BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kolektor Surya
Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energi radiasi matahari menjadi panas. Fluida yang dipanaskan dapat berupa cairan, minyak , oli, dan udara. Kolektor surya
pun dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya
matahari menimpa pelat penyerap pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi kembali ke energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam
kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi (Duffie John dan William A. Beckman (1991)). Kolektor surya pada umumnya memiliki komponenkomponen utama, yaitu: 1. Kaca penutup, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan. 2. Pelat penyerap, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Pipa fluida, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja. 4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari pelat penyerap menuju lingkungan. 5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor. 2.1.1 Jenis-jenis Kolektor Surya a) Berdasarkan Bentuk Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya. 1) Flat-Plate Collectors Kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95°C. Dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air (Goswami, 1999). Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi 4
matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan
tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya
kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah,
pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri. (Duffie,
1991) Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas
pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari pelat
penyerapnya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan
konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam.
Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar (beam dan diffuse), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent cover, absorber, insulasi, dan kerangka.
Gambar 2.1 Penampang melintang kolektor surya pelat datar sederhana
2) Parabolic Trough Collectors Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen konsentrator yang 5
terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi. Berdasarkan komponen
absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Line Focus dan Point Focus.
Gambar 2.2 Konsentrator
Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung absorber, concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking. Temperatur fluida melebihi 400 °C dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada gambar diatas. 3) Evacuated Tube Collectors Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.
6
Gambar 2.3 Evacuated Tube Collector
(Sumber:http//www.altdotenergy.com)
b) Berdasarkan Tipe Pelat Penyerap Berdasarkan bentuk plat penyerap nya, kolektor surya dibagi menjadi tiga jenis yaitu trickle collector, thermal trap collector dan standard collector. 1) Trickle collector Trickle collector adalah kolektor surya dengan plat penyerap berbentuk gelombang.
Gambar 2.4 Kolektor surya tipe Trickle Collector
2) Thermal trap collector Thermal trap collector adalah kolektor surya dengan perangkap kalor.
Gambar 2.5 Kolektor surya tipe Thermal trap collector
7
3) Standard collector Standard collector adalah kolektor surya dengan plat penyerap
berbentuk datar.
Gambar 2.6 Kolektor surya tipe Standard Collector
2.1.2 Pipa Fluida
Terdapat dua jenis bentuk pipa fluida yang dikenal dalam penggunaan kolektor surya. a) Pipa Paralel
Gambar 2.7 Pipa fluida berbentuk paralel
Kolektor Surya yang memiliki pipa fluida berbentuk paralel di design untuk memindahkan fluida dari bagian bottom kolektor ke bagian top kolektor melewati jajaran paralel pipa vertikal. Pada bentuk ini, besar diameter pipa yang terdapat pada bagian bottom dan top dibuat lebih besar daripada pipa vertikal. Sifat mekanika fluida yang menyokong laju aliran pada pipa terakhir membuat tekanan fluida pada bagian bawah pipa pertama paling besar dan bagian atas pipa terakhir paling kecil. Dengan pembesaran 8
diameter bagian bottom dan top, tekanan fluida akan lebih menyesuaikan
dan laju aliran fluida pada setiap pipa vertikal lebih mendekati keseragaman. Tapi disayangkan bahwa bagian tengah pipa vertikal akan
memiliki nilai laju aliran fluida yang lebih rendah, padahal bagian tengah
merupakan bagian dimana banyak energi panas yang terkonsentrasi disana.
