BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen seringkali diartikan sebagai suatu cara dalam pengaturan sumber daya yang ada untuk pencapaian sasaran dan memperoleh prestasi tinggi dalam semua tipe organisasi. Untuk lebih jelasnya mengetahui tentang pengertian manajemen, berikut beberapa definisi manajemen menurut para ahli. Menurut pendapat Malayu (2007;1) Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Timbul pertanyaa tentang: apa yang diatur, apa tujuannya diatur, mengapa harus diatur, siapa yang mengatur, dan bagaimana mengaturnya. a.
Yang diatur adalah semua unsur manajemen, yakni 6 M (man, money, methode, machine, materials, dan market).
b.
Tujuannya diatur adalah agar 6 M lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mewujudkan tujuan.
c.
Harus diatur supaya 6 M itu bermanfaat optimal, terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik dalam menunjang terwujudnya tujuan organisasi.
d.
Yang mengatur adalah pimpinan dengan kepemimpinannya yaitu pemimpin puncak, manajer madya, dan supervisi.
e.
Mengaturnya adalah dengan melakukan kegiatan urut-urutan fungsi manajemen tersebut.
5
Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia atau disingkat MSDM yang merupakan terjemahan dari man power management. Menurut Daft, dalam bukunya Manajemen (2007;144), “Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menarik, mengembangkan, dan memelihara sebuah angkatan kerja yang efektif dalam sebuah organisasi”. Masih menurut Daft (2007), pendekatan strategis pada manajemen sumber daya manusia mempunyai tiga elemen kunci. 1) semua manajer adalah manajer sumber daya manusia, 2) karyawan merupakan asset, 3) manajemen sumber daya manusia adalah sebuah proses penyesuaian, mengintegrasikan strategi dan tujuan organisasi dengan pendekatan yang benar dari pengaturan sumber daya manusia perusahaan. Menurut Malayu, dalam buku MSDM (2007;10) MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dikutip di buku MSDM, Sofyandi (2008;3) menurut Jack Elch, CEO General Electric Company, bahwa produktivitas berasal dari setiap individu dengan membuat setiap orang sebagai bagian dari tiap langkah yang diambil perusahaan dan mengizinkan setiap orang berpendapat dan berperan dalam keberhasilan suatu perusahaan, maka produktivitas yang diperoleh akan berlipat ganda.
6
Dengan demikian berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa manajeman sumber daya manusia adalah pengakuan terhadap pentingnya satuan tenaga kerja organisasi sebagai alat vital bagi pencapaian tujuan organisasi dan pemanfaatan sebagai fungsi dan kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara efektif dan bijak.
2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia menunjukkan tugas dan kewajiban yang dilaksanakan oleh organisasi besar maupun kecil dalam rangka pengadaan dan pengkoordinasian sumberdaya manusianya. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Siti Al Fajar & Tri Heru dalam buku MSDM Sebagai Dasar Meraih Keunggulan Bersaing (2010;3-4) adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Fungsi dan Aktivitas Manajemen Sumberdaya Manusia FUNGSI Perencanaan sumberdaya manusia, rekrutmen dan seleksi.
AKTIVITAS •
Melaksanakan
analisis
pekerjaan
untuk
menentukan pekerjaa-pekerjaan spesifik yang diperlukan di dalam organisasi. •
Meramalkan sumber daya manusia yang dibutuhkan
organisasi
untuk
mencapai
sasarannya. •
Meramalkan sumber daya manusia yang dibutuhkan sasarannya.
7
organisasi
untuk
mencapai
Lanjutan Tabel 2.1 •
Rekrutmen
sumberdaya
dibutuhkan
organisasi
manusia untuk
yang
mencapai
sasarannya. •
Seleksi dan penempatan sumberdaya manusia untuk mengisi pekerjaan tertentu di dalam organisasi.
Pengembangan sumberdaya • •
manusia
Orientasi dan training karyawan. Mendesain program
dan
mengimplementasikan
pengelolaan
pengembangan
organisasional. •
Membangun tim yang efektif di dalam struktur organisasi.
•
Mendesain
system
penilaian
kinerja
dalam
rencana
karyawan. •
Membantu
karyawan
pengembangan karir. Kompensasi dan benefit
•
Mendesaian
dan
mengimplementasikan
system kompensasi dan benefit untuk semua karyawan. •
Menjamin
keadilan
dan
konsistensi
kompensasi dan benefit. Karyawan dan
hubungan •
perburuhan
Melayani sebagai perantara antara organisasi dan serikat pekerja.
