BAB II SEJARAH BERDIRINYA MASYARAKAT ARAB AMPEL
A. Awal Mula Pemukiman Arab di Kawasan Nusantara Nusantara adalah sebuah kawasan yang berisi berbagai macam etnis, suku bangsa, ras, maupun kekayaan budaya yang sangat luar biasa banyaknya. Keragaman budaya yang timbul dari berbagai daerah ternyata memberikan suatu identitas khas dari berbagai macam etnis yang ada baik dari lokal maupun pendatang. Etnis lokal memberikan sentuhan lokal yang berisi ajaran leluhur tentang menjaga kesatuan dan persatuan antara sesama manusia maupun dengan alam sekitar, tidak ketinggalan pula etnis pendatang yang berasal dari luar juga memberikan suasana berbeda dengan kebudayaan lokal hingga melebur menjadi sebuah kebudayaan baru yang sesuai dengan budaya ketimuran milik bangsa kita sendiri. Etnis Arab dikenal sebagai salah satu etnis pendatang yang memiliki pengaruh cukup besar dalam perkembangan Nusantara sebagai sebuah nation state pada masa awal abad ke – 20. Mereka dikenal sebagai salah satu pedagang ulung serta pemuka agama Islam, dimana masyarakat pribumi masih menganut kepercayaan Hindu-Budha maupun kepercayaan lain. Hal ini didasarkan oleh para pedagang yang berasal dari kawasan yang disebut sebagai Hadramaut, sebuah kawasan yang berada di salah satu daerah jazirah Arab bagian selatan yang kini dikenal sebagai kawasan Yaman Selatan. Hanya beberapa diantara mereka yang
20
21
datang dari Maskat, di tepian Teluk Persia, Hijaz, Mesir, maupun dari pantai timur Afrika1. Pada awal abad pertengahan, catatan para penjelajah Barat menunjukkan bahwa kawasan Nusantara telah menjalin hubungan dagang yang cukup erat dalam bidang perdagangan antara Arab Selatan, Maskat, dan Teluk Persia2. Para pedagang yang berasal dari kawasan Hadramaut juga dikenal sebagai navigator ulung pada waktu itu. Sehingga mereka dapat menjangkau kawasan hingga ke daerah Timur Jauh atau yang kita kenal sebagai kawasan Nusantara pada saat ini. Selain berdagang, para pedagang membawa misi penting berupa memperkenalkan Islam di Nusantara semenjak runtuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai hingga kerajaan Hindu Majapahit yang menandai awal supremasi kerajaan Islam hingga awal abad ke – 20. Semenjak peristiwa tersebut, para pedagang muslim keturunan Hadramaut mulai mendirikan sebuah pemukiman yang berada di pesisir pantai, seperti Batavia (Jakarta), Cirebon, Gresik, dan Surabaya. Imigran Arab yang berasal dari kawasan Hadramaut mulai memasuki Nusantara melalui jalur strategis berupa jalur pelayaran. Menurut catatan van den Berg, data berupa sensus para imigran Arab sebelum tahun 1859 tidak ditemukan sama sekali mengenai arus masuk maupun keluar para imigran tersebut. Namun semenjak revolusi industri di negara Inggris pada awal akhri abad ke – 18 memberikan pengaruh besar dalam bidang navigasi maupun teknologi pelayaran
1
Van den Berg, 1989, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS : Jakarta. Hal : 1 2 Ibid. Hal : 67
22
berupa kapal uap. Sehingga mempermudah pelayaran dari kawasan Hadramaut hingga ke kawasan Timur Jauh menjadi lebih mudah dijangkau. Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 memberikan dampak pada meningkatnya jumlah imigrasi etnis Hadramaut ke kawasan Nusantara. Memasuki abad ke – 19, pemukiman Arab di Nusantara diatur oleh pemerintah kolonial Belanda serta dikategorikan dalam penduduk timur asing atau oosterlingen. Pemukiman Arab Sumatera terbesar berada di Palembang yang sebagian besar adalah penduduk asli Arab dari Saudi maupun dari Yaman Selatan. Sedangkan pemukiman yang berada di pulau Jawa sebagian besar bermukim di kawasan pesisir seperti Batavia (Jakarta), Cirebon, Tegal, Semarang, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Pemukiman Arab terbesar di luar Jawa bermukim di kota Pontianak, Banjarmasin, Makaasar, dan Palu. Pulau Jawa adalah sebuah negeri yang sangat besar, negeri yang dimulai dari Cirebon (Choroboam) hingga Blambangan (Bulambaum)3. Negeri ini dikepalai oleh seorang raja Jawa penganut paganisme4. Kerajaan-kerajaan yang berada di pulau Jawa sejak lama sudah mengadakan hubungan dengan para pedagang muslim yang berasal dari Arab, Gujarat, maupun Persia5. Jumlah mereka yang amat banyak
3
Tom Pires, 2015, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan dari Laut Merah ke Cina dan Buku Francisco Rodriguez, Ombak : Yogyakarta. Halaman : 242 4 Pagan adalah kepercayaan yang berisi mengenai adanya kekuatan magis dari benda-benda yang disakralkan. Pada zaman dahulu, kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Jawa dikuasi oleh raja-raja kafir yang berpusat di kawasan Sunda maupun Jawa. 5 Hal ini juga didukung oleh catatan Tome Pires dan dikutip oleh S.Q fatimi, bahwa orang-orang muslim pembawa Islam ke Indonesia juga berasal dari kawasan
23
mendukung para saudagar muslim untuk memperkenalkan ajaran agama Islam mereka di daerah pesisir pantai Jawa sembari berdagang dengan barang dagangannya. Islam dan kebudayaan setempat di pulau Jawa berasimilasi dan berakulturasi dengan baik hingga membuat suatu bentuk kebudayaan baru. Rickleff6 menjelaskan ada dua hal yang mendukung dalam hal proses islamisasi di pulau Jawa diantaranya adalah : 1. Penduduk pribumi yang berhubungan dengan para saudagar muslim 2. Penduduk asing yang beragama Islam, menetap, kemudian mengadakan perkawinan campuran dengan putri para raja pribumi maupun masyarakat lokal Selain pendapat oleh Rickleff, ada tiga jenis pola pembentukan budaya yang mendukung proses terjadinya islamisasi di kawasan Nusantara seperti : 1. Samudra Pasai : Kekuasaan Supra Desa menuju negara terpusat 2. Sulawesi Selatan : Islamisasi diawali di Keraton 3. Jawa : Islam tampil sebagai penentang kekuasaan yang ada Kombinasi antara penguasa lokal dengan saudagar muslim ternyata cukup efektif dalam menentang kekuasaan sebelumnya, cara yang paling efektif dalam mendukung proses islamisasi adalah dengan menikahi putri penguasa setempat. Selain itu, mereka juga diundang sebagai pemimpin ritual keagamaan.