Pada proses pembuatannya, yang perlu diperhatikan adalah saat pengelasan di bagian T setiap pipa vertikal. Karena sedikit bocor pada bagian ini akan
mengganggu seluruh proses pemanasan di dalam kolektor surya.
b) Pipa Seri Berkelok (Serpentine)
Gambar 2.8 pipa berkelok (Serpentine)
Kolektor Surya yang memiliki pipa fluida seri berkelok ini memiliki satu aliran fluida pada pipa panjang yang dibentuk fleksibel. Pada bentuk ini tidak ada permasalahan dalam perbedaan laju aliran fluida. Masalah utama pada kolektor ini adalah aliran pembatasan laju aliran fluida. Dengan pipa yang lebih besar, maka pembatasan laju aliran akan semakin besar dan akan memberikan beban yang tidak perlu pada pompa sirkulasi. Dengan membuat dua kolektor seri berkelok dan menghubungkannya secara paralel akan menghilangkan masalah tersebut. Pada proses pembuatannya, yang perlu diperhatikan adalah saat menekuk (bending) bagian pipa agar jangan sampai material menjadi rusak. 2.1 Radiasi Matahari 9
Radiasi matahari merupakan sumber energi utama untuk proses-proses fisika atmosfer yang menentukan kedaan cuaca dan iklim di atmosfer bumi. Permukaan matahari
bertemperatur 6000 K, dengan jarak dari bumi 150 juta km. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer 1.360 W/m2, yang sampai ke permukaan bumi setengah dari yang diterima di puncak atmosfer. Rata-rata 30% radiasi yang sampai di permukaan bumi dipantulkan angkasa luar. Tidak semua radiasi matahari sampai ke permukaan bumi, karena kembali ke
sebagian ada yang dipantulkan lagi oleh awan ke angkasa dan sebagian lagi diserap oleh
atmosfer bumi. Sebagian radiasi matahari diserap oleh permukaan bumi (di darat dan di laut) yang kemudian membuat permukaan bumi menjadi hangat.
Radiasi matahari yang dipancarkan oleh permukaan matahari adalah sama dengan perkalian konstanta Stefan-Boltzman pangkat empat Temperatur permukaan absolut dan luas permukaan. Dengan garis tengah matahari 1,39 x 109 m, Temperatur permukaan
matahari 5762 K, dan jarak rata-rata antara matahari dan bumi sebesar 1,5 x 1011 m, maka fluks radiasi persatuan luas dalam arah yang tegak lurus pada radiasi tepat diluar atmosfer bumi adalah: …………………………….……………………...…….. (2.1) ( Ted J. Jansen, 1985 hal : 14 )
G= = 1353 W/m2 keterangan : G = Konstanta surya ( W/m2 ) = Konstanta Stefan Boltzman (
)
ds = Diameter matahari Ts = Temperatur permukaan matahari (K4) R = Jarak antara matahari dengan bumi (m2) Radiasi surya yang diterima pada satuan luasan di luar atmosfir tegak lurus permukaan matahari pada jarak rata-rata antara matahari dengan bumi disebut konstanta surya adalah 1353 W/m2 dikurangi intesitasnya oleh penyerapan dan pemantulan atmosfer sebelum mencapai permukaan bumi. Tabel 2.1 Satuan lain untuk Konstanta Surya
10
Konstanta Surya ( Gsc ) 1353 W/m2
429 Btu/(hr.ft2) 116.4 Langley/hr 4.871 MJ/m2.hr
(sumber “Teknologi Rekayasa Surya”, Diterjemahkan oleh Prof. Wiranto Arismunandar)
Konstanta surya (G) adalah konstanta yang digunakan sebagai dasar acuan untuk
mengetahui besarnya intensitas radiasi surya sebelum mengalami penurunan karena berbagai macam hambatan dalam perjalanannya menuju permukaan bumi. Hambatan yang
timbul itu adalah seperti, ketika radiasi surya melewati lapisan-lapisan atmosfir, itu terjadinya yang mempengaruhi posisi matahari, posisi dan letak permukaan pada bumi, dan kondisi-kondisi lainnya. Tabel 2.1 memuat konstanta surya dalam satuan lain. Satuan