•
Mendesain sistem disiplin dan penanganan keluhan.
8
Lanjutan Tabel 2.1 Kesehatan dan keselamatan
•
Mendesain
dan
mengemplementasikan
program untuk menjamin kesehatan dan keselamatan karyawan. •
Menyediakan persoalan
bantuan pribadi
untuk
mengatasi
karyawan
yang
berpengaruh pada pelaksanaan kerjanya. Riset sumberdaya manusia
•
Menyediakan informasi sumberdaya manusia.
•
Mendesain dan mengimplementasikan sistem komunikasi karyawan.
Sumber : Siti Al Fajar & Tri Heru, 2010 : 3-4
2.3 Pelatihan & Salesmanship 2.3.1
Pelatihan Pelatihan merupakan wahana untuk membangun SDM menuju era
globalisasi yang penuh dengan tantangan. Karena itu, kegiatan pelatihan tidak dapat diabaikan begitu saja terutama dalam memasuki era persaingan yang semakin ketat, tajam, berat pada abad millennium ini. Berkaitan dengan hal tersebut kita menyadari bahwa pelatihan merupakan fundamental bagi karyawan. Pelatihan merupakan proses belajar mengajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu. Menurut Siti Al Fajar & Tri Heru (2010;102) pelatihan merupakan proses pembelajaran yang ditujukan kepada karyawan agar pelaksanaan pekerjaannya memuaskan. Menurut Malayu, dalam buku MSDM (2007;68-69) setiap personel perusahaan dituntut dapat bekerja efektif, efisien, kualitas dan kuantitas
9
pekerjaannya baik sehingga daya saing perusahaan semakin besar. Pengembangan ini dilakukan untuk tujuan nonkarier mapun karier bagi para karyawan (baru atau lama) melalui latihan dan pendidikan. Pendidikan meningkatkan keahlian teoretis, konseptual,
dan
moral
karyawan,
sedangkan
latihan
bertujuan
untuk
meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan. Masih dikutip dari Malayu dalam buku MSD (2007;70) Drs. Jan Bella berpendapat bahwa pedidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan dilapangan, berlangsung singkat, dan biasanya menjawab how. Menurut Dessler (2003;280) pelatihan merupakan proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan pekerjaanya. Pelatihan adalah proses terintegrasi yang digunakan oleh perusahaan untuk memastikan agar para karyawan bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Rivai & Sagala, dalam buku MSDM untuk perusahaan (2009;212) ada beberapa pengertian mengenai pelatihan : a.
Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.
10
b.
Program pelatihan formal adalah usaha pemberi kerja untuk memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memperoleh pekerjaan atau bidang tugas yang sesuai dengan kemampuan, sikap dan pengetahuannya.
Di bawah ini digambarkan urutan pelatihan, Konsep Sistem Gambar 2.1 Konsep Pelatihan Sistem 1 Identifikasi kebutuhan pelatihan 5 Evaluasi Pelatihan
2 Penetapan Sasaran
3 Merancang Program
4 Pelaksanaa n Program
Sumber : Rivai & Sagala, (2009;214) Penulis akan membahas sub bab yang diambil dari konsep pelatihan sistem, menurut Rivai & Sagala (2009. 2.3.1.1 Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Pelatihan akan berhasil jika proses mengisi kebutuhan pelatihan yang benar. Pada dasarnya kebutuhan itu adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadar yang bervariasi. Kebutuhan dapat digolongkan menjadi: a.
Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang
b.
Memenuhi kebtuhan tuntutan jabatan
11
c.
Untuk memenuhi tuntutan perubahan
Selanjutnya setiap upaya yang dilakukan untuk melakukan penelitian kebutuhan pelatihan adalah dengan mengumpulkan dan menganalisis gejala-gejala dan informasi-informasi yang diharapkan dapat menunjukkan adanya kekurangan dan kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja karyawan yang menempati posisi jabatan tertentu dalam suatu perusahaan. Upaya untuk melakukan identifikasi pelatihan dapat dilakukan antara lain dengan cara: 1.
Membandingkan
uraian
pekerjaan/jabatan
dengan
pengetahuan
dan
keterampilan yang dimiliki karyawan atau calon karyawan 2.