Benggala, Maghribi, Hadramaut, maupun Persia. Diambil dari beberapa catatan perjalanan Tome Pires dalam Suma Oriental serta aliran-aliran Tasawuf 6 Lihat Azyumardi Azra. 1996. Islam in The Indonesia World : An Account of Institutional Formation. Mizan : Bandung.
24
Kemudahan dalam mendirikan sebuah pemukiman Arab di pulau Jawa memberikan akses masuk terhadap gelombang migrasi etnis Hadramaut, mayoritas memilih pindah ke kawasan Nusantara untuk mencari kehidupan baru serta menghindari konflik di Timur-Tengah. Setiap pemukiman Arab di pulau Jawa memiliki keunikan dan karakteristik masing-masing, dalam segi bidang kehidupan. Pemukiman Arab di Batavia merupakan pemukiman terbesar yang ada di Hindia Belanda pada waktu itu, tahun 1844 pemerintah kolonial mengharuskan tiap-tiap pemukiman agar memiliki kepala koloni dalam mempermudah proses sensus penduduk lokal maupun pendatang. Rumah-rumah para imigran Arab kebanyakan mengikuti gaya arsitektur Eropa yang terdapat di kawasan kota tua Batavia7. Masyarakat Arab di kawasan kota Batavia dikategorikan sebagai masyarakat kelas dua disamping etnis Tionghoa, atau bisa disebut sebagai Timur Asing atau oosterlingen. Masyarakat kelas atas diwakili oleh masyarakat Eropa. Pemukiman Arab di Cirebon merupakan perkembangan dari pemukiman orang-orang India atau Pekojan8 yang sama dengan kampung Pekojan di Batavia. Pemukiman ini kemudian menjadi pemukiman mandiri setelah dipisahkan dari pemukiman Arab Indramayu. Sama seperti kampung Arab yang ada di Batavia, mereka juga membangun masjid yang disebut sebagai ‘Masjid Arab’. Kampung Arab yang berada di Cirebon memiliki kehidupan berbanding terbalik dengan apa
7
Lihat A. Bagoes P. Wiryomartono, 1995, Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia, Gramedia Pustaka Jaya : Jakarta. 8 Pekojan adalah sebutan bagi masyarakat etnis Benggali yang kebanyakan berasal dari tanah hindustan atau India. Kawasan Pekojan paling besar berada di kawasan Medan serta Batavia, kawasan Banten juga menjadi objek perkampungan etnis Benggali tersebut.
25
yang ada di Batavia. Kehidupan berada pada garis kemiskinan, gaya arsitektur rumah mereka sama dengan daerah asal mereka, sisi perkampungan juga tampak kotor dan kumuh. Pemukiman Arab di daerah Indramayu justru semakin berkembang berkat posisi tawar strategis di bidang perdagangan. Pemukiman Arab di Pekalongan dikenal sebagai sentranya batik Pekalongan yang menjadi tempat strategis dalam hal perdagangan. Sebagian besar penduduknya adalah berasal dari golongan sayyid9 dan kawin dengan penduduk pribumi. Rata-rata mereka menetap di daerah Mipitan, Kauman, dan Krapyak. Kehidupan sosial mereka lebih cenderung mengikuti gaya pribumi dilihat dari cara berpakaian, cara hidup, bahasa, hingga adat istiadat mereka. Pemukiman selanjutnya berada di daerah Semarang. Tahun 1819 sudah memiliki pemukiman tersendiri serta kepala koloni. Pemukiman Arab Semarang dikenal sebagai pemilik modal yang cukup besar serta kekayaan yang jumlahnya melimpah hingga sampai kepada keturunan selanjutnya. Mayoritas adalah pengusaha yang bergerak di bidang tekstil maupun industri lainnya, disamping para pengusaha keturunan China. Bergeser ke daerah timur, Pemukiman Arab Surabaya adalah salah satu yang terbesar setelah koloni Arab yang berada di Batavia. Pemukiman Arab Surabaya berkembang secara pesat dan menetap di kawasan yang kini disebut sebagai kampung Ampel. Pola pemukiman Arab cenderung berpusat mengelilingi
Deliar Noer, 1980, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942, LP3ES : Jakarta. Halaman : 67. 9
26
kompleks Masjid Agung Ampel. Sudut-sudut jalan kebanyakan lebih kotor, sempit, dan rusak. Rumah-rumah penduduk bergaya lokal peninggalan Sunan Ampel dan dipadukan
dengan
gaya
Eropa
maupun
Timur
Tengah.
Mayoritas
bermatapencaharian sebagai pedagang maupun pemuka agama. Oleh sebab itu, koloni ini adalah yang paling terkenal dintara pemukiman Arab di Jawa Timur, diantaranya pemukiman Arab dari : Tuban, Gresik, Malang, Pasuruan, Bangil, Probolinggo, Lumajang, Besuki, dan Banyuwangi.
