BAB II POLA ASUH DAN KELUARGA
A. Pola Asuh Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama di mana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. Keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. 1. Pengertian Pola Asuh Pola Asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif. 1
1
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), hlm.
108-109.
18
19
a. Menurut Singgih D. Gunarsa: “Pola Asuh adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga atau mendidik) anak”. b. Menurut Chabib Thoha: “Pola asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak”.2 c. Menurut Hendra Surya: “Pola asuh adalah gambaran yang dipakai oleh dalam mengasuh, membesarkan, merawat dan mendidik yang berpengaruh secara langsung terhadap kemandirian anak dalam belajar”.3 d. Menurut Darling dan Steinberg mendefinisikan: “Pola asuh sebagai sekumpulan sikap orang tua terhadap anak yang dikomunikasikan kepada anak dan menciptakan suasana emosional dimana perilaku-perilaku diekpsresikan”.4
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh adalah cara mengasuh dan metode disiplin dalam berhubungan dengan anaknya dengan tujuan membentuk watak, kepribadian, dan memberikan nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dalam memberikan aturan-aturan atau nilai terhadap anak-anaknya tiap orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda pula.
2
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.
3
Hendra Surya, Kiat mengajak Anak Belajar dan Berprestasi (Jakarta: PT. Gramedia, 2003),
109. hlm. 5. 4
F.J. Monk, Psiklogi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), hlm. 19.
20
2. Macam-Macam Pola Asuh Menurut D. Baumrind sebagaimana dikutip dari Wawan Junaidi ada empat macam pola asuh, yakni: a. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. 5 Pola asuh yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Pola
asuh
demorakatis
memiliki
ciri-ciri
seperti
yang
dikemukakan oleh beberapa ahli di bawah ini : 1) Menurut Baumrind & Black (dalam Theo Riyanto) : “Dari hasil penelitiannya menemukan bahwa teknikteknik asuhan orang tua yang demokratis akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakantindakan mandiri membuat keputusan sendiri akan berakibat 5
Wawan Junaidi, Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua. Dari Http: www.blogspot.com. Diakses tanggal 22 April 2014.
21
munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab”. 6 2) Menurut Harris Clemes : Menyatakan ciri-ciri pola asuh demokratis adalah : a) Bahwa orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. b) Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. c) Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhankeluhan dan pendapat anak-anaknya. d) Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian.7 3) Menurut Hurlock : Pola asuhan demokratik ditandai dengan ciri-ciri : a) Bahwa anak-anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internalnya, b) Anak diakui keberadaannya oleh orang tua, c) Anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.8 4) Menurut Conger : Mengatakan bahwa : a) Orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, b) Tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya.9 b. Pola Asuh Otoriter Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau
6
Theo Riyanto, Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi (Jakarta: Gramediaa Widiasarana Indonesia, 2002), hlm. 224. 7 Harris Clemes, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak (Jakarta: Mitra Utama, 2001), hlm. 77. 8 Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit., hlm. 26. 9 Syaikh M.Jamaludin Mahfud, Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2000), hlm. 221.
22
melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. Pola asuh otoriter ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola asuh otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua.10 Menurut Harris Clemes: Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut : 1) Kaku, 2) Tegas, 3) Suka menghukum, 4) Kurang ada kasih sayang serta simpatik. 5) Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk lingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak. 6) Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. 7) Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. 11
Orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua yang otoriter tidak memberikan hak anaknya untuk
mengemukakan
pendapat
serta
mengutarakan
perasaan-
perasaannya. Jadi bisa diartikan bahwa orang tua otoriter adalah : 1) Orang tua amat berkuasa terhadap anak, 2) Memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada
10 11
Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit., hlm. 27. Harris Clemes, Op.Cit., hlm. 78.
23
perintah-perintah orang tua. 3) Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. c. Pola asuh Permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Pola asuh permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal pula dengan pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.12 Pola asuh permisif, memiliki ciri-ciri seperti apa disampaikan oleh beberapa tokoh di bawah ini, yaitu : 1) Menurut Baumrind & Black (dalam Theo Riyanto) : Menyatakan bahwa : a) Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. b) Anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. 12
Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit., hlm. 29.
