BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENJUAL MINUMAN BERALKOHOL TANPA IZIN DI PERDA TOBASA NOMOR 35 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT MENJUAL MINUMAN BERALKOHOL
A. Pengaturan Pidana Denda Dalam KUHP Pasal 10 KUHP, menyebutkan bahwa hukuman pokok terdiri dari: 1. Hukuman Mati 2. Hukuman Penjara 3. Hukuman Kurungan 4. Hukuman Denda Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua dari pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda terdapat pada setiap masyarakat, termasuk masyarakat primitif, walaupun bentuknya bersifat primitif pula.
Negara Indonesia sendiri mengenal denda ini telah ada sejak zaman
Majapahit dan mayarakat tradisional lainnya. 37 Pengaturan pidana denda diatur dalam Pasal 30 KUHP yang menyebutkan sebagai berikut: 1) Banyaknya denda sekurang kurangnya dua puluh lima sen; 2) Jika dijatuhkan hukuman denda, dan denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman kurungan;
37
Andi Hamzah, Sistem pidana dan pemidanaan indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, halaman 53.
Universitas Sumatera Utara
3) Lamanya hukuman kurungan pengganti itu sekurang-kurangnya 1 hari dan selama-lamanya 6 (enam) bulan; 4) Dalam keputusan hakim ditentukan, bahwa bagi denda setengah rupiah atau kurang, lamanya hukuman kurungan pengganti denda itu 1 (satu) hari, bagi denda yang lebih besar daripada itu, maka tiap-tiap setengah rupiah diganti tidak lebih dari pada 1 (satu) hari, dan bagi sisanya yang tidak cukup setengah rupiah, lamanya pun satu hari; 5) Hukuman kurungan itu dapat dijatuhkan selama-lamanya 8 (delapan) bulan, dalam hal mana denda maksimum itu dinaikkan, karena beberapam kejahatan yang dilakukan, karena berulang melakukan kejahatan atau lantaran hal-hal yang ditentukan dalam pasal 52; 6) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 8 (delapan) bulan. Pembuat undang-undang tidak menentukan suatu batas maksimun yang umun pada pidana denda, namun setiap pasal-pasal dalam KUHP yang bersangkutan ditentukan batas maksimum (yang khusus) pidana denda yang dapat dijatuhkan oleh Hakim. Jumlah pidana denda baik dalam KUHP maupun dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tidak sesuai dengan sifat tindak pidana sekarang ini. Jumlah pidana denda menjadi terlalu ringan jika dibandingkan dengan nilai mata uang pada sekarang ini, sehingga jumlah-jumlah itu perlu diperbesar/dipertinggi. Berdasarkan hal itu maka diundangkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960 yang diatur dalam Pasal (1) ayat (1) yang menyatakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
Tiap jumlah pidana denda yang diancamkan, baik dalam Kitap Undangundang Hukum Pidana, sebagaimana beberapa kali telah ditambah dan dirubah dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 1), maupun dalam ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945, sebagaimana telah diubah sebelum hari berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini harus dibaca dengan mata uang rupiah dan dilipatgandakan menjadi lima belas lipat. Berdasakan ketentuan diatas maka denda yang tertinggi yang diancamkan dalam KUHP terdapat dalam pasal 403 yang dahulunya sebesar Rp.10.000,sekarng menjadi Rp.150.000.-38
Pasal (1) ayat (2) Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960 juga menentukan bahwa: Ketentuan dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap jumlah pidana denda dalam ketentuan-ketentuan tindak pidana yang telah dimaksudkan dalam tindak pidana ekonomi. Ketentuan diatas berbeda halnya dengan batas maksimun umum pidana denda, maka KUHP satu batas minimum yang umum denda pidana, yaitu 25 (dua puluh lima) sen, sebagaimana yang diatur yang dalam Pasal 30 ayat (1). Mengingat Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960, maka batas minimum yang umum denda sekarang menjadi 15 x 25=Rp 3,75 (tiga rupiah tujuh puluh lima sen). 39 Berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (2) jika pidana denda tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan.
Lamanya pidana kurungan
pengganti denda ditentukan dalam kasus demi kasus dalam putusan hakim, pada umumnya minimal (1) satu hari atau maksimum 6 (enam) bulan dalam Pasal 30 ayat (3) KUHP. Maksimum ini dapat dinaikkan menjadi 8 (delapan) bulan dalam 38
Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Sistem Pidana dalam KUHP dan Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru, USU Press, Medan, 2010, halaman 80. 39 Niniek Suparmi, Op.cit., halaman 51.
Universitas Sumatera Utara
hal gabungan (concursus), residivis dan delik jabatan menurut Pasal 52 dan bis (Pasal 30 ayat 5 KUHP) Berdasarkan ketentuan Pasal 30 KUHP tersebut, pidana denda dalam KUHP adalah hanya berbentuk uang dan tidak boleh berbentuk barang. Denda yang tidak dibayar oleh terpidana baik kerena ketidakmampuan atau ketidakmauannya, maka pidana denda itu dapat diganti kedalam pidana kurungan yang disebut dengan hukuman subsider atau pengganti. 40 Menurut Pasal 31 KUHP, bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana denda dapat menjalani pidana kurungan sebagai pengganti. Para pelaku tindak pidana jika merasa tidak mampu membayar denda dan seandainya dendanya dibayar dan sisanya tidak, maka kurungan sebagai pengganti dikurang secara seimbang. Menjatuhkan hukuman denda hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan kekuatan ekonomi sipelanggar, jika sipelanggar ada tanda-tanda insyaf dalam kesalahanya atau atas dasar pertimbangan Hakim dalam hal-hal yang dapat meringankan. 41 Pola pidana denda sebagaimana diatur dalam KUHP tidak mengenal minimum khusus dan maksimum umum. Pola yang ditetapkan oleh KUHP adalah minimum umum dan maksimum khusus.
