BAB II STUDI PUSTAKA
Bab ini membahas beberapa literatur yang terkait dengan penelitian. Bagian pertama literatur yang membahas dasar teori yang digunakan dan bagian kedua membahas penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Sistem Pengendalian Persediaan Menurut Herjanto (2006), sistem pengendalian persediaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersediannya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pengendalian
persediaan
sangat
diperlukan
sebuah
perusahaan
untuk
meningkatkan pelayanan dengan cara menyediakan barang sesuai jumlah kebutuhan pelanggan. Terdapat dua jenis sistem pengendalian persediaan yaitu sistem kontinu (countinuous system) atau kuantitas pesanan tetap (fixed-order quantity) dan sistem
periodik (periodic system) atau periode waktu tetap (fixed-time period) (Taylor, 2005). A.
Sistem Persediaan Kontinu Pada dasarnya sistem persediaan kontinu atau sistem kuantitas pesanan
tetap merupakan cara untuk mengurangi biaya persediaan dengan cara melakukan pemesanan ulang pada titik tertentu dengan jumlah yang tetap. Menurut Taylor (2005), sistem persediaan kontinu atau yang sering disebut sistem perpetual (perpetual system) pesanan dilakukan untuk suatu jumlah tertentu saat persediaan mencapai tingkat yang telah ditentukan. Keuntungan dari sistem persediaan kontinu adalah tingkat persediaan dimonitor ketat dan berkesinambungan sehingga manajemen selalu mengetahui status persediaan. Hal ini terutama menguntungkan untuk persediaan yang penting seperti barang pengganti atau bahan baku dan perlengkapan. Namun, biaya untuk memiliki catatan atas jumlah persediaan bisa merupakan kekurangan sistem ini (Taylor, 2005). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem persediaan kontinu secara tidak langsung dapat meningkatkan penghasilan perusahaan. Sedangkan untuk mengatasi kekurangan dari sistem diperlukan penggunaan teknologi untuk menjalankan sistem ini dengan mudah dan lebih menghemat biaya. B.
Sistem Persediaan Periodik Menurut Wibowo dan Arif (2002), sistem persediaan periodik merupakan
sistem pencatatan periodik yang harus melakukan pengecekan fisik terhadap
persediaan dengan cara mengukur dan menghitung berapa jumlah barang yang ada di gudang yang dilakukan pada akhir periode. Sistem pencatatan ini pada akhir periode dibutuhkan ayat jurnal penyesuaian. Berdasakan penjelasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem persediaan periodik adalah sebuah sistem persediaan dengan jumlah pemesanan tidak tetap atau berbeda-beda yang dihitung pada periode waktu tertentu. Jika dibandingkan dengan sistem persediaan kontinu sistem ini lebih menghemat biaya karena proses perhitungan jumlah persediaan tidak dilakukan setiap saat. Namun, sebagai dampaknya sistem ini akan cenderung menghasilkan tingkat persediaan yang tinggi.
2.1.2 Kuantitas Pesanan Ekonomis ( Economic Order Quantity) Kuantitas pesanan ekonomis adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan berapa kuantitas pesanan optimal dalam sistem kontinu (Taylor, 2005). Dengan demikian, sistem ini berguna bagi perusahaan dalam meminimumkan total biaya persediaan yang meliputi biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Terdapat beberapa variasi dari model EOQ (Economic Order Quantity) antara lain model EOQ dasar, model EOQ dengan penerimaan tak seketika, dan model EOQ dengan kekurangan. Variasi model EOQ tersebut tergantung asumsi atas sistem persediaan. Sebagai contoh model EOQ dasar diasumsikan kekurangan persediaan tidak diperbolehkan atau dengan kata lain jumlah persediaan barang lebih tinggi dari permintaan pelanggan.
A.
Model EOQ Dasar Model ini digunakan untuk mengoptimalkan kuantitas pesanan dengan
cara meminimumkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan. Menurut Taylor (2005), formula model EOQ dasar dikembangkan berdasarkan beberapa asumsi penyederhanaan dan pembatasan, sebagai berikut. ο§
Permintaan diketahui pasti dan relatif konstan sepanjang waktu.
ο§
Kekurangan tidak diperkenankan.
ο§
Waktu tunggu sampai pesanan diterima konstan.
ο§
Kuantitas yang dipesan diterima sekaligus. Asumsi dari model EOQ dicerminkan pada gambar 2.1.
