BAB II LANDASAN TEORI
II.1
Marka grafis dalam Sistem Informasi Visual Marka grafis merupakan media yang berupa alat penanda grafis yang
mempunyai tujuan untuk memberikan informasi dengan jelas, singkat dan menyeluruh kepada penggunanya. Secara umum, yang termasuk dalam marka grafis adalah semua sistem penanda grafis yang terdapat dalam sebuah lokasi, yang terletak di bawah, di atas, maupun tergantung atau melekat pada sebuah struktur atau lokasi permanen. Marka grafis terdiri dari berbagai unsur yang saling mendukung, diantaranya adalah fungsi, penggunaan simbol, tipografi, unsur human factors, penggunaan materi, hingga penempatan, dimana unsur-unsur tersebut akan saling mendukung kerja maksimal marka grafis sebagai sebuah sistem informasi visual yang dapat memberikan informasi bagi penggunanya secara informatif, tepat dan singkat. Pada tesis ini, pembahasan marka grafis dikhususkan pada fungsi yang dikategorikan menjadi empat yaitu directional, identifying, informational dan restrictive. Keempat fungsi tersebut merupakan satu kesatuan sistem marka grafis yang dapat memberikan informasi kepada pengguna secara menyeluruh sehingga dapat memudahkan orientasi seseorang dalam sebuah lingkungan untuk mencapai lokasi tujuan tertentu. II.1.1 Marka grafis berdasarkan Fungsinya Marka grafis mempunyai fungsi secara umum yaitu sebagai media untuk menyampaikan informasi secara tepat, jelas dan singkat. Marka grafis didesain untuk mempermudah seseorang dalam mendapatkan informasi, khususnya petunjuk arah. Adapun menurut kegiatan yang dilakukannya, seharusnya penggunanya hanya akan memakan waktu yang singkat untuk mencernanya. Sehingga pada dasarnya marka grafis harus didesain sesederhana mungkin, tanpa meninggalkan fungsinya sebagai media informasi, yaitu harus informatif dan universal. Menurut buku Architectural Signing and Graphics karangan John Follis dan Dave Hammer, marka grafis menurut fungsi dapat dibagi menjadi 4, yaitu :
16
1. Directional Sebagai directional sign artinya marka grafis mengindikasikan sebuah arah tujuan. Hal ini dapat merupakan sebuah tanda sederhana yang menunjukkan arah hanya ke satu arah tujuan ataupun ke beberapa arah tujuan. Directional sign biasa ditempatkan di persimpangan-persimpangan jalan atau daerah-dareah lain yang memerlukan penjelasan arah disaat menghadapi satu buah pilihan arah atau lebih. Dalam directional sign, apabila mengindikasikan ke lebih dari 1 arah, maka tempat yang dianggap lebih penting diletakkan pada posisi paling pertama pada marka grafis tersebut.
Gambar 2.1 Multi-directional sign ysng berfungsi untuk menunjukkan lebih dari 1 arah sekaligus. Biasanya terletak di posisi strategis dalam sebuah lokasi. (Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur Smith Associates, 2005)
2. Identifying Sebagai identifying sign marka grafis berfungsi sebagai pengindikasi lokasi sebuah tempat, misalnya lokasi obyek wisata atau biasa disebut welcome sign. Identifying sign juga bisa berupa welcome sign yang umumnya berada di lokasi pintu masuk lokasi wisata. Identifying sign tersebut biasanya memuat nama, fungsi dan alamat dari tempat wisata tersebut. Marka grafis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi paling awal pada pengunjung saat pertama kali memasuki lokasi wisata. Pada keperluan lain, marka grafis ini akan memberikan pengidentifikasian pada pengunjung saat mereka berada di luar lokasi wisata.
17
Foto 2.1 Welcome Sign sebagai salah satu contoh identifying sign memberikan informasi mengenai nama dan lokasi objek wisata. (Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur Smith Associates, 2005)
3. Informational Sebagai informational sign, marka grafis berfungsi memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan lokasi setempat. Informasi tersebut merupakan informasi yang perlu untuk diketahui, khususnya bagi wisatawan yang datang ke daerah setempat. Misalnya peta pedestrian yang ditujukan khusus untuk pejalan kaki. Pada peta pedestrian umumnya memuat peta lokasi daerah setempat beserta lokasilokasi penting yang wajib diketahui pengunjung, resensi informasi mengenai tempattempat menarik di dalam area tersebut, jadwal angkutan umum, informasi tempat umum dan informasi-informasi lokal lain yang wajib diketahui oleh pengunjung yang datang ke lokasi tersebut.
Foto 2.2 Information sign di Stasiun Kereta Api atau bis memberikan informasi kepada pengunjung mengenai peta daerah/lokasi dan informasi umum mengenai objek wisata setempat, dan dilengkapi dengan jadwal keberangkatan kereta/bis. (Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur Smith Associates, 2005)
18
4. Restrictive atau Prohibitive Restrictive atau prohibitive sign adalah sebuah variasi dalam marka grafis yang mempunyai fungsi utama untuk memberikan informasi langsung secara spesifik untuk suatu maksud tertentu yang dinilai sangat penting untuk diketahui agar dapat memberikan kenyamanan, keamanan dan kelancaran dalam berkegiatan. Misalnya tanda “Danger” pada kotak tabung gas, atau tanda “Khusus karyawan” pada pintu menuju dapur dalam sebuah restoran.
Foto 2.3 Prohibitive sign yang memberikan informasi langsung secara spesifik mengenai jalur yang dikhususkan untuk sepeda. (Sumber : Kayne County Bicycle and Pedestrian Plan)
II.1.2. Simbol sebagai Unsur Pembentuk Marka grafis Menurut Graphic Arts Encyclopedia, simbol mempunyai arti sebagai karakter apapun, huruf atau gambar yang terkonfigurasi yang mengidentifikasi sebuah makna tertentu. Menurut www.wikipedia.org simbol mempunyai arti objek, karakter atau representasi lain yang konkrit akan sebuah ide, konsep, atau abstraksi lainnya. Dalam sebuah marka grafis, tidak terlepas dari apa yang disebut dengan simbol. Menurut Prof. Ravi Poovaiah pada makalah yang berjudul “Theory of Signage Systems; Graphic Symbols for Environmental Signage: a Design Perspective” mengatakan bahwa simbol merupakan penyederhanaan sebuah kata atau kalimat, yang digunakan dalam sebuah marka grafis dengan maksud agar dapat dicerna oleh pengguna dalam waktu singkat. Simbol yang terkandung dalam konteks sebuah environmental directional signage atau sistem penanda lingkungan, dan yang mana dikhususkan
19
sebagai bagian dari fasilitas publik, mempunyai potensi untuk membentuk sebuah efektifitas interaksi grafis antara pengguna dan fasilitas publik tersebut. Tujuan dari penggunaan simbol tersebut adalah untuk memfasilitasi aktivitas mengetahui fungsi tempat, mengidentifikasi, menginformasikan dan menunjukkan arah dalam sebuah aktivitas publik yang mengandung banyak pilihan.
Foto 2.4 (Ki) Contoh sebuah simbol sekaligus piktogram. Gambar ini memberikan identifikasi sekaligus informasi mengenai arah jalan bagi pengguna sepeda. Hal ini dapat dilakukan pada area tempat wisata yang memungkinkan bagi pengunjung untuk mengendarai sepeda. (Sumber : Kayne County Bicycle and Pedestrian Plan); (Ka) Contoh simbol yang menunjukkan toilet wanita. Pada tanda ini menggunakan sebuah simbol sebagai interpretasi dari penjelasan yang berada di sampingnya dan bersifat universal. (Sumber : dok. Pribadi)
Selain simbol, juga piktogram yang mempunyai arti umum sebagai representasi akan sebuah objek. Menurut www.wikipedia.com menyebutkan bahwa piktogram adalah sebuah simbol yang merepresentasikan sebuah konsep, objek, aktivitas, tempat ataupun event berupa sebuah ilustrasi. Menurut www.pictogram.se menyebutkan bahwa piktogram adalah sebuah pembentukan karakter dimana menggunakan unsur yang paling menonjol dan banyak menampilkan informasi, sehingga pemikiran pengguna dapat langsung mengarah pada maksud yang dituju. Misalnya
gambar
bentuk
sebuah
rumah
sebagai
perwakilan
dari
pengindikasian akan sebuah tempat dalam sebuah pedestrian map. Dari sekian banyak informasi yang akan disampaikan dalam sebuah peta tidak mungkin untuk menampilkan seluruh informasi apa adanya. Maka diperlukan adanya penyederhanaan objek yang berupa representasi bentuk akan objek aslinya. Secara garis besar, piktogram didasarkan atas objek yang paling menyerupai dengan objek aslinya.
Dalam simbol maupun piktogram, ada 3 hal yang patut diperhatikan sebagai bahan kajian, yaitu: 20
1.
Semantik Unsur semantik ini mengarah pada hubungan antara image visual dengan arti
yang dikandungnya. Dalam keberadaan sebuah simbol, perlu diperhatikan apakah simbol yang ada sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan serta apakah informasi tersebut dapat dimengerti secara jelas oleh pengguna apabila pengguna tersebut berasal dari berbagai negara. Foto 2.5 Simbol jalur yang diperuntukkan bagi penderita cacat (disable). Simbol ini mempunyai arti universal dan dapat dimengerti oleh semua orang dari berbagai negara. (Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, Wilbur Smith Associates, 2005)
2.