Sistem penetapan jumlah ancaman
pidana seperti yang tertuang dalam KUHP ini disebut dengan istilah sistem maksimum atau menurut istilah Colin Howard 42 disebut dengan istilah sistem indefinite, atau yang lebih dikenal dengan sistim tradisional-absolut. 40 41
Sistem
Yesmil Anwar dan Adang, Op.cit.,halaman 167. P.A.F.Lamintang, Hukum Penitensir Diindonesia, Amico, Bandung 1984, halaman
147. 42
Collin Howard, An Analisis of Sentencing Outhority dalam P.R Clazebrook (ed). Reshaping The Criminal Law. steven &sons, Ltd, London , 1987. halaman 407.
Universitas Sumatera Utara
maksimum (sistem indefinite) adalah penetapan maksimum pidana untuk tiap tindak pidana.
Sistem ini dapat juga disebut dengan sistem atau pendekatan
tradisional atau dalam KUHP berbagai negara sistem ini disebut dengan sistem absolut. Secara umum sistem ini berarti bahwa setiap tindak pidana ditetapkan bobot atau kualitasnya sendiri-sendiri yaitu dengan menetapkan ancaman pidana maksimum. Keuntungan dari sistem ini adalah: 1) Dapat menunjukkan keseriusan; 2) Memberikan flesiblitas dan direksi kepada kekuasaan pemidanaan; 3) Melindungi kepentingan pelanggar itu sendiri dengan menetapkan batasbatas kebebasan dari kekuasaan pemidanaan. 43 Menurut Collin Howard 44 bahwa disamping adanya keuntungan dalam menetapkan nilai maksimum yang diterapkan pada pelaku tindak pidana yang diatur dalam KUHP namun sistem maksimum juga memiliki kelemahan, yaitu: 1) Dengan dianutnya sistem maksimum, akan membawa konsekuensi yang cukup sulit dalam menetapkan maksimum khusus untuk tiap-tiap tindak pidana; 2) Dalam setiap kriminalitas setiap pembentuk undang-undang selalu dihadapkan pada masalah pemberian bobot dengan menetapkan kualifikasi ancaman pidana maksimumnya; 3) Dalam menetapkan maksimum pidana untuk menunjukkan tingkat keseriusan atau kualitas dari tindak pidana, bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana; 43
Yesmili Anwar dan Adang , Op. Cit., halaman 144.
44
Op.cit., halaman 409.
Universitas Sumatera Utara
4) Untuk mengatasi semua itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai urutan tingkat atau gradasi nilai dari norma-norma sentral masyarakat dan kepentingan hukum yang akan dilindungi. 45 Kedudukan pidana denda dalam sistem KUHP yang berlaku sekarang, terdapat kelemahan yang terkandung didalam pidana itu sendiri. Menurut Niniek Suparmi menyebutkan bahwa kelemahan-kelemahan pidana denda tersebut adalah: 1) Bahwa pidana denda ini dapat membayar atau ditanggung oleh pihak ketiga (majikan, suami atau istri, orang tua, teman/kenalan baik, dan lainnya) sehingga pidana yang dijatuhkan tidak secara langsung dirasakan oleh terpidan sendiri. Hal mana membawa akibat tidak tercapainya sifat dan tujuan pemidanaan untuk membina sipembuat tindak pidana agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, serta mendidik sipembuat tindak pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatnnya; 2) Bahwa pidana denda juga dapat
membebani pihak ketiga yang tidak
bersalah, dalam arti pihak ketiga dipaksa turut merasakan pidaan tersebut, misalnya uang yang dialokasikan bagi pidana denda yang dijatuhkan pada kepala rumah tangga yang melakukan kesalahan mengemudi karena mabuk, akan menciutkan anggaran rumah tangga yang bersangkutan; 3) Bahwa pidana denda itu akan menguntungkan bagi orang-orang yang mampu, karena bagi mereka yang tidak mampu maka besarnya pidana denda tetap merupakan beban atau masalah, sehingga mereka cendrung
45
Ibid., halaman 155-156.
Universitas Sumatera Utara
untuk menerima jenis pidana yang lain yaitu pidana perampasan kemerdekaan; 4) Bahwa terdapat kesulitan dalam pelaksanaan penagihan utang denda oleh jaksa selaku exsekutor, terutama bagi terpidana yang tidak ditahan atau tidak berada dalam penjara. Disatu pihak dapat diadakan upaya paksa dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar terpidana membayar denda dengan memberikan wewenang kepada Jaksa selaku eksekutor, untuk melelang barang yang disita, dan kalau barang yang disita tidak ada baru diterapkan pidana pengganti denda. 46 Pidana denda yang diterapkan pada pelaku tindak pidana yang mempunyai kelememah-kelemahan tetapi juga mempunyai keuntungan.
