BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan telah memberikan definisi mengenai pajak menurut versinya masing-masing. Tetapi walaupun demikian berbagai definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dan S.I Djajadiningrat yang dikutip oleh Siti Resmi dalam buku Perpajakan Teori dan Kasus edisi 7 buku 1 tahun 2013 : Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. S.I Djajadiningrat : Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan suatu hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Definisi pajak menurut P. J. A. Andriani dalam buku Perpajakan Indonesia , Diaz Priantara ( 2012 ) : Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Definisi pajak menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herchel M., dan Brock Horace R yang dikutip dari buku R. Mansury (2002) adalah sebagai berikut : Pajak dapat diartikan adanya aliran dari sektor privat ke sektor publik secara dipaksakan yang dipungut berdasarkan keuntungan ekonomi tertentu dari nilai setara dalam rangka pemenuhan kebutuhan negara dan objek-objek sosial. Sedangkan definisi pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.
2.1.2. Jenis-jenis Pajak Terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga (Siti Resmi,2013), yaitu : 1. Menurut golongan a. Pajak
langsung adalah pajak
langsung
kepada
Wajib
Pajak
yang yang
pembebanannya berkewajiban
membayar pajaknya. Ini artinya Wajib Pajak yang bersangkutan yang harus memikul beban pajak dan beban
pajak ini tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dialihkan
kepada
pihak
lain.
Contoh
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Pajak ini dipungut oleh Wajib Pajak (Pengusaha Kena Pajak) terlebih dahulu dan yang memikul beban pajak adalah pengguna jasa atau barang yang dihasilkan oleh Wajib Pajak tersebut. 2. Menurut sifat a. Pajak subjektif adalah pajak yang waktu pengenaannya yang pertama diperhatikan adalah subjek pajaknya. Setelah subjeknya
diketahui
barulah
menentukan
objeknya,
contohnya adalah Wajib Pajak PPh. b. Pajak objektif adalah pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama diperhatikan adalah objeknya, setelah objeknya
diketahui
barulah
menentukan
subjeknya,
contohnya adalah PPN dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). 3. Menurut lembaga institusi pemungutan a. Pajak
pusat
adalah
pajak
yang
diadministrasikan
Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah Kementrian
Keuangan yakni Direktorat Jendral Pajak, misalnya PPh dan PPN. b. Pajak daerah adalah pajak yang diadministrasikan oleh Pemerintah Daerah. Pajak daerah dibedakan antara Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.
2.1.3. Fungsi Pajak Fungsi pajak berati kegunaan pokok, manfaat pokok dari pajak itu sendiri. Pada umumnya ada dua macam fungsi pajak (Diaz Priantara,2012) , yaitu : a. Fungsi budgetair (pendanaan) Fungsi budgetair (pendanaan) disebut juga fungsi utama pajak atau fungsi fiskal yaitu pajak dipergunakan untuk memasukkan dana ke kas Negara secara optimal berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. b. Fungsi regulair (mengatur) Fungsi regulair (mengatur) disebut juga fungsi tambahan yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur : a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah. Hal ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba mengkonsumsi barang mewah.
b. Tarif pajak ekspor adalah 0%, tujuannya adalah untuk mendorong hasil produksi barang atau penyerahan jasa ke luar negeri sehingga dapat memperbesar cadangan devisa Negara dan mendorong investasi dan lapangan kerja di dalam negeri (domestik). c. Kompensasi kerugian yang lebih lama pada sektor dan daerah tertentu bertujuan untuk mendorong investasi sektor
strategis
dan
pemerataan
serta
percepatan
pembangunan.
2.1.4. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi (Mardiasmo,2011) : 1. Official Assessment System Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus; b. Wajib pajak bersifat pasif; c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System Self Assessment System Adalah suatu sistem pungutan pajak yang memberi wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya Self Assessment System : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri; b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Witholding System Witholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya Witholding System : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum PPN Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam negeri. Atau pajak objektif yang pengenaan PPN hanya berdasarkan objeknya dan tidak memperhatikan pihak yang melakukan konsumsi. PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen dan konsumen. Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahan bisa dalam bentuk jual-beli, pemanfaatan jasa, dan sewa menyewa. Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No. 18 tahun 2000, dan terakhir UU No. 42 tahun 2009. UU No. 42 tahun tahun 2009 ini dinilai lebih efektif dan lengkap dibandingkan Resmi,2012)
dengan
Undang-Undang
PPN
sebelumnya.