langley sama dengan 1 kalori/cm2, adalah satuan yang umumnya dapat dijumpai dalam literatur mengenai radiasi surya, dimana 1 kalori = 4,187 Joul, maka 1 langley = 1 kalori/cm2 = 0,04187 MJ/m2. 2.1.1 Jenis-jenis Radiasi Radiasi matahari yang mengenai suatu kolektor di permukaan bumi dibedakan menjadi: 1) Radiasi langsung (beam), yaitu radiasi surya yang diterima dari matahari tanpa disebarkan oleh atmosfer. 2) Radiasi hambur (diffuse), yaitu radiasi surya yang diterima dari matahari tanpa sesudah arahnya berubah setelah terpencar oleh atmosfer. 3) Radiasi pantulan tanah (ground reflected). 4) Radiasi total, yaitu penjumlahan dari radiasi beam, diffuse dan pantulan tanah. 2.1.2 Sifat-Sifat Radiasi Pada gelombang elektromagnet berjalan melalui suatu medium (vakum) dan mengenai suatu permukaan atau medium lain maka sebagian gelombang akan dipantulkan, sedangkan gelombang yang tidak dipantulkan akan menembus ke dalam medium atau permukaan yang dikenainya. Pada saat melalui medium gelombang secara berkelanjutan akan mengalami pengurangan. Jika pengurangan tersebut berlansung sampai tidak ada lagi gelombang yang akan menembus permukaan yang dikenainya maka permukaan itu disebut sebagai benda yang bertingkah laku seperti 11
benda hitam. Jika gelombang melalui suatu medium tanpa mengalami pengurangan hal ini disebut sebagai benda (permukaan) transparan dan jika hanya sebagian dari
gelombang yang mengalami pengurangan hal ini disebut sebagai permukaan semi transparan. Suatu benda bertingkahlaku seperti benda hitam, transparan atau semi transparan tergantung kepada ketebalan lapisan materialnya. Benda logam biasanya bersifat seperti benda hitam. Benda non logam umumnya memerlukan ketebalan
yang lebih besar sebelum benda ini bersifat seperti benda hitam. Permukaan yang bersifat seperti benda hitam tidak akan memantulkan cahaya radiasi yang diterimanya, oleh karena disebut sebagai penyerap paling baik atau
permukaan hitam. Jadi permukaan yang tidak memantulkan radiasi akan terlihat karena tidak ada sinar radiasi yang dipantulkan mengenai mata kita. Benda hitam
hitam merupakan penyerap dan penghasil energi yang baik pada setiap panjang gelombang dan arah radiasi. 2.1.3 Sifat-Sifat Cahaya Apabila sebuah cermin yang menerima cahaya, diarahkan ke sebuah dinding, maka akan nampak cahaya tersebut ke dinding. Hal ini disebabkan karena cermin dapat memantulkan cahaya ke permukaan dinding. a) Hukum Pemantulan Cahaya Snellius Ada dua buah hukum pemantulan cahaya yang dikemukakan oleh Snellius, yaitu: 1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang dan berpotongan di satu titik pada bidang itu. 2. Sudut antara sinar pantul dan garis normal (sudut pantul /r) sama dengan sudut antara sinar dating dan garis normal (sudut datang / i ) (i=r). garis normal adalah garis yang tegak lurus bidang datar.
Gambar 2.9 Sudut datang dan sudut pantul pada bidang datar (Sumber: http://matematika-ipa.com/pemantulan-cahaya/)
12
b) Hukum Pembiasan Cahaya Snellius Seperti pada peristiwa pemantulan cahaya, pada pembiasan cahaya juga dijumpai hukum Snellius. Misalkan cahaya merambat dari medium 1
dengan kecepatan v1 dan sudut datang i menuju ke medium 2. Saat di
medium 2 kecepatan cahaya berubah menjadi v2 dan cahaya dibiaskan dengan sudut bias r.