Menurut Jam
Remmelink menyebutkan keuntungan dari pidana denda yaitu: 1. Pidana denda tidak hampir tidak menyebabkan stigmitisasi; 2. Terpidana tidak dicerabut dari lingkungan keluarga atau kehidupan sosialnya; 3. Pada umunnya terpidana tidak akan kehilangan pekerjaannya; 4. Pidana denda dengan mudah dapat dibayar (bila perlu dengan cara angsuran); 5. Sekalipun lebih kecil ketimbang ancaman penjatuhan pidana badan, darinya juga muncul daya kerja prevesi umum; 6. Negara pun tidak menderita kerugian dari penjatuhan pidana denda. 47
46
Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2010, halaman 150. 47 Jam Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, halaman 235.
Universitas Sumatera Utara
Pidana denda terbesar yang dicantumkan di dalam KUHP tercantum dalam pasal 303 ayat (1) yang setelah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang : penertiban perjudian, yang menjadi sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974
menyebutkan sebagai berikut: 1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) kitab undangundang hukum pidana, dari hukuman penjara selama-lamanaya 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 90.000 (sembilan puluh ribu rupiah) menjadi hukuman penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah); 2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitap Undang Undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah); 3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat 2 Kitab Undangundang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya denda 6 (enam) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah); 4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis. Pasal 82 ayat (1) mengatur sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
“kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam denda saja menjadi hapus, kalau dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturanaturan umum dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya. Ketentuan pembayaran denda maksimum untuk tindak pidana pelanggaran sebagaiman yang diatur dalam Pasal 82 KUHP dikenal juga lembaga hukum afkoof (penembusan) atau sering juga disebut dengan schikking (perdamaian). 48 Pejabat yang dimaksud didalam Pasal 82 ayat (1) KUHP itu adalah jaksa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 82, orang-orang yang telah diancam dengan pidana pokok berupa pidana denda saja, setiap waktu mereka dapat membebaskan diri mereka dari kemungkinan dituntut, maupun setelah mereka itu dituntut didepan pengadilan.
Orang-orang memebebaskan diri dari tuntutan dengan cara
membayar uang denda tertinggi yang telah diancamkan bagi pelanggaranpelanggaran yang telah mereka lakukan, dan ditambah dengan biaya-biaya perkara. Mereka yang telah dimulai dituntut didepan pengadilan, apabila para pelanggar itu secara sukarela, telah membayar uang denda tertinggi kepada Jaksa bagi pelanggaran-pelanggaran yang telah mereka lakukan, dengan sendirinya Jaksa juga tidak akan menuntut mereka didepan pengadilan. dan apabila mereka itu tidak dituntut didepan pangadilan, dengan sendirinya mereka juga tidak perlu menghadapi ke sidang pengadilan. Pasal 82 ayat (1) KUHP meneyebutkan, bahwa tenggang waktu untuk membayar lunas uang denda tertinggi yang telah diancamkan bagi sesuatu 48
Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas di Penegoro, Semarang, 1984, halaman 63.
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran itu ditetapkan oleh jaksa. Tenggang waktu yang ditetapkan oleh jaksa untuk membayar lunas uang denda tertinggi, tidak selalu harus berakhir sebelum dimulainya suatu sidang pengadilan. Seorang pelanggar apabila telah datang kepada seorang jaksa untuk menyatakan kesanggupannya untuk membayar lunas uang denda tertinggi bagi pelanggaran yang telah dilakukan, dan jaksa telah memberikan kesempatan kepadanya untuk membayar lunas uang denda tertingi itu dalam satu bulan, maka ini tidak berarti bahwa jaksa tidak boleh melimpahkan perkaranya kepengadilan sebelum tenggang waktu untuk membayar denda yang telah ia tetapkan itu berakhir. 49 Pidana
denda dalam konsep
KUHP
Tahun 2008
masih
tetap
dipertahankan, hal ini karena pidana denda sebagai salah satu sarana dalam politik kriminil dipandang tidak kalah efektif jika dibandingkan dengan jenis pidana lainnya. Satuan terkecil pidana denda sebagaimana diatur didalam Pasal 80 ayat (2) konsep KUHP baru yaitu sebesar Rp.15.000 (lima belas ribu rupiah) ditetapkan berdasarkan kepada jumlah upah “maksimum harian”. Sistem pidana denda sebagaimana diatur didalam konsep KUHP baru, sistem pidana umum khusus yang selama ini tidak dikenal dalam KUHP. Menurut Barda Nawawi Arief, dianutnya pidana minimum khusus ini didasarkan pada pokok pemikiran sebagai berikut; 50 1. Guna menghindari adanya disparatis pidana yang sangat mencolok untuk delik-delik yang secara hakiki berbeda kualitasnya.
49
P.A.F Lamintang, Op. Cit., halaman 82. Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2003, halaman 138. 50
Universitas Sumatera Utara
2. Lebih mengefektifkan pengaruh prevensi generasi (pencegahan umum) khususnya
bagi delik-delik
yang
dipandang
membahayakan dan
meresahkan masyarakat 3. Dianalogkan dengan pemikiran bahwa apabila pemikiran dalam hal-hal tertentu maksimum pidana (umum dan khusus) dapat diperberat, minimum pidana hendaknya dapat diperberat dalam hal-hal tetentu. Konsep KUHP baru Tahun 2008 ancaman pidana denda dirumuskan dengan menggunakan sistem kategori.