(Siti
2.2.2. Karakteristik PPN PPN di Indonesia memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh PPn (Pajak Penjualan) menurut Siti Resmi (2012), yaitu : a. Pajak tidak langsung Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggungjawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak). b. Pajak objektif Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan. c. Multistage Tax PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel) d. Nonkumulatif PPN tidak bersifat
kumulatif (nonkumulatif)
meskipun
memiliki karakteristik multistage tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau jasa.
e. Tarif tunggal PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif (single tarif), yaitu 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak . f. Credit Method / Invoice Method / Indirect Substruction Method Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saat penyerahan barang atau jasa-yang disebut Pajak Keluaran dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang atau penerimaan jasa-yang disebut Pajak Masukan. g. Pajak atas konsumsi dalam negeri Atas impor barang kena pajak dikenakan PPN sedangkan atas ekspor barang kena pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu pajak dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi. h. Consumption Type Value Added Tax (VAT) Dalam PPN di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP).
2.2.3. Subjek PPN PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang ada pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas : (Siti Resmi,2012) a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP Berwujud/BKP Tidak Berwujud/JKP. b. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha Kecil. Pengusaha dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. c. Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. d. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. e. Orang pribadi atau badan yang melakukan impor barang kena pajak.
f. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual kembali. g. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. h. Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendahara proyek.
2.2.4. Objek PPN PPN dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi karena kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yang diatur dalam Pasal 4, Pasal 16C dan Pasal 16D Undang-undang No. 42 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (Siti Resmi,2012) yaitu : 1. Penyerahan/impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP/JKP/BKP tidak berwujud a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. b. Impor BKP. c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di dalam Daerah Pabean. f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP. g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP. h. Ekspor JKP oleh PKP. 2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain. 3. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.
2.2.5. Tarif PPN Tarif PPN diatur dalam Pasal 7 UU PPN 1984 sebagai berikut (Untung Sukardji,2011) : 1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%. 2. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas : a. Ekspor BKP Berwujud
b. Ekspor BKP Tidak Berwujud c. Ekspor JKP 3. Dengan Peraturan pemerintah, tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi serendah-rendahnya 5% dan setingi-tingginya 15%.
2.2.6. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pasal 1 angka 17 UU PPN tahun 1984 menyebutkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) menurut Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono dalam buku Perpajakan tahun 2013 adalah : a. Harga Jual, Menurut pasal 1 angka 18 UU PPN tahun 1984, harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. b. Penggantian, Pasal 1 angka 19 UU PPN tahun 1984 menyebutkan yang dimaksud dengan penggantian adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
c. Nilai Impor, Pasal 1 angka 20 UU PPN tahun 1984 menyebutkan nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut undang-undang ini. d. Nilai Ekspor, Pasal 1 angka 26 UU PPN tahun 1984 menyebutkan nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. e. Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Berikut formula perhitungan PPN :
Pajak = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Contoh perhitungan PPN : Seorang Pengusaha Kena Pajak menjual Barang Kena Pajak dengan harga jual sebesar Rp 35.000.000,00. PPN terutang: 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00 PPN sebesar Rp. 3.500.000,00 merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak tersebut.
2.2.7. PPN Keluaran dan Masukan Pajak (PPN) Keluaran merupakan PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP. Tarif pajak keluaran adalah sebesar 10% untuk penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean/penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak. Tarif 0% untuk ekspor barang kena pajak berwujud/ekspor barang kena pajak tidak berwujud/ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak. DPP dapat berupa harga jual, penggantian atau nilai ekspor. (Siti Resmi,2012) Pajak (PPN) Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena impor BKP/perolehan BKP/penerimaan JKP/pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean/pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean. Tarif Pajak Masukan adalah sebesar 10%, sedangkan DPP dapat
berupa nilai impor, harga beli (sama dengan harga jual bagi penjual), nilai penggantian, atau nilai lain.
2.2.8. Penyerahan Terutang PPN dan Tidak Terutang PPN Penyerahan yang terutang PPN dikelompokan menjadi (Siti Resmi,2012) : 1. Ekspor; Ekspor adalah setiap kegiatan menyerahkan barang kena pajak berwujud / barang kena pajak tidak berwujud / jasa kena pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Atas ekspor tersebut terutang PPN dan PPnBM dengan tarif 0%. 2. Penyerahan dalam negeri, terdiri atas: a. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri; Penyerahan
yang
PPN-nya
harus
dipungut
sendiri
merupakan PPN atas penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean / di dalam negeri sendiri selain kepada pemungut PPN. b. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN; Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN merupakan penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN.