Sintaktik Unsur sintaktik ini mengarah pada hubungan antara sebuah simbol visual
dengan berbagai simbol lain yang ada dalam lingkungannya. Sebuah desain akan simbol yang baik harus mampu berdiri sendiri maupun bergabung dengan yang lainnya. Dalam sebuah marka grafis yang terpadu, misalnya dalam sebuah kota untuk keperluan pariwisata, keberadaan simbol merupakan bagian dari kelompok besar marka grafis. Maka dari itu, selain berdiri sendiri dengan fungsi tunggalnya, sebuah simbol juga harus mampu menempatkan posisi dalam hubungan sebuah marka grafis yang terpadu. 3.
Pragmatik Unsur ini mengarah pada hubungan antara simbol dan penggunanya. Simbol
harus dapat dilihat dan digunakan dalam berbagai kondisi yang mungkin terjadi. Selain itu, perlu diperhatikan juga bagaimana fungsinya setelah simbol tersebut mengalami perubahan ukuran menjadi diperbesar atau diperkecil. Foto 2.6 Contoh sebuah piktogram. Gambar diambil dari Convention Hall di Philadelphia, Amerika Serikat. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
21
Dari penjelasan diatas, tertera jelas bahwa simbol grafis harus memenuhi kriteria sebagai sebuah simbol yang dapat dengan mudah dikenali dan merupakan bagian dari kelompok besar sebuah image yang umum dan mudah untuk divisualisasikan. Representasi visual sebagai sebuah simbol grafis dapat digunakan secara efektif sebagai alat perantara komunikasi dimana dibutuhkan interaksi antara manusia dengan fasilitas publik, terutama dalam kebutuhan akan pengidentifikasian atau menandakan berbagai fungsi dari berbagai fasilitas publik yang disediakan.
II.1.3. Wayfinding Secara harfiah, wayfinding mempunyai arti sebagai kemampuan individual untuk menemukan arah dalam sebuah lokasi atau untuk menemukan orientasi arah secara pribadi. Menurut Romedi Passini, dalam buku Wayfinding in Architecture, teori Wayfinding dapat diasosiasikan sebagai sebuah strategi yang digunakan oleh manusia untuk menemukan orientasi arah dalam sebuah lokasi, baik yang sudah dikenali dengan baik ataupun belum, berdasarkan persepsi, kemampuan dan kebiasaan pribadi. Pendapat lain, menurut Wilbur & Smith Associates dalam memorandumnya, mengatakan bahwa wayfinding adalah sebuah proses yang memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk memilih lokasi yang dituju, lalu memilih jalan yang akan diambil serta memandu dalam perjalannya tersebut. Teori Wayfinding didasarkan pada beberapa fakta dimana banyak orang yang mengalami kesulitan untuk menemukan arah dalam sebuah lokasi yang umumnya baru mereka ketahui. Kehilangan orientasi arah tersebut umumnya disebabkan karena rumitnya tata ruang dalam lokasi tersebut sehingga membutuhkan kejelian dalam mendesain dan menempatkan marka grafis untuk menunjukkan informasi yang ingin disampaikan.
Foto 2.7 Pedestrian Map merangkap informational sign di Central Park Zoo, New York. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
22
Misalnya pada terminal, stasiun atau bandara, sebuah signage akan membantu menghadirkan suasana aman dan nyaman, serta mengefisienkan waktu dan memandu penumpang yang akan menggunakan sarana publik tersebut. Dalam kasus ini, perwujudan wayfinding terdiri papan informasi, informasi jadwal, dan media lain yang menginformasikan hal-hal penting lainnya menyangkut keperluan penumpang.
Foto 2.8 Directional sign dalam sebuah bandara. Directional sign ini memberikan informasi mengenai arah tujuan yang diperlukan bagi pengguna bandara. (Sumber : dok. Pribadi)
Wayfinding merupakan sebuah proses dalam memaksimalkan fungsi segala unsur yang terdapat dalam sebuah properti, lokasi atau daerah, sehingga pengunjung dapat dengan mudah menemukan tujuan yang dimaksud.
A.
Unsur dalam Wayfinding Menurut www.graphicsystems.net, ada beberapa 4 unsur yang termasuk dalam
proses wayfinding, yaitu: 1. Arrival Points atau Titik Kedatangan Yang dimaksud dalam unsur ini adalah dengan mengidentifikasi dengan jelas jalan masuk utama menuju lokasi tersebut. Dengan demikian, pengunjung akan dengan mudah berpindah-pindah dari titik A ke titik B dan selanjutnya. Dalam titik kedatangan diperlukan marka grafis directional dan informational. Marka grafis tersebut diperlukan sebagai pemberi informasi utama bagi wisatawan yang baru masuk ke dalam daerah tersebut dan mempunyai tujuan untuk mengunjungi tempattempat lain yang ada pada daerah tersebut.
23
Foto 2.9 Arrival Points di Disneyland Resort Hong Kong. Selepasnya melewati arrival points, pengunjung akan mendapatkan informasi selengkapnya sebagai panduan dalam berwisata. (Sumber : dok. Pribadi)
Foto 2.10 Welcome Sign sebagai arrival points mengidentifikasi dengan jelas pintu masuk utama lokasi wisata. Dari titik ini, pengunjung dapat memulai mengelilingi area tempat wisata. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
2. Floor Numbering Unsur ini lebih diarahkan kepada wayfinding di dalam lokasi sebuah gedung atau lingkungan yang kecil. Dimaksudkan untuk mempunyai konsistensi dalam setiap lantai, sehingga menghasilkan harmonisasi yang baik. Terutama untuk gedung yang terus bertambah.
3. Destination Names atau Penamaan Lokasi Tujuan Yang dimaksud dengan destination names adalah dengan membuat sebuah standardisasi desain bentuk alat penanda pada sebuah gedung, lokasi maupun daerah. Dengan adanya standardisasi desain, dilanjutkan dengan membuat marka grafis dalam daerah yang dimaksud, seperti papan penanda, directory map, dan sebagainya. Dengan adanya standardisasi desain marka grafis dan elemen didalamnya, maka proses wayfinding akan lebih mudah untuk dilakukan karena pengunjung memiliki referensi yang sama akan desain marka grafis di tempat tersebut.
24
Foto 2.11 Directional sign bagian dari sistem informasi pariwisata di Disneyland Resort, Anaheim Florida. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
Foto 2.12 Standardisasi desain perangkat marka grafis dalam sistem informasi pariwisata di Disneyland Resort, Anaheim, Florida. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
Proses pembentukan standardisasi tersebut melibatkan banyak hal dari bidang ilmu desain komunikasi visual. Salah satu proses dalam pembentukan standardisasi bentuk desain marka grafis yang ada adalah mencari sebuah identitas yang dapat mewakili ciri khas dari daerah/lokasi tersebut. Identitas yang merupakan citra dari daerah tersebut dijadikan sebagai tolok ukur desain marka grafis yang ada. Dengan demikian maka dalam lokasi daerah tersebut akan memiliki kelompok marka grafis pariwisata yang terstandardisasi sehingga proses pengidentifikasian akan semakin mudah dan cepat. Tentunya hal ini akan sangat membantu bagi para wisatawan dan bagi daerah atau lokasi wisata setempat akan memberikan harmonisasi yang baik pada desain lingkungannya.
Foto 2.13 Penerapan standardisasi perangkat marka grafis pada restrictive/ prohibitive sign. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
25
4. Sign Placement atau Lokasi Penempatan Marka Grafis Dalam unsur ini perlu dilakukan konsistensi tempat atau lokasi untuk penempatan marka grafis. Misalnya penempatannya di dasar, di atas kepala, atau menempel di tembok. Dengan adanya pola yang teratur maka proses wayfinding akan lebih mudah.
Proses sign placement atau penempatan marka grafis juga turut menentukan berhasil tidaknya fungsi dari marka grafis tersebut. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam proses penempatan marka grafis. Berdasarkan buku panduan Kane County Bicycle and Pedestrian Plan terdapat beberapa faktor penempatan marka grafis yang dapat disesuaikan dengan penempatan marka grafis dalam bagian dari sistem informasi pariwisata kota Bogor.
Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Alat penanda harus ditempatkan di lokasi dengan area pandang yang luas dan terjangkau. Penempatan tersebut tergantung pada sight lines pada setiap lokasi penempatan. 2. Alat penanda harus ditempatkan pada jarak yang konstan dari pinggir area jalan atau pedestrian. Jarak yang dimaklumi sekitar 3 kaki 6 inchi. 3. Untuk directional sign, ketinggian huruf tidak boleh kurang dari 2 inchi. 4. Hindari penggunaan teks pada regulatory sign kecuali bila diperlukan. 5. Dalam satu alat penanda dapat diletakkan lebih dari satu informasi, namun informasi yang paling penting tetap diletakkan di bagian paling atas.
Foto 2.14 Penempatan directory sign yang diperuntukkan pengendara kendaraan bermotor. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
26
Foto 2.15 Lokasi penempatan marka grafis pada lantai atau dasar, sejajar dengan tempat kaki berpijak. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
Selain faktor lokasi penempatan, faktor frekuensi alat penanda juga mempunyai pengaruh pada maksimalisasi manfaat alat penanda bagi wisatawan pengguna. Alat penanda pada proses wayfinding harus ditempatkan pada periode yang mempunyai selang jarak tertentu. Penempatan alat penanda yang berulang-ulang dapat mengakibatkan kebingungan bagi pengguna dan juga menimbulkan polusi visual pada lingkungan. Jarak yang normal untuk pengulangan penempatan alat penanda yang berupa directional sign adalah sekitar 1 mil (1,6 km) untuk lokasi dalam kota. Dan sebaiknya penempatan diulang pada persimpangan-persimpangan yang memerlukan informasi pengarahan jalan.