Berdasarkan teori muka gelombang, rambatan cahaya dapat
digambarkan sebagai muka gelombang yang tegak lurus arah rambatan dan
muka gelombang itu membelok saat menembus bidang batas medium 1 dan
medium 2 seperti dipelihatkan gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.10 Muka gelombang pada peristiwa pembiasan. (Sumber: http://edikurniawan-freetutorial.blogspot.com)
c) Jenis Pemantulan Cahaya Cahaya yang datang pada suatu permukaan akan dipantulkan. Pemantulan cahaya ini tergatung pada sifat permukaannya, dikenal dengan pematulan teratur dan pemantulan baur (difus). Sifat-sifat pemantulan teratur antara lain: 1) Berkas sinar-sinar sejajar dipantulkan sejajar juga 2) Banyak sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga benda tampak bersinar terang. 3) Terjadi pada benda-benda yang permukaannya halus (rata) seperti kaca, baja, dan alumunium Sedangkan sifat-sifat pemantulan baur (difus) antara lain: 1) Berkas sinar-sinar sejajar dipantulkan ke segala arah
13
2) Hanya sedikit sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga benda tampak suram
3) Terjadi pada benda yang mempunyai permukaan kasar (tidak rata).
Gambar 2.11 Pemantulan teratur dan baur (difus)
(Sumber: http://edikurniawan-freetutorial.blogspot.com)
2.1.4 Radiasi Benda Hitam
Benda-benda nyata bukan merupakan benda hitam meradiasikan energi
lebih sedikit dibandingkan dengan benda hitam. Untuk memperhitungkan hal
tersebut harus didefenisikan emissivitas (ε) dalam daya radiasi benda nyata dan benda hitam yang dihitung pada Temperatur yang sama. Perbandingan daya radiasi total benda (W) terhadap daya radiasi total benda hitam (Wb) didefinisikan sebagai daya emissivitas. Disebut benda hitam karena bahan yang mematuhi hukum ini tampak hitam. Benda hitam juga dapat dikatakan sebagai banda yang menyerap seluruh radiasi yang menimpanya. 1) Hukum-hukum radiasi benda hitam a) Hukum Stefan Boltzman Fluks radiasi panas dari sebuah permukaan benda hitam disebut daya radiasi
(W)
dikemukakan
oleh
Stefan
Boltzman.
Pertimbangan
termodinamika memperlihatkan bahwa W sebanding dengan pangkat empat dari Temperatur mutlak (absolut). Jadi, total radiasi yang diradiasikan oleh benda hitam sebagai berikut: W = ε T 4……………………………....(2.2) (Wuryanti. Sri, 1995 hal: 89)
Keterangan: W
= Total energi radiasi (W/m2)
ε
= Emissivitas benda = Tetapan Stefan Bolzman 5,669 x 10-8 W/ m2 K4 atau = 0,1714 x 10-8
T
Btu/jam ft2 R4
= Temperatur absolut (K)
14
Nilai emissivitas pada benda berbeda-beda nilainya. Dibawah ini
beberapa nilai emissivitas benda sebagian dari keseluruhan yang ada pada
sumber tertulisnya.
Tabel 2.4 Emissivitas Total Normal Berbagai Permukaan
No
Permukaan
Emissivitas ε
Logam
1
Aluminium
2
Plat mengkilap 98,3% murni
0,039 – 0,057
Plat lembaran
0,09
Plat teroksidasi
0,2 – 0,31
Kuningan
Plat pudar
0,22
Krom
0,08 – 0,36
3
Plat Tembaga dipanaskan
0,78
4
Baja lunak
0,2 – 0,32
5
Perak murni
0,02 – 0,032
6
Seng
0,23
Bahan-tahan api, bahan bangunan, cat dan logam 1
Bata merah
0,93
2
Karbon plat kasar
0,77
3
Aluminium cat hitam
0,52
4
Karet
0,94
5
Air
9,95 – 0,963
(Sumber: J.P Holman, 1994 hal 594-595)
b) Hukum Planck Jika didistribusikan dalam spektrum benda hitam, daya emissitivitas monokromatik benda hitam ditetapkan pada hukum Planck.
Energi
monokromatik yang dipancarkan oleh permukaan yang melakukan radiasi tergantung pada Temperatur permukaan selain panjang gelombang radiasi. c) Hukum Wien Pada Temperatur tertentu, daya radiasi monokromatik mempunyai harga maksimum, untuk gelombang (λ maks). Besarnya λ maks berbanding terbalik dengan Temperatur absolut.
