BAB II KAJIAN TEORI Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran merupakan kegiatan pokok untuk membantu peserta didik belajar dengan baik. Pembelajaran tidak semata guru dan peserta didik tetapi juga interaksi antara peserta didik dengan pihak lain seperti sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Selain itu, proses pembelajaran adalah proses interaksi seorang peserta didik dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman-teman sesama peserta didik (Suherman dkk, 2003). Pembelajaran adalah usaha sengaja yang terarah yang bertujuan untuk membantu seseorang memperoleh pengalaman yang bermakna (BNSP, 2006). Guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai materi yang diberikan
sehingga mencapai tujuan yang ditentukan (aspek kognitif),
mempengaruhi sikap peserta didik (aspek afektif) dan juga keterampilan peserta didik (aspek psikomotor). Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal (Sugihartono, 2007).
11
Mengembangkan
kemampuan
menghitung,
mengukur,
menalar,
mememecahkan masalah, menurunkan rumus dan menggunakannya merupakan fungsi dari matematika. Dalam mengembangkan kemampuan tersebut, guru memilih metode pembelajaran yang tepat yang dapat mendukung proses pembelajaran. Selain itu, guru diharapkan mampu mengatur dan menyusun komponen-komponen pembelajaran agar komponen yang satu dengan yang lain berkaitan dengan baik. Matematika sangat penting diajarkan di sekolah untuk mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Secara umum, tujuan pendidikan matematika digolongkan menjadi: a.
Tujuan yang bersifat formal, yaitu menekankan pada penalaran dan membentuk kepribadian peserta didik.
b. Tujuan yang bersifat material yaitu menekankan pada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika. (Soedjadi, 1994) Secara rinci tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut: a. Melatih kemampuan berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. b. Mengembangkan aktivitas dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. c. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
12
d. Mengembangkan
kemampuan
menyampaikan
informasi
atau
mengkomunikasikan gagasan melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. (Depdiknas: 2003) Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara peserta didik, pendidik, sumber belajar, lingkungan dan komponen pendukung lainnya sebagai usaha terarah yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan meningkatkan pengetahuan matematika. Dengan mempelajari matematika, peserta didik diharapkan dapat menguasai kompetensi yang telah ditetapkan dan dapat mengembangkan kemampuan matematis pada dirinya seperti kemampuan berpikir, bernalar, memecahkan masalah, dan menerapkan matematika dalam kehidupan nyata.
2. Efektivitas Pembelajaran Matematika Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Kata efektif berasal dari Bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau tepat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata efektif dapat diartikan ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya); manjur atau mujarab (tentang obat); dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan); mulai berlaku (tentang undanngundang, peraturan) (Depdiknas, 2008). Efektivitas adalah suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh tujuan dapat tercapai (Sedarmayanti, 2006). Dalam konteks pembelajaran, kata efektivitas merujuk pada ketepatan metode pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas suatu pembelajaran ditinjau dari hubungan tertentu yang mengajar kelompok siswa tertentu, di dalam situasi tertentu, dalam upaya mencapai tujuan tertentu (Popham,
13
2003). Terdapat dua karakteristik efektivitas pembelajaran yaiu memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai seperti guru, pengawas, tutor, atau murid sendiri (Dunne, 1996). Ketepatan efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran tersebut. Terdapat empat aspek penting yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran yaitu (1) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat kesalahan”, (2) kecepatan untuk kerja, (3) tingkat alih belajar, (4) tingkat retensi dari apa yang dipelajari (Reigeluth, 1983). Berdasarkan uraian di atas, efektivitas pembelajaran matematika adalah suatu keadaan yang menunjukkan keberhasilan tujuan pembelajaran matematika yang telah ditentukan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila semua komponen berfungsi dan tujuan tercapai. Dalam penelitian ini pembelajaran matematika realistik dikatakan efektif apabila memenuhi kriteria ketuntasan yang ditetapkan yaitu 70 untuk kemampuan pemecahan masalah dan 56 untuk minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika. 3. Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran
matematika
realistik
adalah
pendekatan
pembelajaran
matematika yang diadaptasi dari Realistic Mathematics Education yang dikembangkan di Belanda. Pembelajaran matematika realistik merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran matematika. Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pada pendapat Freudenthal yang menyatakan bahwa
14
matematika sebagai aktivitas manusia. Dari pernyataan tersebut, Freudenthal menekankan bahwa matematika sebaiknya disajikan dengan materi-materi yang memicu siswa melakukan aktivitas sehingga peserta didik tidak hanya menerima matematika sebagai produk jadi. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah, dan mengorganisasikan pokok persoalan. Freudenthal menyatakan bahwa “Mathematics is Human Activity” yang berarti pembelajaran matematika berasal dari aktivitas manusia yang bertujuan untuk proses matematisasi (Suherman dkk, 2003). Istilah matematisasi dalam pembelajaran matematika adalah proses peningkatan dan pengembangan ide matematika secara bertahap (Gravemeijer, 1994). Secara umum, matematisasi dalam pembelajaran matematika realistik melibatkan dua proses utama yaitu generalisasi dan formalisasi (De Lange, 1996). Generalisasi berkaitan dengan pencairan pola dan hubungan, sedangkan formalisasi melibatkan pemodelan, simbol, skema, dan pendefinisian.