Sistem ini dimaksudkan agar dalam
perumusan tindak pidana tidak perlu disebutkan suatu jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk kategori denda tertentu sebagaimana yang ditentukan dalam buku kesatu. Dasar pemikiran penggunaan sistem kategori ini adalah bahwa pidana denda termasuk jenis pidana yang relatif lebih sering berubah nilainya kerena perkembangan nilai mata uang. Sistem kategori akan lebih mudah dilakukan perubahan dan penyesuaian, sebab yang diubah tidak seluruh ancaman pidana denda yang terdapat dalam perumusan tindak pidana, melainkan cukup mengubah pasal yang mengatur kategori denda dalam buku kesatu. Penjelasan dalam Pasal 80 konsep KUHP disebutkan, bahwa pidana denda dirumuskan secara kategoris. Perumusan secara kategoris ini dimaksudkan agar: 1) Diperoleh pola yang jelas tentang maksimum denda yang dicantumkan untuk berbagai tindak pidana dan; 2) Lebih mudah melakukan penyesuaian, apabila terjadi perubahan ekonomi dan moneter.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 80 konsep KUHP baru menentukan sebagai berikut : 1) Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan 2) Jika tidak ditentukan minimum khusus maka pidana denda paling sedikit Rp 15.000 (lima belas ribu) 3) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori yaitu: a) Kategori I Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah); b) Kategori II Rp. 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah); c) Kategori III Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah); d) Kategori IV Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah); e) Katergori V Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah); f) Kategori VI Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah); 4) Pidana denda paling banyak untuk korporasi lebih tinggi berikutnya 5) Pidana denda paling banyak untuk korporasi yang melakukan tindak pidana diancam dengan: a. Pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun adalah pidana denda kategori V; b. Pidana denda paling sedikit untuk koorporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah pidana kategori IV; 6) Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun adalah pidana denda kategori VI; 7) Dalam hal terjadi perubahan nilai mata uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini akan disajikan pasal-pasal lainnya didalam konsep KUHP Tahun 2008 yang mengatur tentang pidana denda, sebagai berikut: Pasal 81 1) Dalam penjatuhan pidana denda, wajib dipertimbangkan kemampuan pidana; 2) Dalam menilai kemampuan terpidana, wajib dipertimbangan apa yang dapat dibelanjakan oleh terpidana sehubung dengan keadaan pribadi dan kemasyarakatannya; 3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi untuk tetap diterapkan untuk tindak pidana tertentu.. pasal 82 1) Pidana denda dapat dibayarkan dengan cara mencicil dalam tenggang waktu sesuai dengan putusan hakim; 2) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dibayar penuh dalam tenggang waktu yang ditetapkan, maka untuk pidana denda yang tidak dibayar tersebut dapat diambil dari kekayaan atau pendapatan terpidana. pasal 83 1) Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak memungkinkan, maka pidana pidana denda ynag tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana kerja sosial, pidana pengawasan, atau pidana penjara, dengan ketentuan pidana pidana denda tersebut tidak melebihi pidana kategori (I)
Universitas Sumatera Utara
2) Lamanya pidana pengganti sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a) Untuk
pidana
kerja
sosial
pengganti,
berlaku
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) dan ayat ( 4); b) Untuk pidana pengawasan, paling singkat (1) bulan dan paling lama (1) tahun; c) Untuk pidana penjara pengganti, paling singkat (1) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat dipererat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan jika ada pemberatan pidana denda karena pembarengan atau karena adanya faktor pemberatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134; 3) Perhitungan lamanya pidana pengganti didasarkan pada ukuran, untuk setiap pidana denda Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah) atau kurang disepadankan dengan: a) 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; b) 1 (satu) hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti. 4) Jika setelah menjalani pidana pengganti, sebagaian pidana denda dibayar, maka lamanya pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan sebagaimana ketentuan pada ayat (3). Pasal 84 a) Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak dapat dilakukan, maka untuk pidana denda diatas kategori I yang tidak dibayar diganti dengan penjara paling lama sebagaimana yang dicantumkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
b) Ketentuan Pasal 83 ayat 4 berlaku untuk pasal ini sepanjang mengenai pidana penjara pengganti Pasal 85 Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak dapat dilakukan, maka untuk korporasi dikenakan pidana pengganti berupa pencabutan izin usaha atau pembubaran koorporasi Pidana denda yang diterapkan pada pelaku tindak pidana diharapkan dapat memberikan pengaruh yang sigitifikan kepada pelaku tindak pidana dan dapat mencegah individu lainnya untuk melakukan tindak pidana. Mengingat sanksi pidana denda materil yang sangat besar akan dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana jika melakukan tindak pidana, sehingga kenikmatan dan kepuasan yang diperoleh pelaku pidana dari hasil kejahatan yang dilakukan dapat dihapus atau dihilangkan, karena nilai denda yang dijatuhkan tidak seimbang dengan tindak pidana yang dilakukan. 51 B. Pengaturan Pidana Menjual Minuman Beralkohol di KUHP Pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol diatur dalam Pasal 300 ayat (1) angka (1), Pasal 537, dan Pasal 538 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 1. Pasal 300 ayat (1) angka (1) KUHP berbunyi sebagai berikut: (1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 4.500 : (a) Barang siapa dengan sengaja menjual atau menyuruh minum minuman yang memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan nyata mabuk
51
Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Op.cit., halaman 86-92.
