat.31 Dengan demikian barang siapa mengingkari wajibnya (kefardhuannya), berarti dia kafir. 29
hlm 169
30
Imam al Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 1, (Mesir: Mustafa, al-Babi al-Halabi, 1933),
Ibid, hlm 6 Abdurrahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhoh Dan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 46. 31
24
D. Macam-macam zakat dan orang yang berhak menerimanya. a. Macam-macam zakat adalah sebagai berikut : 1. Zakat nafs, zakat jiwa yang disebut juga “zakatul fitrah” (zakat yang diberikan berkenaan demgan selesainya puasa yang difardlukan).32
Waktunya sampai dengan sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fitri (boleh ta’jil) selama dalam bulan Ramadhan. Tujuan Zakat Fitrah ini untuk membesihkan diri orang yang berpuasa, maka sebaiknya dilaksanakan setelah selessai puasa, meskipun dalam hal ini boleh di ta’jil (dibayarkan dalam bulan Ramadhan, sementara puasanya belum selesai).33 2. Zakat Mal (harta) adalah bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka tertentu.34 Harta yang dikenai zakat yaitu: a. Emas, perak dan uang. b. Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan. c. Hasil pertambangan. d. Hasil peternakan e. Hasil pendapatan dan jasa f. Rikaz. b. Orang yang berhak menerima zakat.
32
Teungku Hasbi ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997), hal. 09. 33 Ahmad Rofiq: Op. Cit, hlm 304 34 M.Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqih, ( Bandung: PT Rosdakarya, 2002), hlm 109.
25
Ada delapan kategori yang berhak menerima zakat, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60:
ﻗﺎﺏﻢ ﻭﰲ ﺍﻟﺮﺪﻗﺎﺕ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﺍﳌﺴﺎﻛﲔ ﻭﺍﻟﻌﺎﻣﻠﲔ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺍﳌﺆﻟﻔﺔ ﻗﻠﻮﻤﺎ ﺍﻟﺼﺍﻧ : )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ.ﻭﺍﷲ ﻋﻠﻴﻢ ﺣﻜﻴﻢ. ﺒﻴﻞ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻣﻦ ﺍﷲﻭﺍﻟﻐﺎﺭﻣﲔ ﻭﰲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﷲ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺴ (٦٠ Artinya : “ Sesungguhnya shadaqah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguus-pengurus zakat, para mualaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. AtTaubah: 60).35 Mengenai pengertiannya akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Fakir Fakir menurut Masdar F. Mas’udi yaitu orang yang secara ekonomi berada pada garis yang paling bawah.36 Fakir ini tidak ada penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dalam sehari-hari. 2. Miskin kelompok ini merupakan kelompok kedua penerima zakat. Orang miskin adalah orang yang secara ekonomi lebih beruntung dari pada si fakir akan tetapi secara keseluruhan ia tergolong orang-orang yang masih tetap kerepotan dalam memenuhi kebutuhan pokok kesehariannya.37 3. Al-Amil Al-Amil adalah para pekerja yang telah diserahi oleh penguasa atau penggantinya untuk mengambil harta zakat, mengumpukan, menjaga dan
35
Soenarjo, Op.Cit., hlm 288. Masdar F.Mas’udi, Op.Cit, hlm 148. 37 Ibid, hlm 149. 36
26
memindah-mindahkannya. Sehingga orang yang termasuk memberi minum dan menggembalanya. Jika zakat itu ternak. Begitu pula, petugas keamanan, sekretaris, petugas penimbang, tukang hitung dan perangkat lainnya yang dibutuhkan untuk pengumpulan dan pembagian zakat. 38 4. Al- Muallaf Al-Muallaf menurut Abu Ya’la pengarang kitab “Ahkamus Sulthaniyah”, mencakup dua golongan: golongan muslim dan non muslim. Mereka ada empat kategori ; -
Mereka yang dijinakkan hatinya agar cenderung menolong kaum muslimin.
-
Mereka yang dijinakkan hatinya agar cendeung untuk membela umat Islam.
