BAB II LANDASAN TEORI A. Trust 1. Definisi Trust Konsep kepercayaan (trust) telah muncul sebagai isu sentral dalam diskusi terbaru dari dinamika organisasi kelompok mulai dari organisasi kerja untuk sistem politik dan sosial (Braithwaite & Levi; Tyler & Krame1 dalam Cook, 2001). Trust juga didefinisikan sebagai sebuah atribusi yang dilakukan orang tentang motif dari otoritas kelompok. Jika orang percaya kepada otoritas kelompok, itu berarti bahwa orang tersebut menilai bahwa kelompok yang memiliki otoritas peduli dengan kebutuhan mereka. Kelompok otoritas ini memiliki ketertarikan yang tulus, peduli terhadap sudut pandang orang itu, mempertimbangkan pandangan atau opini orang itu ketika membuat keputusan, dan mencoba adil kepadanya. Dengan kata lain, trust merefleksikan penilaian bahwa motif dari otoritas tersebut penuh dengan kebaikan dan kepedulian—bahwa kelompok yang memiliki otoritas termotivasi untuk bertindak dengan cara yang memperhitungkan kesejahteraan orang dalam kelompok (Cook, 2001). Organisasi, mendeskripsikan trust sebagai keyakinan menyeluruh mengenai kompetensi organisasi dalam hal komunikasi dan perilaku, dalam hal keterbukaan dan kejujuran, kepedulian, kehandalan, disamping itu individu merasa tujuan, norma serta nilai-nilainya sama sehingga layak
Universitas Sumatera Utara
untuk diidentifikasi (Zalabak-Shockley dkk, 2010). Definisi lain trust adalah keyakinan dan kemauan individu untuk bertindak atas dasar katakata, tindakan dan keputusan pihak lain (McAllister; Lewicki, McAllister & Bies dalam Deutsch & Coleman, 2006). Jadi, dapat disimpulkan bahwa trust adalah atribusi yang dilakukan orang tentang motif dari otoritas kelompok serta keyakinan menyeluruh mengenai kompetensi organisasi dalam hal komunikasi dan perilaku, dalam hal keterbukaan dan kejujuran, kepedulian, kehandalan, disamping itu individu merasa tujuan, norma serta nilai-nilainya sama sehingga layak untuk diidentifikasi. 2. Dimensi Trust Ada 5 (lima) dimensi yang telah di identifikasi menjadi prediktor trust yang paling kuat dan stabil (Zalabak-Shockley, dkk, 2010): 1. Kompetensi (Competence) Dimensi kompetensi adalah kemampuan organisasi melalui kepemimpinannya, strategi, keputusan, kualitas dan kapabilitas dalam menghadapi tantangan-tantangan di sekitar. Pada akhirnya, kompetensi adalah kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya. 2. Keterbukaan dan kejujuran (Openness and Honesty) Dimensi
ini
mengkomunikasikan
merefleksikan mengenai
bagaimana
masalah-masalah
organisasi
yang
terjadi,
mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan keputusan-keputusan tertentu. Organisasi yang jujur dan terbuka di
Universitas Sumatera Utara
identifikasikan bahwa orang bisa mendapatkan informasi yang dia butuhkan serta bisa mendapatkan informasi yang benar dan dipercaya. 3. Peduli terhadap pemangku kepentingan (Concern for Stakeholder) Dimensi ini merefleksikan persepsi bahwa organisasi peduli dengan stakeholder, pihak organisasi perhatian dengan kesejahteraan kita baik untuk memajukan kepentingan kita atau setidaknya tidak menghambat kepentingan kita tersebut. Komunikasi yang jujur dan terbuka mengindikasikan bahwa pihak tersebut peduli dengan kita. 4. Kehandalan (Reliability) Dimensi ini menggambarkan mengenai menjaga komitmen. Kehandalan juga merupakan kemantapan dalam perilaku yang membangun kepercayaan yang diperlukan untuk waktu yang tidak pasti serta konsistensi tindakan dan kata-kata serta perbuatan. 5. Identifikasi (Identification) Dimensi identifikasi merupakan koneksi atau hubungan antara organisasi dan individu sebagian besar didasarkan pada kesamaan nilai-nilai utama. Identifikasi muncul ketika orang percaya bahwa nilai-nilai mereka tercermin dalam nilai-nilai yang ditunjukkan oleh perilaku organisasi tersebut sehari-hari.