Universitas Sumatera Utara
Simons 52 berpendapat bahwa ketentuan yang diatur dalam pasal 300 KUHP merupakan salah satu tindak pidana yang sifatnya harus dipandang sebagai tindakan pidana yang membahayakan bagi nyawa dan kesehatan. Van Bammelen dan Van Hanttun53 berpendapat bahwa tindak pidana yang dimasudkan dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 300 KUHP lebih tepat digolongkan dalam pengertian delik-delik yang dapat menimbulkan bahaya, karena adanya bahaya yang ditimbulkan oleh minum minuman yang sifatnya memabukkan bagi orang-orang yang meminumnya . Berdasarkan ketentuan Pasal 300 ayat (1) angka (1), dapat dikemukakan beberapa rumusan yaitu; 1. Unsur subjekitf : dengan sengaja. Kesengajaan dalam tindak pidana ini artinya: a) Pembuat menghendaki untuk melakukan perbuatan menjual dan atau memeberikan; b) Pembuat mengetahui bahwa yang diberikan itu adalah suatu minuman yang memabukkan; c) Pembuat menyadari dan mengetahui bahwa orang yang dijuali atau yang diberi itu adalah orang yang telah nyata mabuk; 2. Unsur objektif : menjual, memberikan minuman yang memabukkan kepada sesorang yang telah kelihatan mabuk.
52
Simons, Leerboek Van Het Nederlandse Strafrecht II, P. Noordhoff N.V Groningen, Batavia, 1941, halaman 34. 53 Van Bemmelen dan Van Hanttum, Hand-en Leerboek Het Nederlandse Strafrecht II, D. Brouwer en Zoon, Arnehem, Martinus Nijhoff, Gravenhage, 1954, halaman 442.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan menjual hanya terjadi dalam hal perbuatan hukum jual beli. Perbuatan hukum jual beli adalah suatu perjanjian yang terjadi antara dua pihak, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda, dan pihak yang lain membayar haraga yang telah dijanjikan. Perbuatan hukum jual beli ini ada dua perbuatan
pertama: berupa perbuatan menjual yang
dilakukan oleh sipemilik benda, kedua: adalah membeli yang dilakukan pihak pembeli.
Pelaku kejahatan dalam ketentuan Pasal 300 ayat (1) angka (1),
pemuatnya adalah sipenjual, yang melakukan perbuatan menjual sehingga dibebani tanggung jawab pidana dalam kejahatan yang dilakukan. 54 Objek benda yang dijual atau yang diberikan oleh sipembuat adalah minuman yang memabukkan. Minuman yang memabukkan adalah benda cair yang jika diminum dapat memabukkan orang. Minuman yang memabukkan ini harus dijual atau diserahkan pada orang yang kelihatan mabuk.
Orang yang
kelihatan mabuk itu mempunyai ciri-ciri antara lain: 1.
Nafasanya berbau alkohol
2.
Muka dan matanya merah
3.
Kedip matanya jarang dan merawang
4.
Sikapnya diam atau malah banyak bicara tidak teratur. 55
2. Pasal 537 KUHP Pasal 537 KUHP berbunyi sebagai berikut:
54
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan , PT Grafindo Persada, Jakarta, 2005, halaman 138-139 55 http://www.google.co.id/search?client=firefoxa&rls=org.mozilla%3AenUS%3Aofficial &channel=s&hl=id&source=hp&q=latar+belakang+penerapan+pidana+denda+terhadap+penjual+ minuman+beralkohol+tanpa+izin&meta=&btnG=Penelusuran+Google diakses tanggal 20 Februari 2011 pukul 15.00 wib
Universitas Sumatera Utara
Barang siapa diluar kantin tentara menjual atau memberikan minuman keras atau memberikan minuman keras atau arak kepada anggota Tentara Nasional Indonesia dibawah pangkat Letnan atau kepada istrinya, anaknya atau pelayannya, diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima ratus rupiah Berdasarkan rumusan Pasal 537 KUHP maka dapat dikemukakan beberapa rumusan yaitu: 1.
Perbuatan : menjual, memberikan
2.
Obyek : minuman keras atau arak
3.
Diluar kantin tentara
4.
Kepada : anggota TNI berpangkat dibawah Letnan, istrinya, anaknya, pelayannya 56. Pengertian anggota TNI dalam Pasal 537 hanya mencakup anggota TNI
Angkatan Darat, Laut dan Udara dan tidak termasuk anggota kepolisian. Anggota TNI ini harus berpangkat dibawah letnan artinya Anggota TNI golongan Bintara dan Tamtama. Perbuatan menjual dan memberikan itu harus dilakukan diluar kantin tentara.
Larangan ini tidak berlaku jika pembuat menjual dan atau
memberikan minuman keras itu didalam kantin tentara. Larangan menjual atau memberikan minuman keras tidak hanya berlaku kepada anggota tentara tetapi juga kepada isti, anak, pelayan tentara. 57 3. Pasal 538 KUHP Pasal 538 KUHP berbunyi sebagai berikut: Penjual atau wakilnya yang menjual minuman keras yang dalam menjalankan pekerjaan memberikan atau menjual minuman keras atau arak kepada seorang anak dibawah enam belas tahun, diancam dengan pidana 56
Adami chazawi, Op.cit., halaman 150. R.Soesilo, KUHP Serta Kontar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1995, halaman 344. 57
Universitas Sumatera Utara
kurungan paling lama tiga minggu atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. Berdasarkan Pasal 538 KUHP dapat dikemukakan beberapa rumusan: 1.
Pembuat : penjual atau wakilnya
2.
Yang dalam menjalankan pekerjaan menjual minuman keras
3.
Perbutan : memberi, menjual
4.
Obyek : minuman keras atau tuak
5.
Kepada anak yang belum berumur 16 tahun Pelanggaran terhadap Pasal 538 KUHP, yang harus dibuktikan adalah
kualitas pribadi orang membuat/melakukan.
Kualitas pribadi pembuat ialah
pertama: orang yang pekerjaannya menjual minuman beralkohol dan, kedua: wakilnya.
