77 Jurnal Hukum, Vol. XIX, No. 19, Oktober 2010: 77 - 92
ISSN 1412 - 0887
EKSISTENSI PIDANA DENDA DI DALAM PENERAPANNYA
I A Budivaja, SH., MH1 Yulianus Bandrio2
ABSTRAK Sanksi yang dilaksanakan oleh penguasa adalah bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan agar ketertiban di dalam masyarakat itu pulih. Salah satu bentuk sanksi adalah pidana denda. Pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diancamkan dan terutama ditujukan terhadap harta kekayaan atau harta benda dari seseorang pelaku tindak pidana. Pasal 10 KUHP dan berbagai peraturan perundang-undangan di luar KUHP juga masih menggunakan pidana denda. Akan tetapi, pidana denda ini lebih banyak dijatuhkan pada bentuk-bentuk kejahatan ringan dan pelanggaran saja. Sedangkan pada kejahatan lainnya jarang bahkan tidak pernah diterapkan. Hal ini disebabkan oleh ancaman pidana denda itu sendiri terlalu ringan. Kata kunci: Sanksi, Pidana Pokok, Pidana Denda
PENDAHULUAN Latar Belakang Pidana denda salah satu dari pidana pokok dalam stelsell pidana Indonesia, sebagaimana warisan kolonial Belanda dan masih berada di kedudukan sekunder jika dibandingkan dengan pidana pencabutan kemerdekaan. Hal ini tampak pada peraturan dan pengancamannya yang dilihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang untuk selanjutnya dalam penulisan ini ditulis sebagai KUHPidana . Khususnya pada Pasal 69 ayat 1 KUHPidana yang menetapkan “ Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urutan-urutan dalam Pasal 10 “. Kenyataan itulah yang menggambarkan, perihal rendahnya nilai-nilai dan terbatasnya pidana denda sebagai pidana pokok. Uraian ini dimaksudkan untuk membahas faktor-fantor yang menghambat maupun yang menunjang naik dan kuatnya pengaruh pidana denda dalam sistem pidana dan hukum pidana di Indonesia. Pada penelitian ini hanya dibatasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan pidana denda yang terdapat dalam KUHPidana saja. Denda adalah merupakan jenis 1 2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
78
pidana pokok, sedangkan pidana denda diluar KUHPidana hanya dipergunakan sebagai bahan pelengkap atau pembanding, dengan demikian tidak mendapatkan pembahasan yang mendalam. Pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diancamkan dan terutama ditujukan terhadap harta kekayaan atau harta benda dari seseorang pelaku karena melanggar ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku. Adapun pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana yang termuat dalam KUHP yang bertujuan untuk membebani seseorang yang melanggar ketentuan KUHP tersebut dengan membayar sejumlah uang atau harta kekayaan tertentu agar dirasakan sebagai suatu kerugian oleh pembuatnya sendiri sehingga ketertiban di masyarakat itu pulih kembali. Namun sering kali ancaman pidana tersebut tidak sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku; bahkan juga tidak sesuai dengan tujuan pemindanaan, karena pada umumnya terpidana tidak merasa dirinya telah dijatuhi pidana. Sehingga dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis sanksi pidana denda kurang mencapai sasarannya. Dari ketentuan-ketentuan yang mengatur pelaksanaan pidana denda dapat dikemukakan bahwa : -
Pembayaran denda lebih mudah dilaksanakan dan pidana denda dapt dirubah bila ada kesalahan. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan jenis pidana yang lain, misalnya pidana penjara atau pidana kurungan yang sulit dirubah.
-
Pidana denda adalah pidana yang agak mudah dilaksanakan Pemerintah karena dalam hal ini Pemerintah tidak banyak mengeluarkan pembiayaan untuk pelaksanannya bila pidana denda disertai dengan pidana kurungan.
-
Pidana denda dapat mengurangi tercelanya nama baik seseorang apabila dibandingkan dengan seseorang yang mengalami pidana penjara atau pidana kurungan.
Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah eksistensi pidana denda yang diatur dalam KUH Pidana ? 2. Bagaimana pelaksanaan pidana denda yang diatur dalam KUHPidana tersebut? Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah Agar dapat memberikan kejelasan terhadap masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian hukum ini, maka metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yaitu menekankan pada gejala atau fenomena hukum yang diperoleh melalui study kepustakaan atau hanya menelaah data sekunder dan juga data primer yang digunakan sebagai penunjang dalam
79
pembahasan. 3 Pada pembahasan masalahnya di dasarkan melalui study kepustakaan, yaitu peraturan perundang-undangan atau norma-norma yang berlaku dan bersifat mengikat yang berkaitan dengan masalah eksistensi atau keberadaan pidana denda dalam KUHP dan penerapannya. b. Sumber Bahan Hukum Sumber data yang diperlukan adalah sumber data sekunder yang bersumber dari kepustakaan, literatur yang ada ilmiah karangan Sarjana terkemuka, disamping itu juga menggunakan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dan dilengkapi dengan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan dengan permasalahan-permasalahan.