The Organizational Trust Model dari Pamela Zalabak-Shockley, dkk (2010) ini telah dikembangkan didasarkan pada penelitian-penelitian dan pengalaman-pengalaman dalam kuantitas yang sangat besar dan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan standar penelitian yang sangat tinggi. Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai belahan dunia dan dari berbagai bahasa dunia sehingga faktor pendorong utamanya ini merupakan prediktor kuat dan stabil untuk mengukur trust diseluruh budaya, bahasa, industri dan berbagai tipe organisasi. Proyek-proyek penelitian lain dan perusahaan-perusahaan yang menggunakan model organizational trust ini menyimpulkan bahwa model ini dapat memenuhi tantangan dunia luar untuk mengukur bagaimana tingkat trust. Evaluasi positif yang dihasilkan dari masing-masing dimensi trust menunjukkan bahwa organisasi memiliki skor trust yang tinggi, begitu juga sebaliknya (Zalabak-Shockley, dkk, 2010).
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Trust Beberapa penelitian menyebutkan bahwa trust terhadap pemerintah dan parlemen didasarkan pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sosial demografis dan pengalaman yang dialami langsung (Bouckaert & Van de Walle, dalam Christensen & Lægreid 2002a, 2003; Newton & Norris dalam Knesset, 2006; Miller & Listhaug, Mishler & Rose, Price & Romantan dalam Newburg, 2011). 1. Sosial Demografis Teori micro-level cultural menyatakan bahwa pengalaman sosial berbeda menghasilkan tingkat perbedaan trust (Mishler & Rose dalam Job,
Universitas Sumatera Utara
2005). Faktor sosial demografis seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan latar belakang etnis berasosiasi dengan trust (Newburg, 2011; Christensen & Lægreid, 2002a). Christensen and Lægreid dalam penelitiannya mengatakan bahwa pertama, usia mempunyai pengaruh terhadap trust kepada institusi pemerintahan, yaitu orang yang berumur lebih tua memiliki trust yang lebih tinggi daripada yang berumur lebih muda. Kedua, jenis kelamin, dalam penelitiannya Christensen and Lægreid (2002a) mengatakan bahwa perempuan lebih cenderung trust kepada pemerintahan karena perempuan lebih mendukung sektor publik dibandingkan dengan laki-laki. Ketiga adalah tingkat pendidikan. Hal ini berkaitan dengan faktor kognitif yang berarti seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan mengetahui dan memahami lebih banyak mengenai sistem pemerintahan yang seharusnya membuat individu lebih trust. Namun, pendapat lain mengatakan bahwa memiliki pengetahuan yang tinggi malah akan membawa kepada pemikiran yang lebih kritis terhadap pemerintahan atau sikap normatif menjadi lebih penting daripada aspek kognitif yang dihasilkan oleh pendidikan yang lebih tinggi. Keempat adalah latar belakang etnis. Peran etnis dalam mempengaruhi trust belum terlalu jelas. Namun, Newburg (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa etnis minoritas akan trust terhadap parlemen daripada etnis mayoritas.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengalaman Langsung Menghubungkan pengalaman langsung seseorang terhadap unit administratif spesifik, seperti yang ditunjukkan dalam literatur kepuasan pelayanan dan trust (Kumlin 2002, Rothstein & Steinmo dalam Christensen & Lægreid, 2003). Ketika pengalaman langsung individu sebagian besar baik, mereka cenderung untuk trust.