Dalam bidang pariwisata, khususnya pariwisata di sebuah daerah, marka grafis merupakan alat penting yang harus dikembangkan dan didesain dengan baik. Seperti telah dijelaskan pada bab 1, kota adalah sebuah lingkungan yang sangat kompleks dan akan membingungkan bagi pengunjung terutama yang baru pertama kali datang. Dengan adanya marka grafis, maka proses wayfinding akan terbantu. Adapun bagi kepentingan dunia pariwisata, apa yang dapat dihasilkan oleh proses wayfinding yang baik adalah: •
Wisatawan yang datang akan merasa disambut dengan baik
•
Menghasilkan sense of place
•
Mengkomunikasikan informasi dengan cepat dan efektif
•
Memberikan citra positif bagi kota
•
Meningkatkan jumlah wisatawan yang datang
•
Memberikan kenyamanan, keamanan dan kelancaran dalam berwisata
27
B.
Proses dalam Wayfinding Dalam buku Wayfinding: People, Signs and Architecture, dijelaskan bahwa
strategi yang dimaksud oleh Passini dalam penjelasan pada paragraf sebelum, melalui 3 proses yang saling terkait antara satu sama lain. Ketiga proses tersebut adalah: 1. Decision making Dalam proses yang pertama ini, si pengguna marka grafis melalui proses pemikiran yaitu menentukan jalur mana yang akan ia tempuh untuk menuju lokasi yang ia inginkan. Pada proses ini, si pengguna membuat rencana dengan mengurai beberapa jalur yang mungkin ia lalui untuk mencapai lokasi yang diinginkan. 2. Decision execution Dalam proses ini, setelah mengetahui beberapa jalur yang dapat dilalui, si pengguna mengambil keputusan jalur mana yang ia pilih, dan mengubah rencana menjadi aksi. 3. Information Processing Dalam proses ini melibatkan kemampuan akan orientasi lingkungan berdasarkan
persepsi
dan
pemahaman
lokasi.
Kemampuan
tersebut
akan
mengakibatkan kedua proses sebelumnya berjalan dengan lancar.
Teori Wayfinding mempunyai posisi yang penting dalam pembentukkan sebuah pemahaman akan orientasi arah dalam sebuah lingkungan. Dalam sebuah lingkungan, ada beberapa hal yang dapat dijadikan alat penanda atau marka grafis sebagai salah satu perwujudan dari teori wayfinding itu sendiri.
Adapun marka grafis dalam sebuah lingkungan atau dapat disebut sebagai environmental information dibagi menjadi 3 kategori, yaitu: 1. Informasi arsitektural Untuk kategori ini, alat penanda atau marka grafis terkandung dalam lingkungan gedung itu sendiri, baik di luar maupun di dalam. Yang dimaksud dengan sudah terkandung dengan sendirinya adalah dengan menjadikan tangga, lorong, warna lantai, pintu, dan sebagainya sebagai panduan dalam menemukan arah yang dituju. 2. Informasi Grafis Kategori ini sudah cukup jelas mengenai pengertiannya. Adapun secara lebih jelas adalah penggunaan marka grafis dan alat identitas lainnya sebagai panduan dalam menemukan arah yang dituju. Pengidentifikasian arah dalam lingkungan 28
dilakukan dengan memperhatikan marka grafis yang tersedia untuk pemberian informasi kepada pengguna.
Foto 2.16 Garis kuning sebagai architectural information di stasiun kereta api. (Sumber: Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, 2005)
Foto 2.17 Karet sebagai architectural information memberikan informasi arah jalur kepada penderita cacat tuna netra. (Sumber : dok. Pribadi)
3. Informasi Verbal Pada kategori ini, pemberian informasi mengandalkan pada interaksi antara pengguna dengan individu lain sebagai pemberi informasi. Misalnya pada satpam, penjaga toko, orang yang lalu-lalang, polisi lalu lintas, petugas pariwisata, dan sebagainya. Tindakan yang dilakukan adalah dengan menanyakan langsung arah yang dituju kepada pemberi informasi, maka si pemberi informasi akan menunjukkan arah yang dicari dengan verbal.
29
Foto 2.18 Directional Sign (kiri) dan informational sign (kanan) ini adalah bagian dari graphic information. Directional Sign ini memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengunjung tempat wisata. (Sumber : (ki) dok. Probadi, (ka) Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, 2005)
Foto 2.19 Verbal Information (Sumber: dok. Pribadi)
Dalam penjabaran kategori diatas, architectural information dan graphic information merupakan perwujudan akan sebuah marka grafis. Dan kedua kategori tersebut merupakan hal dasar bagi individu dalam menemukan arah yang dituju atau wayfinding.
30
C. Perencanaan Spasial dalam Wayfinding Pada sistem wayfinding, diperlukan adanya zoning pada daerah/ lokasi yang didasarkan atas beberapa kebutuhan, yaitu kebutuhan akan kontak sesama manusia/ privasi, kebutuhan akan pertukaran informasi dan kebutuhan akan berbagi beberapa kegiatan. Menurut Romedi Passini dalam bukunya Wayfinding: People, Signs and Architecture mengatakan bahwa terdapat empat pola sirkulasi yang dapat diidentifikasi dalam wayfinding. Dengan mengetahui pola pada sebuah sistem wayfinding maka sistem informasi dengan pola sirkulasi tersebut akan lebih mudah untuk dipetakan dan menyediakan fasilitas informasi dalam proses pembuatan dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu dalam proses wayfinding. Berikut adalah empat pola yang dapat diidentifikasi dalam sistem wayfinding : a. Pola Shoestring Pola ini berdasarkan pada titik penyebaran acak dan tidak memiliki bentuk yang terorganisasi. Pola shoestring memiliki jalur tunggal utama dengan titiktitik penting yang terhubung pada jalur tersebut. Titik-titik tersebut diartikan sebagai lokasi wisata.
Gambar 2.2 Pola shoestring b. Pola Gestalt Pola gestalt ditandai dengan bentuk yang terorganisasi dan memiliki titik pertemuan pada pola tersebut. Pada pola gestalt, titik pertemuan tersebut membentuk sebuah struktur dan tidak menyebar secara acak. Apabila titik-titik tersebut dihubungkan maka akan membuat sebuah bentuk yang terogranisasi.
31
Gambar 2.3 Pola gestalt
c. Pola Sistematis Pola sistematis diidentifikasi melalui adanya pola yang tersusun dengan simetri. Pola ini umum ditemukan dalam sebuah gedung/ pusat perbelanjaan. Proses wayfinding pada pola ini tergolong rumit karena semua sudut simetri sehingga diperlukan adanya informasi yang merata.
Gambar 2.4 Pola Sistematis d. Pola Jaringan/ Pengulangan Pola jaringan dapat diidentifikasi pada area yang luas. Pada pola ini titik mempunyai beberapa fungsi, yaitu fungsi primer, sekunder, dan selanjutnya. Pada pola ini, individu yang akan menuju suatu lokasi akan berhenti pada beberapa titik yang dilewatinya. Dalam kata lain, pola jaringan diidentifikasi sebagai sistem hirarki.
Gambar 2.5 Pola Jaringan
32
Berikut ini adalah rangkuman pola orgranisasi dan tipe sirkulasi yang mewakilinya: Tabel II.1 Macam-macam Pola Organisasi dan Tipe Sirkulasi Spasial Pola Organisasi
Shoestring
Tipe Sirkulasi
Penempatan
Informasi
Struktur
Struktur
Jalur Tunggal
-
Anchor points
Core
-
Anchor points
Komposit
-
Anchor
points
pada
persimpangan Jaringan Tersebar
-
Anchor
points
pada
persimpangan
Gestalt
Jalur Tunggal
Bentuk Jalur
Gabungan antara jalur dan bentuk bangunan
Core
Bentuk jalur
Gabungan antara jalur dan bentuk bangunan
Terpusat
Bentuk jalur
Terpusat pada jalur dan bentuk bangunan
Komposit
Bentuk jalur
Joints
dan
persimpangan jalur
dan
pada bentuk
bangunan
Sistematis
Jaringan
Axial
Simetri
Axis
Terpusat
Simetri
Pusat
Focal order
Titik focal
Grid
Pola grid
Titik pemberhentian
Sirkulasi hierarchical
Hierarchy
Hierarchical order atas node atau jalur
33
D. Keterkaitan 4 Fungsi Marka Grafis dalam Sistem Wayfinding Berikut bagan yang menunjukkan proses wayfinding dan sistem informasi yang terdapat dalam masing-masing proses tersebut : Origin
1
Originating Station
2
Transfer Station
Destination Station
3
4 4
Final Destination
5
Gambar 2.6 Bagan proses wayfinding dan sistem informasi (Sumber : Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program, 2005)
Alat pemberi informasi : - Internet - Telepon - Peta - Jadwal - Trip Planner - Tourist Information Center - Handphone
- Wayfinding Signs&Simbol - Regional Maps - Jadwal - SDM Pariwiisata - Tourist Information Center - Handphone
- Wayfinding Signs&Simbol - Regional Maps - Local Area Maps - Jadwal - SDM Pariwisata - Tourist Information Center - Handphone
- Wayfinding Signs&Simbol - Pedestrian Map - SDM Pariwisata - Information Center - City guide Map - Handphone
- Wayfinding Signs&Simbol - Directional Map - Guide Book - SDM Pariwisata - Information Center
Dari bagan proses wayfinding dan sistem informasi tersebut terlihat korelasi antara fungsi marka grafis dengan manfaat yang ditimbulkan olehnya. Menurut teori yang dikemukakan oleh John Follis dan Dave Hammer dalam bukunya Architecture Signing and Graphics mengatakan bahwa marka grafis mempunyai 4 fungsi, yaitu directional, identifying, informational dan restrictive. Lalu secara lebih lanjut, empat fungsi tersebut akan dimanfaatkan dalam proses wayfinding yang terdiri atas 4 unsur utama, yaitu arrival points, floor numbering, destination names dan sign placement. Pada bagan dalam gambar 2.29 dapat diidentifikasi kegunaan marka grafis berdasarkan 4 faktor yang telah disebutkan. Pada proses 2 hingga 5 fungsi marka grafis cukup berperan. Wayfinding signs and symbols, pedestrian map, directional map, regional map, jadwal, tourist information center merupakan alat pendukung pemberi informasi pada proses tersebut yang merupakan perwujudan dari keempat
34
fungsi marka grafis. Masing-masing dari fungsi tersebut saling berkaitan dan memberikan manfaat pada proses wayfinding.