PEMBAHASAN A. EKSISTENSI PIDANA DENDA DALAM KUH PIDANA 1. Jenis-jenis dan Fungsi Pemberian Pidana Pidana di Indonesia meliputi pidana yang tercantum dalam perundang-undangan pidana umum (kitab undang-undang hukum pidana), maupun perundang-undangan khusus (diluar KUHP), seperti : Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana korupsi, Undang-undang Narkotika dan lain-lain. Semua aturan pelaksanannya adalah dibawah kuasa Negara. Dalam hal ini tugas untuk menjamin penegakan hukum di tengah masyarakat, demi tercapainya ketertiban umum. Hal pidana itu sendiri adalah suatu pengertian yang bersifat umum, yakni sebagai suatu sanksi yang sengaja ditimpahkan kepada seseorang. Sedangkan pidana mempunyai suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Istilah pidana tersebut dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi : “Suatu perbuatan tidak dapat dipidanakan, kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Yang dalam bahasa latinnya dikenal dengan “Nullum delictum nulla paean sine praveia lege ponali”. Pidana mempunyai nilai yang terang dan jelas, bertujuan untuk memberikan suatu penderitaan yang istimewa kepada terpidana supaya ia merasakan akibat dari perbuatannya. Pidana ini seperti diatur dalam Pasal 10 KUHP yang terdiri dari pidana pokok yaitu : 1. Pidana Mati 2. Pidana Penjara 3.Pidana Kurungan 4. Pidana Denda. Dengan undang-undang tanggal 31 Oktober 1946 Nomor 20, Berita Republik Indonesia II Nomor 24, Hukum pidana Indonesia telah mendapatkan satu macam pidana pokok yang baru, yakni apa yang disebut dengan pidana tutupan. Selain itu juga ada pidana tambahan yang terdiri dari :
3
hal 9
Rony H. Soemitro, 1998, Metodologi Penelitian Hukum dan Junitmetri, Ghalia Pustaka,
80
1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Penyitaan benda-benda tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Berdasarkan Pasal 69 KUHP, untuk pidana pokok, berat ringannya bagi pidana yang tidak sejenis adalah didasarkan pada urutan-urutannya dalam rumusan Pasal 10 tersebut. Stelsel pidana Indonesia berdasarkan KUHP, mengelompokkan jenis-jenis pidana kedalam pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun perbedaan antara jenis-jenis pidana pokok dengan jenis-jenis pidana tambahan adalah : 1. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan (imperatif) sedangkan penjatuhan pidana tambahan sifatnya fakultatif. Maksudnya impertatif, yaitu menjatuhkan salah satu jenis pidana pokok, sesuai dengan yang diancamkan pada tindak pidana yang dianggap terbukti adalah suatu keharusan. Sifat imperatif ini sesungguhnya sudah terdapat dalam setiap rumusan tindak pidana, dimana dalam rumusan kejahatan maupun pelanggaran hanya ada 2 kemungkinan, ialah : a) Pertama diancamkan satu jenis pidana pokok saja b) Kedua, tindak pidana yang diancamkan dengan dua atau lebih jenis pidana pokok, yang artinya hakim harus memilih salah satu saja. 2. Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan demikian menjatuhkan jenis pidana, tetapi menjatuhkan jenis pidana tambahan tidak boleh tanpa dengan menjatuhkan jenis pidana pokok, artinya jenis pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan sendiri secara terpisah dengan pidana pokok, melainkan harus bersama dengan jenis pidana pokok. 3. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan, bila telah mempunyai kekuatan hukum tetap diperlukan suatu tindakan pelaksanaan.4 Adapun fungsi pemberian pidana denda adalah sebagai berikut : -
-
Dengan pidana denda, orang menjadi takut untuk melakukan tindak kejahatan, karena akibat dari perbuatan itu maka seseorang merasa terbebani oleh pidana denda yang dikenakan Dengan pidana denda orang menyadari bahwa perbuatan yang sudah dilakukkannya itu tidak membawa keuntungan baginya, justru terjadi sebaliknya, yaitu akan menambah penderitaan atau kerugian besar baginya, karena dibebani oleh denda tersebut atau karena hak kuasanya atas harta kekayaannya terlepas dan disetorkan ke kas negara.