B. Pemukiman Arab di Kota Surabaya 1. Sejarah Berdirinya Kampung Ampel Sejarah terbentuknya kampung Ampel tidak lepas dari peran Sunan Ampel beserta para pengikutnya dalam mendirikan sebuah pemukiman yang dinamakan kampung Ampel. Awalnya, kampung Ampel merupakan sebuah kawasan hutan dan rawa yang diberikan kepada oleh Prabu Brawijaya V kepada Sunan Ampel10 dalam upaya mendukung gerakan islamisasi di kawasan pesisir pulau Jawa, jauh sebelum runtuhnya kerajaan Majapahit.Islam masuk dari kawasan pesisir utara Jawa, hal ini didukung oleh catatan Ma Huan11 seorang musafir China Muslim. Ia menceritakan
10
Ada opini yang mengemuka bahwa Prabu Brawijaya telah memeluk agama Islam terlebih dahulu bila dibandingkan dengan masyarakat pribumi. Konon Prabu Brawijaya masuk islam dengan bantuan Sunan Kalijaga. Lihat Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya: Membaca Kembali Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI. Diantama : Surabaya. 11 Ma Huan adalah seorang musafir dari China, perjalanan ke timur jauh terinspirasi oleh laksamana Zhang He, lihat jurnal Yang Wei. 2014. Zhang He’s Voyage to the West Oceans. Asian Studies Journal, Volume 19, No 2.
27
bahwa orang-orang muslim yang bertempat tinggal di Gresik membuktikan bahawa baik di pusat Majapahit maupun di kawasan pesisir, terutama di kota-kota pelabuhan seperti Tuban, Gresik, maupun Surabaya telah terjadi sebuah proses islamisasi dan terbentuknya masyarakat muslim12. Hal ini juga diperkuat bukti yang berasal dari Babad Tuban, babad ini menceritakan mengenai perkawinan antara Raden Ayu Teja, putri dari Aria Dikara yang menjadi adipati Tuban, dengan Seh13 Ngabdurahman, seorang Arab Muslim yang kemudian mempunyai anak laki-laki dengan gelar Arab bernama Seh Jali atau Jaleludin14. Ini adalah bukti adanya eksistensi pemukiman awal para pedagang Hadramaut untuk berperan dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Perkembangan Islam di Jawa Timur semakin pesat, salah satu faktor pendukung dalam proses islamisasi di tanah Jawa adalah runtuhnya kerajaan Majapahit. Keruntuhan Majapahit berdasarkan kepada Candrasengkala ‘sirna ilang kertaningbhumi’15 yang menjelaskan bahwa kerajaan ini runtuh pada tahun 1400 saka atau 1478 M, alasannya adalah kerajaan ini diserang oleh kerajaan Islam Demak yang mengklaim dirinya memisahkan diri dari kekuasaan kerajaan Majapahit. Tome Pires (1525 – 1530) menambahkan alasan mengapa kerajaan Majapahit runtuh, ia menjelaskan bahwa runtuhnya pusat kekuasaan Majapahit
12
Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Jilid III, Balai Pustaka : Jakarta, halaman : 5 13 Seh atau Syekh adalah pemuka agama Islam yang pandai dalam bidang keagamaan 14 Ibid halaman : 191 15 Lihat Babad Tanah Jawi mengenai candrasengkala ‘sirna ilang kertaningbhumi’
28
tidak semata-mata oleh kaum muslim, melainkan oleh dinasti Girindra Wardhana dari kerajaan Kadiri16. Runtuhnya kerajaan Majapahit menandai berakhirnya era kerajaan HinduBudha dan digantikan oleh kerajaan Islam Demak. Beberapa daerah baik di kawasan pedalaman maupun pesisir sangat gencar membangun pusat penyebaran agama Islam, salah satunya adalah kampung Ampel yang berlokasi dekat pelabuhan Ujung Galuh. Nama Ampel sendiri berasal dari nama pendiri awal kampung tersebut yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Beliau adalah sepupu dari pamannya yang bernama Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, salah seorang anggota Wali Songo17 pertama yang berasal dari kawasan Maghribi. Sunan Ampel adalah putra dari dan ibunya berasal dari kerajaan Campa18. Beliau juga satu garis keturunan dari kakeknya yang menjadi wali atau penyebar agama Islam di kawasan Trowulan, Majapahit19. Awal mula keberadaan komunitas muslim di Majapahit berada di daerah Tralaya. Keberadaan makam di kawasan tersebut merupakan sebuah bukti
16
Sejak masa kejayaan kerajaan Majapahit, keberadaan Islam di Majapahit dibuktikan dengan adanya penemuan batu nisan tertua yang berangka tahun 1290 saka atau 1390 M. Lihat Inajati Adrisijanti, Islam Salah Satu Akar Budaya Indonesia, Jurnal Fakultas Ilmu Budaya UGM. 17 Istilah Wali atau walayah mulai diperkenalkan pada abad ke – 9 dan memasukkanya ke dalam kosakata sufi. Istilah wali juga memperoleh tempat penting dalam bahasa agama. Lihat Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds). 2007. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok. 18 Menurut babad tanah Jawi versi Meinsma, beliau lahir pada abad 15 di kerajaan Campa serta keturunan langsung dari Ali bin Abi Thalib maupun Ibrahim Asmarakandi (versi Babad Tanah Jawi dan silsilah Sunan Kudus). 19 Makam Tralaya dikenal sebagai bukti awal keberadaan komunitas muslim di kawasan Trowulan, Majapahit. Makam ini berisi para dai dan mubaligh terdahulu, termasuk kakek dari Sunan Ampel.
29
arkeologis yang berkenaan dengan fakta bahwa komunitas muslim pertama ditemukan di kawasan kerajaan Majapahit.