yang
24
c) Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. 13 2) Menurut Hurlock : Mengatakan bahwa pola asuhan permisif bercirikan : a) Adanya kontrol yang kurang, b) Orang tua bersikap longgar atau bebas, c) Bimbingan terhadap anak kurang. d) Kurang tegas dalam menerapkan peraturan-peraturan yang ada, e) Anak diberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi keinginannya. 14 3) Menurut Conger : Orang tua permisif memberikan kepada anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah sekali dalam melaksanakan disiplin pada anak. Ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanya. 15
Anak-anak yang diasuh oleh orang tua yang otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri adanya sikap menunggu dan menyerah segalagalanya pada pengasuhnya. Di samping sikap menunggu itu terdapat juga ciri-ciri keagresifan, kecemasan dan mudah putus asa. Keluarga yang berpola demokratis dengan yang otoriter dalam mengasuh anaknya, bahwa asuhan dari orang tua demokratis menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, berani, lebih giat, dan lebih bertujuan. Sebaliknya, semakin otoriter orang tuanya makin berkurang ketidaktaatan anak, bersikap menunggu, tak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan kurang, dan menunjukkan ciri-ciri takut. Jadi setiap pola asuh orang tua akan berpengaruh terhadap anak asuhannya dalam perilaku tertentu, misalnya terjadinya keagresifan pada anak. 13
Theo Riyanto, Op.Cit., hlm. 225. Elizabeth B. Hurlock, Op.Cit., hlm. 26. 15 Ibid., hlm. 27. 14
25
d. Pola asuh Penelantar Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya. 3. Penerapan Pola Asuh Yang Baik bagi Pembentukan Kepribadian Anak Anak adalah buah hati orang tua yang merupakan harapan masa depan. Oleh karena itu, anak harus dipersiapkan agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan berkepribadian yang baik berguna bagi masyarakat. Untuk itu, perlu dipersiapkan sejak dini. Anak sangat sensitif terhadap sikap lingkungannya dan orang-orang terdekatnya. Pola asuh yang diterapkan oleh sangat mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui bagaimana cara mengasuh anak dengan baik sehingga terbentuklah kepribadian yang baik pula. Kepribadian anak terbentuk dengan melihat dan belajar dari orangorang di sekitar anak. Keluarga adalah orang yang terdekat bagi anak dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Segala perilaku orang tua yang baik dan buruk akan ditiru oleh anak. Oleh karena itu, orang tua perlu menerapkan sikap dan perilaku yang baik demi pembentukan kepribadian anak yang
26
baik.16 Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga mengendalikan anak. Sehingga anak yang juga hidup dalam masyarakat, bergaul dengan lingkungan dan tentunya anak mendapatkan pengaruh-pengaruh dari luar yang mungkin dapat merusak kepribadian anak, akan dapat dikendalikan oleh orang tua dengan menerapkan sikap-sikap yang baik dalam keluarga serta contoh atau tauladan dari orang tua. Orang tua yang bisa dianggap teman oleh anak akan menjadikan kehidupan yang hangat dalam keluarga. Sehingga antara orang tua dan anak mempunyai keterbukaan dan saling memberi. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, gagasan, keinginan, perasaan, serta kebebasan untuk menanggapi pendapat orang lain. Anak-anak yang hidup dengan pola asuh yang demikian akan menghasilkan karakteristik anak yang dapat mengontrol diri, anak yang mandiri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru. Pengasuhan anak perlu disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak. Perkembangan anak dipengaruhi faktor bawaan dan pengaruh lingkungan.17 a. Faktor bawaan Sifat yang dibawa anak sejak lahir seperti penyabar, pemarah, pendiam, banyak bicara, cerdas atau tidak cerdas. Keadaan fisik seperti warna kulit, bentuk hidung sampai rambut. Faktor bawaan merupakan 16 17
Sintha Ratnawati, Keluarga, Kunci Sukses Anak (Jakarta: Kompas, 2000), hlm. 12. Ibid., hlm. 13.
27
warisan dari sifat ibu dan bapak atau pengaruh sewaktu anak berada dalam kandungan, misalnya pengaruh gizi, penyakit dan lain-lain. Faktor bawaan dapat mempercepat, menghambat atau melemahkan pengaruh dari lingkungan. Tidak dapat dibandingkan anak yang satu dengan anak yang lain tanpa memperhitungkan faktor ini. b. Faktor lingkungan Faktor
dari
luar
diri
anak
yang mempengaruhi
proses
perkembangan anak. Meliputi suasana dan cara pendidikan lingkungan tertentu, lingkungan rumah atau keluarganya dan hal lain seperti sarana dan prasarana yang tersedia misalnya alat bermain atau lapangan bermain. Faktor lingkungan dapat merangsang berkembangya fungsi tertentu dari anak
yang dapat
menghambat
atau mengganggu