2. Arti dan Penerapan Pidana Denda Menurut Hukum Positif Istilah pidana dan istilah hukuman, dipakai silih berganti sebagai kata yang mempunyai makna yang sama atau sinonim. Kedua arti istilah itu adalah sanksi yang mengakibatkan nestapa, penderitaan, ataupun sengsara (leed). Hukum pidana 4
Adam Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, bagian 1, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hal 26-27
81
mengancam bagi para pelanggar hukum dengan penderitaan yang khusus dan menjatuhkan penderitaan (pidana) kepada siapa yang melanggarnya.5 Pidana denda merupakan jenis pidana pokok yang keempat didalam KUHP sebagai hukum positif di Indonesia. Pidana diatur dalam pasal 30 ayat 1 yang menetapkan : ”Pidana denda paling sedikit dua puluh lima sen” dan pada pasal 31 menetapkan : 1. Orang yang dijatuhi denda, boleh segera menjalani kurungan penggantinya denda tidak usah menunggu sampai waktu harus membayar denda itu, 2. Setiap waktu ia berhak dilepaskan dari kurungan pengganti jika membayar dendanya, 3. Pembayaran sebagai dari denda, baik sebelum maupun sesudah mulai menjalani kurungan pengganti, membebaskan terpidana dari sebagian kurungan bagian denda yang telah dibayar. Dalam kaitannya dengan pidana Indonesia, pada dasarnya pidana denda hanya dapat dijatuhkan bagi orang-orang yang dewasa. Pidana denda dapat dijumpai dalam buku II dan buku III KUHP, yang telah diancamkan baik bagi kejahatan-kejahatan maupun bagi pelanggaran-pelanggaran. Pidana denda terkadang juga dijatuhkan dalam perkara administrasi dan fiskal. Misalnya denda terhadap penyelundupan atau penunggak pajak. Kembali lagi pada pasal 31 KUHP, si terhukum dapat seketika menjalani kurungan sebagai gantinya, dikurangi secara seimbang. Apabila dendanya sebagian dibayar dan sisanya tidak, maka kurungan sebagai gantinya, dikurangi secaa seimbang oleh karena tidak dipedulikan siapa yang membayar dendanya, maka mungkin denda dibayar oleh lain orang, misalnya saudara atau orang tua si terhukum. Dengan demikian sifat hukuman yang dijatuhkan kepada terhukum pribadi menjadi kabur.6 Sedangkan untuk pidana lebih tepat didefinisikan sebagai penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (stafbaar feit).7 Denda merupakan suatu pembayaran dari harta kekayaan atau harta bendanya seseorang yang dimasukkan ke dalam kas negara. Dalam pengertian ini bukanlah sebagai ganti rugi yang harus diberikan kepada yang dirugikan, melainkan merupakan hukuman atau pidana. Suatu tindakan hanya dapat dikenai hukuman, jika itu didahului oleh ancaman hukuman dalam undan-undang.