Kuantitas Pesanan, Q
Tingkat Permintaan
Tingkat persediaan Titik Pemesanan ulang, R 0 Waktu tunggu PembuatanPenerimaan pesanan pesanan
Waktu tunggu
Waktu
Pembuatan Penerimaan pesanan pesanan
Gambar 2.1. Siklus Pemesanan Persediaan (Taylor, 2005)
Gambar 2.1. menggambarkan siklus pemesanan persediaan kontinu yang terdapat pada model EOQ. Sejumlah kuantitas dipesan (Q), diterima dan digunakan dengan tingkat penggunaan yang sama sepanjang waktu. Pada saat jumlah persediaan berkurang hingga titik pemesanan ulang (R), suatu pesanan baru dibuat dan suatu periode waktu, yang disebut juga waktu tunggu, dibutuhkan
untuk melakukan pengiriman. Pesanan diterima sekaligus pada saat permintaan telah menghabiskan seluruh stok persediaan (dan tingkat persediaan mencapai nol), sehingga tidak ada kekurangan. Siklus ini berulang secara kontinu untuk kuantitas pesanan, titik pemesanan ulang, dan waktu tunggu yang sama. Berdasarkan gambar 2.1. dapat disimpulkan bahwa biaya penyimpanan berbanding lurus dengan jumlah kuantitas pesanan sedangkan biaya pemesanan berbanding terbalik dengan jumlah kuantitas pesanan. Hal tersebut terjadi karena jika kuantitas pesanan meningkat akan dibutuhkan lebih sedikit frekuensi pemesanan sehingga biaya pemesanan turun, sementara jumlah persediaan ratarata meningkat yang akan menyebabkan biaya penyimpanan meningkat. a)
Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan merupakan biaya yang digunakan untuk proses
penyimpanan. Jumlah biaya penyimpanan sangat dipengaruhi oleh jumlah persediaan. Menurut Taylor (2005), total biaya penyimpanan ditentukan oleh jumlah persediaan sepanjang tahun. Jumlah persediaan yang tersedia selama satu tahun diperlihatkan pada Gambar 2.2.
Ukuran pesanan, Q
Tingkat persediaan
0 t
Waktu
2t
Pemesanan ulang
Gambar 2.2. Penggunaan Persediaan (Taylor, 2005)
Mengacu pada Gambar 2.2., dapat dilihat bahwa jumlah persediaan adalah Q,
untuk jangka waktu pendek karena Q akan digunakan untuk memenuhi
permintaan. Hal yang sama, jumlah persediaan nol terjadi pada jangka waktu yang pendek karena hanya pada waktu tertentu (t) tidak terdapat persediaan. Jadi, jumlah persediaan yang tersedia beberapa pada dua titik ekstrem tersebut. Sehingga dapat ditentukan total biaya penyimpanan dengan mengalikan π
persediaan rata-rata ( 2 ) dengan biaya penyimpanan per unit pertahun (Cc). Biaya penyimpanan tahunan = Cc b)
π 2
(1)
Biaya Pemesanan Total biaya pemesanan tahunan dihitung dengan mengalikan biaya per
pesanan, atau C0, dengan jumlah pesanan per tahun. Karena permintaan tahunan diasumsikan diketahui dan konstan, jumlah pesanan adalah D/Q, dimana Q adalah kuantitas pesanan:
Biaya pesanan tahunan = C0 c)
D Q
(2)
Total Biaya Persediaan Total biaya persediaan (TC) merupakan penjumlahan dari biaya
pemesanan dan penyimpanan. ππΆ = πΆ0
π· π + πΆπ π 2
(3)
Fungsi total biaya persediaan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Pada gambar tersebut memperlihatkan hubungan yang berlawanan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, yang menghasilkan kurva biaya cembung.