Ketentuan Pasal 538 KUHP yang dilarang adalah penjual atau
wakilnya dalam menjalankan pekerjaannya itu menjual atau memberikan minuman keras kepada anak bibawah umur enam belas tahun. Seseorang yang pekerjaannya bukan menjual minuman keras, menjual minuman keras kepada anak yang umurnya belum enam belas tahun dan kemudian anak itu mabuk, penjual tersebut tidak terkena pasal ini tetapi terkena Pasal 300 KUHP, akan tetapi jika tidak sampai mabuk penjual itu tidak terkena Pasal 538 maupun Pasal 300 KUHP. 58 Perbuatan menjual dengan memberikan terdapat persamaan. Persamaan antara perbuatan itu terletak pada perbuatan pengalihan kekuasaan atas minuman keras, yang semula berada dipenjual kemudian beralih kedalam kekuasaan sipembeli (dari perbuatan menjual) atau sipenerima (dari perbutan memberi). 58
P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Kesopanan, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2009, halaman 371.
Universitas Sumatera Utara
Pengalihan kekuasaan atas minuman keras itu terkandung maksud yang sama, yakni untuk dimiliki sehingga dengan maksud demikian minuman keras itu dapat diminum atau digunakan sesuai peruntukkan oleh orang yang membeli dan orang yang menerima. Perbuatan menjual dengan memberi mempunya perbedaan, disisi pihak pembeli menyerahkan sejumlah uang sebagai pembayaran harga minuman keras yang dibeli, sedangkan pada perbuatan memberi tidak diperlukan syarat dengan pembayaran sejumlah harga. Anak yang belum berumur enam belas tahun adalah berupa unsur objektif dalam Pasal 538 ini tidak ada hubungan unsur batin pembuat dengan unsur belum berumur enam belas tahun.
Tujuan dari Pasal 538 adalah untuk melindungi
kepentingan hukum anak-anak dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak jiwa anak yang disebabkan pengaruh buruk dari minuman keras. 59 C.Pengaturan Pidana Menjual Minuman Beralkohol di Perda Tobasa No 35 Tahun 1999 Tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol Pengaturan tindak pidana dalam Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 25 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak empat kali jumlah retribusi yang tertuang; Ketentuan Pasal 25 ayat (1) Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 maka bagi seseorang atau badan yang tidak membayar wajib retribusi sehingga merugikan keuangan daerah maka akan diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam ) bulan atau denda paling banyak empat kali jumlah retribusi yang tertuang.
59
Adami Chazawi, Op. cit., halaman 152-153.
Universitas Sumatera Utara
Wajib retribusi yang dimaksud diatas adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu. 60 Rumusan ketentuan Pasal 25 Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 yang mengatur tentang tindak pidana dan sanksi terhadap pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol, beberapa hal yang dapat dikemukakan adalah; 1.
Uusur-unsur yang terdapat dalam Pasal 25 Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 a. Unsur subjektif yaitu pihak (pribadi atau badan hukum) yang tidak melakukan kewajiban membayar retribusi izin tempat menjual minuman beralkohol. Setiap orang yang hendak menjual minuman beralkohol harus mendapat izin tempat menjual minuman beralkohol dengan melakukan membayar retribusi. b. Unsur objektif yaitu tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi dan akibatnya merugikan keuangan daerah.
Kewajiban tersebut selain
menambah keuangan daerah, juga lebih menjamin penjualan minuman beralkohol karena penjualan minuman beralkohol mempunyai izin dan kegiatan tersebut sehingga dinyatakan sah atau legal. 2.
Sanksi pidana yang diancamkan kepada pelaku tindak pidana yang tidak membayar retribusi izin tempat menjual minuman beralkohol. Sifat pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana dalam perda tobasa adalah
pidana secara alternatif yaitu hakim harus memilih salah satu saja, 61 hal itu juga 60
Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi izin tempat menjual minuman beralkohol,Op. Cit., halaman 1-7.
Universitas Sumatera Utara
dikarena terdapatnya kata ”atau” yang merupakan landasan bagi hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara kepada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin yaitu” a) Pidana kurungan atau b) Pidana denda 3.
Kualitas sanksi pidana yang diancamkan pada pelaku dengan kualitas kerugian yang ditimbulkan. Melalui judul sub bab ini, yang dipersolakan adalah apakah kualitas sanksi
yang dirumuskan dan ditetapkan dalam Pasal 25 perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 telah sesuai dengan akibat yang ditimbulkan. Perumusan jumlah denda yang harus dibayar dan lamanya sipelaku harus menjalani pidana kurungan, tidak dipungkiri bahwa pembuat undang-undang berpatokan pada nilai uang yang ada pada saat Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 itu ditetapkan. Dewasa ini jelas bahwa nilai denda yang terdapat dalam Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dilihat dari perkembangan nilai mata uang sekarang ini, oleh sebab itu sudah selayaknya pemerintah untuk melakukan perubahan ketentuan pidana yang terdapat dalam Perda Tobasa tersebut. 4.
Penerapan sanksi pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol Hukuman yang diancamkan terhadap penjualan minuman beralkohol tanpa
izin yaitu hukuman badan atau hukuman denda. Hukuman badan atau hukuman denda merupakan hukuman pokok yang memegang peranan penting dan posisi terpenting. Secara kualitas tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin
61
Mohamnad Eka Putra dan Abul Khair, Op. cit., halaman 16.