5
Martiman Prodjohamidjojo, 1997, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia 2, Jakarta, PT. Pradnya Panemita, hal. 57 6 Wirjono Prodjodikoro, 2002, Asas-asas Hukum Pidana 7 Adami Chazawi, op.cit, hal 24
82
Berdasarkan uraian dari para sarjana tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman adalah akibat mutlak dari suatu tindak pidana, balasan dari suatu tindakan ini hanya dapat dikenai pidana, jika tindakan itu didahului oleh ancaman pidana undang-undang. Dengan demikian berdasarkan pengertian yang telah diuraikan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pidana denda, yaitu berupa suatu penderitaan yang dijatuhkan oleh negara kepada seseorang dalam bentuk membayar harta kekayaan atau harta bendanya kepada negara yangakan dimasukkan ke dalam kas negara, apabila ketentuan undang-undang hukum pidana yang dilanggar. Pidana denda dapat dilihat dari berbagai aspek : a. Aspek Sosial b. Aspek Ekonomi c. Aspek Hukum 3. Pidana Denda Dalam dan Diluar KUHP a. Pidana Denda Dalam KUHP Pidana denda telah lama dikenal orang hingga sekarang tetap dipergunakan sebagai suatu sanksi yang termuat dalam KUHP kita. Hal ini terlihat jelas dalam Pasal 10 bab II buku pertama tentang ketentuan umum KUHP yaitu : b. Pidana Denda Diluar KUHP Beberapa ketentuan-ketentuan perundang-undangan pidana diluar KUHP yang saya kemukakan sebagai bahan perbandingan saja dalam pemikiran dan pembahasan mengenai masalah eksistensi denda dalam penerapannya. Dalam hal ini yang saya gunakan sebagai perbandingan saja, misalnya undang-undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak pidana korupsi. B. PELAKSANAAN PIDANA DENDA YANG DIATUR DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1. Perbandingan Pidana Denda dalam KUHP Indonesia dan Negara Lain Sebelum membahas penetapan jumlah pidana denda dalah KUHP saya akan melihat perbandingan pidana denda dengan negara-negara lain diantaranya : KUHP Norwegia : a. KUHP Norwegia KUHP Norwegia menganut Double Track System (sistem dua jalur), yaitu mengenal dua jenis sanksi berupa pidana (punishment) dan tindakan-tindakan khusus (spesial measures) :
83
1. Pidana (punishment) terdiri dari : a. Pidana pokok (ordinary punishment) yang diatur dalam Pasal 15 yang terdiri dari : i. Imprisonment (penjara) ; ii. Jailing (sama dengan penjara) ; iii. Fines (denda) ; b. Pidana tambahan (supplementary punishment) yang diatur dalam Pasal 16 yang terdiri dari : i. Peprivation of right (perampasan hak) ; ii. Banishment from specified places (pengasingan dari tempat-tempat tertentu) ; iii. Confis cation of spesific objects (penyitaan benda-benda tertentu) ; 2. Tindakan-tindakan khusus (special measres) terdiri dari : a. Tindakan keamanan (security measures) yang diatur dalam pasal 39. jenis sanksi ini diperuntungkan bagi para pelanggar yang tidak normal (abnormal offender) b. Penahanan preventif (preventetive detention) yang diperuntukkan bagi para recidivis yang telah berulang kali melakukan tindakan pidana tertentu. Ini diatur dalam Pasal 39a Pidana denda tidak dapat ditetapkan minimum dan maksimumnya, karena apabila ditentukan tidak sesuai dengan prinsip yang dituangkan dalam Pasal 27, bahwa pidana denda akan ditetapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi si terpidana. Hal yang menarik untuk dibandingkan dengan KUHP Indonesia ialah : -
KUHP Norwegia mengenal "Minimum umum" untuk penjara selama 21 hari, sedangkan Indonesia hanya 1 hari KUHP Indonesia "Minimum umum" dan "Maksimum khusus" untuk pidana denda, sedangkan Norwegia tidak mengenal8
b. KUHP Polandia Menuurt KUHP Polandia yang diatur (1960), sanksi pidana dibagi menjadi dua jenis, yaitu : a. Pidana pokok (Basic penalties), diatur dalam Pasal 30 yang terdiri dari : i. Deprivation or liberty (perampasan kemerdekaan) ; ii. Limitation of liberty (pembatasan kemerdekaan) ; iii. Fine (denda) b. Pidana tambahan (Supplementary penalties), diatur dalam Pasal 38, yang terdiri dari : i. Deprivation of public rights (perampasan hak-hak umum) ; ii. Deprivation of parental or guardianship rights (perampasan hak orang tua atau wali) 8
Barda Nawawi Arief, 2002, Perbandingan Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 140-144
84
iii.
iv. v. vi. vii.
Protubition of occupyng specific posts, following specific occupations or, engaging in specific actifities (larangan menduduki jabatan-jabatan tertentu, melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan tertentu) ; Prohibition of operating motor driven vehicles (larangan mengendarai kendaraan bermotor) ; Confiscation of property (penyitaan harta benda) Forfeiture of objects (perampasan barang-barang) Publication of the sentence of a special way public information (pengumuman putusan hakim) ;
Pidana denda menurut Pasal 36 dapat dikenakan sebagai pidana yang berdiri sendiri atau dapat juga dikenakan bersama-sama dengan pidana "Perampasan Kemerdekaan)", sehingga KUHP Polandia menentukan minimum umum dan maksimum umum untuk pidana denda.9
2. Penetapan Jumlah Pidana Denda Menurut KUHP Indonesia Penetapan jumlah besar kecilnya pidana denda dapat dilihat dengan jelas pada pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP yang mengancam dengan pidana denda sebagai berikut : 1.
2.
3. 4.
5.
6. 7. 8. 9.
Kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden dan tentang kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan yaitu yanhg terdapat dalam pasal-pasal 114, 117, 118, 124, 137, 142, 1424, 143, 144, 149 Kejahatan terhadap ketertiban umum yaitu yang terdapat dalam pasal : 154, 154a, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 174, 176, 176, 177, 178, 180, 181 Tentang perkelahian tanding yatiu yang terdapat dalam pasal : 183 Tentang kejahatan yang membahayakan keaqmanan umum bagi orang atau barang yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 188, 191 bis, 191 ter, 193, 195, 197, 199, 201, 203, 205 Tentang kejahatan terhadap penguasa umum yaitu yang terapat dalam pasal –pasal : 207, 208, 209, 212, 216, 217, 218, 219, 221, 222, 227, 228, 229, 231, 232, 238, 239, 241 Kejahatan tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 249, 250, 251 Kejahatan tentang pemalsuan materai dan merek dan juga memalsukan surat-surat yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 260, 261, 275 Tentang kejahatan terhadap kesusilaan yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 281, 282, 283, 296, 299, 300, 302, 303, 303 bis Kejahatan tentang meninggalkan seseorang yang perlu ditolong dan tentang penghinaan yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 304, 310, 315, 320, 321 9
Ibid, hal 148-149
85
10. Kejahatan tentang membuka rahasia yaitu yang terdapat dalam pasal : 322 dan 323 11. Tentang kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang yaitu yang terdapat dalam pasal : 334 dan 335 12. Kejahatan tentang penganiyaan yaitu yang terdapat dalam pasal : 351 dan 352 13. Kejahatan tentang menyebabkan seseorang mati atau luka-luka karena kealpaan yaitu yang terdapat dalam pasal : 360 14. Kejahatan tentang pencurian dan penggelapan yaitu yang terdapat dalam pasal : 362, 364, 372, 373 15. Kejahatan tentang perbuatan curang (bedrog) yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 379, 380, 382 bis, 384, 393 16. Kejatahan tentang perbuatan merugikan pemiutang (schuldeischer) atau orang yang mempunyai hak (rechthebbende) yaitu yang terdapat dalam pasal : 403 17. Kejahatan tentang penghancuran atau perusakan barang yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 406, 407, 409 18. Tentang kejahatan jabatan yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 418, 426, 427, 429 19. Tentang kejahatan pelayaran yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 458, 464, 469, 470, 473, 474, 475, 476, 477 20. Kejahatan tentang penadahan, penertiban dan percetakan yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 480, 482, 483, 484 21. Tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan umum yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 490, 491, 492, 493, 494, 495, 496, 497, 500, 501, 502 22. Tentang pelanggaran ketertiban umum yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 503, 507, 508, 509, 510, 511, 512a, 513, 514, 515, 516, 517, 518, 519, 519 bis 23. Tentang pelanggaran terhadap penguasa umum yaitu yang terdapat dalam pasalpasal : 521, 522, 524, 525, 526, 528 24. Tentang pelanggaran mengenai asal-usul dan pernikahan yaitu yang terdapat dalam pasal : 529 dan 530 25. Tentang pelanggaran terhdap seseorang yang memerlukan pertolongan yaitu yang terdapat dalam pasal : 531 26. Tentang pelanggaran kesusilaan yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 532, 533, 534, 535, 536, 539, 540, 541, 544, 545, 546, 547 27. tentang pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan pekarangan yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 548, 549, 550, 551 28. Tentang pelanggaqran jabatan yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 552, 554, 555, 556, 557, 557a 558, 558a, 559 29. Tentang pelanggaran pelayaran yaitu yang terdapat dalam pasal-pasal : 560, 561, 562, 563, 564, 565, 566, 568, 569 Didalam KUHP ini mengenai penetapan besar kecilnya jumlah pidana denda disebutkan bahwa batas minimum umum sebesar Rp. 0.25 (Pasal 30 KUHP). Dengan adanya jumlah penetapan minimum ini maka setiap keputusan pengadilan dalam