Biaya tahunan
Kemiringan = 0 Biaya total Biaya penyimpanan
Biaya total minimum
Biaya pemesanan Pesanan Optimal, Qopt
Kuantitas pesanan, Q
Gambar 2.3. Model Biaya EOQ (Taylor, 2005)
Pada Gambar 2.3. diperlihatkan ada kecenderungan peningkatan pada kurva total biaya penyimpanan. Saat kuantitas pesanan Q (yang diperlihatkan sebagai sumbu horizontal) meningkat, biaya pesana total (yang berupa sumbu vertikal) juga meningkat. Hal ini logis karena pesanan yang besar menyebabkan persediaan yang lebih besar. Kemudian perhatikan kurva biaya pemesanan pada
gambar tersebut. Saat kuantitas pesanan, Q, naik, biaya pemesanan turun (atau kebalikan pada biaya penyimpanan). Hal ini terjadi karena kenaikan kuantitas pesanan menyebabkan menurunya frekuensi pemesanan. Karena satu biaya naik sedangkan biaya lain turun, penjumlahan keduanya menghasilkan kurva total biaya yang cembung. Kuantitas pesanan optimal terjadi pada titik diamana total biaya mencapai minimum, yang kebetulan merupakan titik dimana kurva biaya pemesanan berpotongan dengan kurva biaya penyimpanan. Hal ini menyebabkan nilai optimal Q dapat ditentukan dengan membuat persamaan kedua fungsi biaya dan mencari Q sebagai berikut. C0
D Q = Cc Q 2
Q2 =
(4)
2C0 D Cc
(5)
2C0 D Cc
Qopt =
(6)
Total biaya minimum ditentukan dengan memasukan nilai kuantitas pesanan optimal, Qopt, kedalam persamaan total biaya. TCmin = Co
Qopt D + Cπ Qopt 2
Keterangan: TCmin Qopt C0
= Total biaya minimum = kuantitas pesanan optimal = biaya pemesanan
(7)
B.
D
= permintaan
Cc
= biaya penyimpanan
Titik Pemesanan Ulang Titik pemesanan ulang secara sederhana dapat diartikan sebagai kondisi
dimana pemesanan harus dilakukan pada saat jumlah persediaan mencapai suatu titik. Titik pemesanan ulang sangat erat kaitannya dengan stok cadangan karena mempengaruhi tingkat pelayanan perusahaan. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi kemungkinan permintaan pelanggan akan terpenuhi semakin tinggi pula tingkat pelayanan. Menurut Taylor (2005), tingkat pelayanan adalah probabilitas dimana jumlah persediaan selama waktu tunggu cukup untuk memenuhi permintaan yang diperkirakan. Sedangkan untuk menghitung titik pemesanan ulang dengan stok cadangan yang akan memenuhi tingkat pelayanan tertentu, dimana permintaan dan waktu tunggu bervariasi. Formula untuk titik pemesanan ulang untuk model ini adalah sebagai berikut. R = d L + Z Οd L Keterangan: d = permintaan rata-rata L = waktu tunggu Οd = deviasi setandar permintaan harian Z = tingkat pelayanan
(8)
Z Οd L = stok cadangan
2.1.3 Least Square Regression Line Least square regression line atau linier trend line adalah sebuah metode yang digunakan untuk memprediksi atau meramalkan sesuatu dimasa yang akan datang berdasarkan variabel waktu. Menurut Taylor (2005),
jika permintaan
memperlihatkan tren nyata selama beberapa waktu, metode least square regression line dapat digunakan untuk meramalkan permintaan. Least square regression line menghubungkan satu variabel terikat dengan satu variabel bebas dalam bentuk persamaan linier sebagai berikut y = a + bx
(9)
dimana a = titik potong (pada periode 0) b = kemiringan garis x = periode waktu y = ramalan untuk periode x Parameter
least
square
regression
line
dapat
dihitung
dengan
menggunakan formula pangkat terkecil untuk regresi linier, b=
xy β nx y 2
x 2 β nx
a = y β bx dimana n = jumlah periode
(10) (11)
x=
x n
(12)
y=
y n
(13)
Sebagai contoh, terdapat data permintaan komputer pada perusahaan XYZ pada tabel 2.1 yang telah diakumulasi dari bulan januari sampai desember. Tabel 2.1 Data Permintaan Komputer Periode
Bulan
Permintaan
1
Januari
37
2
Februari
40
3
Maret
41
4
April
37
5
Mei
45
6
Juni
50
7
Juli
43
8
Agustus
47
9
September
56
10
Oktober
52
11
November
55
12
Desember
54
Data permintaan komputer pada tabel 2.1 akan digunakan untuk minghitung ramalan atau prediksi menggunakan least square regression line dan
dilanjutkan dengan penentuan kuantitas optimal menggunakan economic order quantity. Nilai yang diperlukan untuk perhitungan prediksi menggunakan least square regression line diperlihatkan pada tabel 3.2.