Gambar 1 Trajaja moslim begraafplaats van zeven kroonprinsen bij de ruïnes van Majapahit in de buurt van Modjowarno/Kuburan muslim di situs "Makam Tujuh" di Kompleks Tralaya, Trowulan, dekat Mojowarno) tahun 1922 Sumber : Koleksi Troopen Museum, Belanda Toleransi kerajaan Majapahit terhadap komunitas muslim tersebut dibuktikan dengan diterimanya para pedagang muslim dan disambut oleh raja Hayam Wuruk dan Patih Gadjah Mada. Prasasti-prasasti atau kuburan mereka ditulis dalam bahasa Arab, diantaranya ditulis dengan tanggal Saka Jawa lama (abad 14 – 15 M) serta berbahasa arab bertuliskan kalimat syahadat20. Gaya dan dan dekorasi nisan-nisan tersebut juga dipengaruhi oleh dua unsur yaitu unsur Hindu-
20
Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia Pustaka : Jakarta. Halaman : 76
30
Budha maupun Islam, hal ini menunjukkan bahwa proses akulturasi terjadi antara Islam dengan kebudayaan pribumi. Kedatangan Sunan Ampel atau Raden Rahmat terjadi pada tahun 1443 saka atau 1440 masehi. Kedatangan beliau ke kawasan Nusantara dikarenakan suatu hal bahwa telah terjadi peperangan besar bangsa Campa dengan bangsa Vietnam tahun 1446 M. Setelah meninggalkan kerajaan Campa, ia kemudian meminta perlindungan kepada bibi Putri Darawati, salah satu istri dari raja Majapahit Sri Kertawijaya. Beberapa ahli mempersoalkan kedatangan Raden Rahmat atau Sunan Ampel ke Nusantara, salah satunya adalah Tome Pires maupun de Holandder. Tome Pires menjelaskan bahwa Raden Rahmat atau Sunan Ampel datang ke Sriwijaya pada tahun 1443 M untuk meminta perlindungan bibinya yaitu Putri Darawati akibat perang besar di kerajaan Campa, sedangkan de Hollander berpendapat : Pada tahun 1440 M, Raden Rahmat beserta pengikutnya tiba di Palembang atau Sriwijaya untuk meminta perlindungan. Selain hal tersebut, Raden Rahmat juga diminta untuk memperkenalkan ajaran agama Islam di Palembang disamping ajaran agama Hindu dan Budha sebagai mayoritas. Pada waktu itu juga sang raja Sriwijaya menolak secara terang-terangan untuk memeluk agama Islam di depan rakyatnya, walaupun beliau tertarik untuk mempelajari dan memeluk ajaran agama Islam.21 Salah satu bukti kuat mengenai kedatangan beliau ke tanah Jawa adalah Hikayat Hasanuddin, salah satu isi dari hikayat ini menceritakan kedatangan awal Raden Rahmat ke Nusantara. Kerajaan Campa mengalami perang besar dengan bangsa Vietnam yang dipimpin oleh Raja Koci (Vietnam), saat itulah Raden
21
Ridin Sofwan, Wasit, Munduri, 2000, Islamisasi di Jawa (Penyebar Islam di Jawa Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Halaman : 46
31
Rahmat memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Campa menuju kerajaan Sriwijaya sebelum tahun 1446 M.22 Raden Rahmat bersama rombongan diutus oleh Putri Darawati pergi ke kerajaan Majapahit untuk mengajarkan ajaran agama Islam sekaligus memperbaiki moral para penduduk pribumi maupun pejabat kerajaan. Hal ini diakibatkan oleh Falsafah Lingga-yoni sebagai hasil sinkretisme Syiwa-Budha yang terpengaruh ajaran Yoga-Tantra dari sekte Sakhta yang telah berkembang luas di wilayah pedalaman dan pesisir.23 Ajaran ini berupa moh-lima yang sangat berbeda dengan prinsip moh-lima dari ajaran Sunan Ampel. Ajaran moh-lima dalam upacara Yoga-Tantra terdiri atas: 1. Mansha (daging), 2. Mastya (ikan), 3. Madya (minuman keras), 4. Maithuna (bersetubuh), 5. Mudra (semedi). Upacara ini dimulai dengan membentuk sebuah lingkaran, semua orang dalam lingkaran baik laki-laki atau perempuan kemudian makan daging serta mulai mabuk, setelah dilanda kondisi mabuk berat, mereka kemudian melampiaskan nafsu syahwat dengan bersetubuh. Setelah selesai, mereka kemudian bersemedi untuk menyucikan diri kembali. Sunan Ampel kemudian memperkenalkan suatu ajaran yang dikenal masyarakat dengan moh-limo,emoh artinya adalah tidak, sedangkan limo adalah lima. Intinya, ajaran ini berisikan lima larangan atau pantangan dalam hidup diantaranya : 1. Moh-maling (jangan mencuri), 2. Moh-main (jangan berjudi), 3.
22
Ibid halaman : 47 Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya : Membaca Kembali Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI . Halaman : 41 23
32
Moh-madon (jangan bermain wanita), 4. Moh-madat (jangan menghisap candu), 5. Moh-ngombe (jangan minum atau mabuk). Setelah memperkenalkan ajaran ini, banyak masyarakat pribumi mulai tertarik untuk memeluk ajaran agama Islam. Prabu Brawijaya V memuji ajaran yang diberikan oleh Raden Rahmat untuk memperbaiki kemerosotan moral yang ada di kerajaan Majapahit. Atas keberhasilan memperbaiki moral para penduduk hingga petinggi kerajaan, ia kemudian mendapatkan sebuah hadiah berupa tanah kosong di daerah Ampel Denta, sebuah kawasan rawa berlumpur yang berlokasi dekat pelabuhan Ujung Galuh. Selain hadiah berupa sebidang tanah, raja Brawijaya V menikahkan putrinya yaitu Dewi Candrawati (Nyai Ageng Manila) dengan Raden Rahmat. Hal ini untuk memperkuat legitimasi Majapahit di tanah Jawa maupun Nusantara. Sunan Ampel dan para pengikutnya kemudian mendirikan sebuah perkampungan untuk dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam di kawasan Jawa Timur. Kampung ini akhirnya diberi nama Ampel Denta. setelah berhasil mendirikan pemukiman, beliau dan para pengikutnya kemudian berinisiatif mendirikan sebuah masjid sebagai pusat keagamaan dan pendidikan bagi masyarakat pribumi maupun pendatang. Masjid ini kemudian dinamakan Masjid Agung Sunan Ampel. Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1421 M dan mulai dibangun dari gotong royong para wali maupun masyarakat setempat. Pembangunan masjidmasjid kuno yang ada di pulau Jawa seringkali melibatkan para wali untuk membangun sebuah masjid atau langgar, termasuk masjid Agung Sunan Ampel.