Pembelajaran matematika realistik pada
dasarnya memanfaatkan realita dan lingkungan yang dialami oleh peserta didik untuk melancarkan proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik. Treffers membagi proses matematisasi menjadi dua (Hadi, 2005), yaitu : a. Matematisasi Horizontal Matematisasi horizontal adalah proses pembelajaran dengan masalah-masalah kontekstual dimana peserta didik mencoba menguraikan masalah tersebut menggunakan simbol dan bahasa sendiri (Hadi, 2005). Kemudian peserta didik
15
menyelesaikan masalah tersebut menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan peserta didik lain. b. Matematisasi Vertikal Dalam matematisasi vertikal, peserta didik memulai dengan mencoba menguraikan masalah-masalah nyata menggunakan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri dalam waktu yang lama. Matematisasi vertikal merupakan kegiatan yang menggunakan notasi matematika formal. Proses pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika realistik adalah menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari serta menerapkan suatu konsep berdasarkan kenyataan yang masuk akal, yang dapat dibayangkan, sehingga peserta didik dengan mudah memahami materi yang diberikan. Pembelajaran matematika realistik berlangsung secara interaktif, dimana peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori. Peserta didik aktif mengajukan pertanyaan kepada guru, memberikan alasan terhadap pertanyaan atau jawaban peserta didik lain, menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap jawaban peserta didik lain, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap hasil belajarnya. Pembelajaran ini membantu peserta didik memahami masalah sehingga siswa dengan mudah menyelesaikan masalahmasalah matematika tersebut. Pembelajaran matematika realistik berbeda dengan pembelajaran biasa yang berorientasi pada memberi informasi mengenai materi yang harus dipelajari dan melakukannya atau menggunakan matematika siap pakai untuk memecahkan masalah-masalah yang diberikan. Pembelajaran matematika realistik mengubah
16
pandangan siswa mengenai matematika yang abstrak menjadi matematika yang menyenangkan dan tidak membosankan. Dengan melibatkan masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, siswa akan lebih berpikir panjang mengenai manfaat matematika dalam kehidupan nyata. Dengan pembelajaran ini sekurang-kurangnya mengubah minat belajar siswa menjadi lebih positif dan proses pembelajaran lebih menarik. Treffers merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (Wijaya, 2012), yaitu : a. Penggunaan konteks Masalah kontekstual atau permasalahaan realistik digunakan sebagai titik fokus pembelajaran matematika. Konteks tidak harus masalah dunia nyata namun bisa berupa situasi, permainan, alat peraga selama hal tersebut masih bisa dibayangkan oleh siswa. b. Penggunaan model Penggunaan model dalam hal ini digunakan untuk melakukan matematisasi secara progresif. Model yang digunakan berfungsi sebagai alat penghubung pengetahuan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. c. Pemanfaatan hasil kontribusi siswa Mengacu pada pendapat dari Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai produk jadi yang siap dipakai tetapi dengan memberikan materi yang digunakan sebagai pemicu aktivitas siswa dalam menemukan konsep-
17
konsep dalam matematika maka dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa sebagai sumber belajar. d. Interaktifitas Proses belajar merupakan proses sosial dimana terdapat interaksi terhadap siswa dan siswa, guru dan siswa atau siswa dengan lingkungan. Proses belajar akan menjadi lebih bermakna ketika siswa saling berkomunikasi, bertukar pendapat mengenai hasil kerja, dan mengkomunikasikan gagasan mereka. e. Keterkaitan Banyak konsep dalam matematika yang memiliki keterkaitan dengan topik lainnya. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan secara terpisah kepada siswa. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan dapat mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika yang lain secara bersamaan. Berdasarkan lima karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu kegiatan pembelajaran matematika yang mematematikakan
realita
dan
merealitakan
matematika.