4. Dampak Distrust Distrust merupakan ekspektasi negatif dan individu mengalami adanya pelanggaran dari pengharapan, pelanggaran integritas dan kecenderungan untuk mengatribusi niat jahat kepada otoritas kelompok tersebut (Lewicki dalam Deutsch., dkk, 2006; Zalabak-Shockley, 2010). Keadaan distrust merupakan hal yang ―mahal‖. Butuh waktu dan proses yang sangat lama untuk bisa kembali menumbuhkan keadaan trust. Distrust membuat krisis semakin memburuk, serta berkontribusi membentuk perilaku ―kita vs mereka‖ (Zalabak-Shockley, dkk, 2010). Dalam hal ini, kondisi distrust akan berakibat pada adanya sikap apatis terhadap DPRD, hilangnya keteladanan pemimpin serta hilangnya antusiasme pada saat pemilihan legislatif. Antusiasme saat pemilihan legislative diekspresikan melalui absen pemilu, yaitu rendahnya tingkat voter turn out (partisipasi pemilih yang mencoblos di TPS pada hari pemilihan). Bagi Negara demokrasi seperti Indonesia yang baru menjalankan sistem demokrasi di negaranya, rendahnya voter turn out
Universitas Sumatera Utara
merupakan hal yang cukup mengkhawatirkan. Karena ini akan menjadi awal dari ketidakpercayaan terhadap demokrasi. Sistem demokrasi tidak akan kokoh tanpa kepercayaan publik atas keefektifannya (Wardhana, 2009). Ketidakterlibatan
masyarakat,
khususnya
mahasiswa,
dalam
pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD seperti pembuatan Perda, akan membuat masyarakat
menjadi
tidak
sukarela
dalam
melaksanakannya.
Ketidaksukarelaan merupakan suatu keadaan distrust yang jika ini terakumulasi secara luas akan meledak dan menimbulkan aksi massa yang besar serta demonstrasi yang tidak jarang melibatkan kekerasan dan merugikan semua pihak (Arief, 2010). B. DPRD Kota Medan 1. Kota Medan 1. 1. Kota Medan Secara Demografis, Kultural dan Ekonomi Berdasarkan data kependudukan tahun 2004, penduduk Kota Medan sekitar 1.982.904 jiwa dan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.006.142 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian Kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah
Universitas Sumatera Utara
penduduk yang besar, sehingga memiliki diferensiasi pasar (Bainfokom Prov. SU, 2007). Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman etnis dan Agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai budaya tersebut yang tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak ada satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas, baik sebagai pusat pemerintahan maupun kegiatan ekonomi dan sosial yang mencakup bukan hanya Propinsi Sumatera Utara tetapi juga wilayah propinsi (Sumbagut). Adanya fungsi regional yang luas tersebut, telah menjadikan Kota Medan dapat menyelenggarakan aktifitas ekonomi dalam volume yang besar. Kapasitas ekonomi yang besar tersebut ditunjukkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kota Medan, yang selalu berada diatas pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah sekitarnya.
2. DPRD Kota Medan Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi dimana rakyat yang berdaulat dan yang memegang kekuasan tertinggi dalam Negara. Pengertian Demokrasi hakekatnya mengandung makna Negara yang
Universitas Sumatera Utara
mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan. Secara normatif demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sebagaiman yang diungkapkan dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa ―Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar‖ (Kartono, 1996). Sistem kedaulatan rakyat dijalankan oleh para wakil rakyat dengan sistem perwakilan atau demokrasi dengan perwakilan (representative democracy). Dalam konteks pemerintahan daerah, yaitu Kota Medan, lembaga legislatif daerah (DPRD) merupakan badan perwakilan yang mencerminkan struktur dan sistem pemerintahan demokratis di daerah. Badan politik yang selama ini kita kenal sebagai DPR, dalam bahasa Eropa adalah Parliament, di Amerika dikenal sebagai legislature. Dalam bahasa Eropa parlemen mengandung makna ―pembicaraan‖ masalah-masalah
kenegaraan,
sedangkan
di
Amerika
legislator
mengandung makna badan pembuat undang-undang (legislatif atau law making body). Parlemen dalam istilah harfiah biasanya disebut legislature yang artinya badan pembuat undang-undang (legislator). Ditinjau dari fungsinya parlemen tidaklah berbeda dengan institusi perpolitikan. Namun Nelsom W. Polsby mengatakan bahwa parlemen berbeda secara khusus dari badan lain karena parlemen merupakan organisasi yang beranggotakan lebih dari satu (multimember), menggunakan metode negosiasi dan pemilihan