II.1.4. Tipografi dalam Marka grafis Umum
diketahui
bahwa
tipografi
mempunyai
arti
penting
dalam
pembentukkan sebuah marka grafis yang baik. mulai dari penggunaan huruf, pengaturan jarak hingga pengaturan besar huruf sangat menentukan akan keberhasilan sebuah marka grafis untuk berfungsi dengan baik sebagai media pemberi informasi. Namun berbeda dengan penggunaan tipografi dalam sebuah media cetak, untuk keperluan sebuah marka grafis perlu diperhatikan apa yang dinamakan legibilitas.
A. Elemen huruf Pada dasarnya huruf mempunyai beberapa elemen yang umumnya sudah kita ketahui. Dari elemen-elemen tersebut terbentuk susunan huruf yang mengindikasikan akan pemberian informasi. Elemen-elemen huruf tersebut terdiri dari: a. Huruf Uppercase ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ b. Huruf lowercase abcdefghijklmnopqrstuvwxyz c. Angka 1234567890 d. Simbol @$%& e. Tanda baca ,.:”;’?/
B. Pengaturan Visual terhadap Huruf yang Bundar Pada umumnya, huruf dengan bentuk yang bundar pada penulisannya akan sedikit lebih tinggi dari pada huruf dengan bentuk rata. Hal ini dikarenakan apabila huruf bentuk bundar disamaratakan tingginya dengan huruf bentuk rata, maka huruf bentuk bundar akan terlihat lebih kecil. Contoh:
35
C. Huruf Kecil Dalam penulisan huruf kecil, terdapat beberapa hal yang wajib untuk diketahui. a. X-height X-height adalah jarak antara baseline dengan garis tengah batas atas badan huruf kecil.
b. Ascenders Ascenders adalah garis antara batas atas x-height dengan batas atas height lines.
c. Descenders Descenders adalah garis atas x-height dengan baseline.
36
d. Overall height Overall height adalah jarak tinggi keseluruhan huruf dari bagian atas huruf hingga bagian dasar huruf.
D. Kategori Jenis Huruf Berdasarkan buku Architecture Signing and Graphics, jenis huruf dibagi menjadi 4 kategori, yaitu : a. Serif Jenis huruf serif diidentifikasi dengan adanya garis pendek pada bagian ujung badan huruf. Pada umumnya jenis huruf ini mempunyai tingkat legibilitas yang baik, namun tidak sebaik jenis huruf sans serif. Jenis huruf ini menghasilkan tampilan hangat dan klasik. Contoh :
apply b. Sans Serif Jenis huruf ini tidak mempunyai garis pendek pada bagian ujung badan huruf. Dalam pembuatan marka grafis, jenis huruf ini banyak digunakan karena tingkat legibilitasnya yang tinggi dan menciptakan tampilan yang jelas dan modern. Contoh :
apply 37
c. Transitional Jenis huruf ini mempunyai tampilan klasik seperti jenis huruf serif, namun tetap mempunyai tingkat legibilitas yang tinggi seperti jenis huruf sans serif. Contoh :
apply d. Decorative Jenis huruf ini mempunyai tingkat legibilitas yang paling rendah dan digunakan apabila komunikasi bukan hal yang primer. Contoh :
apply
E. Besar Huruf dalam Marka Grafis Besar huruf dalam marka grafis bervariasi tergantung kepada fungsi dan tujuannya. Dalam tesis ini, dibutuhkan 3 macam jenis besar huruf yaitu untuk pengidentifikasi jarak dekat, pengidentifikasian jarak sedang dan pengidentifikasian jarak jauh. Pengidentifikasian jarak dekat ditujukan untuk informational sign yang diidentifikasi oleh pengguna dari jarak dekat karena marka grafis tersebut mengandung banyak informasi. Pengidentifikasian jarak sedang ditujukan untuk directional sign bagi pedestrian. Pengidentifikasian jarak jauh ditujukan untuk pengendara kendaraan bermotor.
38
Gambar 2.7 Perbandingan tinggi huruf dan jarak pandang pada marka grafis untuk pengidentifikasian jarak jauh (di jalan raya). ( Sumber : hal. 495 buku Human Factors Design Handbook.)
Dalam keperluan tertentu, terkadang informasi yang terdapat dalam sebuah marka grafis tidak hanya mengandung kalimat namun juga terdapat simbol sebagai penegasan kembali kalimat tersebut. Atau dapat pula sebuah marka grafis tidak mengandung kata atau kalimat namun hanya menampilkan simbol sebagai penyederhana kata atau kalimat tersebut. Perbandingan antara tinggi simbol dan jarak pengidentifikasi yang efektif bagi pejalan kaki dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.8 Perbandingan tinggi simbol dan jarak pandang pada marka grafis untuk pengidentifikasian oleh pejalan kaki. Perbandingan tersebut dengan jarak pandang efektif tidak lebih dari 46.5 m dan tidak kurang dari 6 m. (Sumber : hal. 503 buku Human Factors Design Handbook.)
39
II.1.5. Ukuran Standar Besar dan Tinggi Marka Grafis Beberapa ukuran standar besar marka grafis: a. Marka grafis petunjuk arah dengan penempatan di atas kepala Untuk marka grafis yang ditempatkan diatas kepala (didalam gedung) ukurannya adalah 12” x 48” atau 12” x 72”. b. Marka grafis yang berisi informasi Untuk marka grafis yang berisi informasi (umumnya peta petunjuk) ukurannya adalah 18” x 36” (maks.).
Ukuran standar penempatan tinggi marka grafis: a. Marka grafis dengan penempatan di atas kepala Untuk marka grafis dengan penempatan di atas kepala (di dalam gedung) mempunyai minimum ketinggian 7’ atau 213 cm. b. Marka grafis yang berisi informasi Untuk marka grafis yang berisi informasi ditempatkan pada ketinggian 152,4 cm dari dasar hingga ke bagian informasi paling atas. c. Marka grafis di jalan raya dan di dalam perumahan Untuk marka grafis di jalan raya mempunyai ketinggian standar 275 cm, dan untuk penempatan di perumahan mempunyai ketinggian standar 200 cm.
II.1.5. Human Factors Dalam suatu marka grafis, faktor manusia dalam merespon alat penanda sangat penting. Karena besar kecilnya pengaruh menentukan baik tidaknya marka grafis tersebut. Setiap orang akan memberikan respon yang berbeda dalam menanggapi sebuah tanda. Respon pada masing-masing individu dipengaruhi oleh faktor fisik dan karakter psikologis. Pada penelitian ini, faktor yang mempengaruhi manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Faktor fisik Yang dimaksud dengan faktor fisik adalah kemampuan bagi individu dalam merespon sebuah tanda. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh panca indera manusia. Macam-macam faktor fisik adalah :
40
a. Besar area pandang Penelitian membuktikan bahwa besaran area pandang normal yang dimiliki oleh manusia pada umumnya adalah sekitar 60°. Area diluar sudut pandang 60° tidak dapat dilihat secara maksimal. Namun apabila sebuah alat penanda ditempatkan menempel pada langit-langit sebuah ruangan/gedung, maka besaran tersebut akan melebihi 60°. Dalam keadaan tersebut, secara reflek manusia akan mendongakkan kepalanya untuk melihat informasi yang berada di atas.
X= tinggi marka grafis Y= jarak menuju marka grafis Z= ketinggian huruf
Gambar 2.9 Gambar ilustrasi penempatan sign diatas kepala dengan tinggi manusia yang akan melihat sign tersebut. (Sumber : Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program)
Atau pada keadaan lain, ruangan ditata dengan pagar pembatas agar apabila alat penanda diletakkan dilangit-langit, pengguna hanya akan mendekat hingga batas yang ditentukan. Dengan ini maka akan tetap didapatkan jarak pandang maksimal sebesar 60°.