Menganalisis penilaian prestasi. Beberapa prestasi yang di bawah standar dianalisis dan ditentukan apakah penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan.
3.
Menganalisis catatan karyawan, dari catatan karyawan yang berisi tentang latar belakang pendidikan, hasil tes seleksi penerimaan, pelatihan yang diikuti, promosi, demosi, rotasi, penilaian prestasi secara periode, temuan hasil pemeriksaan satuan pemeriksaan, kegagalan kerja, hasil komplain dari pelanggan, banyaknya hasil produksi yang gagal, efektivitas kerja yang menurun, produktivitas kerja yang menurun, dan berbagai hal dan lain-lain.
4.
Menganalisis laporan perusahaan lain, yaitu tentang keluhan pelanggan, keluhan karyawan, tingkat absensi, kecekatan kerja, kerusakan mesin, dan lain-lain yang dapat dipelajari dan disimpulkan adanya kekurangankekurangan yang bisa ditanggulangi dengan pelatihan.
12
5.
Menganalisis masalah. Masalah yang dihadapi perusahaan secara umum dipisahkan ke dalam dua masalah pokok, yaitu masalah yang menyangkut sistem dan SDM-nya. Masalah yang menyangkut SDM sering ada implikasinya dengan pelatihan.
6.
Merancang jangka panjang perusahaan. Rancangan jangka panjang ini mau tidak mau memasukkan bidang SDM di dalam prosesnya. Jika dalam prosesnya banyak sekali mengantisipasi adanya perubahan-perubahan, kesenjangan potensi pengetahuan dan keterampilan dapat dideteksi sejak awal.
2.3.1.2 Penetapan Sasaran Pelatihan Pada dasarnya setiap kegiatan yang terarah tentu harus mempunyai sasaran yang jelas, memuat hasil yang ingin dicapai dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Sasaran pelatihan yang dapat dirumuskan dengan jelas akan dijadikan sebagai acuan penting dalam menentukan materi yang akan diberikan, cara dan sarana-sarana yang diperlukan. Sasaran pelatihan dapat dirumuskan dengan jelas akan bermanfaat dalam: 1.
Menjamin konsistensi dalam menyusun program pelatihan yang mencakup materi, metode, cara penyampaian, sarana pelatihan.
2.
Memudahkan komunikasi antara penyusun program pelatihan dengan pihak yang memerlukan pelatihan.
3.
Memberikan kejelasan bagi peserta tentang apa yang harus dilakukan dalam rangka mencapai sasaran.
13
4.
Memudahkan penilaian peserta tentang apa yang harus dilakukan dalam rangka mencapai sasaran.
5.
Memudahkan penilaian hasil program pelatihan.
6.
Menghindari kemungkinan konflik antara penyelenggara dengan orang yang meminta pelatihan mengenai efektivitas pelatihan yang diselenggarakan. Berdasarkan jenisnya, ada beberapa sasaran pelatihan, sehingga setiap
pelatihan yang diselenggarakan akan mencapai sasaran: a.
Berdasarkan tingkatannya 1) Sasaran primer, sasaran ini merupakan inti dari program pelatihan. Sasaran primer ini sangat penting karena memberikan arti kejelasan dan kesatuan atas segala kegiatan selama kegiatan pelatihan berlangsung. 2) Sasaran sekunder, sasaran ini merupakan inti dari masing-masing pelajaran dalam suatu program pelatihan.
b.
Berdasarkan kontennya 1) Berpusat pada kegiatan instruktur, yaitu menggambarkan apa yang dilakukan instruktur selama pelatihan dilaksanakan. 2) Berpusat pada bahan pelajaran, yaitu menggambarkan bahan yang disampaikan dalam pelatihan. 3) Berpusat pada kegiatan peserta, yaitu menggambarakan kegiatan yang dilakukan peserta selama pelatihan.
14
2.3.1.3 Merancang Program Pelatihan Agar suatu program pelatihan dan pengemabangan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang dinginkan, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : Gambar 2.2 Langkah-Langkah Pelatihan & Pengembangan Materi Program
Penilaian Kebutuhan
Tujuan Pelatihan & Pengembangan
Program Aktual
Prinsip Pembelajaran Kriteria Evaluasi
‐ Keahlian ‐ Pengetahuan ‐ Kemampuan Kerja
Evaluasi dan Umpan Balik
Sumber : Rivai & Sagala (2009;222) 2.3.1.4 Melaksanakan Program Pelatihan Ada beberapa metode untuk melaksanakan program pelatihan dan pengembangan, diantanya : 1.