Pendekatan
ini
menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari-hari (informal) dengan konsep formal matematika yang dilakukan dengan metode yang sesuai dengan lingkungan pembelajaran agar siswa lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajarinya. 4. Pembelajaran Ekspositori Dalam penelitian ini, pembelajaran ekspositori adalah metode pembelajaran yang sering digunakan guru. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari
18
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dalam pembelajaran ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui pembelajaran ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Pembelajaran ekspositori dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek kerja kelompok. Dalam penelitian ini guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Sewon menggunakan pembelajaran ekspositori dengan metode ceramah. Metode ceramah adalah salah satu cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa (Sanjaya, 2006). Penjelasan guru secara langsung dapat membantu siswa memahami materi yang diajarkan. Kegiatan pada pembelajaran dengan metode ceramah lebih didominasi oleh guru dan siswa lebih cenderung pasif. Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sekelompok siswa yang pada umumnya pasif (Syah, 2000). Dapat disimpulkan bahwa ceramah adalah salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sekumpulan orang di dalam ruangan. Dalam hal ini, guru sebagai penceramah dan siswa sebagai pendengar. Metode ceramah dalam proses pembelajaran seharusnya tidak bisa dikatakan sebagai metode pembelajaran yang salah. Setiap metode pembelajaran yang digunakan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode pembelajaran ceramah dapat dikreasikan sehingga proses pembelajaran yang dilakukan lebih
19
menyenangkan. Jika diaplikasikan dengan baik dan guru memiliki keterampilan dalam mengajar sehingga pembelajaran tidak membosankan, metode ini dapat memudahkan siswa mengikuti pelajaran, mendapatkan informasi mengenai suatu pokok atau persoalan tertentu, dan meningkatkan minat belajar siswa serta dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan memuaskan. Kelebihan metode ceramah (Sanjaya, 2006), yaitu : a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah b. Ceramah dapat menyajikan materi secara luas c. Dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditekankan sesuai kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai d. Guru dapat mengontrol kelas e. Lebih sederhana Sementara itu kelemahan dalam metode ceramah (Sanjaya, 2006), yaitu : a. Materi yang dikuasai siswa terbatas b. Jika dilakukan terlalu sering akan membuat siswa merasa bosan mengikuti pelajaran tersebut c. Sulit mengetahui secara pasti seberapa jauh siswa memahami materi yang disampaikan Pada penelitian ini, pembelajaran ekspositori terdiri atas tiga tahap utama, yaitu: a. Pendahuluan Pada tahap pendahuluan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyiapkan siswa. Selain itu, guru juga bertugas untuk memotivasi siswa untuk
20
belajar. Agar siswa fokus terhadap pembelajaran, maka juga diperlukan apersepsi dengan menggunakan materi yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Sementara itu, pada tahap ini siswa lebih banyak pasif dan hanya bertugas untuk mendengarkan penjelasan dari guru b. Kegiatan Inti Pada tahap ini, guru memresentasikan materi pembelajaran seperti yang telah direncanakan. Guru juga memberi contoh soal dan penyelesaiannya. Pada tahap ini tugas siswa adalah menyimak informasi yang diberikan kepada guru dan bertanya apabila belum jelas. Selain itu, siswa juga mengerjakan soal latihan agar memiliki pengalaman menyelesaikan soal menggunakan materi yang dijelaskan oleh guru. Secara garis besar, kegiatan inti dibagi menjadi tiga tahap yang sistematis, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. c. Penutup Pada tahap ini, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Peran siswa pada tahap ini adalah menyimpulkan apa saja yang dipelajari selama satu kali pelajaran yang telah dialui. Dari uraian di atas, terlihat bahwa pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan pada proses deduksi. Pada proses pembelajaran, guru adalah hal yang sangat penting karena pembelajaran lebih cenderung berpusat kepada guru yang memberikan pelayanan yang sama kepada setiap siswa. 5. Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang penting. Dari proses pembelajaran dan penyelesaiannya, siswa diharapkan
21
memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Suatu masalah biasanya memuat situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikannya (Suherman dkk, 2003). Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikan tanpa menggunakan cara, dan prosedur yang rutin. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dan direspon tetapi tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan menjadi masalah jika dalam pertanyaan itu terdapat tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur rutin yang sudah diketahui. Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, dan menentukan model untuk menyelesaikan masalah (BNSP: 2006). Pemecahan masalah merupakan aplikasi dari konsep dan keterampilan (Abdurrahman, 2003). Pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan dalam situasi baru atau situasi yang berbeda. Kemampuan pemecahan masalah berkaitan dengan kemampuan siswa dalam membaca dan memahami bahasa cerita soal, menyajikan soal cerita dalam model matematika, merencanakan perhitungan dari model matematika, serta menyelesaikan perhitungan dari soal-soal yang tidak biasa. Pencapaian
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika
membutuhkan
komunikasi matematika yang baik, dengan adanya interaksi yang seimbang antara siswa dengan siswa, atau siswa dengan guru.