kelangsungan perkembangan anak. Pengaruh yang sangat besar dan sangat menentukan dirinya nanti sebagai orang dewasa adalah ketika anak berusia di bawah 6 tahun, sehingga lingkungan keluarga sangat perlu diperhatikan. Hakikat mengasuh anak adalah proses mendidik agar kepribadian anak dapat berkembang dengan baik, ketika dewasa menjadi bertanggung jawab. Pola asuh yang baik menjadikan anak berkepribadian yang kuat, tidak mudah putus asa dan tangguh menghadapi tekanan hidup. Sebaliknya pola asuh yang salah menjadikan anak rentan terhadap stres, mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif. Mengasuh anak melibatkan seluruh aspek kepribadian anak baik jasmani, intelektual, emosional, keterampilan, norma
28
dan nilai-nilai. Hakikat mengasuh anak meliputi pemberian kasih sayang dan rasa aman, sekaligus disiplin dan contoh yang baik. Karenanya diperlukan suasana kehidupan keluarga yang stabil dan bahagia.18 Cara mengasuh anak harus sesuai dengan tahap perkembangan. Perkembangan anak, sejak dalam kandungan sampai umur 6 tahun, merupakan pondasi dalam membentuk kepribadian anak. Perkembangan ini dibagi 4 tahap, tiap tahapan mempunyai ciri dan tuntutan perkembangan tersendiri. Kebutuhan perkembangan anak meliputi kebutuhan mental, emosional dan sosial. Menurut Bambang dan Nurani Yuliani Sujiono: Cara mengasuh anak yang sesuai dengan perkembangan anak, dibagi dalam 4 tahap sebagai berikut :19 a. Sejak dalam kandungan Kesehatan anak di dalam kandungan dipengaruhi oleh keadaan kesehatan ibunya. Bila ibu sakit fisik (misalnya infeksi), maka anak dalam kandungan dapat tertular. Bila ibu stres, anak dalam kandungan juga dapat terpengaruh. Karena itu, ibu perlu mempersiapkan diri dengan baik agar anak dalam kandungan sehat fisik dan mental. Ibu perlu menjaga pikiran dan perasaan supaya anaknya nanti tidak rewel dan mudah menyesuaikan diri. Suara ibu adalah suara yang sering di dengar anak. Suara keras atau lembut ibu akan diikuti anak setiap waktu. Bapak dan ibu perlu menjaga percakapannya supaya anak terbiasa mendengarkan dan mudah meniru yang baik-baik nantinya. Ibupun harus tenang. Jika ibu sering cemas, sedih, ketakutan dan marah, maka setelah lahir anak bisa menjadi rewel, selalu gelisah dan sukar menyesuaikan diri. b. Sejak lahir sampai 1,5 tahun Sejak lahir anak sepenuhnya bergantung pada orang lain terutama ibu atau pengasuhnya. Anak perlu dibantu untuk mempertahankan hidupnya. Tahap ini untuk mengembangkan rasa percaya diri pada lingkungannya. Bila rasa percaya tidak dapat, 18
Sujiono, Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Prasekolah Anda Bersikap Baik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 14 19 Bambang dan Nurani Yuliani Sujiono, Mencerdaskan Anak Usia Dini (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2005), hlm. 6.
29
maka timbul rasa tidak aman, rasa ketakutan dan kecemasan. Bayi belum bisa bercakap-cakap untuk menyampaikan keinginannya. Tangisan pada bayi menunjukkan bahwa ia membutuhkan bantuan. Ibu harus belajar mengerti maksud tangisan bayi. ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. Dengan pemberian asi, bayi akan di dekap ke dada sehingga merasakan kehangatan tubuh ibu dan terjalinlah hubungan kasih sayang antara bayi dan ibunya. Segala hal yang dapat mengganggu proses menyusui dalam hubungan ibu dan anak pada tahap ini akan menyebabkan tergangunya pembentukan rasa aman dan rasa percaya diri. Ganguan yang dapat timbul pada tahap ini adalah kesulitan makan, mudah marah, menolak sesuatu yang baru, sikap dan tingkah laku yang seolah-olah ingin melekat pada ibu dan menolak lingkungan. c. Usia 1,5 sampai 5 tahun Tahap ini merupakan tahap pembentukan kebiasaan diri. Aspek psikososialnya, anak bergerak dan berbuat sesuai kemauan sendiri, meraih apa yang bisa dijangkau, dapat menuntut apa yang dikehendaki atau menolak apa yang tidak dikehendaki. Pada tahap ini, akan tertanam dalam diri anak perasaan otonomi diri seperti makan sendiri, pakai baju sendiri dan lain-lain. Hal ini menjadi dasar terbentuknya rasa yakin pada diri dan harga diri dikemudian hari. Orang tua hendaknya mendorong agar anak dapat bergerak bebas, menghargai dan meyakini kemampuannya. Jika terdapat gangguan dalam mencapai rasa otonomi diri, anak akan dikuasai rasa malu, ragu-ragu serta pengekangan diri yang berlebihan. Sebaliknya dapat juga terjadi melawan dan berontak. Gangguan yang timbul pada tahap ini, anak sulit makan, suka ngadat dan ngambek, menentang dan keras kepala, suka menyerang atau agresif. Konsep ruang dan sebab akibat mulai berkembang. Mulai mengenal nama-nama di sekitarnya dan mulai menggolongkan serta membedakan benda berdasarkan kegunaannya. Bahasa mulai berkembang dan mulai menirukan kata-kata dan perilaku orang di sekitarnya walaupun anak belum mengerti.20 4. Usia 3 sampai 6 tahun (prasekolah) Dengan meningkatnya kemampuan berbahasa dan kemampuan untuk melakukan kegiatan yang bertujuan, anak mulai memperhatikan dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Anak bersifat ingin tahu, banyak bertanya dan meniru kegiatan sekitarnya, libatkan diri dalam kegiatan bersama dan menunjukan inisiatif untuk mengerjakan sesuatu tetapi tidak mementingkan hasilnya, mulai melihat adanya perbedaan jenis kelamin. 20
Ibid., hlm. 7.