86
menjatuhkan pidana denda tidak boleh kurang dari batas minimum tersebut. Hal demikian berlaku untuk semua pelanggaran atau kejahatan yang diancamkan dalam pidana denda Didalam KUHP tidak dijumpai pasal-pasal yang menyebutkan jumlah batas maksimum umum pidana denda. Hanya dalam KUHP batas penetapan jumlah maksimum pidana denda ini disebutkan secara khusus dalam tiap-tiap pasal yang berkaitan dengan jenis pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan. Ancaman maksimum denda menurut KUHP sebelum tahun 1960 adalah berkisar antara Rp. 0.25 (dua puluh lima sen) samapi Rp. 300,- (tiga ratus rupiah). Ancaman pidana denda yang paling tinggi yang kita jumpai dalam KUHP adalah Pasal 251 dan Pasal 403 KUHP yaitu sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Kemudian berdasarkan undang-undang nomor 18 tahun 1960, anncaman besarnya pidana denda pada tiap-tiap pasal ini dilipatgandakan menjadi sebesar 15 (lima belas) kali. Setelah dikeluarkannya undang-undang nomor 18 tahun 1960 maka mengenai penetapan jumlah maksimum pidana denda dalam KUHP menetapkan paling tinggi adalah sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) yaitu yang terdapat dalam pasal 251 dan pasal 403 KUHP, terkecuali pasal 303 dan pasal 303 bis KUHP yang telah dirubah dengan pasal tersebut yang masing-masing menjadi Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dan Rp. 10.0001.000,- (sepuluh juta rupiah) penetapan ini berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1974. Perhatikan apakah jumlah penetapan besar kecilnya pidana denda ini sesuai dengan perasaan hukum yang ada ditengah-tengah masyarakat saat ini. Menurut saya yang didasarkan pada situasi dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dewasa ini maka jumlah pidana denda tersebut kurang memenuhi rasa keadilan yang ada didalam masyarakat saat ini Disini ada dua contoh kasus yang memiliki perbedaan mengenai keputusan seseorang hakim yaitu Pada tanggal 13 Januari 1976 Pengadilan Negeri Banjarmasin telah menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 4.500,- (empat ribu limaratus) kepada seorang terdakwa bernama Nooraisyah yang telah terbukti melanggar pasal 352 KUHP yaitu tentang penganiyaan Untuk mengatasi masalah ini maka sering hakim dalam keputusan memberikan sanksi terhadap pelanggaran atau kejahatan yang dapat diancamkan dengan pidana denda atau pidana penjara maka cenderung memilih pidana penjara. Hal ini misalnya terlihat dalam perkara-perkara : Pencurian, (Pasal 362 KUHP), Penggelapan (Pasal 372 KUHP), Penipuan ringan (Pasal 379 KUHP) dan Penadahan (Pasal 480 KUHP). Dasar pertimbangan hakim untuk memilih pidana penjara disamping memilih motif perbuatannya juga melihat besarnya jumlah pidana denda yang diancamkan dalam pasal-pasal tersebut tidak sesuai dengan kerugian yang diakibatkannya sehingga hal ini
87
tidak membuat orang menjadi jera atau insyaf terhadap kesalahan yang dilakukannya. Dengan demikian maka nampaknya pidana denda ini menjadi lemah sekali kekuatannya sebagai suatu sanksi hukum pidana. Sehingga pidana denda ini akan kurang efektif sebagai sarana untuk menegakkan keadilan didalam tengah perkembangan masyarakat. Sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah ini maka perlu penetapan jumlah maksimum pidana denda yang termuat pada pasal-pasal KUHP untuk ditinjau kembali. Penetapan jumlah minimum umum maksimum umum pidana denda yang tercantum dalam KUHP tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini karena nilai pidana denda dianggap terlalu rendah. Sehingga perlu penetapan jumlah berat ringannya atau besar kecilnya pidana denda ditingkatkan. Sebagaimana usaha terdahulu dengan melipatgandakan besarnya sebanyak 15 (lima belas) kali menurut undang-undang nomor 18 tahun 1960.