On the job training On the job training (OT) atau disebut juga pelatihan dengan instruksi pekerjaan sebagai metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang riil, di bawah bimbingan dan supervisi dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor.
15
2.
Ceramah kelas dan presentasi Ceramah dan teknik lain dalam off the job training tampaknya mengandalkan komunikasi daripada memberi model. Ceramah adalah pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material organisasi, tetapi partisipai, umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah. Umpan balik dan pastisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama ceramah.
3.
Permainan peran dan model perilaku Permainan peran adalah alat yang mendorong peserta untuk membayangkan indentitas lain. Misalnya, pekerja pria dapat membayangkan peran supervisor wanita dan sebaliknya. Kemudian keduanya ditempatkan dalam situasi kerja tertentu dan diminta memberikan respon sebagaimana harapan mereka terhadap lainnya.
4.
Simulasi Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, simulasi melibatkan simulator yang bersifat mekanik (mesin) yang mengandalkan aspek-aspek utama dalam situasi kerja. Kedua, simulasi komputer. Untuk tujuan pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau permainan. Para pemain membuat suatu keputusan, dan komputer menentukan hasil yang terjadi sesuai dengan kondisi yang telah diprogramkan dalam komputer.
2.3.1.5 Evaluasi Pelatihan Untuk memverifikasi keberhasilan suatu program, para manajer SDM meminta agar kegiatan pelatihan dan pengembangan dievaluasi secara sistematis,
16
termasuk pengelola/pelaksana pendidikan dan pelatihan dari sutu perusahaan. Lemahnya evaluasi mungkin menjadi permasalahan yang serius dalam suatu kegiatan pelatihan dan pengembangan. Jika dinyatakan secara sederhana misalnya para profesioanal SDM jarang menyakan, apakah program dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan? Meraka sering mengasumsikan bahwa suatu pelatihan akan bernilai hanya karena isi program tampak penting. Pelatihan juga perlu memperhatikan evaluasi (feed back) dari peserta yang mengikuti program pelatihan, disamping dari hasil evaluasi diri. Kriteria efektif digunakan untuk mengevaluasi kegiatan pelatihan adalah yang berfokus pada outcome-nya (hasil akhir). Para pengelola dan instruktur perlu memperhatikan hal berikut ini: 1.
Reaksi dari para peserta pelatihan terhadap proses dan isi kegiatan.
2.
Pengetahuan atau proses belajar yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan.
3.
Perubahan perilaku yang disebabkan karena kegiatan pelatihan.
4.
Hasil atau perbaikan yang dapat diukur baik secara individu maupun organisasi, seperti makin rendahnya turnover (berhenti kerja), makin sedikit kecelakaan kerja, makin kecilnya ketidakhadiran, makin menurunnya kesalahan kerja, makin efisiennya penggunaan waktu dan biaya, serta makin produktivitasnya karyawan, dan lain-lain.
2.3.1.6 Tujuan Pelatihan Menurut T. Hani Handoko dalam buku Manajemen (2003;243) tujuan pengembangan karyawan adalah :
17
a.
Untuk memperbaiki efektivitas kerja karyawan dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan.
b.
Meningkatkan kemampuan kerja karyawan agar dapat menjalankan tugasnya dengan efisien.
c.
Mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan dan karyawan.
2.3.1.7 Faktor-faktor Yang Berperan Dalam Pelatihan Menurut Rivai & Sagala (2009;225-226) dalam melaksanakan pelatihan ada beberapa faktor yang berperan, yaitu: a.
Materi program yang dibutuhkan.
b.
Prinsip-prinsisp pembelajaran.
c.
Ketetapan dan kesesuaian fasilitas.
d.
Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan.
e.
Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan.