30
Pada tahap ini seorang ayah mempunyai peran yang penting bagi anak. Anak laki-laki merasa lebih sayang pada ibunya dan anak perempuan lebih sayang pada ayahnya. Melalui peristiwa ini anak dapat mengalami perasaan sayang, benci, iri hati, bersaing, memiliki dan lainlain. Ia dapat pula mengalami perasaan takut dan cemas. Dalam hal ini, kerjasama ayah dan ibu sangat penting artinya. Yang diperlukan anak seusia ini adalah melatih kemampuan fisik, kemampuan berfikir, mendorong anak bergaul dan mengembangkan angan-angan. Pada tahap ini aspek intelektualnya mulai berkembang lebih nyata tentang konsep ruang dan waktu, mulai mengenal betukbentuk dua dan tiga dimensi, warna-warna dasar, simbol-simbol angka, matematika dan huruf. Gangguan yang dapat timbul pada tahap ini adalah masalah pergaulan dengan teman, pasif dan takut berbuat sesuatu, takut mengemukakan sesuatu serta kurang kemauan, masalah belajar dan merasa bersalah.21
4. Pola Asuh Yang Menyimpang Pola asuh yang menyimpang berarti suatu pola yang berbeda dari pola yang umum diantara anak dengan siapa mereka bergaul. Dan karena perbedaan ini, anak merasa bahwa mereka menarik perhatian. Sebagai contoh, anak yang orang tuanya jauh lebih tua dari orang tua teman sebaya atau anak yang mempunyai orang tua tiri sementara teman bermainnya mempunyai orang tua kandung, menginterpretasikan hal ini sebagai tanda mereka berbeda. Pola asuh yang menyimpang berbahaya untuk penyesuaian pribadi dan sosial yang baik. Anak cenderung menilai “perbedaan” itu searti dengan “inferioritas”. Siapa saja yang berbeda dari mereka, dengan standar ini dianggap “inferior”.
22
Bila anak dinilai inferior oleh kelompok teman
sabaya, penilaian ini mempunyai pengaruh merugikan pada konsep diri
21 22
Ibid., hlm. 8. Harris Clemes, Op.Cit., hlm. 79.
31
mereka. Mereka menganggap dirinya inferior dari teman sebaya. Penilaian sosial yang tidak menguntungkan juga mempengaruhi tingkat penerimaan sosial yang mampu dicapai anak dalam kelompok teman sebaya. Seberapa besar bahaya pola asuh yang menyimpang terhadap penyesuaian pribadi dan sosial anak akan bergantung pada tiga kondisi yaitu : a. Sikap sosial yang umum berlaku terhadap pola kehidupan keluarga yang menyimpang akan mempunyai pengaruh kuat pada sikap teman sebaya. Sikap sosial ini dipelajari anak dari orang tua dan orang dewasa lain dan kemudian dijadikannya sikapnya sendiri. b. Terdapat keragaman menurut kelompok sosial yang memberikan penilaian. c. Mencoloknya pola asuh yang menyimpang mempengaruhi si anak dalam penyesuaian sosialnya. Orang tua yang tidak mengerti dengan pribadi anaknya bisa disebut juga dengan kesalahan pola asuh. Ada tiga kesalahan pola asuh, yakni kesalahan pola asuh, kesalahan pada gen saraf yang dalam pengobatannya membutuhkan waktu lama dengan cara terapi, dan kelambatan daya tangkap. Banyak orang tua yang tidak memberikan anaknya bermain keluar, padahal anak itu perlu bermain. Dalam hal ini kecerdasan emosi anak sudah diredam oleh orang tuanya. Agar anak mau tinggal di rumah, orang tua lalu memberikan play station. Dengan demikian anak bermain dengan benda mati. Akibatnya ketika nanti keluar, dia tidak akan bisa berteman dan individunya menjadi egois. Ciri-ciri anak seperti itu misalnya, tidak bisa
32
duduk tenang dan tidak bisa mendengarkan perintah. Lebih baik anak tersebut bermain bola dengan banyak teman. Dengan begitu akan muncul kerjasama yang baik, muncul sikap demokratisnya, tahu disiplin, dan mampu merasakan kalah-menang.23 5. Pola Asuh Yang Mendukung Pembentukan Kepribadian Anak Yang Baik Pola asuh terhadap anak sangat mempengaruhi kepribadian anak. Pola asuh yang baik yang dapat mendukung pembentukan kepribadian anak antara lain : a. Penanaman Pekerti Sejak Dini Orang tua dan keluarga adalah penanggung jawab pertama dan utama penanaman sopan santun dan budi pekerti bagi anak. Baru kemudian, proses penanaman akan dilanjutkan oleh guru dan mansyarakat. Ketiga unsur ini hendaknya bekerja sama secara harmonis. Sopan santun harus ditanamkan pada anak sedini mungkin. Sebab sopan santun dan tata karma adalah perwujudan dari jiwa yang berisi nilai moral. “untuk selanjutnya moral akan turut berkembang dengan yang lain dan akan dijadikan nilai sebagai pedoman dalam perilaku keseharian”, ujar Yaumil Achir.24 Penanaman nilai baik dan buruk sebaiknya dilakukan perlahanlahan, sesuai dengan tahap pertumbuhan anak, daya tangkap dan serap mentalnya. Ajarkan anak bersyukur setelah memperoleh sesuatu, ajarkan 23
G. Tembong Prasetya, Pola Pengasuhan Ideal, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003),
24
Ibid., hlm. 85.