Tabel 2.2 Penghitungan Pangkat Terkecil x (periode)
y (permintaan)
Xy
X2
1
37
37
1
2
40
80
4
3
41
123
9
4
37
148
16
5
45
225
25
6
50
300
36
7
43
301
49
8
47
3776
64
9
56
504
81
10
52
520
100
11
55
605
121
12
54
648
144
78
557
3867
650
Dengan menggunakan nilai dari tabel 2.2, parameter garis tren linier dihitung sebagai berikut.
π₯=
78 = 6,5 12
π¦=
557 = 46,42 12
π=
π₯π¦ β π π₯π¦ 3867 β 12 6,5 (46,42) = = 1,72 π₯ 2 β ππ₯ 2 650 β 12(6,5)2 π = π¦ β ππ₯ = 46,42 β 1,72 6,5 = 35,2
Sehingga garis tren linier adalah π¦ = 35,2 + 1,72π₯ Untuk menghitung ramalan periode 13, x= 13 dimasukan dalam persamaan garis tren linier, π¦ = 35,2 + 1,72 13 = 57,56 jumlah permintaan untuk periode ke 13 adalah 58 (dibulatkan). Setelah jumlah permintaan diketahui akan dilakukan perhitungan menggunakan economic order quantity untuk menentukan kuantitas pesanan optimal. Diketahui: πΆπ = 75 πΆπ = 150 π· = 58 Kuantias pesanan optimal dihitung sebagai berikut. ππππ‘ =
2πΆπ π· πΆπ
ππππ‘ =
2 150 (58) (75)
ππππ‘ = 15,23
2.1.4. Keandalan Ramalan Untuk pengukuran keakuratan suatu ramalan dapat digunakan beberapa teknik, salah satunya adalah kesalahan pangkat rata-rata (mean squared errorMSE). Menurut Taylor (2005) pada MSE tiap nilai kesalahan individual dipangkatkan kemudian dijumlahkan dan dicari rata-ratanya. MSE dapat dihitung sebagai berikut. π·π‘ β πΉπ‘ πππΈ = π
2
(14)
Semakin kecil nilai MSE akan semakin baik . Sebagai contoh akan dilakukan pengukuran keakuratan peramalan yang telah dihitung sebelumnya menggunakan metode least square regression line.
Tabel 2.3 Penghitungan Kesalahan Periode
Permintaan
Ramalan
Kesalahan
Kesalahan2
(π·π‘ )
(πΉπ‘ )
π·π‘ β πΉπ‘
π·π‘ β πΉπ‘
36,92
0,08
0,0064
38,64
1,36
1,8496
40,36
0,64
0,4096
42,08
-5,08
25,8064
43,8
1,2
1,44
45,52
4,48
20,0704
1
37
2
40
3
41
4
37
5
45
6
50
2
Periode
Permintaan
Ramalan
Kesalahan
Kesalahan2
(π·π‘ )
(πΉπ‘ )
π·π‘ β πΉπ‘
π·π‘ β πΉπ‘
47,24
-4,24
17,9776
48,96
-1,96
3,8416
50,68
5,32
28,3024
52,4
-0,4
0,16
54,12
0,88
0,7744
55,84
-1,84
3,3856
7
43
8
47
9
56
10
52
11
55
12
54 Jumlah
2
104,024
Dengan menggunakan data pada tabel 2.3 nilai MSE dapat dihitung sebagai berikut. πππΈ =
104,024 = 8,67 12
2.1.5. Analisis Autokorelasi Observasi pada periode waktu yang berbeda sering berhubungan atau berkorelasi. Ukuran yang digunakan dalam korelasi adalah koefisien autokorelasi. Autokorelasi adalah korelasi antara suatu variabel satu atau lebih periode sebelumnya dengan dirinya sendiri. Pola data, termasuk komponen seperti tren dan musiman, dapat dipelajari menggunakan autokorelasi. Koefisien autokorelasi dari variabel perbedaan waktu sebelumnya digunakan untuk identifikasi pola data runtun waktu. Persamaan 15 adalah rumus untuk menghitung koefisien autokorelasi (rk) antara observasi Yt dan Yt-k dengan k periode terpisah (Yuli, 2007).