15
2.4 Isolator Pada Kolektor Surya Isolasi adalah perlindungan atau penyekatan terhadap suhu, suara, atau tegangan
listrik. Isolasi suhu atau termal adalah material yang berguna untuk mengurangi laju perpindahan panas, atau metode untuk mengurangi laju perpindahan panas. Material isolasi yang berguna untuk mengurangi perpindahan panas harus memiliki resistansi tinggi. Sifat-
sifat yang sangat penting dari isolasi adalah sifat termal. Selain itu juga material isolasi harus memiliki nilai ekonomis yang tinggi agar dapat menekan biaya dalam
penggunaannya. Konduktivitas termal adalah sifat fisik dari suatu bahan atau material, yakni suatu
besaran yang menunjukkan kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan panas. Semakin
besar nilai kondutivitas termal dari suatu bahan, maka semakin baik bahan tersebut menghantarkan panas. Satuan yang digunakan untuk konduktivitas termal adalah W/m.oC.
Nilai konduktivitas fluida bervariasi, nilai tertinggi adalah logam dan paling rendah adalah serbuk yang telah dihampaskan. Bahan/material dengan konduktivitas termal yang rendah digunakan untuk bahan isolator yaitu untuk membuat aliran kalor minimum. Nilai konduktivitas beberapa bahan dapat dilihat pada tabel dibawah berikut. Tabel 2.2 Nilai Konduktivitas Termal Beberapa Bahan Material
Bahan
Konduktivitas Termal k W/m.oC
Btu/h .ft .oF
Logam Perak (murni)
410
237
385
223
202
117
Nikel (murni)
93
54
Besi (murni)
73
42
43
25
Tembaga (murni) Aluminium (murni)
Baja karbon, 1% C
Bukan Logam Magnesit
4,15
2,4
Kaca, jendela
0,78
0,45
Serbuk gergaji
0,059
0,034
Wol kaca
0,038
0,022 16
Zat Cair
Air-raksa
8,21
4,74
Air
0,556
0,327
Amonia
0,540
0,312
Freon 12, CCL2F2
0,073
0,042
Gas
Hidrogen
0,175
0,101
Udara
0,024
0,0139
Uap air (jenuh)
0,0206
0,0119
Karbon dioksida
0,0146
0,00844
(Sumber : J.P Holman,1994 hal: 7)
Sebelumnya dijelaskan diatas konduktivitas termal berbagai bahan isolasi yang terdaftar pada tabel 2.1. Dalam mengelompokan kekuatan bahan isolasi, dalam industri bangunan dapat menggunakan nilai R. Satuan R adalah oC.m2/W atau
o
F.ft2. h/Btu. Dengan demikian sebaiknya bahan-bahan isolasi itu
dikelompokan menurut penerapan dan jangkauan temperatur penggunaanya. Informasi demikian diberikan pada tabel 2.2 yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memilih bahan-bahan isolasi. Tabel 2.3 Jenis-Jenis Bahan Isolasi dan Penerapanya
No
1
2 3 4 5 6 7
Bahan Asbes: Ditetal longgar Papan asbes semen Lembaran Lakan, 40 laminasi/in Lakan, 20 laminasi /in Gelombang, 4 plain/in Asbes semen Wol balsam 2,2 lb/ft3 Karton, gelombang Celotex Papan gabus, 10 lb/ft3 Gabus butiran Ulang Giling halus Tanah diatome (Sil-o-cel) Lakan, rambut
Suhu °C
k
ρ
Kg/m3
W/m.°C
Bahan Isolasi 0 20 51 38 38 38 32 32 30 32 32
0,154 20 0,166 0,057 0,078 0,087 2,08 0,04 0,064 0,048 0,043 0,045 0,043
470 - 570 0,74
0 30
0,061 0,036
320 130-200
Cp
α
kJ/kg.°C
m2/s x 107
0,816
3,3 - 4
1,88
2 – 5,3
35
45 – 120 150
17
8 9 10 11 12 13
14 15 16
Wol
Serat, papan isolasi Wol gelas, 1,5 lb/ft3 Insulex, kering Kapuk Magnesia, 85% Wol batuan, 10 lb/ft3 Ditetal longgar Serbuk gergaji Silika aerogel Serutan kayu