hlm. 84.
33
kejujuran, sopan santun, mencintai sesama, memelihara, memperbaiki, dan lain-lain. b. Mendisiplinkan Anak Dengan penerapan disiplin pada anak sejak dini, akan menumbuhkan pribadi anak yang mandiri. Seorang anak akan belajar berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat, dan sebagai hasilnya anak dapat diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. Banyak orang tua yang tidak tahu apa yang harus dilakukannya ketika anak mulai melanggar aturan yang telah diterapkan bersama dalam keluarga. Yang terjadi kemudian adalah reaksi emosional yang akhirnya menimbulkan rasa bersalah orang tua. Pendekatan yang bisa digunakan orang tua adalah mengkombinasikan cinta dengan batasan-batasan yang telah disepakati bersama dalam keluarga. Prinsip disiplin harus dibuat sangat individual, sesuai kebutuhan masing-masing anak dan keluarga. c. Menyayangi anak secara wajar Bagi ayah dan ibu yang bekerja sepanjang hari, atau mempunyai aktivitas sosial/organasasi yang berlebihan, kebanyakan menitipkan anaknya kepada ibu pengganti. Itu bisa berarti nenek atau saudara orang tua sendiri atau menggaji perawat/pengasuh anak. Walaupun tidak menemaninya sepanjang hari, sikap dan perilaku orang tua dalam memberikan kasih sayang sebaiknya dilakukan secara wajar. Jangan memanjakan anak sebagai imbalan atas hilangnya waktu bersama anak akibat kesibukan orang tua. Apalagi memanjakan anak karena merasa
34
berdosa, karena meninggalkan anak seharian.25 d. Menghindari pemberian label “malas” pada anak Banyak orang tua yang acapkali memberi cap atau label “malas” kepada anaknya. Sebutan ini dapat merugikan anak sebab membuat anak kurang berusaha karena merasa upaya yang dilakukannya tidak akan diperhatikan. Bahkan anak akan berlaku sebagaimana diharapkan melalui label yang disandangnya itu. Label tersebut akan merusak pembangunan konsep diri anak yang dibentuk sejak masa kecil. Oleh karenanya, para orang tua hendaknya menghindari pemberian label “malas” kepada anaknya. Dengan label itu, anak akan merasa diperlakukan tidak adil menerima cap yang tidak pernah dikehendakinya.26 Hal penting yang harus dilakukan orang tua justru membangun semangat anak. Hal ini dapat dilakukan melalui kepercayaan yang diberikan pada anak melalui kegiatan yang unik serta mengandung tantangan atau dorongan lainnya. Sehingga anak menjadi individu yang mandiri. 5. Hati-hati dalam menghukum anak Hukuman yang diberikan orang tua kepada anak adalah hukuman yang dapat mendidik anak, bukan hukuman yang dapat membuat anak menjadi trauma. Asumsi bahwa tiap perilaku salah itu disengaja adalah tidak benar. Anak terkadang tidak mengerti apa yang telah dilakukannya itu perilaku yang benar atau salah. Hukuman juga perlu diberikan kepada 25 26
Ibid., hlm. 86. Hendra Surya, Op.Cit., hlm. 9.