Atas penyerahan ini PPN langsung dipungut oleh pembeli, yang disebut sebagai Pemungut PPN.
c. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut; Impor dan penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya tidak dipungut terdiri atas : 1. Pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah atau dana pinjaman luar negeri (sesuai PP No. 25 tahun 2001). 2. Penyerahan BKP oleh PKP berstatus Entrepot Produksi untuk
Tujuan
Ekspor
(EPTE)
dan
perusahaan
pengolahan di Kawasan Berikat (sesuai PP No. 3 Tahun 1996). d. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Impor dan penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya dibebaskan terdiri atas : 1. Impor dan/atau penyerahan BKP dan JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN. 2. Impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN. 3. Pemberian restitusi atau pembebasan PPN dan/atau PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) kepada
Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional serta Pejabat atau Tenaga Ahlinya. Penyerahan yang tidak terutang PPN merupakan penyerahan bukan BKP dan/atau bukan JKP. Menurut Pasal 4A ayat (3) UU PPN tahun 1984 yang menyebutkan jenis jasa yang tidak termasuk Jasa Kena Pajak yaitu : a. Jasa pelayanan kesehatan medis; b. Jasa pelayanan sosial; c. Jasa pengiriman surat dengan perangko; d. Jasa keuangan; e. Jasa asuransi; f. Jasa keagamaan; g. Jasa pendidikan; h. Jasa kesenian dan hiburan; i.
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j.
Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. Jasa tenaga kerja; l.
Jasa perhotelan;
m. Jasa yang disediakan oleh pemerintahan dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; n. Jasa penyediaan tempat parkir; o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; q. Jasa boga atau catering.
Sedangkan barang tidak kena pajak dirumuskan dalam Pasal 4A ayat (2) UU PPN 1984 sebagai berikut : 1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya, seperti : a. Minyak mentah; b. Gas bumi; c. Panas bumi; d. Pasir dan kerikil; e. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; f. Biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel dan biji perak. 2. Barang-barang
kebutuhan
pokok
dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti : a. Beras; b. Gabah; c. Jagung; d. Sagu; e. Kedelai;
yang
sangat
f. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. 4. Uang, emas batangan dan surat- surat berharga.
2.3. Faktur Pajak 2.3.1. Pengertian Faktur Pajak Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan PPN atas transaksi impor, penyerahan dalam negeri dan ekspor. Faktur pajak juga merupakan bukti pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu fungsi Faktur Pajak sangat penting dalam pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 13 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1983 sttdd UU No. 42 Tahun 2009 (UU PPN) menyebutkan pengusaha kena pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap (Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono,2013) : a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam negeri atau penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan. b. Penyerahan jasa kena pajak di dalam negeri. c. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau, d. Ekspor jasa Kena Pajak.
2.3.2. Jenis Faktur Pajak Berikut beberapa jenis Faktur Pajak (Diaz Priantara,2012) : a. Faktur pajak standar b. Faktur pajak sederhana c. Dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai faktur Pajak standar d. Faktur penjualan yang dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak standar e. Faktur pajak gabungan 2.3.3. Saat Pembuatan Faktur Pajak 1. Saat pembuatan faktur pajak standar. Menurut pasal 13 ayat (1a) Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, saat pembuatan faktur pajak (Diaz Priantara,2012) adalah : a. Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
d. Saat lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan adalah sebagai berikut : 1. Dalam hal pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerha pabean,saat lain adalah pada saat Orang Pribadi atau Badan mulai memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP di dalam
Daerah
Pabean
(Peraturan
Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010) 2. Untuk kegiatan membangun sendiri, saat lain adalah saat dimulainya kegiatan membangun sendiri dengan mekanisme pembayaran setiap bulan. 3. Saat PKP rekanan Pemerintah menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut (PPN) (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012.
2. Saat pembuatan Faktur Pajak Gabungan. Untuk meringankan beban administrasi, berdasarkan pasal 13 ayat (2) dan (2a) Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, kepada PKP diperkenankan membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP
yang terjadi selama 1 (satu) bulan kalender kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama, yang disebut Faktur Pajak Gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.