22
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan siswa dalam memilih strategi pembelajaran dan menyelesaikan persoalan yang ada dalam matematika. Kemampuan pemecahan masalah sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran matematika. Oleh karena itu, pemecahan masalah merupakan bagian integral dari pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Permendikbud Nomor 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi). Terdapat empat langkah yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah (Polya, 1973), yaitu : a. Memahami masalah Kegiatan yang dapat dilakukan dalam memahami masalah adalah apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui, apakah informasi yang didapatkan cukup, kondisi apa yang harus dipenuhi, dan menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional. b. Merencanakan pemecahannya Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiiki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian. c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
23
Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat untuk mendapatkan penyelesaian. d. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya. Pada penelitian ini, langkah-langkah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali jawaban yang telah ditentukan oleh siswa. Dengan langkah-langkah tersebut, siswa akan lebih memahami pelajaran matematika dengan baik dan dapat mengevaluasi diri seberapa jauh mereka paham mengenai materi yang telah diajarkan. 6. Minat Belajar Minat sangat berpengaruh pada perkembangan belajar siswa. Dengan adanya minat seseorang akan melakukan sesuatu hal yang kiranya akan menghasilkan sesuatu bagi dirinya. Kata minat secara etimologi berasal dari bahasa inggris “interest” yang berarti kesukaan, perhatian (kecenderungan hati pada sesuatu), keinginan. Minat berkaitan dengan perasaan dan ketertarikan seseorang. Perasaan senang seseorang terhadap sesuatu akan menimbulkan minat yang didukung oleh sikap positif. Begitu pula sebaliknya, perasaan tidak senang akan menghambat seseorang dalam belajar karena tidak menimbulkan sikap positif dan tidak menunjang minat belajar seseorang. Jadi dalam proses belajar siswa harus mempunyai minat atau kesukaan untuk mengikuti kegiatan belajar yang
24
berlangsung, karena dengan adanya minat akan mendorong siswa untuk menunjukan perhatian, aktivitasnya dan partisipasinya dalam mengikuti belajar yang berlangsung. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2010). Siswa yang menaruh minat pada bidang tertentu, maka ia akan berusaha lebih keras dalam menekuni bidang tersebut. Kegiatan yang diminati siswa akan diperhatikan terus-menerus dan akan dilakukan dengan rasa senang tanpa ada paksaan. Minat belajar adalah suatu penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Seseorang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tertentu (Djamarah, 2002). Minat belajar adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu yang ingin dicapai (Syah, 2006). Minat mengarahkan siswa mencapai prestasi dalam bidang yang ia tekuni. Dengan keinginan yang tinggi, siswa akan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran dan terus berusaha dalam mencapai tujuannya. Jika seorang guru ingin berhasil dalam melakukan kegiatan belajar mengajar maka ia harus dapat memberikan rangsangan kepada siswa agar berminat dalam mengikuti proses belajar mengajar tersebut. Apabila siswa sudah berminat mengikuti pelajaran, maka ia akan dapat mengerti dengan mudah dan tidak merasa tersiksa mengikuti pelajaran tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah kecenderungan yang mengarahkan manusia terhadap keinginan yang tinggi tanpa ada paksaan dari siapapun untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kualitas
25
pengetahuan. Minat siswa dalam suatu pelajaran akan menimbulkan gairah untuk mengikuti pelajaran tersebut dan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Siswa yang berminat dalam belajar adalah sebagai berikut (Slameto, 2010): a.
Perasaan suka dan senang
b. Ketertarikan siswa c.