Pembatas rendah untuk menghalangi pengamat mendekati marka grafis
Gambar 2.10 Ilustrasi penempatan marka grafis diatas kepala dengan menempatkan pembatas sebagai pencegah pengamat agar tidak mendekati marka grafis lebih dekat sehingga marka grafis dapat diidentifikasi dengan lebih jelas. (Sumber : Technical Memorandum 4. Proposed Regional Wayfinding Signage Program)
41
Gambar 2.11 Pengamat pria pada posisi berdiri/display pos kerja (Sumber: Dimensi Manusia & Ruang Interior, Julius Panero dan Martin Zelnik, Whitney Library of Design, 1979)
`
Gambar 2.12 Pengamat wanita pada posisi berdiri/display pos kerja (Sumber: Dimensi Manusia & Ruang Interior, Julius Panero dan Martin Zelnik, Whitney Library of Design, 1979)
42
b. Kemampuan kecepatan baca Kemampuan kecepatan baca pada manusia normal adalah sekitar 125-600 kata per menit. Faktor penentu lain, seperti umur, kecerdasan, dan edukasi mempengaruhi kecepatan kemampuan baca. Rata-rata kemampuan tersebut adalah 250 kata per menit. Berdasarkan pada kemampuan kecepatan baca yang ada, untuk pengendara kendaraan bermotor, dimana hanya akan membaca untuk beberapa detik saja, maka dalam alat penanda yang ada sebanyak-banyaknya hanya mengandung 6 kata.
Tabel II.2 Bagan analisa legabilitas dan kecepatan baca sebuah tanda pada kendaraan bermotor. (Sumber : Architectural Signing and Graphics, Follis and Hammer, hal. 22) Jumlah
Kecepatan
Durasi
Jarak yang
Tinggi
Area
Institusi
Jalur
(KM/JAM)
Reaksi (detik)
ditempuh saat
Huruf
komersial
Perumahan
bereaksi
(cm)
& Industri
Agrikultur
(m2)
(m2)
(meter)
2
4
6
Tol
24,1
53,6
10,16
0,74
0,55
48,3
107,3
17,78
2,3
1,67
72,4
161
25,4
4,6
3,34
88,5
214,6
35,56
9,3
6,5
67
10,16
0,74
0,55
48,3
134
22,86
3,7
2,6
72,4
201
33,02
8,4
5,9
88,5
268,2
43,18
13,9
9,8
73,8
12,7
1,2
0,9
48,3
147,5
22,86
13
2,6
72,4
221,3
35,56
9,3
6,5
88,5
295
48,26
17,65
12,4
321,9
53,34
21,34
15,05
24,1
24,1
88,5
8
10
11
12
c. Tingkat keterbacaan Menurut penelitian yang ada, menyimpulkan bahwa dibawah cahaya penerangan normal, saat subyek berdiri tegak, seorang manusia dengan pengelihatan normal 20/20 dapat membaca 1 inci (25 mm) tinggi huruf pada standar Snellen eye chart yang digunakan oleh optometris pada jarak 50 feet (15 meter).
43
2. Faktor psikologis Dalam proses penginterpretasian sebuah alat penanda, selain faktor dari manusia, juga terdapat faktor dari fisik alat penanda itu sendiri yang ikut berpengaruh. Faktor tersebut dikategorikan sebagai faktor psikologis, karena mempengaruhi manusia dalam merespon tanda.
Faktor psikologis itu terdiri dari: a. Figure-Ground Relationship Yang dimaksud dengan teori figure-ground ini adalah bagaimana pengaruh hubungan antara bentuk/pola sebuah tanda dengan latar belakang yang dimilikinya. Sebuah bentuk akan lebih tegas apabila mempunyai outline atau garis pembatas luar. Dan apapun yang menguatkan persepsi pada sebuah bentuk akan mempengaruhi proses peresponan ke arah yang lebih positif. Konsep teori figure-ground ini juga berhubungan dengan bagaimana jarak antara huruf mempengaruhi persepsi sebuah pesan. Menurut ilmu psikologi, hal ini disebut perceptual filling in atau figural organization. Apabila jarak antara huruf dalam sebuah kata terlalu dekat, maka persepsi pada kata akan buram.
Foto 2.20 Outline sebagai contoh figure-ground relationship pada signage. (Sumber : Print Casebooks 9: The Best in Environmental Design Graphics, Akiko Busch, 1991)
b. Pengimplementasian Warna Proses pemberian warna pada sebuah alat penanda sangat mempengaruhi persepsi akan makna dan pesan yang disampaikan. Pemberian warna dapat dimaksudkan untuk memberikan kesan menarik, namun dalam sebuah marka grafis, pemberian warna umumnya mempunyai makna sendiri. Misalnya dalam gedung parkir bertingkat, pemberian warna berbeda untuk membantu memandu pengguna dalam mengingat lokasi parkir yang dituju.
44
3. Faktor lingkungan Ada beberapa faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi persepsi manusia terhadap alat penanda. Yang paling utama adalah yang berhubungan dengan kualitas, intensitas dan pengaruh pencahayaan yang jatuh pada alat penanda tersebut; faktor fisik berupa halangan pada garis area pandang antara alat penanda dan pengguna; serta lingkungan di belakang maupun sekitar penempatan alat penanda.
a.
Pencahayaan Pada keadaan normal pencahayaan yang dibutuhkan adalah sekitar 25
footcandles. Namun pada keadaan gelap, dengan pencahayaan sekitar 2 footcandles masih dapat dimungkinkan, karena mata akan berkontraksi. Pada keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya pencahayaan minim, maka kontras antara copy dengan background harus tinggi. Sehingga alat penanda masih dapat direspon oleh pengguna.
b.
Garis batas pandangan Pada keadaan umum, alat penanda akan ditempatkan pada area yang
memungkinkan bagi semua orang untuk melihatnya. Namun pada keadaan-keadaan tertentu, akan terdapat hambatan dalam penempatan di tempat yang terjangkau dalam area pandang. Dalam hal ini dibutuhkan kreativitas desainer untuk menentukan cara dalam menghindari hambatan yang akan timbul.
c.
Latar belakang marka grafis Ada beberapa faktor background yang mempengaruhi persepsi pengguna
dalam merespon sebuah alat penanda. Salah satunya adalah mengenai hubungan antara huruf dengan latar belakang yang menyertainya dalam sebuah bentuk alat penanda, yang lebih dikenal dengan hubungan figure-ground. Hal lainnya adalah hubungan antara sebuah alat penanda dengan latar belakang lingkungannya. Lingkungan yang menyertai latar belakang sebuah alat penanda dapat memberikan gangguan dalam penerimaan pesan bagi pengguna, kecuali alat penanda didesain sedemikian rupa sehingga dapat muncul di antara lingkungan yang kurang mendukung.
45
II.1.6. Elemen dekoratif Sebagai bagian dari alat pemberi informasi, menurut John Follis dan Dave Hammer dalam bukunya yang berjudul Architectural Signing and Graphics ada yang dinamakan unsur elemen dekoratif. Unsur ini termasuk dalam kategori elemen penunjang dalam marka grafis. Fungsi utama dari elemen ini adalah untuk memberikan nilai tambah dan menarik terhadap tempat maupun kegiatan yang ada, namun tidak memberikan informasi utama bagi tempat wisata atau daerah tersebut. Unsur elemen dekoratif ini berkembang dan berubah sejalan dengan ide tematik yang ada di lokasi setempat.
Elemen dekoratif ini terdiri dari 2 macam bentuk : 1. Gambar grafis Bentuk elemen dekoratif yang berupa gambar grafis ini memberikan fungsi sebagai nilai penambah faktor estetika di lokasi setempat, bukan sebagai pemberi informasi utama. Unsur ini dapat diarahkan kepada desain dekoratif yang memberikan warna, unsur harmonis, sebuah ide tematik bahkan sense of place ke dalam area tersebut. 2. Banner Yang dimaksud dengan banner dalam hal ini, termasuk juga bendera, pennants, dan streamer. Umumnya, dalam sebuah kota atau lokasi wisata digunakan bentuk elemen tersebut untuk mengumumkan event yang sedang terjadi serta juga dimaksudkan untuk menambah unsur estetika.
II.1.7. Warna Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer. Warna bisa berarti pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda. Misalnya pencampuran pigmen magenta dan cyan dengan proporsi tepat dan disinari cahaya putih sempurna akan menghasilkan sensasi mirip warna merah.
46
Gambar 2.13 Bentuk spektrum warna. Diagram lingkaran warna pertama kali didesain oleh Sir Isaac Newton tahun 1666. (Sumber: www.tigercolor.com)
Setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengidentifikasi dan mengingat sebuah warna. Umumnya hanya 6 warna (tidak termasuk hitam dan putih) yang mampu diingat dengan baik, yaitu merah kuning biru, hijau, oranye dan coklat9. Untuk keperluan marka grafis, warna dapat dipergunakan sebagai alat penunjang proses pengidentifikasian. Contohnya adalah pemberian warna yang berbeda bagi tiap lantai dalam gedung parkir untuk penomoran. Namun umumnya jika sudah menggunakan angka atau huruf dalam pengidentifikasian, penggunaan warna tidak diperlukan lagi.
A.
Warna primer, sekunder dan tertier
Warna primer adalah merah, kuning dan biru. Warna sekunder adalah hijau, oranye dan ungu. Warna sekunder didapat dari percampuran 2 warna primer. Warna tertier adalah warna yang dihasilkan dari percampuran warna primer dan sekunder.
9
Hal. 19 Buku Architecture Signing and Graphics karangan John Follis dan Hammer.
47
B.
Warna tint, shade dan tone
Tint adalah hasil sebuah warna yang dicampur dengan warna putih.
Gambar 2.14 Tint (Sumber: www.tigercolor.com)
Shade adalah hasil sebuah warna yang dicampur dengan warna hitam.
Gambar 2.15 Shade (Sumber: www.tigercolor.com)
Tone adalah hasil sebuah warna yang dicampur dengan warna abu-abu.
Gambar 2.16 Tone (Sumber: www.tigercolor.com)
C.
Harmoni warna Warna komplementer adalah warna yang terletak berlawanan dalam sebuah
diagram warna, misalnya warna merah dan hijau. Warna komplementer tidak disarankan untuk menuliskan teks.