35
anak, sehingga anak akan mengetahui perilaku yang telah dilakukannya itu benar atau salah.27 6. Pengaruh Pola Asuh terhadap Pembentukan Kepribadian Anak Anak prasekolah belajar cara berinteraksi dengan orang lain dengan mencontoh, berbagi dan menjadi teman baik. Mereka juga mempelajari sikap, nilai, prefensi pribadi dan beberapa kebiasaan dengan mengikuti contoh, termasuk cara mengenali dan menangani emosi mereka. Anak prasekolah belajar banyak dari perilaku mereka dengan mengamati dan meniru perilaku orang-orang di sekitar mereka.28 Keluarga adalah kelompok sosial pertama dengan siapa anak diidentifikasikan, anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok keluarga daripada dengan kelompok sosial lainnya. Anggota keluarga merupakan orang yang paling berarti dalam kehidupan anak selama tahun-tahun saat desas-desus kepribadian diletakkan, dan pengaruh keluarga jauh lebih luas dibandingkan pengaruh kepribadian lainnya, bahkan sekolahpun. Menurut Sujiono: Betapa besar pengaruh keluarga pada perkembangan kepribadian anak antara lain : a. Bila seorang anak hidup dengan kecaman, dia belajar mengutuk b. Bila dia hidup dalam permusuhan, dia belajar berkelahi c. Bila dia hidup dalam ketakutan, dia belajar menjadi penakut d. Bila dia hidup dikasihani, dia belajar mengasihi dirinya e. Bila dia hidup dalam toleransi, dia belajar bersabar f. Bila dia hidup dalam kecemburuan, dia belajar merasa bersalah g. Bila dia hidup diejek, dia belajar menjadi malu 27 28
Ibid., hlm. 10. Bambang dan Nurani Yuliani Sujiono, Op.Cit., hlm. 16.
36
h. i. j. k. l. m. o.
Bila dia hidup dipermalukan, dia belajar yakin akan dirinya Bila dia hidup dengan pujian, dia belajar menghargai Bila dia hidup dengan penerimaan, dia belajar menyukai dirinya Bila dia memperoleh pengakuan, dia belajar mempunyai tujuan Bila dia hidup dalam kebijakan, dia belajar menghargai keadilan Bila dia hidup dalam kejujuran, dia belajar menghargai kebenaran Bila dia hidup dalam suasana aman, dia belajar percaya akan dirinya dan orang lain.29
Pengaruh keluarga pada perkembangan kepribadian bergantung sampai batas tertentu pada tipe anak. Misalnya, seorang anak yang sehat akan sangat berbeda reaksinya terhadap perlindungan orang tua yang berlebihan dibandingkan dengan seorang anak yang sakit dan lemah.
B. Keluarga 1. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa. Keluarga dalam perspektif sosiologis, keluarga dalam arti luas meliputi semua pihak yang mempunyai hubungan darah atau keturunan, sedangkan dalam arti sempit, keluarga meliputi orang tua dan anak-anaknya.
29
Ibid., hlm. 17.
37
Termasuk dalam pengertian ini adalah keluarga kandung (biologis) yang hubungannya bersifat permanen.30 Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya. Dan hatinya yang suci adalah permata yang mahal. Apabila ia diajar dan dibiasakan pada kebaikan, maka ia akan tumbuh pada kebaikan itu dan akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tetapi, apabila dibiasakan untuk berbuat kejahatan dan dibiarkan seperti bintang-bintang, maka ia akan sengsara dan binasa. Cara memelihara anak yang baik adalah dengan mendidik dan mengajarkan akhlak yang mulia kepadanya.31 Keluarga sebagai pranata sosial, pertama dan utama, mempunyai arti paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan anggotanya dalam mencari makna kehidupannya. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, kesetiaan, kasih sayang, dan sebagainya. Dalam keluarga terletak dasar pendidikan, dimana dasar pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan ketatanan pergaulan yang berlaku didalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.32 Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga, dianggap sebagai tempat berkembangnya setiap individu, dimana keluarga merupakan sumber utama dari beberapa sumber-sumber yang lain dalam pendidikan moral seorang anak. Dalam
30 31
Fatah Yasin, Dimensi- Dimensi Pendidikan Islam, (UIN Malang Press, 2008), hlm 202 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, ( Semarang: Asy syifa ) jilid 1,
hlm 171 32
Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2008), hlm 66
38
keluarga itulah dinilai sebagai lapangan pertama dimana didalamnya seorang anak akan menemukan pengaruh-pengaruh dan unsur-unsur kebiasaan yang berlaku di masyarakat.33 Proses pendidikan dalamkeluarga secara primer tidak dilaksanakan secara pedagogik (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa pergaulan dan hubungan yang disengaja atau tidak disengaja, dan langsung maupun tidak langsung antara orang tua dan anak. Bagaimanapun wujud pergaulan dan hubungan tersebut, didalamnya terjalin dan berjalan pengaruh itu berdasarkan ikatan darah yang bersifat rohaniyah. Bahkan pengaruh yang tidak disengaja tersebut lebih penting dan berperan dibandingkan dengan pendidikan yang disengaja atau pendidikan yang diselenggarakan menurut rencana tertentu..34 Menurut Abu Ahmadi dalam bukunya sosiologi pendidikan. Dalam suatu keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus yaitu : 1) Universal, artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial. 2) Dasar Emosional, artinya rasa kasih sayang, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras. 3) Pengaruh Yang Normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk pribadi dari pada individu. 4) Besarnya Keluarga Yang Terbatas. 5) Kedudukan Yang Sentral Dalam Struktur Sosial 6) Bertanggung Jawab Kepada Para Anggota Keluarga. 7) Adanya Aturan-Aturan Sosial.