ππ =
π π‘=π+1(ππ‘ β π )(ππ‘βπ π 2 π‘=1(ππ‘ β π)
β π)
π = 0,1,2,3, β¦
(15)
dimana: rk
= koefisien autokorelasi untuk k dari lag
Y
= mean dari data observasi
Yt
= observasi pada periode waktu t
Yt-k
= observasi k periode waktu sebelumnya atau periode waktu t-k
Koefisien autokorelasi pada waktu lag yang berbeda dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan berikut tentang runtun waktu. 1. Apakah data acak? 2. Apakah data memiliki tren (nonstasioner)? 3. Apakah data stasioner? 4. Apakah data musiman? Menurut Yuli (2007) Jika runtun acak, autokorelasi antara Yt dan Yt-2 untuk semua lag k adalah mendekati nol. Nilai berturut-turut dari runtun waktu tidak terhubung dengan lainnya. Jika runtun waktu tren, pengamatan berturut-turut korelasinya tinggi, dan koefisien autokorelasi signifikan berbeda dari nol untuk beberapa lag waktu yang pertama dan kemudian berangsur-angsur turun mendekati nol. Koefisien autokorelasi untuk lag waktu 1 seringnya sangat besar (mendekati 1). Koefisien autokorelasi untuk lag 2 juga akan membesar. Namun, itu tidak akan sebesar lag 1. Jika data memiliki pola musiman, signifikan koefisien autokorelasi akan terjadi pada lag waktu musiman atau perkalian lag musiman. Lag musiman ada 4 untuk seperempat data dan 12 untuk data bulanan. Untuk
mengetahui apakah koefisien autokorelasi berbeda nyata dengan nol digunakan standar eror dengan rumus:
ππΈ(ππ ) =
πβ1 2 π=π ππ
1+2 π
(16)
dimana: ππΈ(ππ )
= standar eror autokorelasi pada lag ke-k
ππ
= autokorelasi pada lag ke-i
k
= lag waktu
n
= banyaknya observasi dalam seri waktu.
2.2. Penelitian Terkait Banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, baik yang berkaitan dengan sistem pengendalian persediaan maupun peramalan permintaan pelanggan pada sebuah perusahaan. Berikut beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian kali ini.
2.2.1 Sistem Pengendalian Persediaan Hasil studi literatur menunjukan bahwa sebuah sistem pengendalian persediaan sangat diperlukan sebuah perusahaan untuk meminimumkan total biaya persediaan. Hal tersebut terjadi dikarenakan masih banyak perusahaan yang masih menggunakan sistem pengendalian persediaan yang buruk atau dengan kata
lain jumlah pemesanan barang hanya didasari dengan sebuah perkiraan tanpa perhitungan yang jelas. Penelitian tentang sistem pengendalian persediaan sudah banyak dilakukan salah satunya oleh Danuri dan Sujanto (2012). Pada penelitian tersebut, mereka mempelajari sistem pengendalian persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Sentra Penjualan Bahan Bakar Umum (SPBU). Tujuan penelitian mereka adalah merancang sebuah sistem pengendalian persediaan BBM pada SPBU dengan konsep Min-Max stock Level dan Time Phased Order Point. Fokus penelitian mereka adalah pengendalian persediaan dan peramalan penjualan BBM khusus premium untuk meminimalkan losses pada kegiatan pemesanan. Hasil dari penelitian tersebut adalah sistem pengendalian persediaan yang dapat digunakan untuk mendukung dan pemenuhan kebutuhan persediaan pada SPBU. Hasil pengujian sistem menyatakan bahwa sistem yang dikembangkan mendukung pengendalian persediaan pada SPBU, meningkatkan keamanan kebutuhan persediaan dan mengurangi losses yang terjadi pada proses pemesanan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ernawati dan Sunarsih (2008) yang menganalisis sistem pengendalian persediaan. Penelitian mereka bertujuan untuk menganalisis sistem pengendalian persediaan model probabilistik dengan back order policy. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengendalian persediaan dengan menggunakan model persediaan probabilistik berkendala (Q,r,Ξ») dengan back orders policy pada perusahaan ternyata menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perencanaan yang digunakan perusahaan selama ini.
Mangal dan Chandna (2010)
juga melakukan penelitian tentang
pengendalian persediaan. Pada penelitan tersebut, digunakan teknik lateral transshipment
untuk
melakukan
pengendalian
persediaan.