Universitas Sumatera Utara
sebelum mengambil keputusan, dan bertanggung jawab kepada rakyat (Nurhaya, 2010). 2. 1 Fungsi Parlemen Fungsi pokok parlemen tidak harus semata-mata dilihat sebagai pembuat undang-undang (law-making body) namun juga perlu dilihat sebagai media komunikasi antara rakyat dengan pemerintah. Di Indonesia, menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan DPR, DPD, DPRD adalah sebagai berikut (Nurhaya, 2010) : a. Fungsi Pengawasan Berdasarkan hakekat DPRD sebagai lembaga legislatif daerah, maka pengawasan terhadap eksekutif merupakan fungsi lain dari DPRD. Pengawasan dilakukan melalui penggunaan hak-hak yang dimiliki oleh DPRD. Pengawasan terhadap penyelenggaraan daerah ini sangat penting diperlukaan pelaksanaannya dalam pengelolaan pembangunan, sebagai refleksi partisipasi masyarakat dan hakekat kedaulatan rakyat yang dilaksanakan lewat para wakilnya dalam lembaga perwakilan, sebagai hakekat demokrasi Pancasila. b. Fungsi Legislasi Fungsi utama lembaga perwakilan rakyat adalah di bidang legislatif. Disini keberadaan DPRD tidak dapat dilepaskan dari konsep “Trias Politica” yang memisahkan kekuasaan ke dalam tiga bidang kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam konteks DPRD sebagai lembaga legislatif, fungsi pembuatan peraturan daerah
Universitas Sumatera Utara
merupakan fungsi utama karena melalui fungsi ini, DPRD dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitasnya baik secara material maupun fungsional. Kadar peraturan daerah yang dihasilkan oleh DPRD dapat menjadi ukuran kemampuan DPRD dalam melaksanakan fungsinya, mengingat pembuatan suatu peraturan daerah yang baik harus dipenuhi dengan beberapa
persyaratan
tertentu
dimana
jika
sudah
memenuhi
persyaratan tersebut maka peraturan daerah tersebut akan dikatakan baik, sehingga terlaksananya fungsi ini dengan baik akan sangat ditentukan oleh tingkat pemahaman anggota legislatif terhadap apa yang menjadi aspirasi masyarakat, kebutuhan daerah, proses pembuatan kebijakan serta pengawasan atas kebijakan yang dihasilkan. c. Fungsi Anggaran DPRD bersama-sama dengan pemerintah daerah menyusun dan menetapkan APBD yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD. Dalam menetapkan pajak ataupun APBD ini, kedudukan DPRD lebih kuat daripada pemerintah. Hal ini menunjukkan besarnya kedaulatan rakyat dalam menentukan jalannya pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara
3. Susunan Organisasi dan Tata Kerja DPRD Kota Medan 3. 1. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kota terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. Anggota DPRD berjumlah sekurang-kurangnya dua puluh orang dan sebanyak-banyaknya empat puluh lima orang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Lembaga Legislatif Daerah (DPRD) telah mengalami perubahan dan peningkatan fungsi serta peran yang sangat berarti dalam hal: 1. DPRD
merupakan
lembaga
perwakilan
rakyat
daerah
dan
berkedudukan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah. 2. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah
untuk
mendapat persetujuan bersama. 3. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah. 4. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, Kebijakan
pemerintah
daerah
dalam
melaksanakan
program
pembangunan daerah dan kerja sama internasional di daerah. 5. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah atau wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri Bagi DPRD Provinsi dan Kepada Menteri Dalam Negeru Bagi melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota.
Universitas Sumatera Utara
6. Memilih wakil kepala daerah hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah. 7. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. 8. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional di daerah. 9. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. 10. Membentuk panitia pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. 11. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Dari semua poin-poin diatas, jelas terlihat bahwa lembaga legislatif daerah (DPRD) merupakan perwakilan rakyat di pemerintahan serta bertugas dalam mengawasi penyelenggaraan Perda yang berjalan di pemerintahan daerah. C. Mahasiswa USU Mahasiswa adalah individu dalam usia remaja lanjut dan atau usia dewasa awal dengan karakteristiknya yang sedang menempuh pendidikan di suatu perguruan tinggi (Papalia & Olds, 2007). Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi.