33 34
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rieneka Cipta 1995),hlm 241 Fatah Yasin, op.cit, hlm 207
39
Pendidikan dalam keluarga mempunyai pengaruh yang penting untuk mendidik anak. Hal tersebut mempunyai pengaruh yang positif dimana lingkungan keluarga memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Islam. Apabila dilingkungan keluarga mempunyai pengaruuh lingkungan negatif yaitu lingkungan yang menghalangi atau kurang menunjang kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini dan mengamalkan ajaran islam dalam keluarga hendaknya dapat direalisasikan tujuan pendidikan agama islam yang mempunyai tugas untuk merealisasikan itu adalah orang tua. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena di dalam keluarga inilah akan mendapatkan didikan dan bimbingan, juga dikatakan sebagai lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam lingkungan keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dilingkungan keluarga.35 2. Fungsi Keluarga Keluarga mengambil peran penting dalam kerangka pendidikan bagi anak muda, khususnya pada keluarga inti. Lebih luas lagi, keluarga memberikan kontribusi bagi kemajuan masyarakat. Hubungan dalam keluarga terjalin begitu erat. Manusia hidup diruang
publik dan ruang
domestik. Ruang publik merupakan kehidupan masyarakat pada umumnya. 35
hlm 109
Amin Dalen Idrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional 2003),
40
Ruang domestik merupakan ruang kehidupan keluarga. Di dalam membina dan mendidik anak dalam keluarga, individu harus memiliki keterampilan tertentu yaitu : Pertama, keluarga harus dibina secara harmonis. Meski keluarga itu hidup agak pas-pasan, kalau harmonis tentu kebahagiaan akan dirasakan. Kedua, mengikuti perubahan zaman, perubahan sejalan dengan perjalanan zaman. Pada zaman sekarang, makin banyak hal yang mempengaruhi kehidupan masyarakat kita termasuk keluarga secara sosial. Ketiga, selalu berprasangka baik, kita selalu berprasangka baik terus tertanam. Maka kita pun akan terlatih untuk senantiasa berfikir positif dan menjaga kebersihan diri. Keempat, sederhana hidup. Kelima, hidup keluarga harus menjadi lebih baik. Keluarga yang hanya mampu menyediakan materiil bagi anakanaknya, keperluan ini diperluakn oleh anak-anak dari alat-alat permainan sampai pada alat-alat sekolah dan pakaian. Semua kebutuhan materiil terpenuhi tetapi kebutuhan akan perhatian orang tuannya yang berupa kasih sayang tidak terpenuhi, sehingga akan menimbulkan ketidakseimbangan. Mungkin anak akan lari dari pergaulan bebas sebagai protes atas kurangnya kusih sayang. Hal ini terjadi misalnya bila kedua orang tuannya terlalu sibuk sehingga tidak sempat memperhatikan anak-anaknya. Jadi keluarga yang cukup memenuhi kebutuhan materiil belum menjamin perkembangan yang wajar bagi anak-anaknya. Sebaliknya, anak yang lahir dalam keluarga kurang mampu kebutuhan yang bersifat materiil tidak terpenuhi. Kalaupun terpenuhi
41
hanya secara minimal. Kedua orang tuannya bekerja keras agar kebutuhan keluarga terpenuhi bahkan anak-anaknya membantu pekerjaan orang tuannya. Jadi keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalm perkembangan anak, masing-masing memiliki segi positif dan segi negatif.36 Pola keluarga tentunya sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan anak, seperti keluarga inti, keluarga kecil (dengan tiga anak), keluarga dengan orang tua yang muda, keluarga dengan ibu yang bekerja, keluarga dengan orang tua asuh, keluarga angkat, keluarga antar ras, dan keluarga antar agama, adanya berbagai pola ini bisa memberikan warna yang berbeda bagi pendidikan anaknya. 3. Akhlak Dalam Keluarga Berbakti kepada kedua orang tua merupakan faktor utama diterimanya doa seseorang, juga merupakan amal saleh paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim. Oleh karena itu, perbuatan terpuji ini seiring dengan nilainilai kebaikan untuk selamanya dan dicintai oleh setiap orang sepanjang masa. Salah satu keutamaan berbuat baik kepada kedua orang tua, di samping melaksanakan ketaatan atas perintah Allah SWT adalah menghapus dosadosa besar.37 Dasar-dasar atau keharusan berbuat baik kepada orang tua adalah:
36 37
Abu Ahmadi, Op.Cit., hlm252-253 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPL, 2004), Cet VII, hlm 5.
42
Artinya : “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-NYA denagn suatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan membanggakan diri”. (Q.S.An-Nisa 4 :36) .