18
Gambar 2.3 Faktor Yang Berperan Dalam Pelatihan
Instruktur
Tujuan Metode
Peserta
Materi (bahan)
Sumber : Riavai & Sagala (2009;226) 2.3.2
Salesmanship Menurut Whidya, dalam bukunya Srategi Pemasaran Ritel (2008;2) ritel
dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan aktivitas penjualan atau distribusi barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir, di mana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan untuk menambah nilai barang dan jasa. Dunia ritel tidak akan lepas dari peran tenaga penjual yang sering kita sebut dengan wiraniaga. Karena wiraniaga merupakan ujung tombak untuk memasarkan atau mengenalkan produk secara langsung kepada konsumen. Di era globalisasi sekarang ini sumber daya manusia yang unggul sangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam
persaingan pasar yang sangat ketat dan juga
sekaligus untuk meningkatkan pangsa pasar, sehingga wiraniaga merupakan asset
19
berharga yang tidak dapat dipisahkan dengan dunia ritel. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas wiraniaga diperlukan adanya suatu pelatihan, diantaranya pelatihan keterampilan menjual atau pelatihan salesmanship. Dikutip dalam buku Salesmanship, Baduara & Martin (2006;3) Salesmanship atau ilmu menjual, merupakan ilmu yang sudah tua umurnya, namun ndalam perkembangannya ilmu ini baru mendapat perhatian pada pertengahan abad ke-19. Orang pertama yang merintis salesmanship adalah John Wanamaker (1865) di Amerika Serikat, yang terkenal dengan “service principle”, yang menganut paham: “Berikanlah service (pelayanan) yang terbaik, serta kualitas (mutu) yang terbaik, maka akhirnya pasar akan tumbuh di depan rumah Anda”. Pada tahun 1884, Arthur E. Sheldon, mengembangkan service principle menjadi “personal selling” dan kemudian resmi menjadi “Science of Salesmanship”. Akibatnya dialah yang resmi dianggap sebagai “pioner” pertama dalam Ilmu Menjual. Masih dikutip dalam buku Salesmanship, Baduara & Martin (2006;13) menurut Jean Beltrand ada lima definisi Salesmanship sebagai berikut : 1.
Salesmanship adalah suatu kemampuan yang sekaligus menunjukkan loyalitas penjual, kualitas produk yang dijual, atau peranan penjual dalam pendekatan kepada seseorang atau orang lain, sehingga dapat membentuk suatu titik keputusan untuk menetapkan hak utama sebagai individu, dalam penetapan kesempatan milik atau minat.
2.
Salesmanship adalah suatu kemampuan profesional yang bersifat umum di dalam tugas-tugas memberikan pelayanan, pertolongan, atau bantuan kerja
20
sama; untuk membentuk suatu keputusan yang nyata, sekaligus membawa manfaat bagi masyarakat. 3.
Salesmanship adalah suatu kemampuan yang mempunyai segi penampilan kejujuran, keramahan dan persesuaian, serta pertimbangan mencapai suatu titik keputusan terhadap hal-hal yang berharga bagi seseorang atau menyenangkan bagi seseorang.
4.
Salesmanship adalah suatu kemampuan dalam segi menulis, mendisain, menemukan, mencipta serta seni membentuk suatu keinginan atau hasrat dari orang lain untuk menuntuk hak miliknya berupa kepahlawanan, kemasyuran, atau kehormatan.
5.
Salesmanship adalah suatu kemampuan dalam melaksanakan suatu kerja, tugas-tugas atau kewajiban yang dapat memberikan suatu keuntungan bagi pihak lain, yang sekaligus menjadi alat pengambilan keputusan baginya untuk memberikan imbalan jasa kepada penjual. Namun secara umum dari kelima definisi salesmanship diatas Jean
Beltrand mendefinisikan “Salesmanship adalah kemampuan menyajikan seni menanam benih di hati pembeli, yang membuahkan beraneka ragam motivasi, serta tindakan yang diberikan oleh pembeli, yang sesuai dengan keinginan penjual”. Dalam buku Salesmanship, Sutojo (2003) syarat mutu wiraniaga atau tenaga penjual memiliki kriteria sebagai berikut :
21
a.
Kepribadian yang unggul atau sikap mental positif Dikutip dalam buku Salesmanship, Sutojo (2003;41) menurut Paul J. Micali, Associate Professor dalam bidang penjualan, Lacy Sales Institute, London mengungkapkan kepribadian unggul merupakan fondasi keberhasilan Sales Executives. Beliau menyatakan segala teknik menjual modern di dunia ini tidak dapat membantu meningkatkan kinerja sales executives apabila mereka tidak membangun keperibadiannya dengan baik.
b.
Penampilan diri dan komunikasi penjualan Sales executives harus pandai “menjual” dirinya, karena sebagaian besar calon pembeli untuk pertama kali menilai mutu produk dari penampilan sales executives itu sendiri. Menawarkan produk kepada calon pembeli adalah kegiatan berkomunikasi. Agar menjadi seorang komunikator yang handal, sales executives harus memiliki keterampilan mendengarkan secara efektif dan keterampilan berbicara secara efektif.
c.