3. Dasar Penetapan Berat - Ringannya Pidana Denda Dasar-dasar yang dipergunakan oleh seorang hakim untuk menetapkan berat ringannya pidana denda ini ditentukan oleh ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam KUHP, yang mana bergerak anatara batas maksimum khusus. Berat ringannya pidana denda ini tergantung pada pelanggaran terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP yang dimana dilakukan oleh seseorang. Seseorang yang melakukan tindak pidana yang diancamkan pidana denda pada Pasal 379 KUHP besarnya pidana denda berbeda dengan seseorang melakukan tindak pidana yang melanggar pada Pasal 380 KUHP. Disini jelas bahwa berat ringannya jumlah pidana denda ini ditentukan dari segi tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam KUHP mengenai berat ringannya jumlah pidana denda yang dijatuhkan tersebut menjadi dasar utama bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara untuk menjatuhkan pidan. Namun dengan demikian dalam prakteknya seorang hakim juga melihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP tersebut, maka demi keadilan dalam keputusannya seorang hakim memutuskan atau menetapkan berat ringannya suatu pidana denda kepada seseorang yang telah terbukti melanggar ketentuan-ketentuan KUHP yang diancamkan dengan pidana denda pada umumnya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : -
Seseorang yang melakukan tindak pidana yang dapat diancamkan pidana denda tersebut apakah seringkali melakukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran atau sesesorang yang belum pernah dipidana dengan ancaman pidana denda. Disini seorang hakim akan meneliti terlebih dahulu sebelum memberikan keputusan kepada seorang pelaku tindak pidana tersebut. Untuk seseorang yang telah seringkali melakukan tindak pidana maka untuk jumlah besarnya pidana denda lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang belum pernah melakukan tindak pidana
88
-
Dilihat dari segi apakah perbuatan tersebut termasuk perbuatan kejahatan, kejahatan ringan atau pelanggaran. Disini seorang hakim dalam menetapkan berat ringannya pidana denda itu berpegang pada jenis perbuatan yang dilakukan seperti yang telah disebutkan diatas. Untuk kejahatan yang emliki sanksi pidana denda, maka disini hakim akan meneliti apakah sanksi pidana denda tersebut sesuai atau tidak dengan tindak pidana yang dilakukan oleh si terdakwa. Biasanya kalau tidak sesuai hakim lebih cenderung memberikan sanksi dengan pidana penjara.
Didalam praktek untuk pelaksanaan pidana denda sekarang ini maka telah sering dijumpai dalam masalah-masalah penerapan pidana denda yang lebih banyak dijatuhkan pada bentuk-bentuk tindak pidana ringan dan pelanggaran saja. Sedangkan dalam bentuk tindak pidana biasa lainnya jarang atau hampir tidak pernah diterapkan. Hal ini disebabkan karena ancaman pidana denda itu sendiri menurut pendapat sebagian besar hakim tidak sesuai dengan akibat kejahatan yang ditimbulkan, sehingga apabila diterapkan maka pidana denda ini kurang efektif untuk dijadikan sebagai sarana dalam penegakan hukum. Kenyataan itu memang dapat diterima akan tetapi apakah hal ini dapat menyebabkan pasal-pasal tertentu dalam KUHP tidak bisa diterapkan ancaman pidananya Keadaan ini dapat menimbulkan karagu-raguan didalam masyarakat yang mana dapat berakibat tidak terjaminnya kepastian hukum (rechts lekerheids). Dalam memcahkan masalah ini dapat ditempuh dengan dua cara yaitu : -
Untuk ancaman pidana denda itu sendiri harus diperberat Ancaman pidana denda terhadap kejahatan bisa lainnya diluar kejahatan ringan dan pelanggaran lebih baik ditiadakan saja
Mengenai cara pembayaran pidana denda yang telah diputuskan oleh pengadilan dan diterima oleh yang bersangkutan dapat dilaksanakan sekaligus atau dapat dicicil dalam jangka waktu tertentu. Dalam pelaksanaan pembayaran denda sering timbul masalah karena si terpidana tidak mampu melunasi pembayaran pidana denda ini tepat pada waktunya sehingga dapat menimbulkan tunggakan-tunggakan. Tunggakantunggakan ini terjadi bukan karena berat atau besarnya pidana denda yang harus dilunasi akan tetapi cenderung pada si terpidana tidak menyadari bahwa dia telah melakukan pelanggran terhadap norma-norma dalam masyarakat yang terdapat dalam KUHP. Hal ini dapat merugikan negara karena kurangnya pemasukan uang denda terhadap kas negara. Padahal seperti yang telah saya singgung salah satu tujuan daripada pidana dnda selain sebagai sanksi atau pembalasan juga adalah merupakan sumber pendapatan negara. 4. Pidana Kurungan Sebagai Pengganti Denda Didalam KUHP pada pasal-pasal tertentu yakni kejahatan yang diancamkan pidana denda dalam praktek dengan ancaman pidana kurungan pengganti denda artinya maka tidak serta-merta dipaksakan kepada si terdakwa