Universitas Sumatera Utara
tidak hanya merugikan keuangan daerah tetapi juga menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat, dimana dampak dari minum minuman beralkohol adalah seperti: 62 a) Pengaruh langsung setelah minum 1. Kehilangan kesimbangan tubuh 2. Pusing, merasa gembira, kulit menjadi merah 3. Perasaan ingatan menjadi tumpul. 4. Dalam dosis tinggi menjadi mabuk, tindakan tidak terkontrol, dan kendali diri berkurang b) Pengaruh pada sistem pernapasan Denyut jantung dan pernapasan lambat c) Pada sistem pencernaan 1. Selera makan hilang dan kekurangan makan 2. Peradangan hati 3. Kanker mulut, kerongkongan dan lambung 4. Luka dan radang lambung d) Pada sistem jantung dan pembulu darah 1. Pembengkakan jantung 2. Kegagalan fungsi jantung e) Pada sistem reproduksi dan pengaruh pada bayi
62
http://bimar93.blogspot.com/2010_09_01_archive.html didownload 28 Februari pukul
10.00 wib
Universitas Sumatera Utara
1. Pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat bayi yang sdikandunf, abortus, kelahiran bayi prematur 2. Pada pria dapat menyebabakan impontensi f) Pada sistem saraf pusat 1. menghambat fungsi otak yang mengontrol pernapasan dan denyut jantung sehingga dapat menimbulkan kematian 2. Dapat menyebutkan hilangnya memori (amnesia) sakit
jiwa,
kerusakan tetap pada otak dan sistem saraf. Minuman beralkohol dapat mengakibatkan hal-hal yang disebutkan diatas karena alkohol yang diminum alkohol akan cepat diserap ke dalam pembuluh darah kemudian di sebarluaskan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Semakin tinggi kadar alkohol dalam minuman, akan semakin cepat penyerapan ke dalam darah kita. Alkohol yang sampai di organ hati maka alkohol akan dioksidasi atau dibakar. Alkohol yang diminum terlalu banyak, tidak semua masuk ke hati, sisa alkohol akan tinggal di dalam darah dan akan dibawa sampai otak. Alkohol yang dikonsumsi secara terus menerus maka jumlah alkohol yang masuk kedalam tubuh makin lama makin banyak sehingga dapat mengakibatkan orang meninggal. 63 Berdasarkan besarnya dampak yang dapat ditimbulkan dari minuman beralkohol maka pidana yang diterapkan pada pelaku menjual minuman berallkohol sebaiknya bersipat kualitatif, atau menaikkan jumlah denda yang harus dibayar sesuai dengan perkembangan nilai mata uang serta meningkatkan lamanya waktu kurungan pada pelaku.
63
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah denda yang harus dibayar pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin adalah sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) perda tobasa yaitu sebesar 4 (empat) kali jumlah retribusi yang
tertuang.
Ketentuan besarnya
jumlah retribusi yang ditetapkan untuk setiap golongan minuman beralkohol dalam pasal (11) Perda Nomor 35 Tahun 1999 menyatakan bahwa “Besarnya retribusi ditetapkan sebagi berikut”: a) Untuk minuman beralkohol golongan A diminum ditempat penjualan: 1.
Hotel berbintang 1 dan 2 sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis
2.
Hotel berbintang 3, 4 dan 5 sebesar Rp. 150.000/tahun/jenis
3.
Restoran dengan tanda dalam kencana dan selaka Rp. 100.000/tahun/jenis
4.
Bar, Pub, dan Clup malam dan sejenisnya sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis
5.
Tempat tertentu yang diizinkan oleh kepala daerah sebesar Rp. 75.000/ tahun/jenis b) Untuk minuman beralkohol golongan B dan C diminum ditempat penjualan:
1.
Hotel berbintang 3, 4 dan 5 sebesar Rp. 200.000/tahun/jenis;
2.
Restoran dengan tanda dalam kenscana dan selaka Rp.150.000/tahun/jenis;
3.
Bar, Pub, dan clup malam dan sejenisnya sebesar Rp. 150.000/tahun/jenis;
4.
Tempat tertentu yang diizinkan oleh Kepala Daerah sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis. c) Untuk minuman beralkohol untuk dijual secara eceran dalam kemasan: 1.
Ditoko sebesar Rp. 100.000/tahun/jenis;
2.
Dipasar swalayan Rp. 150.000/tahun/jenis;
Universitas Sumatera Utara
3.
Ditoko bebas biaya (duty free shop) Rp. 75.000/tahun/jenis.
Minuman golongan A, B, C yang dimaksud dalam ketentuan diatas adalah penggolongan minuman beralkohol menurut Perda Tobasa yang diatur dalam pasal (2) yang menyatkan bahwa: 1) Minuman beralkohol golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen) 2) Minuman beralkohol golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol 5% (lima persen) sampai 20% (dua puluh persen) 3) Minuman beralkohol golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar ethanol 20% (dua puluh persen)sampai dengan 55% (lima puluh lima persen) Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang diperoses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat. Minuman beralkohol dilakukan dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi dengan cara memberi perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambah bahan lain atau tidak, maupun diproses dengan mencampur konsentat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol. 64 Ketentuan pidana yang tercantum dalam Perda Tobasa merupakan pedoman bagi Hakim yang mengadili dan memutuskan suatu perkara pada pelaku menjual minuman beralkohol.
Berdasarkan ketentuan yang tercantum maka
Hakim dapat menentukan berapa tinggi-rendahnya pidana denda yang harus diterapkan pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol yang 64
Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol, Op. cit., pasal 2.