Perhatian siswa
d. Keterlibatan siswa Ada beberapa cara untuk meningkatkan minat belajar mahasiswa, cara tersebut antara lain (Sardiman, 2007) : a. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau c. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar. Peran guru sangat berpengaruh pada daya minat siswa dalam suatu pembelajaran. Hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam membangkitkan minat belajar siswa antara lain (Sardiman, 2007) : a. Menarik perhatian siswa Perhatian siswa muncul karena adanya rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu itu perlu mendapat rangsangan, sehingga siswa akan memberikan perhatian selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu tersebut dapat dirangsang melalui hal-hal yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontadiktif atau kompleks. Hal-hal tersebut jika
26
dimasukkan dalam rencana pembelajaran yang telah dibuat guru dapat menstimulus rasa ingin tahu siswa. b. Membuat tujuan yang jelas Setelah siswa tertarik untuk belajar jelaskan kepada siswa kompetensi dasar (KD) yang akan dicapai. Dengan adanya KD yang jelas siswa akan berusaha untuk mencapai KD tersebut. Adapun tujuan yang jelas tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1) memberikan alasan yang kuat mengapa siswa harus melakukan sesuatu sehubungan dengan KD tersebut, 2) menghubungkan materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara apabila siswa menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang, 3) jelaskan harapanharapan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan dan saat memulai mengajar, jelaskan pula apa yang diharapkan dari siswa, dan 4) gunakan tanda-tanda, bahasa tubuh yang meyakinkan, dan semangat yang luar biasa terhadap apa yang diajarkan. c. Akhiri pelajaran dengan berkesan Hal ini perlu dilakukan agar materi yang disampaikan akan teringat terus serta siswa akan terus mempelajarinya. Hal yang dapat dilakukan untuk mengakhiri pelajaran dengan berkesan, yaitu: (1) perhatikan waktu untuk menutup pelajaran, (2) tekankan pada siswa untuk hening selama beberapa detik untuk mengendapkan informasi yang baru saja diterima, (3) mintalah kepada siswa untuk menuliskan kembali semua yang sudah mereka pelajari, dan (4) tugaskan siswa untuk membuat ringkasan secara lisan (5) kaitkan kegiatan penutup dengan kegiatan pembukanya
27
7. Segiempat dan Segitiga Dalam kurikulum 2013, materi segiempat dan segitiga diberikan kepada siswa kelas VII pada semester genap. Materi ini membahas mengenai jenis-jenis segiempat, sifat-sifat segitiga, keliling segiempat dan segitiga, luas segiempat dan segitiga, penyelesaian masalah yang berkaitan dengan segiempat dan segitiga, cara melukis segitiga dan bangun tidak beraturan. Kompetensi Dasar pada materi Segiempat dan Segitiga adalah 1.1) Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, 2.1) Menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah, 3.6) Mengidentifikasi sifat-sifat segi empat dan segitiga dan menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas, dan 4.7) Menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat, dan layang-layang. a. Segiempat Segiempat adalah bangun datar yang memiliki empat sisi dan empat titik sudut. Beberapa jenis bangun datar yang tergolong sebagai bangun datar segiempat, antara lain trapesium, jajar genjang, layang-layang, persegi panjang, persegi, dan belah ketupat. 1) Trapesium Trapesium adalah segiempat yang memiliki tepat satu pasang sisi yang berhadapan sejajar. Sifat-sifat trapesium, yaitu: (1) memiliki empat sisi; (2) memiliki empat sudut; (3) memiliki sepasang sisi sejajar; dan (4) jumlah keempat
28
sudutnya adalah 360o. Jenis-jenis trapesium antara lain trapesium sembarang, trapesium sama kaki, dan trapesium siku-siku. 2) Jajar Genjang Jajar genjang adalah segiempat dengan sisi-sisinya yang berhadapan sejajar dan sama panjang. Sifat-sifat dari jajargenjang adalah sebagai berikut: (1) sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang, (2) sudut yang berhadapan sama besar, (3) keempat sudutnya tidak siku-siku; (4) jumlah sudut-sudut yang berdekatan adalah 180°. 3) Layang-layang Layang-layang merupakan segiempat yang memiliki dua pasang sisi yang berdekatan sama panjang. Sifat-sifat bangun layang-layang adalah sebagai berikut: (1) memiliki dua pasang sisi yang sama panjang, (2) memiliki memiliki dua sudut berhadapan sama besar, (3) memiliki dua diagonal yang saling berpotongan tegak lurus. 4) Persegi Panjang Persegi panjang merupakan jajar genjang yang salah satu besar sudutnya 90°. Sifat-sifat dari persegi panjang adalah sebagai berikut: (1) mempunyai empat sisi, terdiri atas dua pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar, (2) keempat sudutnya sama besar yaitu 90°; (3) mempunyai dua diagonal sama panjang. 5) Persegi Persegi adalah jajar genjang yang panjang sisinya sama panjang dan besar sudutnya 90°. Sifat-sifat dari persegi yaitu: (1) mempunyai empat sisi sisi yang
29