33
Masyarakat pribumi menganggap bahwa para wali seringkali dianggap sebagai utusan Allah yang mendapatkan karomah atau kelebihan diluar nalar logika manusia pada umumnya24. Masjid Ampel pada awalnya merupakan sebuah langar yang berukuran 15 m x 16 m dan bernama Musholla Abdurrahman25. Atas inisiatif para wali dan masyarakat setempat, masjid ini disangga oleh 16 tiang dari kayu jati berikuran 46,8 m x 44,2 m atau 2,068 m2. Beberapa bagian di masjid ini ternyata juga dipengaruhi oleh berbagai gaya arsitektur menarik seperti misalnya konstruksi bata kolonial yang mulai masuk pada abad ke – 16, batu batu bata asli yang pada awalnya digunakan pada masa awal pembangunan masjid, namun kini lantai masjid diganti dengan batu marmer yang berwarna biru kehitam-hitaman26. Beberapa pintu masjid juga dipengaruhi oleh gaya kolonial maupun gaya tradisional Jawa. Beberapa masjid kuno yang ada di Indonesia mendapatkan pengaruh dari agama Hindu. W.F Stutterheim menanggap bahwa bangunan masjid yang atapnya bertingkat mendapatkan pengaruh dari seni bangunan dari Bali, seperti yang dipertunjukkan untuk bangunan Wantilan atau tempat untuk menyabung Ayam. Keunikan lain dari masjid kuno yang ada di pulau Jawa adalah tempat makam bagi para pendiri masjid maupun para pengikutnya. Beberapa orang menganggap
24
Walisongo dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam terkenal di pulau Jawa, bahkan diantara kesembilan wali ini, semuanya memiliki karomah masingmasing. Lihat polemik mengenai wali, dalam Konsep Kesucian dan Wali dalam Islam oleh Michael Chodkiewicz. Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds). 2007. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok. 25 Ramli Nawawi, 2000, Masjid Ampel : Sejarah, Fungsi dan Peranannya, UIN Sunan Kalijaga Press : Yogyakarta, halaman : 14 26 Ibid, halaman : 15
34
keberadaan makam suci ini digunakan untuk kepentingan rohani maupun kepentingan lainnya27. Salah satu unsur penting dalam menandai eksistensi kampung Ampel Denta adalah keberadaan pondok pesantren Ampel Denta. Pondok ini didirikan oleh Sunan Ampel beserta para pengikutnya dalam rangka untuk menjadikan kawasan Ampel Denta sebagai pusat syiar agama Islam di kawasan Jawa Timur. Pondok pesantren ini didirikan untuk menjadikan kampung ini sebagai pusat syiar keagamaan di Jawa Timur. Beberapa murid atau santri dari pondok ini diantara adalah Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri) serta Raden Fatah yang notabene adalah raja pertama dari kerajaan Islam Demak28. Keberadaan kampung Ampel Denta sebagai pusat syiar keagamaan dan keilmuan di kawasan pesisir pelabuhan menandai awal kedatangan para kaum pendatang yang melihat potensi daerah ini menjadi pusat perdagangan maupun pusat syiar keagamaan seantero Jawa Timur. Hal ini kemudian menarik perhatian para imigran atau koloni awal yang berasal dari kawasan Hadramaut untuk menetap dan tinggal mendirikan sebuah perkampungan koloni sendiri dalam rangka mencari kehidupan baru di luar tanah leluhur mereka.
27
Op.cit halaman : 229. Muhammad Hasan Al-Alydrus, 1996, Penyebaran Islam di Asia Tenggara : Asyraf Hadramaut dan Peranannya, Lentera : Jakarta, halaman : 70. 28
35
2. Awal Masuknya Imigran Arab di Kota Surabaya Kota Surabaya adalah sebuah kawasan di bagian pesisir utara kawasan Jawa Timur serta memegang peranan penting dalam bidang perdagangan 29. Kota Surabaya awalnya merupakan bagian dari kekuasaan kerajaan Majapahit dan diposisikan sebagai kawasan bandar pelabuhan yang disinggahi oleh banyak pedagang baik dari dalam maupun luar kawasan kekuasaan kerajaan Majapahit30. Para pedagang kebanyakan berasal dari kawasan sekitarnya, ditambah lagi para pedagang dari kawasan Gujarat, China, Arab, maupun Persia. Sebagian pedagang yang berasal dari kawasan Hadramaut mulai membuat pemukiman sendiri, sembari berdagang sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam31. Kawasan ini kemudian ditetapkan oleh pemerintahan kolonial sebagai arabische kamp atau perkampungan Arab. Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit, kekuasaan berpindah tangan ke kerajaan Islam Demak. Alhasil, Surabaya mulai dimasuki pengaruh Islam.