-
Mereka yang dijinakkan hatinya agar ingin masuk Islam.
-
Mereka yang dijinakkan hatinya dengan diberi zakat agar kaum dan sukunya tertarik masuk Islam.39
5. Ar-Riqab (para budak) Riqab artinya adalah orang dengan status budak. Arti riqab secara jelas menunjuk pada gugusan manusia yang tertindas dan dieksploitasi oleh manusia lain, baik secara personal maupun struktural. Dalam pengertian ini dana zakat untuk kategori Riqab akan berarti dana untuk usaha memerdekakan orang atau kelompok orang yang sedang tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan arah hidupnya sendiri.40 6. Gharimin
38
Saefudin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bima Sejati, 2000), hlm 61. Abu Ya’la, Al-Ahkam al- Sulthaniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hlm 148. 40 Masdar F. Mas’udi, Op.Cit, hlm 155-156 39
27
Gharimin artinya adalah Orang yang tertindih hutang. Gharim di bagi menjadi dua macam yaitu: orang yang berhutang untuk kepentingan sendiri dan untuk kepentingan orang lain.41 7. Fi Sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah) Pada dasarnya diartikan orang yang berjuang dijalan Allah (untuk kepentingan Islam) meskipun mereka itu orang kaya, selama mereka itu tidak mendapat gaji dari pemerintah.42
8
Ibnu Sabil (orang yang dalam perjalanan) Yaitu orang yang kehabisan perbekala ketika dalam perjalanan, meskipun dia termasuk orang kaya raya yang mampu di Negeri sendiri. Tentu berpergian yang bukan untuk melakukan maksiat.43
E. Tujuan dan Hikmah Zakat Tujuan Zakat adalah salah satu tiang pokok ajaran Islam. Zakat mengandung tujuan yaitu sasaran praktisnya. Adapun Tujuan zakat dilihat dari kepentingan kehidupan sosial, antara lain bahwa zakat bernilai ekonomik, merealisasi fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakkan agama Allah dan mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.44 a. Tujuan zakat dapat dikemukakan sebagai berikut: 45
41 42
259.
43 44 45
183.
Saefudin Zuhri, Op.Cit, hlm 157. Labib, Untuk Apa Manusia Diciptakan, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2002), hlm Ibid, hlm. 260. Abdurrahman Qadir,OP.Cit, hlm 75 M.Syukri Ghozali, Amidhan dkk; Pedoman Zakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1981), hlm
28
1. Membantu, mengurangi dan mengangkat kaum fakir miskin dari kesulitan hidup dan penderitaan mereka. Dengan zakat tersebut fakir miskin
mendapat
keringanan
untuk
memenuhi
sebagian
dari
kebutuhannya. 2 Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para Mustahikul Zakat, dalam permasalahan ekonomi, yang sedikit banyak membantu kebutuhan kehidupan mereka walaupun hanya sesaat. 3 Membina dan merentangkan tali solidaritas (persaudaraan) sesama umat manusia.
Dengan
menyisihkan
harta
kekayaan
tersebut
rasa
persaudaraan akan menjadi kokoh.
4 Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan dan penguasa modal. Zakat yang dikeluarkan orang muslim hanya semata menurut perintah Allah dan mencari Ridhanya, akan mensucikannya dari segala kotoran dosa secara umum terutama kotornya sifat kikir.46 Sifat kikir yang tercela itu adalah tabiat manusia, yang dengannya manusia itu di uji, karenanya Allah SWT sebagai rasa sayang-Nya kepada manusia. Sebagaimana firmanNya:
(١٠٠:ﻭﻛﺎﻥ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻓﺘﻮﺭﺍ ) ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ Artinya : “ Dan adalah manusia itu sangat kikir ”47
(١٩ :ﺍ ﹼﻥ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﺧﻠﻖ ﻫﻠﻮﻋﺎ ) ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ Artinya : “ Sesungguhnya manusia di ciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir ”.48
46 47 48
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: PT Mitra Kerjaya, 2004), hlm 848 Soenarjo, dkk, Op. Cit, hlm. 439. Ibid, hlm. 974.