Sumber: J.P Holman, 1994 hal 585
30 20 23 32 30 38 32 150 23 32 23
0,052 0,048 0,038 0,064 0,035 0,067 0,04 0,067 0,059 0,024 0,059
330 240 24
0,7
22,6
270 160 64 140
2.4.1 Isolator Kapuk
Kapuk adalah pohon tropis berkayu yang menghasilkan serat kapuk. Pohon
ini banyak ditanam di Asia, terutama di pulau Jawa, Malaysia, Filipina, dan Amerika Selatan. Serat kapuk adalah serat alami yang tipis dan ringan. Kapuk memiliki serat selulosa lebar dengan persentase tertinggi volume berongga yang bisa menghalau angin dan kelembaban. Karakteristik dari serat kapuk yaitu berkilau, super nyaman, super lembut, alami berongga, ekologis, antiseptik, mouldproof, penyerap kelembaban, konduktif kelembaban, anti-acarid, anti-statis, dan tidak ada pilling. Kehalusannya setengah dari serat kapas. Pada industri meubel serat kapuk banyak digunakan sebagai pengisi bantal, kasur, pelampung, dan jok kursi. Pada industri elektronika dan bangunan, serat kapuk digunakan sebagai isolator panas dan peredam suara. Pada industri permesinan, serat kapuk dapat digunakan sebagai filter dan oil separator. Pada industri pemintalan, serat kapuk digunakan untuk membuat benang dan dengan proses yang benar dapat dijadikan kain tenun (Arif Mulyadi (2011)). (Sumber: http://kapukrandukaraban-pati.blogspot.com)
18
Gambar 2.12 Pohon kapuk dan serat kapuk jenis super (Sumber: http://kapukrandu.indonetwork.co.id/2328412/kapuk-randu.htm)
2.6 Perhitungan Efisiensi Kolektor Surya Pelat Datar
Efisiensi dari kolektor surya dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara panas yang berguna dari kolektor ke air dengan energi yang diterima kolektor. Prinsip dasar untuk menghitung efisiensi kolektor adalah dengan membandingkan besar kenaikan temperatur fluida yang mengalir di dalam kolektor dengan intensitas cahaya matahari yang diterima kolektor. Untuk mendapatkan nilai efisiensi dari kolektor surya dapat menggunakan persamaan berikut: 2.6.1 Energi yang diberikan kolektor ke air Energi panas yang diserap oleh air dari kolektor dapat diketahui dari persamaan dibawah ini : ̇ = m x Cp x (Tfo - Tfi) ……………………………….....…..….(2.3) Dimana : = panas yang diserap air (j/s) atau (W) m
= laju aliran massa air (kg/s)
Cp
= panas spesifik air (J/kg.K)
Tfo = Temperatur fluida output [K] Tfi = Temperatur fluida input [K]
19
Laju aliran massa dapat dicari dengan menggunakan persamaa berikut : ̇ = ̇ x ρ ……………………………………....………...…….(2.4)
dimana :
̇ = Laju aliran massa [kg/s]
̇ = debit aliran air [m3/s] = massa jenis air [kg/m3]
ρ
2.6.2 Energi yang diterima kolektor
Energi panas yang diterima kolektor dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
̇
in =
Ak x Ig ………………………………..…………….…….(2.5)
Dimana : ̇
in
= panas yang diterima kolektor [J/s] atau [Watt]
Ak
= luas penampang kolektor [m2]
Ig
= pancaran radiasi matahari [Kwh/m2]
2.6.3 Efisiensi Kolektor surya (%) Efisiensi dari kolektor surya dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara panas yang berguna dari kolektor dengan intensitas dari radiasi surya.
η=
……………………………….........…(2.6)
Dengan demikian efisiensi per laju aliran massa dapat ditulis :
=
…………………………….............……(2.7)
20