29
Surabaya dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh semenjak era kekuasaan kerajaan Majapahit. Menurut Howard Rick, Surabaya memiliki keistimewaan sebagai kota pelabuhan abad ke – 19 dan tidak akan tertandingi oleh kota-kota pelabuhan besar di dunia seperti Calcutta, Ranggon, Singapura, Bangkok, Hongkong, Shanghai. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota Lama Kota Baru : Sejarah Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta. 30 Surabaya termasuk kawasan kota bandar atau Pelabuhan, lihat pendapat Djoko Suryo mengenai jenis-jenis kota yang mendukung proses pembauran dalam masyarakat majemuk. 1997, Corak dan Pola Hubungan Sosial Antar Golongan dan Kelompok Etnik di Perkotaan : Suatu Studi Masalah Pembauran dalam Bidang Sosial Ekonomi Daerah Surabaya Jawa Timur, Depdikbud : Jakarta. 31 Setiap Kelompok etnis mempunyai adat dan kebiasaan serta kepercayaan sendiri dalam terbentuknya sebuah perkampungan hingga akhirnya berpengaruh dalam tata ruang kota. Lihat Handinoto, 1996, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1870 – 1940. Andi : Yogyakarta, halaman : 10
36
Keadaaan ini mulai dimanfaatkan oleh para imigran yang berasal dari kawasan Hadramut untuk berimigrasi ke Nusantara dalam tujuan mencari kehidupan baru32, disamping itu para saudagar muslim Hadramaut juga menyebarkan ajaran agama Islam melalui berbagai macam cara. Islam kemudian mudah diterima oleh masyarakat pribumi yang notabene masih memeluk ajaran nenek moyang. J.C Van Leur menyatakan bahwa Islam adalah doktrin kenabian yang menyingkap jalan menuju keselamatan dan penebusan dengan menunjukkan doktrin kewahyuan Yahudi dan Kristen, disamping itu Islam adalah propagandis keyakinan, ekspansif, serta misioner33. Inilah yang mengakibatkan Islam mudah diterima di berbagai kalangan masyarakat baik dari kelas atas maupun bawah. Memasuki abad ke – 16, para imigran kemudian menetap di suatu kawasan yang bernama kampung Ampel, posisi kampung Ampel sangat strategis dan dekat dengan pelabuhan Ujung Galuh. Hal ini dijadikan sebagai kawasan perekonomian strategis sekaligus sebagai pusat pendidikan dan keagamaan. Semenjak menetap di kawasan tersebut, jumlah para penduduk dari Hadramaut semakin meningkat pesat sampai akhir tahun 1890 – an.
32
Kawasan Hadramaut mulai dilanda krisis sumber daya serta konflik antar saudara sehingga membuat gelombang migrasi etnis Hadrami semakin meningkat, terutama ke kawasan Nusantara 33 Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia Pustaka : Jakarta, halaman : 21
37
Menurut data yang disajikan oleh Van Berg, jumlah imigran dari kawasan Hadramaut meningkat pesat, seiring kedatangan pemerintahan kolonial Belanda. Hal ini juga diikuti oleh perkembangan revolusi industri di Inggris pada abad ke 18 dalam bidang pelayaran. Berikut adalah data penduduk Arab di karesidenan Surabaya : Tabel. 1 Sensus Penduduk Arab Karesidenan Surabaya Tahun 1859, 1870, 1885 Kota
Arab lahir
Arab lahir di
Jumlah
Jumlah
Jumlah
di Arab
Nusantara
Tahun 1885
Tahun
Tahun
1870
1859
1626
1279
1626
1279
Surabaya
328
917
1145
Gresik
65
802
867
Mojokerto
4
7
11
Sidoarjo
3
24
27
Sidayu
-
6
6
Jumlah
2056
Sumber : Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara Hasil dari tabel di atas menunjukkan bahwa koloni yang berada di kawasan pesisir memuat jumlah yang sangat besar, hal ini dikarenakan karena posisi strategis yang berada di kawasan bandar pelabuhan, disisi lain pemukiman Arab yang berada di kawasan pedalaman cenderung jumlahnya sedikit, dikarenakan sulitnya mencari lahan tempat tinggal maupun akibat pengaruh kebijakan pemerintahan kolonial Belanda dalam mengatur perkampungan masyarakat etnis pendatang.
38
Pada tahun 1832 pemukiman Arab di kota Surabaya memperoleh kepala pemukiman yang sebangsa dengan keturunan mereka34. Keturunan Arab di kota tersebut masih mempertahankan nilai-nilai identitas kebudayaan mereka, sebagian besar diantara mereka bekerja sebagai saudagar kaya dan selalu menunjukkan dirinya sebagai golongan bukan pribumi atau golongan timur asing35. Seiring berjalannya waktu, hubungan masyarakat etnis Arab Surabaya dengan golongan pribumi mulai mengalami keterbukaan seiring dengan adanya perkawinan antaretnis yang dilakukan oleh pria etnis Arab dengan wanita etnis pribumi, terutama masyarakat Jawa. Identitas mereka sebagai orang Arab luntur dan menjadi bagian dari masyarakat pribumi. Kebebasan pria etnis Arab untuk memilih wanita selain sesama etnis karena dianggap tidak menghapus trah atau fams dari masing-masing keluarga etnis Arab, sedangkan perkawinan antara wanita etnis Arab dengan etnis lain dianggap melawan adat istiadat Hadramaut karena menghapus fams atau garis keturunan, beberapa diantaranya bahkan tidak dianggap menjadi anggota keluarga apabila melanggar adat tersebut.
34
Kepala koloni pemukiman Arab disebut sebagai kapiten Van den Berg, 1989, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS : Jakarta. Hal : 76 35
39
Gambar 2 Sekelompok Pria Keturunan Arab Berdiri di Depan Gapura Kampung Ampel Sumber : Koleksi Troopen Museum, Belanda Gambar di atas adalah kondisi awal pemukiman Arab di kota Surabaya pada tahun 1850 an, para pria keturunan Arab berfoto bersama di depan gapura atau pintu masuk menuju kawasan perkampungan Arab atau arabische kamp. Keberadaan gapura atau pintu masuk menuju kawasan perkampungan Arab sudah tidak ada. Keberadaan Bandar Pelabuhan sebelah timur muara kali Brantas atau dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh merupakan tempat strategis untuk kegiatan perdagangan. Kota bandar pelabuhan seperti Surabaya berfungsi tidak hanya sebagai pusat perdagangan ekspor dan impor, melainkan sebagai ibukota pusat pemerintahan pesisir36.