Gambar 2.17 (ki) Warna komplementer. (ka) Warna komplementer diatas warna putih dan hitam (Sumber: www.tigercolor.com)
48
Warna Analogus adalah warna yang terletak bersebelahan dalam sebuah diagram warna. Gambar 2.18 (ki) Warna analogus. (ka) Warna analogus diatas warna hitam dan putih. (Sumber: www.tigercolor.com)
Warna Triadik adalah warna dalam hubungan garis segitiga sama sisi yang yang dalam sebuah diagram warna.
Gambar 2.19 (ki) Warna triadik. (ka) Warna triadik diatas warna hitam dan putih. (Sumber: www.tigercolor.com)
Warna Split-komplementer adalah sebuah variasi bentuk terhadap arna komplementer. Warna split-komplementer menggunakan 1 warna dasar dan 2 warna yang terletak berhadapan dengan warna dasar tersebut. Gambar 2.20 (ki) Warna splitkomplementer. (ka) Warna split-komplementer diatas warna hitam dan putih. (Sumber: www.tigercolor.com)
49
Warna Tetradik adalah 2 warna komplementer yang saling berhadapan dan membentuk garis persegi panjang. Gambar 2.21 (ki) Warna tetradik. (ka) Warna tetradik diatas warna hitam dan putih. (Sumber: www.tigercolor.com)
Warna Quatradik adalah 2 warna komplementer yang saling berhadapan dan membentuk garis bujur sangkar. Gambar 2.22 (ki) Warna quatradik. (ka) Warna quatradik diatas warna hitam dan putih. (Sumber: www.tigercolor.com)
Warna juga memiliki makna dan arti tertentu. Umumnya warna merah akan memberikan arti bahaya atau dilarang. Hal ini karena asosiasi warna api yang mempunyai arti bahaya. Sedangkan warna kuning mempunyai makna hati-hati.
Menurut sumber www.color-wheel-pro.com, warna dijelaskan secara lebih rinci. Masing-masing dari warna mempunyai arti umum secara simbolis. Dari arti tersebut mempunyai arti-arti tertentu berdasarkan bidang yang diwakilinya.
50
Tabel II.3 Arti warna dalam bidang keuangan, teknik dan kesehatan. (Sumber: www.bigbadbookblog.com) Warna
Keuangan
Teknik
Kesehatan
Merah
Kerugian
Panas, bahaya
Bahaya, darurat, Mengandung oksigen
Kuning
Biru
Penting, keadaan Hati-hati,
Sedikit harapan
yang substansial
Pemberitahuan
Dapat
Air, dingin, sejuk
Kematian, racun
Aman,
Infeksi
diandalkan, resmi Hijau
Keuntungan
lingkungan Cyan
Sejuk, sedih
Uap
Racun,
minim
oksigen
Merah Merah adalah warna api dan darah, sehingga dapat diasosiasikan dengan energi, perang, bahaya, kekuatan, kekuasaan, dan juga hasrat, keinginan dan cinta. Merah adalah warna yang memiliki makna emosional tinggi. Warna tersebut memiliki tingkat visibilitas yang tinggi sehingga banyak digunakan untuk marka jalan, lampu lalu lintas dan alat-alat penting lainnya. Dalam bidang lain, merah juga diartikan sebagai keberanian, sehingga banyak digunakan dalam warna bendera nasional sebuah negara. Merah juga diartikan sebagai warna yang dapat menstimulasi pembaca untuk melakukan pemikiran yang cepat, seperti tanda “SALE”, “DISKON” ataupun “BUY ONE GET ONE” yang selalu diberi warna merah. Berbagai turunan warna merah mempunyai arti sebagai berikut : Merah menyala merepresentasikan seksualitas, hasrat, cinta, kebahagian. Pink merepresentasikan romansa, cinta, persahabatan, feminin. Merah tua diasosiasikan sebagai pemberontakan, marah, kepemimpinan, keberanian. Coklat merepresentasikan sebagai stabilitas dan maskulin. Dari sumber Color Harmony Workbook, warna coklat dapat diasosiasikan sesuatu yang bernuansa membumi, kultural, budaya, seni dan budaya jaman dulu.
51
Oranye Oranye memiliki komninasi antara energi dari warna merah dan suasana kebahagiaan dari warna kuning. Warna oranye sering diasosiasikan dengan nuansa kebahagiaan, sinar matahari dan alam tropis. Oranye memiliki makna antusias, kreativitas, dan atraktif. Warna oranye juga memiliki tingkat visibilitas yang tinggi seperti warna merah sehingga dapat digunakan untuk menarik perhatian dan menggarisbawahi elemen penting dalam sebuah desain. Oranye sangat efektif untuk mempromosikan produk makanan dan mainan. Berbagai turunan warna oranye mempunyai arti sebagai berikut : Oranye tua dapat diartikan sebagai tidak dapat dipercaya. Oranye kemerah-merahan dapat diartikan sebagai hasrat seksual, agresi dan aksi. Emas merepresentasikan arti prestisius, kekayaan, kebijakan, dan kualitas tinggi.
Kuning Kuning adalah warna dari sinar matahari. Sehingga warna kuning diasosiasikan sebagai kebahagian, intelektualitas dan energi baik. Namun warna kuning juga memiliki arti kekanak-kanakan dan tidak disarankan untuk menjual produk maskuin yang bernilai tinggi dan prestisius. Warna kuning memproduksi efek yang menghangatkan, menstimulasi aktivitas mental dan energi positif. Warna kuning yang terang
merupakan
penarik
perhatian
yang
tinggi.
Apabila warna kuning
dikombinasikan dengan warna hitam mempunyai arti perhatian.
Hijau Hijau adalah warna alam. Warna tersebut menyimbolkan pertumbuhan, harmonisasi, kesegaran dan fertilitas. Hijau memiliki makna emosional dengan keamanan. Hijau tua sering diasosiasikan dengan uang. Warna hijau memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dan relaksasi untuk mata manusia. Warna hijau dapat diindikasikan dengan makna aman bila dihubungkan dengan produk medis. Warna tersebut kebalikan dari warna merah dalam keperluan lalu lintas.
52
Biru Biru adalah warna langit dan laut. Warna tersebut sering diasosiasikan dengan kedalaman dan stabilitas. Biru menyimbolkan kepercayaan, loyalitas, kebijakan, percaya diri, intelegensi, kebenaran dan surga. Warna biru dapat digunakan untuk mempromosikan produk dan jasa yang berhubungan dengan kebersihan dan air. Dan warna biru mempunyai arti yang berlawanan dengan emosi warna merah, oranye dan kuning, yaitu intelek, dan perhatian dalam arti yang lebih tenang. Warna biru direkomendasikan untuk mempromosikan produk teknologi tinggi dan dihindarkan untuk mempromosikan produk makanan karena menghilangkan selera. Berbagai turunan warna biru mempunyai arti sebagai berikut : Biru muda diasosiasikan dengan kesehatan, penyembuhan, pengertian dan kelembutan. Biru tua diasosiasikan dengan ilmu pengetahuan, kekuatan, resmi, serius.
Ungu Warna ungu mempunyai makna kombinasi antara stabilitas yang dimiliki oleh warna biru dan energi yang dimiliki oleh warna merah. Ungu sering diasosiasikan dengan royalti, kebijakan, kreativitas, misteri, dan kekuatan magis. Warna tersebut menyimbolkan kekuatan, ambisi, ekstravagansa dan kemewahan. Berbagai turunan warna ungu mempunyai arti sebagai berikut : Ungu muda merepresentasikan romantis dan nostalgia. Ungu tua merepresentasikan kesedihan dan frustasi.
Putih Warna putih sering diasosiasikan dengan cahaya, kebaikan, kemurnian, dan virginitas. Dari makna-makna tersebut, warna putih sering diartikan sebagai warna yang menggambarkan kesempurnaan. Putih mempunyai makna aman, murni dan bersih. Warna putih mempunyai makna yang positif, yang berlawanan dengan warna hitam. Dalam dunia advertising, putih sering diasosiasikan dengan kesejukan dan kebersihan. Warna putih dapat digunakan dalam mempromosikan produk hi-tech yang memiliki gaya minimalis. Putih juga digunakan untuk organisasi non-profit dan
53
sering diasosiasikan dengan rumah sakit, dokter dan steril serta untuk produk makanan adalah produk-produk rendah kalori dan rendah lemak.
Hitam Warna hitam sering diasosiasikan dengan kekuatan, elegan, formal, kematian, misteri, dan kejahatan. Warna tersebut umumnya mempunyai makna konotasi yang negatif.
II.1.8. Rangkuman Keseluruhan teori diatas berkaitan dengan marka grafis dalam sistem informasi visual. Secara umum, teori-teori tersebut terdiri dari fungsi marka grafis yang dibagi menjadi empat kategori, yaitu directional, identifying, informational dan restrictive. Masing-masing dari fungsi tersebut mempunyai bentuk marka grafis tersendiri yang spesifik. Serta dalam tiap fungsi memberikan informasi yang berbedabeda. Kemudian terdapat kegunaan simbol sebagai unsur pembentuk marka grafis. Dalam hal ini diketahui bahwa simbol merupakan salah satu unsur penting pembentuk sebuah marka grafis. Sebuah simbol yang baik dapat berfungsi sebagai penyederhanaan kalimat. Erat kaitannya dengan simbol, adalah piktogram. Piktogram adalah sebuah penyederhanaan visual dari yang sebuah bentuk yang sesuai dengan aslinya. Misalnya digunakan sebagai penyederhanaan sebuah gereja sebagai alat untuk menginformasikan lokasi sebuah gereja dalam sebuah peta wisata. Dalam sebuah sistem informasi visual, proses wayfinding merupakan sebuah proses yang umum dilakukan oleh pengguna. Dalam hal ini, erat kaitannya dengan wisatawan sebagai pengguna marka grafis yang berhubungan dengan kegiatan kepariwisataan. Lancar atau tidaknya sebuah proses wayfinding merupakan bukti dari berhasil atau tidaknya fungsi sebuah marka grafis. Dalam hal ini keberhasilan marka grafis juga ditentukan oleh faktor-faktor penentu selain dari beberapa faktor yang telah disebut pada paragraf sebelum, seperti human factors yang menyangkut mengenai faktor-faktor pendukung penerimaan pesan oleh si pengguna marka grafis yang terdiri dari faktor fisik dan psikologis, dan faktor tipografi serta warna yang turut berperan sebagai faktor pembentuk sebuah marka grafis.