Allah SWT menghubungkan beribadah kepada-NYA dengan berbuat baik kepada orang tua menunjukan betapa mulianya kedudukan orang tua. Banyak cara untuk anak dapat mewujudkan birrul walidain tersebut, antara lain sebagai berikut : a. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan. Baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Tentu dengan satu catatan penting yaitu selama keinginan dan saran-saran sesuai dengan ajaran islam. apabila bertentangan atau tidak sejalan dengan ajaran islam, anak tidaklah punya kewajiban untuk mematuhinya. Bahkan harus menolaknya dengan cara yang baik, seraya berusaha meluruskannya. b. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa dinilai dengan apapun. Banyak cara untuk menunjukan rasa hormat kepada orang tua. Antara lain memanggilnya dengan panggilan yang
43
menunjukan hormat berbicara kepadanya dengan lemah lembut, tidak mengucapkan kata-kata kasar. c. Membantu ibu bapak secara fisik dan materiil. Misalnya sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua (terutama ibu) mengerjakan pekerjaan rumah, dan setelah berkeluarga atau bersiri sendiri membantu orang tua secara fungsional, baik untuk membeli pakaian, makanan, minuman, apa lagi untuk berobat. Rosulullah SAW.
juga menjelaskan bahwa orang tua (lebih-lebih ibu) harus
mendapatkan prioritas utama untuk dibantu dibandingkan dengan orang lain. d. Mendoakan ibu bapak semoga diberi oleh Allah SWT
keampunan,
rahmat dan nilai-nilai sebagainya. e. Setelah orang tua meninggal dunia, birrul walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain : 1) Menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya. 2) Melunasi hutang-hutangnya. 3) Melaksanakan wasiatnya. 4) Meneruskan silahturahmi yang dibinanya di waktu hidup 5) Memuliakan sahabat-sahabatnya. 6) Mendoakannya.38
38
Ibid. hlm. 125.
44
4. Hak, Kewajiban dan Kasih Sayang Suami Isteri Dalam Islam seseorang dapat memahami hak dan kewajibanya masingmasing dalm berumah tangga. Sehingga bila suami isteri masing-masing memahami tujuan dan hikmah pernikahan serta mengerti dan mau menjalankan hak dan kewajiban mereka masing-masing, maka keluarga tersebut akan menjadi keluarga yang harmonis, segala sesuatu berjalan lancar, dan tentu saja pada akhirnya akan membuahkan ketentraman. Hak-hak tersebut sebagai berikut: a. Hak Tamattu Badani Salah satu hikmah perkawinan adalah pasangan suami isteri satu sama lain dapat saling menikmati hubungan seksual yang halal, bahkan berpahala. Islam memang mengakui bahwa setiap manusia normal membutuhkan penyaluran nafsu birahi terhadap lawan jenisnya. Islam tidak memerangi nafsu tersebut tetapi juga tidak membiarkanya lepas tanpa kendali. Islam mengatur penyalurannya secara halal dan baik melalui ikatan perkawinan. Karena sifatnya hak bersama, tentu juga sekaligus menjadi kewajiban bersama. Artinya hubungan seksual bukanlah semata kewajiban suami dan isteri, tetapi juga kewajiban isteri kepada suami. Suami tidak boleh mengabaikan kewajiban ini sebagimana isteri tidak boleh menolak keinginan suami. b. Hak Saling Mewarisi Hubungan saling mewarisi terjadi karena dua sebab yaitu ; pertama karena hubungan darah, kedua karena hubungan perkawinan.
45
Dalam hubungan perkawinan ini yang mendapat warisan hanyalah pasangan suami isteri. Suami mewarisi isteri, dan isteri mewarisi suami. Hubungan saling mewarisi hanya berlaku dalam perkawinan yang sah menurut syari’at islam dan sesama muslim. Bila perkawinannya tidak sah, atau salah satu seorang tidak muslim baik dari awal atau tengah-tengah perkawinan maka haknya batal. c. Hak Nasab Anak Anak yang dilahirkan dalam hubungan perkawinan adalah anak berdua, walaupun secara formal islam mengajarkan supaya anak dinasabkan kepada bapaknya, sehingga seorang anak disebut fulan ibn fulan. Apapun yang terjadi kemudian (misalnya perceraian) status anak tetap anak berdua. Masing-masing tidak dapat mengklaim lebih berhak terhadap anak tersebut, walaupun pengadilan dapat memilih dengan siapa anak ikut. Perlu juga diingatkan di sini bahwa penisbahan seorang anak kepada bapaknya secara formal tetap berlaku sekalipun bagi anak perempuan setelah menikah. Anak perempuan kalau sudah menikah tidak diajarkan oleh islam untuk menisbahkan dirinya kepada suami sebagaimana yang menjadi tradisi sebagian masyarakat.39
39
Ibid., hlm 163-164