36
Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia Pustaka Jaya : Jakarta. Halaman : 44
40
Tabel. 2 Perbandingan 6 Pemukiman Besar Arab di Pulau Jawa (Sensus Tahun 1859, 1870, dan 1885) Karesidenan
Kota
Arab
Arab
Jumlah
Jumlah
Jumlah
lahir
Lahir di
Tahun
Tahun
Tahun
di
Nusantara
1885
1870
1859
952
312
816
533
Arab Batavia
Batavia
476
972
1448
Jatinegara
19
67
86
Bogor
31
66
97
Tangerang
1
30
31
Cirebon
131
703
834
Indramayu
63
311
374
Jatiwangi
-
2
2
Tegal
Tegal
154
178
352
204
67
Pekalongan
Pekalongan
133
624
757
608
411
Semarang
Semarang
30
570
600
Salatiga
-
18
18
Ambarawa
-
54
54
358
540
Purwodadi
-
1
1
Cirebon
Sumber : Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara
41
Total Keseluruhan dari masing-masing karesidenan saat sensus tahun 1885 : 1. Batavia
: 1.662 orang
2. Cirebon
: 1.210 orang
3. Tegal
: 352 orang
4. Pekalongan : 757 orang 5. Semarang
: 673 orang
6. Surabaya
: 2.056 orang
Pemukiman Arab Surabaya memiliki jumlah terbanyak dari pemukiman Arab lain, hal ini dilatabelakangi berbagai faktor dalam menarik para imigran Hadramaut untuk menetap di kawasan tersebut. Pemukiman Arab di kota Batavia memiliki jumlah cukup banyak, dikarenakan merupakan pusat pemerintahan kolonial Belanda. Penurunan jumlah penduduk Arab terjadi di pemukiman Arab Tegal saat sensus penduduk tahun 1870. Golongan etnis Arab maupun Tionghoa mulai beradaptasi dengan masyarakat pribumi, terutama dalam bidang ekonomi. Hubungan harmonis antara pribumi dan pendatang menghasilkan kerjasama baik di berbagai bidang. Bentuk kebudayaan baru juga tidak luput dari keberadaan para kaum pendatang, termasuk etnis Arab. Bentuk budaya baru didasarkan kepada hasil penyesuaian para anggota kelompok etnik dalam menghadapi berbagai faktor baik luar maupun dalam.
42
Kelompok-kelompok etnis sebagai tatanan sosial mulai terbentuk serta menggunakan identitas etniknya untuk tujuan interaksi37. Kota-kota kolonial di Indonesia dikenal memiliki heterogenitas tinggi, terutama dalam hal etnisitas. Kota kolonial dibuat dengan sistem sosial berdasarkan pemisahan ras, status sosial, ekonomi, maupun politik. Kota surabaya adalah salah satu dari bagian kota-kota kolonial dan memiliki karakteristik sebagai kota triparit38, kota triparit memiliki 3 unsur yaitu masyarakat pribumi dengan kampungkampung, orang timur asing (Tionghoa/Arab) dengan rumah dan toko-tokonya, sedangkan unsur Barat diwakili oleh benteng dan rumah bergaya arsitektur kolonial maupun indis39. Pemerintah kolonial Belanda kemudian menggunakan hak istimewa bernama hak Exhorbitante yaitu hak untuk menata kawasan pemukiman berdasarkan ras atau etnis, hal ini didasarkan kepada RR atau regering reglement tahun 1854 mengenai pelapisan sosial40. Alhasil kawasan kota Surabaya memiliki kawasan-kawasan berdasarkan ras atau etnis seperti berikut41 :
37
Frederick Bath (ed), 1989, Kelompok Etnik dan Batasannya, UI Press : Jakarta, halaman : 14. 38 Konsep Triparit merupakan bagian dari kota bawah, sebuah kawasan yang dikelilingi tembok kota dan kanal untuk mengelilingi kota. Kawasan Surabaya Utara adalah bagian dari kota bawah. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota Lama, Kota Baru : Sejarah Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta, halaman 148. 39 Maslakhatul Khurul Aini, 2013, Masyarakat Arab Islam di Ampel Surabaya dalam Struktur Kota Bawah Tanah Tahun 1816- 1918, Skripsi : Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya, halaman : 74. 40 Ibid halaman : 75. 41 Lihat Lampiran mengenai Peta Kota Surabaya tahun 1866
43
1. Golongan Barat ditempatkan di daerah Jembatan Merah, sebelah timur Jembatan Merah merupakan lokasi perkampungan orang Melayu atau Malaise Kamp. 2. Golongan Tionghoa ditempatkan di daerah Kembang Jepun, Kapasan, Pasar Atom. Kampung Tionghoa disebut chinese kamp. 3. Golongan Arab menempati daerah Ampel, disebut arabische kamp. 4. Golongan pribumi ditempatkan dimana saja, bahkan sebagian ikut dalam kawasan etnis lainnya. Kebijakan tersebut mulai ditentang oleh masyarakat pribumi maupun pendatang karena dipisahkan oleh kebijakan tersebut. Golongan Eropa mendapatkan fasilitas kelas atas dengan rumah bergaya kolonial, instalasi air bersih, keamanan, hingga ketersedian makanan. Sedangkan masyarakat pribumi hidup di bawah standar kelayakan hidup, golongan timur asing lebih menekuni pekerjaan khususnya dalam bidang ekonomi maupun kewirausahaan.
3. Perkembangan Pemukiman Arab Surabaya Abad ke – 20 Awal abad ke – 20 merupakan sebuah awal baru bagi perkembangan koloni Arab di Nusantara, perkembangan tersebut bersamaan dengan perubahan sistem administratif
pemerintahan
kota
pada
waktu
tersebut.