Pengendalian
persediaan dilakukan dengan cara suplai darurat dari stok yang ada pada pengecer. Pada penelitian mereka membuktikan bahwa teknik lateral transshipment dapat mengurangi biaya persediaan dan meningkatkan pelayanan perusahaan. Penelitian yang serupa dilakukan oleh Fernandes, Pinho dan Gouveia (2012). Penelitian tersebut bertujuan untu memberikan solusi pada masalah penjadwalan pemesanan di bawah pembatasan kapasitas, Jumlah modal dan lokasi persediaan. Hasil akhir pada penelitan mereka adalah rancangan model optimasi sistem persediaan yang menekankan pada pengaruh ketidakpastian permintaan pasar dan dimensi yang relevan dari desain jaringan sehingga dapat meningkatkan penghasilan perusahaan dan mengurangi biaya persediaan. Sistem persediaan juga dapat diterapkan pada sistem berbasis web seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Karim, Saad dan Haque (2011). Pada
penelitian tersebut mereka mengaplikasikan sistem persediaan berbasis web pada 5 laboratorium berbeda di Universitas Large Public di Malaysia. Penelitian mereka membuktikan bahwa proses manajemen persediaan lebih efisien dengan menggunakan sistem persediaan berbasis web.
2.2.2 Peramalan Penelitian tentang peramalan atau prediksi untuk kepentingan sebuah perusahaan juga telah banyak dilakukan antara lain oleh Wijianto, Kusrini dan Irhamah (2012). Pada penelitian tersebut, mereka meramalkan nilai kontrak konstruksi PT βXβ dengan menggunakan pendekatan regresi time series dan ANFIS. Hasil dari penelitian mereka membuktikan bahwa nilai kontrak saat ini dipengaruhi oleh produk domestik bruto konstruksi dan nilai kontrak dua tahun yang lalu. Nilai ramalan 2 tahun ke depan melalui model-model regresi time series adalah 12,439 triliun rupiah untuk tahun 2012 sedangkan 9,5 trilun rupiah tahun 2013. Penelitian lainnya dilakukan oleh Perdana (2010). Pada penelitian tersebut perdana membandingkan metode time series regression dan arimax pada pemodelan data penjualan pakaian di Boyolali. Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa metode yang tepat untuk pemodelan peramalan penjualan berdasarkan data penjualan rok adalah metode Time Series Regresi dengan nilai RMSE out-sample paling kecil yaitu sebesar 46,68041. 2.2.3 Metode EOQ Indroprasto
dan
Suryani
(2012)
melakukan
penelitian
tentang
pengendalian persediaan produk dengan metode Economic Order Quantity (EOQ) menggunakan
algoritma
genetika.
Penelitian
tersebut
bertujuan
untuk
menganalisis pengendalian persediaan produk pada PT. XYZ dengan metode EOQ menggunakan algoritma genetika untuk mengefisiensikan biaya persediaan. Penelitian tersebut membuktikan bahwa sistem pengendalian persedian dengan
metode economic order quantity menggunakan algoritma genetika lebih baik dibandingkan dengan sistem pengendalian persediaan yang telah dilakukan perusahaan. Dari hasil analisis juga didapatkan perusahaan bisa menghemat sebesar Rp. 471.848.132.915. Penelitian serupa dilakukan oleh Prasetyo (2011). Pada penelitian tesisnya tersebut Prasetyo bertujuan untuk menghitung jumlah persediaan pengaman komponen yang optimal menggunakan metode EOQ. Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), dapat diperoleh jumlah pesanan komponen yang optimal dan biaya persediaan yang minimum. Pada penelitian kali ini akan dibuat sebuah sistem pengendaliaan persediaan berbasis web dengan menerapkan metode least square regression line dan economic order quantity. Dengan sistem ini perusahaan akan dengan mudah menentukan titik pemesanan ulang dan jumlah pemesanan yang optimum berdasarkan jumlah permintaan atau penjualan. Perbedaan
mendasar
penelitian
ini
dengan
sebelumnya adalah penggunaan metode least square
penelitian-penelitian regression line untuk
memprediksi atau meramalkan permintaan serta penggunaan metode economic order quantity untuk meminimumkan total biaya persediaan yang akan diaplikasikan ke sistem berbasis web. Dengan demikian proses peramalan dan menentukan kuantitas pesanan dapat berjalan secara real time.