Pengetahuan tentang produk Pengetahuan tentang produk merupakan sarana lain untuk mendukung keberhasilan sales executives menunaikan tugasnya. Apabila sales executives tidak dapat menjawab pertanyaan calon pembeli tentang produk yang mereka tawarkan secara memuaskan, calon pembeli akan kehilangan minatnya terhadap produk yang ditawarkan.
d.
Persiapan presentasi Keberhasilan menawarkan produk kepada calon pembeli, dapat dipengaruhi dari persiapan sales executives untuk mempresentasikan produknya kepada
22
calon pembeli. Sehingga persiapan presentasi seperti penampilan diri, sikap, pengetahuan tentang produk, pengetahuan tentang calon pembeli, dan waktu presentasi harus benar-benar matang. e.
Presentasi penjualan Presentasi penjualan yang profesional menerapkan empat prinsip penjualan yang disebut dengan singakatan AIDA (Attention, Interest, Desire, Action).
f.
•
Attention : mendapat tanggapan positif dari calon pembeli
•
Interest : membangun minat terhadap produk
•
Desire : membangun keinginan memiliki produk
•
Action : menghimbau pembeli potensial melakukan sesuatu
Menanggapi keberatan calon pembeli Hal pertama yang ahrus di sadari adalah keberatan calon pembeli merupakan bagian integral dari proses penjualan, oleh karena itu tidak perlu dihindari atau ditakuti, apalagi dilawan.
g.
Menutup transaksi penjualan Menutup transaksi penjualan merupakan titik puncak dari presentasi penjualan secara keselutuhan. Didalam kurikulum pelatihan peningkatan kompetensi wiraniaga di PT.
Electronic Solution, wiraniaga harus memilki ilmu menjual atau salesmanship sebagai berikut :
23
Tabel 2.2 Kurikulum Pelatihan Peningkatan Kompetensi Wiraniaga NO
TUGAS
USULAN
RINCIAN KOMPETENSI
PENINGKATAN KOMPETENSI 1
Achievement
Pelatihan
a. Wiraniaga aktif sambut
2
Target
Salesmanship/Ilmu
kedatangan calon pembeli,
Penjualan
Menjual
Senyum, Salam/Greeting,
Pelayanan
Jalin keakraban.
prima/service
b. Wiraniaga dapat mengetahui
execelent
keinginan & masalah yang dihadapi calon pembeli. Wiraniaga harus pintar bertanya. c. Wiraniaga dapat memberikan solusi yang terbaik. d. Wiraniaga dapat memberikan benefit atau kelebihan produk yang dijual e. Wiraniaga dapat menjual produk lebih dari satu. Proses cross selling. f. Wiraniaga dapat menutup penjualan dan menghasilkan penjualan. Proses clossing.
Sumber : PT. Elecetronic Solution Indonesia
24
2.4 Kinerja 2.4.1
Pengertian Kinerja Menurut Simamora (2003;339) Kinerja (performance) mengacu kepada
kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Sering disalahtafsirkan sebagai upaya (effort), yang mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil. Menurut Rivai & Sagala (2009;548) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Menurut Mathis & Jackson (2009;378) Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut : •
Kuantitas dari hasil
•
Kualitas dari hasil
•
Ketepatan waktu dari hasil
•
Kehadiran
•
Kemampuan bekerja sama
25
Dimensi lain dari kinerja diluar beberapa yang umum ini dapat diterapkan pada berbagai pekerjaan. Kriteria pekerjaan atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut. Kriteria pekerjaan adalah faktor yang paling penting yang dilakukan orang dalam pekerjaan mereka karena mendefinisikan apa yang dibayar organisasi untuk dilakukan oleh karyawan, oleh karena itu, kinerja dari individu pada kriteria pekerjaan harus diukur dan dibandingkan terhadap standar, dan kemudian hasilnya dikomunikasikan kepada karyawan. 2.4.2
Jenis Informasi Kinerja Masih menurut Mathis & Jackson (2009;378) manajer menerima tiga jenis
informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan mereka, diantaranya : a.
Informasi berdasar sifat. Mengidentifikasi siafat karakter subjektif dari karyawan, seperti sikap, inisiatif, atau kreativitas, dan mungkin hanya mempunyai sedikit kaitan dengan pekerjaan tertentu.
b.