29
1. Menghindarkan penumpukan kekayaan perseorangan yang di kumpulkan di atas penderitaan orang lain. 2. Mencegah jurang pemisah kaya miskin yang dapat menimbulkan mala petaka dan kesehatan sosial. 3. Mengembangkan tanggung jawab perseorangan terhadap kepentingan masyarakat, dan kepentingan umum. Pada hakekatnya harta adalah titipan dan amanat dari Allah yang berarti ia memiliki tanggung jawab untuk membelanjakan harta sesuai dengan ketentuan Allah dengan menunaikan zakat menunjukan pada diri seorang tersebut telah ada sikap mendidik dan tanggung jawab kaena harta yang ada harus diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
4. Mendidik untuk melaksanakan disipilin dan loyalitas seorang untuk menjalankan kewajibannya dan menyerahkan hak orang lain. Seseorang akan merasa terdidik dalam melaksankan ibadah zakat karena dengan adanya kewajiban yang harus diserahkan kepada orang yang berhak. Sementara menurut Yusuf al-Qardhawi dalam masalah zakat ada beberapa tujuan zakat di antaranya adalah untuk: 49 1. Membersihkan dan mensucikan harta seseorang. 2. Memperkembangkan dan menambah sesuatu pada harta kekayaan seseorang. Karena berhubungan hak orang laain dan sesuatu harta, akan memyebabkan harta tersebut bercampur atau kotor, yang tidak bisa suci kecuali dengan mengeluarkannya.50
49 Daud Ali, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik; (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm 75-76 50 Yusuf Qardawi, Op.Cit, hlm. 862
30
3. Sebagai pertanggungan sosial, dimana masyarakat yang mampu menanggung (kepentingan) anggota masyarakat yang tidak mampu. 4. Mendekatkan hati orang kaya dengan orang miskin dan sebaliknya. 5. Pemerataan rizki. 6. Memperkecil kalau tidak dapat menghilangkan pertentangan kelas dalam masyarakat kerena perbedaan pendapatan yang sangat tajam. Dari uraian tujuan dalam masalah zakat di atas penulis dapat merumuskan: 1. Sama-sama mendekatkan hati orang kaya dengan orang miskin atau sebaliknya, 2. Tidak ada diskriminatif perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin yang berimbas timbulnya kejahatan sosial, 3. Mengembangkan rasa solidaritas antar umat manusia.
b. Hikmah Zakat. Kesenjangan dikalangan manusia merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Dan persyariatan zakat merupakan jalan yang paling utama untuk menyelesaikan kesenjangan tersebut/juga bisa merealisasikan sifat gotong royong dan tanggung jawab sosial dikalangan masyarakat Islam. Adapun hikmah zakat adalah sebagai berikut:51 Pertama: Menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pencuri. Zakat dikenakan terhadap harta berlebih yang telah memenuhi persyaratan baik hawl maupun nishab. Kedua: Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orangorang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka untuk bekerja dengan semangat dan mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak. Dengan tindakan ini, masyarakat akan terlindung dari penyakit kemiskinan, yang merupakan salah satu masalah sosial, dan
51
Wahbah Al-Zuhaili, Loc.Cit., hlm. 86.
31
negara akan terpelihara dari penganiayaan dan kelemahan. Setiap golongan bertanggung jawab untuk mencukupi kehidupan orang-orang fakir. Ketiga: Zakat mensucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia juga melatih seorang mukmin untuk bersifat memberi dan dermaan. Disini zakat melatih mereka untuk ikut andil dalam menunaikan kewajiban sosial, yakni keajiban
untuk
mengangkat
(kemakmuran)
negara
dengan
cara
memberikan harta kepada fakir miskin, ketika dibutuhkan atau dengan mempersiapkan tentara, membendung musuh, atau menolong fakir miskin dengan kadar yang cukup. Keempat: Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah dititipkan kepada seseorang. Dengan demikian zakat ini dinamakan zakat mal (zakat harta kekayaaan). Zakat ini diwajibkan karena adanya sebab, yakni karena adanya harta.