Universitas Sumatera Utara
Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Rentang umur itu masih dapat dibagi-bagi lagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV dan periode umur 21/22 tahun sampai 24/25 tahun yaitu mahasiswa dari semester V sampai dengan semester VIII (Winkel, 1997). Salah satu perguruan tinggi terbesar di Sumatera adalah Universitas Sumatera Utara (USU) yang memiliki jumlah mahasiswa terbesar di Kota Medan. Tercatat jumlah mahasiswa USU hingga Agustus 2012 adalah 44.030 orang (USU, 2012). Jadi, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa USU adalah individu dalam usia remaja lanjut dan atau usia dewasa awal dengan karakteristiknya yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara yang meliputi rentang umur dari 18 – 25 tahun.
D. Trust Mahasiswa USU Terhadap DPRD Kota Medan Indonesia menganut sistem demokrasi yang mengatakan bahwa rakyatlah yang berdaulat, yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Negara, wakil-wakil rakyat dipilih untuk mewakilkan masyarakat di lembaga pemerintahan. Dalam ruang lingkup pemerintahan daerah, DPRD Kota Medan merupakan badan perwakilan daerah yang mencerminkan demokratisnya struktur dan sistem pemerintahan daerah.
Universitas Sumatera Utara
DPRD menjalankan perannya sebagai wakil masyarakat di pemerintahan baik secara individu berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan dengan bertindak atas nama rakyat dan merumuskan serta memutuskan kebijakan tentang kehidupan, memiliki tiga fungsi utama yaitu pertama, fungsi pengawasan yang merupakan pengawasan terhadap eksekutif. Kedua, fungsi legislasi yaitu membuat peraturan daerah serta yang terakhir adalah fungsi anggaran yaitu bersama-sama dengan pemerintah daerah menyusun dan menetapkan APBD. Melalui ketiga fungsi ini, DPRD merupakan penyambung antara rakyat dan pemerintahan daerah agar berbagai masalah serta kepentingan mereka terpenuhi. Sebaliknya, rakyat melalui para wakilnya
dapat
mempelajari dan memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa secara nasional baik yang terjadi di pusat maupun daerah. Trust menjadi hal yang penting dalam bekerja sama karena trust merupakan kunci utama dari kemauan untuk bekerja sama secara sukarela. Karena itu akan mendorong perilaku yang nantinya akan memfasilitasi interaksi sosial yang produktif (Tyler dalam Cook, 2001). Trust merupakan hal yang utama dalam sebuah organisasi karena trust adalah hal yang fundamental untuk membangun dan memelihara kesuksesan sebuah organisasi (Zalabak-Shockley, dkk,
2010). Dalam konteks
pemerintahan, trust menjadi andalan demokrasi. Adanya indikasi menurunnya trust terhadap parlemen khususnya akan mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan publik dan dukungan demokrasi (Christensen & Lægreid, 2003). Trust merupakan suatu konsep yang multidimensional, yang berarti bahwa trust memiliki dimensi perilaku, kognitif dan emosional. Trust adalah perpaduan kompleks perilaku dan tindakan (dimensi perilaku), keyakinan, kecenderungan, motivasi, ekspektasi, dan asumsi (dimensi kognitif), dan emosi serta perasaan (dimensi emosional). Ketika diketahui bahwa wakil rakyat telah melakukan sesuatu yang tidak sesuai, tingkat trust dapat berkurang. Reaksi dalam kognitif dan emosi ini didasarkan pada perilaku yang diamati (Zalabak-Shockley, dkk, 2010). Mahasiswa merupakan kaum yang kritis dan mewakili kelompok intelektual dalam masyarakat serta mampu menghadapi berbagai hal yang berkembang, apalagi terhadap ketimpangan-ketimpangan sosial dan kebijakan politik. Disamping itu, mahasiswa yang juga dikenal sebagi agen perubahan serta calon pemimpin masa depan, sadar bahwa trust merupakan hal yang utama dalam membentuk kesuksesan negara. Berdasarkan komunikasi personal dengan beberapa mahasiswa USU, adanya trust terhadap DPRD merupakan hal yang penting, karena dengan begitu akan melancarkan jalannya kebijakan-kebijakan yang diberlakukan. DPRD juga merupakan orang-orang pilihan dan yang telah dipilih oleh masyarakat. Untuk memperlancar jalannnya kebijakankebijakan tersebut DPRD membutuhkan dukungan dan kepercayaan masyarakat. Selain itu, tingkat kepercayaan juga bisa menjadi tolak ukur