Informasi berdasar perilaku. Berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Bagi seorang tenaga penjualan, perilaku “persual verbal” dapat diamati dan digunakan sebagai informasi pada kinerja. Meskipun lebih sulit untuk diidentifikasi, informasi perilaku secara jelas menentukan perilaku yang diinginkan manajemen.
c.
Informasi berdasar hasil. Memperhitungkan pencapaian karyawan. Untuk pekerjaan-pekerjaan di mana pengukuran mudah dilakukan dan jelas, pendekatan berdasar hasil dapat diterapkan.
26
2.4.3
Penilaian Kinerja Supaya
organisai
berfungsi
secara
efektif,
karyawan-karyawanya
dibujuk/dipikat agar masuk dan bertahan di dalam organisasi, mereka harus melakukan tugas-tugas peran mereka dengan cara yang andal, dan mereka harus memberikan kontribusi spontan dan perilaku inovatif yang berada di luar tugas formal mereka. Tiga informasi kinerja hendaknya disertakan dalam penilaian kinerja. Menurut Simamora (2003;338) penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka bekerja apabila dibandingkan dengan standar organisasi. Menurut Mathis & Jackson (2009;382) penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. 2.4.4
Penilai Kinerja Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapa pun yang mengetahui dengan
baik kinerja dari karyawan secara individual. Menurut Mathis & Jackson (2009;387-389) ada beberapa penilai:
27
a.
Supervisor menilai bawahan Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk tujuan ini, beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan mereka.
b.
Karyawan menilai manajer Keuntungan : Pertama, dalam hubungan manajer-karyawan yang bersifat kritis, penilaian karyawan dapat sangat berguna dalam mengidentifikasi manajer yang kompeten. Kedua, program penilaian jenis ini membantu manajer agar lebih responsif terhadap karyawan, meskipun keuntungan ini dapat dengan cepat berubah menjadi kerugian jika manjer lebih fokus untuk “bersikap baik” daripada menjalankan tugasnya. Kerugian : Kerugian utama adalah reaksi negatif yang ditunjukkan oleh banyak atasan karena harus dievaluasi oleh karyawan. Sifat “semestinya’ dari hubungan manajer-karyawan dapat terganggu karena adanya karyawan yang menilai manajer.
c.
Menilai diri sendiri Menilai diri sendiri dapat diterapkan dalam situasi tertentu, sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk memikirkan
28
mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan. Karyawan yang menilai diri sendiri tetap dapat menjadi sumber informasi kinerja yang berharga dan terpercaya. 2.4.5
Tujuan & Keguanaan Penilaian Kinerja Menurut Rivai & Sagala (2009;551) suatu perusahaan melakukan
penilaian kinerja didasarkan pada dua alasaan pokok, yaitu: 1.
Manajer memerlukan evaluasi objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang.
2.
Manajer
memerlukan
karyawannya
alat
memperbaiki
yang
memungkinkan
kinerja,
untuk
merencanakan
membantu pekerjaan,
mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karier dan memperkuat kualitas hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan karyawannya. Masih menurut Rivai & Sagala (2009;554) keguanaan penilaian kinerja ditinjau berbagai perpektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen SDM, yaitu: 1.
Posisi tawar. Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan karyawan.
2.
Perbaikan kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan.
29
3.
Penyusaian kompensasi. Penilaian kinerja membantu mengambil keputusan dalam penyesuaian ganti-rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikkan upahnya-bonus atau kompensasi lainnya. Banyak perusahaan mengabulkan sebagian atau semua dari bonus dan peningkatan upah mereka atas dasar penilaian kinerja.
4.
Keputusan penempatan. Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering promosi adalah penghargaan untuk kinerja yang lalu.
5.
Pelatihan dan pengembangan. Kinerja buruk mengindikasikan adanya sutu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan.
6.
Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik penialain kinerja dapat digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karier karyawan, penyusunan program pengembangan karier yang tepat, dapat menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan perusahaan.
2.4.6
Standar Kinerja Penilaian dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui kinerja yang
lemah, hasil yang baik dan bias diterima, juga harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai untuk penilaian lainnya. Untuk itu dalam penilaian kinerja perlu memiliki (Rivai & Sagala, 2009):
30
1.