54
II.2
Sistem Informasi Pariwisata Turisme adalah salah satu dari beberapa aktivitas dalam sebuah komunitas
atau daerah yang memerlukan perencanaan dan koordinasi. Perencanaan terdiri dari proses pengidentifikasian objek, sekaligus penjabaran serta pengevaluasian metode dalam mencapai tujuan yang dimaksud. Proses perencanaan ini dilaksanakan dengan perencanaan yang komprehensif, dalam hal ini adalah perencanaan yang mencakup seluruh sumber yang berkaitan dengan turisme, termasuk organisasi, pasar, dan program dalam daerah tersebut. Dalam perencanaan komprehensif juga meliputi aspek ekonomi, situasi lingkungan, sosial dan aspek institusional yang berkaitan dengan perkembangan pariwisata, khususnya pariwisata daerah. Menurut Daniel Stynes dan Cynthia O’Halloran (1987) mengatakan bahwa dalam proses perencanaan sistem pariwisata terdapat enam langkah yang harus dipenuhi10, yaitu: 1. Menjabarkan tujuan yang ingin diraih, dalam hal ini adalah peningkatan pariwisata daerah sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan dareah setelah adanya aturan otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia. 2. Mengidentifikasi sistem informasi pariwisata, dalam hal ini adalah semua aspek yang berkaitan dengan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan. 3. Melakukan generalisasi pada semua objek wisata. Artinya mempersiapkan sebuah objek wisata untuk dapat dikunjungi oleh seluruh lapisan masyarakat. 4. Mencari hal-hal alternatif lain (sekunder/pendukung kegiatan wisata) yang masih berkaitan dengan objek utama. 5.
Memilih hal-hal alternatif tersebut serta menggabungkannya dengan keseluruhan objek utama sehingga menjadi satu kesatuan sistem pariwisata.
6. Memonitor perkembangan sistem pariwisata dan mengevaluasi perkembangannya.
Sebagai sebuah sistem informasi pariwisata, unsur-unsur yang terlibat dalam sistem tersebut terdiri dari media informasi dan komunikasi, desain, sistem transportasi, jasa pelayanan, serta objek wisata itu sendiri. Media informasi dan komunikasi dibutuhkan sebagai upaya untuk pemberian informasi yang jelas dan akurat.
10
Makalah dari Michigan State University berjudul Tourism Planning, oleh Daniel J. Stynes dan Cynthia O’Halloran (Oktober 1987)
55
II.2.1 Pengertian Kota, Pariwisata dan Objek Wisata Pada penelitian ini, sistem informasi pariwisata tidak lepas keterkaitannya dengan salah satu fungsi sebuah kota. Pengertian kota dapat dijelaskan baik dari segi struktural maupun fungsional. Bila dihubungkan dengan segi struktural, maka menurut A.L. Slamet Ryadi (1984) kota dapat diartikan sebagai suatu area/daerah atau wilayah yang secara administratif memiliki batas-batas dengan didalamnya terdapat komponen-komponen yang meliputi antara lain; penduduk dengan ukurannya (population size), sistem ekonomi, sistem sosial, sarana maupun infrastruktur yang semuanya merupakan sebagai satu kelengkapan keseluruhan. Selanjutnya dari segi fungsionalnya pengertian kota dapat diartikan sebagai pusat pemukiman penduduk maupun pusat pertumbuhan dalam sistem pengembangan kehidupan sosio kultural yang luas.11 Ditinjau dari sisi peranannya, fungsi sistem informasi pariwisata berkembang sejalan dengan adanya perkembangan yang terjadi di dalam kota itu sendiri. Jika ditinjau dari segi fisik, sistem informasi pariwisata tidak lepas hubungannya dengan sistem informasi umum yang ada di dalam kota. Sistem informasi umum tersebut juga mewakili kebutuhan wisatawan pelancong yang datang ke kota tersebut. Pemenuhan akan kebutuhan bagi wisatawan adalah sebuah standardisasi umum dalam pengembangan sebuah daerah/kota di era industri sekarang. Adapun tersedianya sistem informasi pariwisata yang lengkap dan terpadu yang memberikan kenyamanan bagi wisatawan merupakan suatu nilai tambah dan keuntungan bagi daerah/kota itu sendiri karena akan memberikan reputasi yang baik bagi citra dan identitas kota tersebut. Kota mempunyai pengertian tersendiri bila dihubungkan dengan pariwisata. Dengan mengambil contoh pada kota-kota di dunia, terdapat berbagai jenis kota wisata. Salah satunya adalah kota historik. Kota historik mempunyai morfologi perkotaan khusus, dengan peninggalan sejarah berupa artefak, bangunan ataupun riwayat yang menarik bagi wisatawan (Ashworth and Tunbridge, 1990:3). Kota historik dapat berbentuk suatu kota khusus atau kota dengan kawasan historik di bagian kota dengan fungsi tertentu. Kota historik bukanlah kota yang sengaja dibangun untuk pariwisata melainkan kota yang sudah ada dimanfaatkan untuk pariwisata. 11
Diambil dari buku Tata Kota, Suatu Pendekatan dari Aspek Kesehatan Lingkungan, karangan A.L Slamet Ryadi, hal. 5.
56
Kompleksitas kepariwisataan di kota disebabkan karena (1) kota merupakan suatu entitas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dari berbagai segi, antara lain ukuran, lokasi, fungsi, penampilan dan pusaka (peninggalan) yang dimiliki, (2) ukuran dan sifatnya yang multifungsional menyebabkan kesulitan pemahaman, (3) fungsi pariwisata sukar untuk dipisahkan dari berbagai fungsi lain, karena sarana atau pelayanan perkotaan jarang sekali/ tidak hanya diperuntukkan bagi wisatawan tetapi juga untuk berbagai kelompok pengguna lainnya (Shaw and Williams, 1995:9). Menurut UU No.9 th 1990, pengertian pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. 12 Seperti halnya dengan kota, pariwisata memiliki dimensi yang bersifat fisik dan tangible, tetapi juga sarat dengan dimensi non fisik dan intangible. Pariwisata mempunyai fungsi bagi pengembangan dan penampilan fisik kota, melalui pengembangan prasarana dan sarana pariwisata. Prasarana khusus yang dapat dimanfaatkan wisatawan, sarana akomodasi, sarana pelayanan jasa boga, serta saranasarana lainnya yang menunjang kepariwisataan darah setempat. Secara fisik pariwisata juga menciptakan landmark sebagai orientasi bagi wisatawan. Salah satu cara untuk memahami arti pariwisata perkotaan adalah dengan mengetahui mengapa wisatawan memilih kota sebagai sasaran kunjungannya. Secara fisik kota merupakan konsentrasi geografik sarana dan fasilitas kepariwisataan meupun daya tarik yang menjadi sasaran kunjungan; lokasinya nyaman untuk memenuhi kebutuhan wisatawan maupun penduduk secara bersamaan. Arti pariwisata yang intangibles, antara lain adalah kebanggaan yang diciptakan terhadap kota yang banyak dikunjungi masyarakat dari luar. Jumlah kunjungan mempunyai arti penting sebagai tolok ukur keberhasilan pariwisata yang dapat dipahami oleh masyarakat luas. Pariwisata juga mempunyai arti penting bagi kehidupan sosial budaya. Dalam banyak kasus, kunjungan ke kota secara signifikan juga diwarnai dengan kunjungan kekeluargaan dan pertemanan sebagai ekspresi interaksi sosial-budaya.
12
Sumber dari buku Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota Bogor (RIPP), hal. I-1
57
Menurut Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 1969, mengatakan bahwa definisi wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu. Dan dari Departemen Pariwisata merangkum bahwa definisi wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan menetap untuk sementara di tempat lain selain tempat tinggalnya, untuk salah satu atau beberapa alasan, selain mencari pekerjaan. Stanley Plog (1972) mengelompokkan wisatawan menjadi tiga jenis berdasarkan pada kepribadiannya masing-masing. Berikut adalah pengelompokan wisatawan berdasarkan kepribadiannya : 1. Wisatawan psikosentrik, yaitu wisatawan yang hanya mau datang ke objek dan daya tarik wisata yang betul-betul meyakinkan keamanan, kenyamanan, dan keselamatannya, dan tidak mau datang ke objek wisata yang sama sekali belum diyakininya. 2. Wisatawan alosentrik, yaitu wisatawan yang selalu mengingikan adanya keanekaragaman objek dan daya tarik wisata serta pengalaman baru. Jika melakukan perjalanan mereka menginginkan tujuan wisata yang dapat memberikan pengalaman yang sama sekali berbeda dengan lingkungan dan budaya negara, atau daerah asalnya. 3. Wisatawan midsentrik, yaitu wisatawan yang sekalipun tidak sepenuhnya bersifat petualangan, tetapi mereka ini tidak takut mencoba pengalaman baru yang asing bagi dirinya, asal tidak terlalu penuh tantangan.
Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa macam jenis wisatawan yang dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Wisatawan berdasarkan lamanya waktu berkunjung, dibagi menjadi : 1. Wisatawan long-stay. Wisatawan ini adalah yang menginap untuk beberapa saat di kota Bogor dan berencana untuk berkeliling kota Bogor. Umumnya wisatawan ini adalah wisatawan mancanegara. 2. Wisatawan short-stay atau tur. Wisatawan ini umumnya hanya mengunjungi beberapa tempat penting di kota Bogor, dan tidak menginap. b. Wisatawan berdasarkan daerah asalnya, dibagi menjadi : 1. Wisatawan domestik dalam kota Bogor 2. Wisatawan domestik luar kota Bogor 3. Wisatawan mancanegara 58
c. Wisatawan berdasarkan alat transportasi yang digunakannya, dibagi menjadi : 1. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan umum (bis dan kereta api) sebagai sarana untuk datang ke kota Bogor, dan menggunakan angkutan perkotaan untuk mencapai tempat tujuan dari titik awal mereka sampai di kota Bogor. Wisatawan ini umumnya tidak menginap di kota Bogor. 2. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Wisatawan ini umumnya tidak menginap di kota Bogor.
Dalam lingkup bidang pariwisata, objek wisata merupakan hal yang utama untuk dikembangkan. Dan selanjutnya hal-hal yang berkaitan dan mendukung peningkatan pariwisata tersebut juga perlu diperhatikan. Objek wisata yang akan dikembangkan sebagai sumberdaya adalah suatu objek wisata yang mempunyai kekuatan atau pengaruh yang diberikan oleh suatu objek wisata. Kekuatan dan pengaruh yang dimaksudkan disini adalah suatu objek wisata yang memiliki faktorfaktor yang berpengaruh. Dengan adanya faktor yang berpengaruh yang dimiliki objek wisata tersebut, maka dapat terciptanya daya tarik dan menjadikan suatu objek wisata itu potensial.
Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Atraksi wisata yang dimiliki objek wisata. Yang dimaksudkan dengan atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan, seperti atraksi seni, danau, pemandangan pantai, gunung, candi, monumen, dan lain-lain. 2. Fasilitas penunjang objek wisata. Yang dimaksudkan dengan fasilitas penunjang objek wisata adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk melayani mereka selama berada di objek wisata. Sebagai contoh : WC, tempat istirahat, toko cinderamata, tempat ibadah, fasilitas pemberian informasi bagi objek wisata ilmiah. 3. Kemudahan pencapaian objek wisata, adalah suatu kemampuan untuk mencapai suatu tujuan wisata yang didukung oleh kemudahan transportasi. 4. Sarana angkutan umum, dalam hal ini transportasi darat adalah pengangkutan domestik di tempat tujuan harus tersedia untuk semua penumpang sebelum berangkat darai tempat asal. Sebagai contoh, bis, angkutan perkotaan, dan kereta api.
59
Berdasarkan Undang-undang No.9 Tahun 1990, objek dan daya tarik wisata diklasifikasikan menjadi dua, yaitu a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna. b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.
Dalam pengembangan dan pengusahaannya, objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam : 1. Wisata alam Wisata alam adalah kegiatan wisata dengan sasaran objek wisata berupa pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya. Objek wisata alam berupa keindahan pemandangan alam, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis serta flora dan fauna. 2. Wisata budaya Objek wisata budaya adalah objek wisata yang menampilkan pemanfaatan budaya bangsa yang dijadikan sasaran wisata seperti kegiatan-kegiatan kebudayaan berupa upacara adat, pertunjukan seni serta benda-benda sejarah purbakala. 3. Wisata minat khusus (wisata ilmiah, wisata ziarah, wisata belanja) Wisata minat khusus merupakan kegiatan wisata dengan objek pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa sebagai daya tarik dan minat khusus. Sasaran wisata minat khusus, seperti berburu, mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah, tempattempat ziarah dan sebagainya.
Objek wisata minat khusus dikelompokan ke dalam : a. Wisata Ilmiah Wisata ilmiah adalah wisata dengan sasaran objek wisata yang mendukung kegiatan pendidikan seperti museum dan lembaga-lembaga penelitian. b. Wisata Ziarah Merupakan kegiatan wisata yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, seperti melakukan ziarah ke tempat-tempat yang dianggap suci seperti makam tokoh penyebar agama. 60
c. Wisata Belanja Merupakan kegiatan wisata berbelanja baik itu berupa kerajinan/ cinderamata maupuan produk olahan makanan yang menjadi khas bagi daerahnya.
Dari unsur pembentuknya, kegiatan wisata dibentuk oleh tiga unsur, yaitu : 1. Ruang, merupakan tempat kegiatan wisata yang dilkakukan. 2. Manusia, sebagai pelaku kegiatan wisata baik sebagai pengelola (produsen) maupun sebagai pemakai (konsumen). Prasarana dan sarana transportasi, yang menghubungkan tempat asal wisatawan dan tujuan wisatanya.
II.2.2 Pengertian Sistem Informasi Pariwisata Dalam penyusunan tesis ini, pengertian sistem informasi pariwisata dapat dirangkum sebagai suatu kesatuan alat untuk memberikan kemudahan bagi pengguna, dalam hal ini adalah wisatawan, dalam berwisata pada daerah yang dituju. Alat yang berupa sebuah sistem ini terdiri dari beberapa unsur pendukung, dimana dari semua unsur tersebut akan saling berkaitan dan mendukung dalam memberi informasi yang berguna bagi wisatawan yang memerlukannya. Menurut sumber www.bppt.go.id, menyatakan bahwa untuk mengantisipasi arus wisatawan tersebut perlu adanya suatu Sistem Informasi Pariwisata dengan menyajikan suatu informasi yang terpadu, terencana dan mudah didapatkan. Sistem informasi pariwisata ini berfungsi untuk memberikan informasi mengenai kegiatan pariwisata dan memuat secara detail, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan, sarana dan prasarana, akomodasi, jalur wisata dan sebagainya, untuk setiap obyek wisata. Sistem informasi pariwisata itu sendiri terdiri dari berbagai jenis alat penyampaian informasi, berupa media informasi, perangkat sumber daya manusia pendukung, kegiatan yang berkaitan dengan industri pariwisata, serta peran serta lembaga pemerintah serta swasta. Media informasi yang ada harus mempunyai unsurunsur penting seperti informatif, jelas, praktis, universal dan mengikuti kemajuan jaman. Sistem informasi pariwisata ini difungsikan sebagai media penyebar informasi mengenai pariwisata daerah setempat, dan juga sebagai pemandu wisata bagi wisatawan yang datang ke suatu daerah. Media-media tersebut bertugas untuk menyebarkan informasi mengenai suatu daerah, terutama yang berkaitan dengan 61
kegiatan kepariwisatanya, kemudian saat wisatawan datang untuk berkunjung, mediamedia tersebut bertugas untuk membimbing para wisatawan dalam berwisata di daerah tersebut sehingga wisatawan merasakan aman dan nyaman.
II.2.2 Jenis-jenis Wisatawan Stanley Plog (1972) mengelompokkan wisatawan menjadi tiga jenis berdasarkan pada kepribadiannya masing-masing. Berikut adalah pengelompokan wisatawan berdasarkan kepribadiannya : 1. Wisatawan psikosentrik, yaitu wisatawan yang hanya mau datang ke obyek dan daya tarik wisata yang betul-betul meyakinkan keamanan, kenyamanan, dan keselamatannya, dan tidak mau datang ke obyek wisata yang sama sekali belum diyakininya. 2. Wisatawan alosentrik, yaitu wisatawan yang selalu mengingikan adanya keanekaragaman obyek dan daya tarik wisata serta pengalaman baru. Jika melakukan perjalanan mereka menginginkan tujuan wisata yang dapat memberikan pengalaman yang sama sekali berbeda dengan lingkungan dan budaya negara, atau daerah asalnya. 3. Wisatawan midsentrik, yaitu wisatawan yang sekalipun tidak sepenuhnya bersifat petualangan, tetapi mereka ini tidak takut mencoba pengalaman baru yang asing bagi dirinya, asal tidak terlalu penuh tantangan.
Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa macam jenis wisatawan yang dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Wisatawan berdasarkan lamanya waktu berkunjung, dibagi menjadi : 1. Wisatawan long-stay. Wisatawan ini adalah yang menginap untuk beberapa saat di kota Bogor dan berencana untuk berkeliling kota Bogor. Umumnya wisatawan ini adalah wisatawan mancanegara. 2. Wisatawan short-stay atau tur. Wisatawan ini umumnya hanya mengunjungi beberapa tempat penting di kota Bogor, dan tidak menginap. b. Wisatawan berdasarkan daerah asalnya, dibagi menjadi : 1. Wisatawan domestik 2. Wisatawan mancanegara c. Wisatawan berdasarkan alat transportasi yang digunakannya, dibagi menjadi :
62
1. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan umum (bis dan kereta api) sebagai sarana untuk datang ke kota Bogor, dan menggunakan angkutan perkotaan untuk mencapai tempat tujuan dari titik awal mereka sampai di kota Bogor. Wisatawan ini umumnya tidak menginap di kota Bogor. 2. Wisatawan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Wisatawan ini umumnya tidak menginap di kota Bogor.
63