Jadi
zakat
disini
sangat
berperan
sebagai
sarana
untuk
mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat. Karena zakat dipungut dari orang-orang kaya yang kemudian diberikan kepada fakir miskin. Sehingga sirkulasi harta tidak hanya terjadi dan terpusat dikalangan orang-orang kaya saja. Jika demikian akan terwujudlah keadilan sosial didalam masyarakat sebagaimana menjadi tujuan syara’. Zakat mengandung potensi yang luar biasa untuk mengurangi pennderitaan umat manusia yang terhina. Negara-negara Islam modern harus mengerahkan sumber daya dometik mereka melalui zakat untuk membiayai berbagai program pembangunan dalam sektor pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan kesejahteraan sosial.52 Menurut Abdurrahman Qadir, zakat mengandung beberapa hikmah diantaranya :53
52 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: PT Dhana Bhakti Wakaf, 1993), hlm.269 53 Abdurrahman Qadir, Op. Cit, hlm 82-83
32
1. Dengan mengeluarkan zakat, golongan ekonomi lemah dan orang yang tidak mampu merasa terbantu. Dengan begitu akan tumbuh rasa persaudaran dan kedamaian dalam masyarakat. 2. Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah yang terpuji dan menjauhkan dari sifat bakhil yang tercela. 3. Melaksanakan pertanggungjawaban sosial, karena harta kekayaan yang diperoleh oleh orang kaya, tidak terlepas dari adanya andil dan bantuan dari orang lain baik langsung maupun tidak langsung. 4. Mengantisipasi dan ikut mengurangi kerawanan dan penyakit sosial seperti: pencurian, perampokan dan berbagai tindakan kriminal yang ditimbulkan akibat kemiskinan dan kesenjangan sosial sebagi akibat tidak langsung atas sikap orang-orang kaya yang tidak mempunyai kepedulian sosial.
Dari kepentingan pihak orang kaya terdapat beberapa hikmah, diantaranya merupakan sarana yang memantapkan hubungannya dengan Tuhan (hablum minallah); di samping meningkatkan hubungan dengan sesama manusia; dan sebagian untuk memberikan jaminan keselamatan harta benda dan kekayaannya dari kemungkinan hilang atau binasa. Hikmah lainnya adalah zakat memberi keuntungan kepada semua pihak, utamanya bagi orang kaya. Hal ini dapat dilihat dari gambaran berikut ini ; 1. Bagi orang miskin, dengan dana zakat akan mendorong dan memberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras, sehingga pada gilirannya berubah dari golongan penerima zakat menjadi golongan pembayar zakat. 2. Bagi orang kaya, memeproleh kesempatan untuk menikmati hasil usahanya, yaitu terlaksananya berbagai kewajiban agama dan Ibadah Allah. 3. Bagi orang kaya, memperoleh kesempatan mengembangkan kekayaannya melalui zakat.
33
4. Bagi orang kaya, dalam kapasitasnya sebagai khalifah Allah dapat melaksanakan amanah Tuhan yang Maha adil. 5. Mengembangkan jati diri dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial (zoon polition dan homo socion) Zakat dimaksudkan sebagai bentuk manifestasi keadilan sosial agar harta tidak melulu dimonopoli oleh kaum kaya sehingga menimbulkan suatu jurang pemisah anatara orang yang lemah ekonomi dengan orang yang kuat ekonominya sehingga tidak dikhawatirkan terjadinya penghisapan dan perbuatan semena-mena yang dilakukan oleh orang yang kuat ekonominya.54 Artinya, harta kekayaan tidak dikuasai oleh sekelompok orang, tetapi justru memberikan peluang pada orang yang tidak memiliki harta kekayaan untuk ikut menikamti berkah dari harta yang dia miliki.
54 Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fiqih, (Bandung: PT Rosda Karya, 2002), hlm. 107.