Standar kinerja System penilaian memerlukan standar kinerja mencerminkan seberapa jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar efektif, standar perlu berhubungan dengan hasil yang diinginkan dari tiap pekerjaan. Hal tersebut dapat diuraikan dari analisis pekerjaan dengan menganalisis hubungan kinerja karyawan saat sekarang. Untuk menjaga akuntabilitas karyawan, harus ada peraturan-peraturan tertulis dan diberitahukan kepada karyawan sebelum dilakukan evaluasi. Idealnya, penilaian setiap kinerja karyawan harus didasarkan pada kinerja nyata dari unsur yang kritis yang diidentifikasi melalui analisis pekerjaan.
2.
Ukuran kinerja Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran/standar kinerja yang dapat diandalkan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi penilaian yang kritis dalam menentukan kinerja, ukuran yang handal juga hendaknya dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama utnuk mencapai kesimpulan sama tentang kinerja sehingga dapat menambah reliabilitas sistem penilaian. Menurut Simamora (2003;361) penilaian kinerja yang adil membutuhkan
suatu standar/kriteria untuk menjadi pembanding terhadap kinerja karyawan. Semakin jelas standar kinerjanya, kian akurat penilaian tersebut. Dibutuhkan beragam ukuran kinerja. Perilaku mencerminkan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu; karakteristik individu menunjukkan penyebab perilaku; hasil memastikan adanya kaitan antara perilaku individu dan tujuan yang lebih luas.
31
Tabel 2.3 Contoh Kriteria Kinerja Keahlian/Kemampuan/Kebutuhan/ Tindak tanduk Pengetahuan kerja
Perilaku
Hasil
Menunaikan tugas
Penjualan
Kekuatan
Mematuhi perintah
Tingkat produksi
Pengetahuan bisnis
Hadir secara teratur Mutu produksi
Hasrat untuk berhasil
Memberikan saran
Kecelakaan
Loyalitas
Perbaikan
Kejujuran
perlengkapan
Kreativitas
Kepuasan
Kepemimpinan
pelanggan
Sumber : Simamora, 2003;361 Menurut Malayu, dalam buku MSDM (2007;93) dasar penilaian adalah uraian pekerjaan dari setiap individu karyawan karena dalam uraian pekerjaan inilah ditetapkan tugas dan tanggung jawab yang akan dilakukan oleh setiap karyawan. Secara garis besar dasar penilaian dibedakan atas dua: 1.
Tangible standard, yaitu saran yang dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya. Standar ini dibagi atas: a. Standar dalam bentuk fisik yang terbagi atas; standar kuantitas, standar kualitas, dan standar mutu. Misalnya kilogram, meter, baik-buruk, jam, hari, dan bulan. b. Standar dalam bentuk uang yang terbagi atas standar biaya, standar penghasilan, dan standar investasi.
32
2.
Intangible standard adalah sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya. Misalnya, standar perilaku, kesetiaan, partisipasi, loyalitas, serta dedikasi karyawaan terhadap perusahaan.
Menurut Malayu, dalam buku MSDM (2007;95-96) adapun unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian kinerja, yaitu; 1) Kesetiaan Penilaian mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaanya, jabatannya, dan organisasi. Kesetian ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab. 2) Prestasi kerja Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaanya. 3) Kejujuran Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya. 4) Kedisiplinan Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaanya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
33
5) Kreativitas Penilai menilai kemapuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaanya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna. 6) Kerja sama Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertical atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik. 7) Kepemimpinan Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif. 8) Kepribadian Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar. 9) Prakarsa Penilai menilai kemapuan berpikir yang orisinil dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganilisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya.
34
10) Kecakapan Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan meyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen. 11) Tanggung jawab Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaan, pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.
2.5 Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja Menurut
Randall
&
Susan
(1997;323)
sosialisasi,
latihan,
dan
pengembangan pegawai merupakan usaha organisasi yang sengaja dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekarang dan yang akan datang dengan meningkatkan kemampuan. Menurut Rivai & Sagala, dalam buku MSDM untuk perusahaan (2009;212) pelatihan sangat penting bagi karyawan baru maupun yang sudah lama. Pelatihan, secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang. Sedangkan menurut Simamora (2003;276) salah satu tujuan pelatihan adalah memperbaiki kinerja, karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak memuasakan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan. Kendatipun pelatihan tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang tidak
35
efektif, program pelatihan dan pengemabangan yang sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini.
36