Universitas Sumatera Utara
kinerja DPRD. Jika semakin percaya, maka bisa dikatakan bahwa kinerja DPRD juga semakin bagus (Komunikasi Personal, 2012). Penelitian sebelumnya di Norwegia yang juga menganut sistem demokrasi diketahui bahwa trust kepada pemerintahan secara umum bervariasi, namun persentase yang paling tinggi ada di trust terhadap parlemen. Dikatakan bahwa orang yang cenderung puas dengan bagaimana sistem demokrasi mereka bekerja, secara umum memiliki trust yang lebih tinggi (Christensen & Lægreid, 2003). Namun, kasus di Indonesia menunjukkan bahwa trust pada lembaga negara tidak terlalu tinggi yang diukur secara tidak langsung dengan ―rasa keterwakilan anggota DPR/D‖. Hasil ini didapat dari survey yang dilakukan pada Juli 2000 oleh Konsorsium Lembaga Pengumpul Pendapat Umum. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa rasa keterwakilan anggota DPR dan DPRD Tingkat I (Provinsi) tidak terlalu mewakili, sedangkan terhadap DPRD Tingkat II (Kota/Kabupaten) dirasa sudah mewakili (Sujatmiko, 2001). Jika trust menyiratkan keyakinan atau belief bahwa motif dari otoritas kelompok tersebut penuh dengan kebaikan dan peduli, maka distrust
berarti
menyiratkan
bahwa
individu
mengalami
adanya
pelanggaran dari pengharapan, pelanggaran integritas dan kecenderungan untuk mengatribusi niat jahat kepada otoritas kelompok tersebut (Lewicki dalam Deutsch., dkk, 2006; Zalabak-Shockley, dkk, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Keadaan trust akan mengarah pada hubungan kepada pemerintah yang akan berjalan dengan baik tanpa adanya konflik serta terciptanya kestabilan sosial dan politik yang berarti mahasiswa percaya terhadap fungsi DPRD sebagai fungsi perwakilan. Sebaliknya, kondisi distrust mengarah pada sikap apatis terhadap DPRD dan hilangnya antusiasme pada saat pemilihan legislatif (Wardhana, 2009). Ketiadaan distrust juga bisa berakibat pada munculnya cara-cara penyaluran aspirasi dengan menggunakan metode demonstrasi yang tidak jarang melibatkan kekerasan dan merugikan semua pihak. Jika hal ini terus terjadi, akan berdampak pada demokrasi. Sistem demokrasi tidak akan kokoh tanpa kepercayaan publik atas keefektifannya (Wardhana, 2009). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai trust terhadap pemerintahan diketahui bahwa keadaan trust atau distrut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor sosial demografis (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, latar belakang etnis) dan pengalaman langsung (Bouckaert & Van de Walle, dalam Christensen & Lægreid, 2002a, 2003; Newton & Norris dalam Knesset, 2006; Miller & Listhaug, Mishler & Rose, Price & Romantan dalam Newburg, 2011). Selain faktor sosial demografis dan pengalaman langsung, gambaran trust mahasiswa USU terhadap DPRD Kota Medan juga ditinjau dari ada tidaknya organisasi kemahasiswaan yang diikuti dan organisasi kemahasiswaan yang diikuti. Mahasiswa dalam kegiatannya pasti tidak akan terlepas dari kegiatan organisatoris. Mahasiswa yang berorganisasi
Universitas Sumatera Utara
dianggap memiliki pandangan khusus dan kritis terhadap sesuatu yang terjadi. Segala perubahan yang dilakukan saat Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi tidak terlepas dari peran mahasiswa yang bergerak dalam organisasi kemahasiswaan (Budiyarso, 2000).
Universitas Sumatera Utara