mangenai pelanggaran atau penerapannya selalu disertai apabila pidana denda itu ada, untuk membayarnya. Kalau
89
diperhatikan dengan seksama tujuan daripada ini yang manjadi objek dari pidana denda adalah harta kekayaan bukan kemerdekaan pribadi seseorang. Artinya seseorang yang dijatuhi pidana denda maka penderitaan yang dibebankan oleh negara adalah harta pribadi orang tersebut bukan kemerdekaannya yang dirampas. Masalahnya sekarang mengapa seseorang yang dijatuhi pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan. Menurut penelitian saya hal ini disebabkan oleh : Pribadi Si terpidana Kondisi ekonomi dari Si terpidana Disatu pihak nampaknya berdasarkan atas pertimbangan hal diatas dalam menjatuhkan pidana denda hakim menentukan sendiri pidana apa yang sesuai dengan terdakwa. Di lain pihak hakim juga memberikan kebebasan kepada terpidana untuk memilih apakah ia mampu untuk membayar pidana denda atau akan menjalani pidana kurungan. Dalam hal ini memang nampak sekali kekaburan mengapa pidana denda itu dapat diganti pidana kurungan. Disini kita tidak dapat melihat dari pidana denda itu sendiri yang dibandingkan fungsinya dengan pidana kurungan. Yang terpenting disini adalah apakah pasal-pasal tersebut mempu dipertahankan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Seandainya pasal-pasal itu hanya menyebutkan ancaman pidana denda saja, maka hal ini berakibat seseorang tidak akan membayar atau melunasi pidana denda yang dibebankan kepadanya tidak dapat diberi sanksi dengan jenis sanksi lannya, sehingga hal ini sudah tentu akan mengakibatkan sulitnya menegakkan suatu keadilan ditengah-tengah masyarakat. Maka dari itu untuk pidana kurungan pengganti pidana denda ini harus dipandang sebagai alat pemaksa agar pidana denda itu sendiri dapat dipatuhi dengan sebaik-baiknya tanpa mengabaikan tujuan dari hukum itu sendiri yaitu membuat seseorang sadar akan kesalahan yang dilakukan itu merugikan orang lain
PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sanksi yang dilaksanakan oleh penguasa adalah bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan agar ketertiban di dalam masyarakat itu pulih kembali dari akibat timbulnya suatu ketegangan yang disebabkan oleh salah satu seseorang anggota masyarakat yang telah melanggar norma-norma yang ada. Salah satu bentuk sanksi yang paling tua adalah pidana denda. Sampai saat ini, pidana denda masih dipergunakan sebagai jenis pidana pokok yang terdapat di dalam Pasal 10 KUHP dan berbagai peraturan perundang-undangan di luar KUHP juga masih menggunakan pidana denda misalkan undang-undang narkotika, undang-undang tindak pidana korupsi dan undang-undang lainnya. 2. Di dalam praktek, pidana denda ini lebih banyak dijatuhkan pada bentuk-bentuk kejahatan ringan dan pelanggaran saja. Sedangkan pada kejahatan lainnya jarang bahkan tidak pernah diterapkan. Hal ini disebabkan oleh ancaman pidana denda itu sendiri terlalu ringan.
90
B. Saran-saran 1. Dalam rangka penertiban hukum yang bertujuan memberikan arti dan isi mengenai hukum yang sesuai dengan perkembangan dan kepentingan bangsa Indonesia secara menyeluruh, maka dalam pembentukan hukum pidana nasional yang akan datang hendaknya masalah denda yang sebagai jenis pidana pokok atau suatu alat untuk penegakkan keadilan perlu mendapatkan perhatian yang secara khusus dan diusahakan diubah sesuai dengan situasi dan kondisi perkembangan masyarakat. 2. Sambil menunggu undang-undang hukum pidana yang baru, maka dalam hal penanggulangan masalah pidana denda ini hendaknya pemerintah dapat meninjau kembali KUHP yang berlaku saat ini dan membuat undang-undang yang bertujuan menyesuaikan pidana denda yang tercantum dalam KUHP dengan perkembangan sosial-ekonomi masyarakat sehingga masyarakat benar-benar dapat merasakan pidana denda adalah merupakan sanksi yang diberikan oleh negara terhadap warganya yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana dan dalam penyusunan hukum pidana nasional yang akan datang terhadap pasal-pasal mengenai kejahatan yang mengancamkan pidana denda yang sekarang tidak pernah diterapkan oleh pengadilan maka sebaiknya ditiadakan saja, kecuali pada kejahatan ringan atau pelanggaran.
91
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung Tbk. Adam Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada Badawi Nawawi Arif, 2002, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada C.S.T. Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta Balai Pustaka Martiman Prodjohamidjodjo, 1997, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia 2, Jakarta, PT. Prdanya Paramita Moeljatno, 1996, Kitab UU Hukum Pidana, Jakarta, Bumi Aksara Roni H. Soemitno, 1998, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Pustaka Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Metode Hukum, UI Press