Universitas Sumatera Utara
melanggar Perda Tobasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut perda tobasa. Sanksi yang diterapkan pada pelaku penjualan minuman beralkohol yang diatur dalam KUHP dan dalam Perda Tobasa terdapat perbedaan. Perbedaan yang dimaksud antara lain: a) Jenis sanksi yang diterabkan, dalam KUHP jenis pidana penjara, sedangkan dalam Perda jenis pidana yang diterapkan adalah pidana kurungan. b) Lamanya sanksi pidana, KUHP lamanya penjara selama 1 (satu) tahun dan di Perda Tobasa selama 6 (enam) bulan, maka sanksi pidana dalam KUHP lebih tinggi dari pada sanksi penjara dalam Perda Tobasa. Ancaman hukuman yang diancamkan pada pelaku tindak pidana penjual minuman beralkohol di KUHP lebih berat daripada ancaman hukuman yang ditetapkan pada pelaku tindak pidana di Perda Tobasa. Berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan dari minuman beralkohol maka lebih baik Hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap palaku penjualan minuman beralkohol menggunakan peraturan yang menggunakan sanksi yang lebih tinggi. Penerapan Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 pada pelaku penjual minuman beralkohol adalah karena adanya suatu asas dalam hukum yang dikenal dengan asas “lexs specialis derogate legi generalis” yaitu undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum sepanjang
Universitas Sumatera Utara
tidak bertentangan, dengan kata lain undang-undang yang khusus dapat mengenyampingkan undang-undang yang umum. 65 Ketentuan yang diamksud diatas dapat diliat berdasarkan dari Pasal 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan jenis dan hirarki peraturan perundangundangan yang terdiri dari: 1.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
2.
Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3.
Peraturan Pemerintah
4.
Peraturan Presiden
5.
Peraturan Daerah. 66 Berdasarkan hirarki perundang-undangan dalam Undang-undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang peraturan pembentukan perundang-undangan maka dapat dilihat pemberlakuan dari asas “lexs specialis derogate legi generalis”. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, Peraturan Daerah Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tergolong dalam undang-undang yang khusus yang mengatur tentang menjual minuman beralkohol, dan pemberlakuan Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 didahulukan daripada peraturan perundang-undangan yang umum yang mengatur tindak pidana menjual minuman beralkohol yang diatur dalam KUHP.
65
Dudun Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Refika Aditama, Bamdung, 2000, halaman 70. 66 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pembentukan Perundangundangan, Pasal 7.
Universitas Sumatera Utara
Untuk
mempermudah
pemahaman
tehadap
Penjualan
Minuman
Beralkohol Tanpa Izin maka dalam penulisan ini dicantumkan tentang ketentuan umum yang terdapat dalam Pasal (1) Perda Tobasa No 35 tahun 1999 yaitu: 1) Daerah adalah kabupaten daerah tingkat II Toba samosir; 2) Pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah tingkat II Toba Samosir; 3) Kepala daerah adalah bupati kepala daerah tingkat II Toba Samosir; 4) Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etenol yang diperoses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi baik dengan cara memberi perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambah bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan mencampur konsentat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol; 5) Izin adalah izin tempat penjualan minuman beralkohol secara eceran dalam kemasan atau diminum ditempat penjualan yang diberikan oleh kepala daerah; 6) Tempat penjualan minuman beralkohol adalah semua tempat yang menjual minuman beralkohol dalam kemasan secara eceran maupun diminum langsung ditempat penjualan; 7) Pengawasan
tempat
penjualan
minuman
beralkohol
adalah
pengawasan yang diberikan oleh kepala daerah terhadap lokasi/tempat peredaran dan penjualan minuman beralkohol;
Universitas Sumatera Utara
8) Tim pengawasan dan pengndalian tempat/lokasi penjualan minuman beralkohol adalah tim yang dibentuk oleh kepala daerah yang beranggotakan instansi terkait didaerah yang bertugas membantu kepala daerah melakukan pengawasan dan pengendalian tempat/lokasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol serta tugas - tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah; 9) Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungutan atau pemotongan retribusi tertentu; 10) Surat pemberitahuan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat ketetapan yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang tertuang menurut peraturan daerah lain; 11) Surat ketetapan retribusi daerah yang disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang diterbitkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan yang diajukan oleh wajib retribusi dan digunakan untuk melakukan pembayaran retribusi kekas daerah atau ketempat lain yang telah ditetapkan; 12) Surat ketetapan retribusi daerah tambahan yang selanjutnya disingkat SKRD tambahan adalah surat ketetapan retribusi yang diterbikan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk apabila berdasarkan hasil
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan ditemukan data baru atau data yang semula belum lengkap; 13) Surat ketetapan retribusi daerah lebih bayar yang disingkat SKRDLB adalah
surat
keputusan
yang
menentukan
jumlah
kelebihan
pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang tertuang dan tidak seharusnya tertuang; 14) Surat tagihan retribusi daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; 15) Pemeriksaan
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
mencari,
mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi didasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah; 16) Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komenditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya; 17) Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya;
Universitas Sumatera Utara
18) Toko bebas biaya (duty free shop) adalah toko yang diberi izin oleh kepala daerah ditempat khusus untuk menjual minuman beralkohol guna melayani kebutuhan tamu/wisatawan asing. 67
67
Perda Tobasa Nomor 35 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Tempat Menjual Minuman Beralkohol, Op.cit., pasal 1.
Universitas Sumatera Utara