Undang-undang
desentralisasi atau desentralisatiwet pada tahun 1903 serta baru dilaksanakan pada tahun 1905. Pemerintahan kolonial Belanda menginginkan sebuah perubahan dalam strata pemerintahan berupa pembangunan pusat pemerintahan kotamadya
44
atau gementee. Kawasan surabaya termasuk salah satu contoh kota bandar pelabuhan yang ingin dijadikan oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai kawasan kotamadya dan landmark kota tersebut. Pemerintahan kolonial memulai pembangunan pelabuhan modern serta perkembangan jaringan kereta api, termasuk trem. Pada tahun 1905, jumlah penduduk kota Surabaya pada waktu itu sudah mencapai angka 150.188. Jumlah keseluruhan penduduk terdiri dari 8.063 orang Eropa, 124.473 orang pribumi, 14.843 orang China, 2.482 orang Arab dan 327 orang Timur Asing lainnya42. Modernisasi kota tumbuh dengan cepat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, tidak terkecuali masyarakat komunitas Arab yang bermukim di kawasan kampung Ampel maupun sekitarnya. Pemukiman Arab di Surabaya mulai menunjukkan sumbangsih luar biasa terhadap bidang kehidupan. Beberapa tokoh lahir dari kawasan ini, diantaranya adalah : A.R Baswedan (Menteri Pendidikan Nasional), Syeikh Albar (Seniman Gambus dan Ayah dari Achmad Albar Vokalis Godbless), Fuad Hasan (Menteri Keuangan), dan masih banyak lagi. Semua orang yang disebutkan diatas merupakan tokoh-tokoh berpengaruh pada awal masa pergerakan nasional, terutama sumbangsih PAI dalam mendukung pergerakan Nasional. Krisis ekonomi atau malase pada tahun 1920 an tidak membuat masyarakat Arab berdiam diri melihat keadaan masyarakat semakin memprihatinkan. Beberapa
42
Lihat Handinoto, 1996, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1870-1940, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra : Surabaya, Andi : Yogyakarta.
45
pemuda Arab Surabaya mendedikasikan dirinya untuk membentuk sebuah wadah perkumpulan pemuda atau jong untuk menentang kekuasaan Belanda pada waktu itu. Perkumpulan ini kemudian dinamakan sebagai ‘Perkumpulan Pemuda Arab Indo’ atau Indo Arabishce Verbond43. A.R Baswedan adalah salah satu anggota IAV, ia kemudian memutuskan untuk keluar akibat konflik anggota Alawi dan Non Alawi yang melanda IAV pada waktu itu. Setelah memutuskan untuk keluar dari IAV, beliau bersama Abu Bakar Shahab, salah satu pionir pendidikan modern di Surabaya mendirikan sebuah organisasi politik untuk menampung aspirasi masyarakat Arab di Nusantara. Perkumpulan ini kemudian dinamakan ‘Partai Arab Indonesia’ atau PAI, sebuah organisasi yang berisi kumpulan masyarakat keturunan Arab untuk membantu mendirikan negara kesatuan yang bernama Indonesia. Bahkan partai ini juga mempunyai versi sumpah pemuda milik mereka sendiri, yaitu Sumpah Pemuda Arab. Isi dari sumpah ini yaitu menyatakan dukungan penuh untuk mengusir penjajah dari negeri ini serta mendirikan sebuah negara kesatuan yang berdiri sendiri tanpa intervensi negara lain. Selain pengaruh politik, keberadaan komunitas Arab Ampel juga turut serta dalam bidang kebudayaan. Salah satunya adalah Syekh Albar, seorang seniman gambus terkenal seantero Jawa Timur, bahkan lagu-lagunya juga dikenal oleh kalangan bangsawan Eropa pada waktu itu. Beliau lahir pada tahun 1908, ia merupakan ayah kandung dari musisi terkenal progressive rock Godbless yaitu
43
Hamid Algadri, 1994, Dutch Policy Against Islam & Indonesians of Arab Descent In Indonesia, LP3ES : Jakarta. Halaman : 15
46
Achmad Albar. Bersama orkes gambus Al-Wathon, ia berkarya dengan lagu-lagu islami yang bernuansa timur tengah. Suara petikan beliau tidak kalah tenar dengan Abdul Wahab dari negeri Mesir. Atas kepiawaiannya bermain musik gambus, ia kemudian merekam lagulagunya dan dikontrak oleh sebuah perusahaan rekaman ternama bernama “His Master Voice”. Namanya begitu dikenal hingga ke kawasan timur tengah karena prestasi beliau dalam mengangkat seni gambus. Beberapa orang berpendapat mengenai karya beliau salah satunya adalah Alwi Shihab : “Syech Albar lahir di Surabaya pada 1908. Dendang karyanya, "sudah direkam sejak 1935 dalam piringan hitam His Master's Voice," tulis Alwi Shahab dalam buku Saudagar Baghdad dari Betawi..”44. Setiap menjelang shalat Jumat, dan pada malam Jumat, Nirom (RRI masa Belanda) dan kemudian RRI selalu menampilkan lagu-lagu Syech Albar. Sekalipun Syech Albar meninggal dunia pada 1947 tapi sampai tahun 1960-an, lagu-lagunya masih berkumandang di RRI dan saat ini masih ada sekitar 64 piringan hitam (PH)-nya yang tersimpan di RRI.45 Memasuki era kemerdekaan, kawasan kampung Ampel menjadi saksi pertempuran arek-arek Surabaya dalam peristiwa 10 November 1945, pasukan sekutu masuk dari kawasan utara kota Surabaya dengan melewati Kali Pegirian maupun Kalimas. Menurut penuturan Achmad Affandi, kawasan Surabaya Utara
44
Wenri Wanhar. 2015. Hikayat Syech Albar, Ayah Rockstar Ahmad Albar Perintis Musik Dangdut. (http://www.jpnn.com/read/2015/11/19/339549/HikayatSyech-Albar,-Ayah-Rockstar-Ahmad-Albar-Perintis-Musik-DangdutDiakses Tanggal 18 April 2016) 45 Lihat Biografi Syekh Albar (https://id.wikipedia.org/wiki/Syech_Albar Diakses Tanggal 18 April 2016)
47
terutama Kampung Ampel menjadi salah satu daerah dengan kerusakan terparah akibat serangan bom maupun pertempuran yang diakibatkan oleh kedua belah pihak46.
Gambar 3 Barikade Pemuda Ampel di Kali Pegiran tahun 1945 Sumber : Pokdarwis Ampel Surabaya
46
Wawancara dengan Achmad Affandi, tanggal 18 Agustus 2016