sama panjang; (2) keempat sudutnya sama besar yaitu 90°; (3) mempunyai dua diagonal sama panjang. 6) Belah Ketupat Belah ketupat merupakan jajar genjang yang panjang sisinya sama panjang. Sifat-sifat dari bangun belah ketupat adalah sebagai berikut (1) memiliki 4 sisi sama panjang; (2) memiliki 4 sudut, dua sudut yang berhadapan sama besar, (3) diagonaldiagonalnya saling membagi dua sama panjang dan tegak lurus. b. Segitiga Segitiga adalah bidang datar yang dibatasi oleh tiga garis lurus dan membentuk tiga sudut. Jenis-jenis segitiga : 1) Jenis segitiga ditinjau dari panjang sisi-sisinya: a) Segitiga sama kaki, terbentuk dari dua segitiga siku-siku kongruen yang diletakkan bersisian dan berimpit pada sisi siku-siku yang sama panjang. b) Segitiga sama sisi, segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. c) Segitiga sembarang, segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang. 2) Jenis segitiga ditinjau dari sudut-sudutnya. Jika ditinjau dari besar sudutnya, ada tiga jenis segitiga sebagai berikut : a) Segitiga yang ketiga sudutnya lancip disebut segitiga lancip. Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga sudutnya merupakan sudut lancip, sehingga sudut-sudutnya yang terdapat pada segitiga tersebut besarnya kurang dari 90°. b) Segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku disebut segitiga siku-siku.
30
Segitiga siku-siku adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku (besarnya 90°). c) Segitiga yang salah satu sudutnya tumpul disebut segitiga tumpul. Segitiga tumpul adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut tumpul yang besarnya lebih dari 90° dan kurang dari 180°. 3) Jenis segitiga ditinjau dari panjang sisi-sisi dan besar sudutnya : Ada dua jenis segitiga jika ditinjau dari panjang sisi dan besar sudutnya sebagai berikut : a) Segitiga siku-siku sama kaki Segitiga siku-siku sama kaki adalah segitiga yang kedua sisinya sama panjang dan salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku. b) Segitiga tumpul sama kaki Segitiga tumpul sama kaki adalah segitiga yang kedua sisinya sama panjang dan salah satu sudutnya merupakan sudut tumpul.
31
Kerangka Berpikir Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Ekspositori
Kemampuan Pemecahan Masalah
Minat Belajar Matematika
Pembelajaran Matematika Realistik efektif Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Minat Belajar Siswa
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir Matematika merupakan ilmu universal dan salah satu mata pelajaran wajib yang perlu diajarkan. Matematika memiliki peranan penting dalam kemajuan daya pikir manusia guna menghadapi perkembangan teknologi di Indonesia. Oleh karena itu, penguasaan matematika perlu dibina sejak dini untuk menguasai teknologi di masa depan. Salah satu pendekatan dalam proses pembelajaran yang banyak dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari serta menerapkan suatu konsep berdasarkan kenyataan yang masuk akal dan dapat dibayangkan oleh siswa adalah Pembelajaran Matematika Realistik. Untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan minat belajar siswa, dibutuhkan strategi pembelajaran yang baru, menarik, menyenangkan dan dapat mendukung siswa mengembangkan kemampuannya
32
dalam memecahan masalah. Dengan penelitian ini, diharapkan pembelajaran matematika realistik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan minat belajar siswa. Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nestiyani Uswatun Khasanah pada tahun 2016 dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui
Strategi
Realistic
Mathematics
Education
Berbasis
Group
Investigation”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan strategi Realistic Mathematics Education berbasis Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VIII B SMP Muhammadiyah 7 Surakarta. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Reni Wahyuni pada tahun 2016 yang berjudul “Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII C MTs Diniyah Puteri Pekanbaru. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Romli pada tahun 2014 yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar dengan Pendekatan
Realistic
Mathematics
Education”.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan RME dapat
33
dijadikan satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan motivasi belajar siswa. Perumusan Hipotesis 1. Pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 2. Pembelajaran matematika realistik efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 3. Pembelajaran matematika realistik lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 4. Pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari minat belajar matematika siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 5. Pembelajaran matematika realistik efektif ditinjau dari minat belajar matematika siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon. 6. Pembelajaran matematika realistik lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari minat belajar matematika siswa pada pokok bahasan Segiempat dan Segitiga kelas VII SMP Negeri 1 Sewon.
34