1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Perbankan dalam perekonomian modern sangat dibutuhkan karena telah melakuakan hal yang memudahkan pertukaran dan membantu pembentukan modal dan produksi yang berskala massal. Dengan perbankan maka dana yang merupakan sarana yang paling penting dalam proses pertumbuhan perekonomian akan menjadi lebih produktif dan efisien.
Bank merupakan suatu perantara antar pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Selain menghimpun dan menyalurkan dana bank dapat juga bertindak sebagai pemberi motivasi dan pendorong munculnya inovasi dalam berbagai kegiatan ekonomi, guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian kearah yang lebih mapan. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 59 mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut: “Bank Syariah adalah bank yang berasaskan antara lain pada kemitraan, keadilan,
dan universal serta melakukan kegiatan perbankan
berdasarkan prinsip syariah”.
2
Sesuai dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, “Bank Islam yaitu bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang kegiatannya memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran”. Jadi definisi dari Bank Syariah adalah Bank Umum yang dalam kegiatan operasionalnya menggunakan sistem Islam, baik transaksi maupun produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu ciri yang membedakan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah Bank Syariah tidak mengenal
sistem
bunga
sebagaimana
yang
dilakukan
pada
Bank
Konvensional, namun bank ini memberlakuan imbalan seperti bagi hasil (profit sharing) sesuai dengan produk atau transaksi yang dilakukan oleh nasabahnya bank tersebut.
2. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Secara
umum,
menabung
di
Bank
Syariah
dengan
yang
diberlakukannya di Bank Konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena Bank Syariah maupun Bank Konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Namun, bila kita amat terdapat beberapa perbedaan diantara keduannya. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001:34), sebagai berikut: Bank Syariah: 1. Melaukan investasi-investasi yang halal saja.
3
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa. 3. Profit dan falah orientied 4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. 5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengurus Syariah (DPS).
Bank Konvensional: 1. Investasi yang halal dan haram. 2. Memakai perangkat bunga. 3. Profit oriented. 4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitur-kreditur. 5. Tidak terdapat dewan sejenis.
Dari
perbedaan
diatas,
yang
paling
mendasar
adalah
tidak
diterapkannya bunga sebagai pranata beroperasinya sistem ekonomi tersebut. Dalam sistem ekonomi Islam, bunga dapat dikatakan sebagai riba yang hukumnya haram menurut syariat islamiyah. Dari sitem bunga, sistem ekonomi islam menggantinya dengan pranata bagi hasil yang dihalalkan oleh Syariah Islamiyah, Al-Quran, dan Hadist.
4
3. Fungsi Bank Syariah
Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah juga dapat menjalankan fungsi social dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak sedekah, hibah, atau dana social lainnya (antara lain denda terhadap nasabah atau ta’zir) dan menyalurkan kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu Bank Syariah juga dapat menghimpun dana social yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf ( nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Dalam beberapa literature perbankan syariah, bank syariah dengan beragam skema trasaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki setidaknya empat fungsi, yaitu:
a. Fungsi Manajer Investasi
Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (sahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana.
5
b. Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sector-sektor yang produktif dengan resiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. Selain itu, dalam menginvestasikan dana bank syariah harus menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Invesatasi yang sesuai dengan syariah meliputi akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna’), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa menyewa ( ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik), dan akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.
c. Fungsi Sosial
Fungsi social bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrument yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrument Zakat, Infak, Sadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) dan instrument qardhul hasan. Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para investor. Dana yang dihimpun melalui instrument ZISWAF selanjutnay disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah untuk
6
memenuhi kebutuhan hidupnya. Instrumen qardhul hasan berfungsi menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi criteria halal serta dana infaq dan sedekah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh yang memberi.
d. Fungsi Jasa Keuangan
Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah harus tetap menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.
4. Prinsip-prinsip Syariah
Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 pasal 1 butir 13 memberikan pengertian mengenai prinsip Bank Syariah dalam kegiatan Bank Syariah adalah sebagai berikut:
Prinsip Syariah adalah aturan-aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
7
pembiayaan
berdasarkan
prinsip
penyertaan
modal
(musyarakah),
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain. Prinsip-prinsip Syariah yang mendasari Bank Islam menurut Zainul Arifin (2000:12) sebagai berikut:
a. Melarang kegiatan riba. Riba dalam hukum islam hukumnya haram. Salah satu dasar hukumnya surat (30) Ar-Rum ayat 39 artinya: “Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah disisi Allah. Dan yang kamu berikan zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka inilah orang-orang yang melipat gandakan pahalanya”.
b. Menghalalkan transaksi jual beli. Prinsip ini dijelaskan dalam QS-Annisa (4) : 29 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta sesama dengan jalan bathil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan suka sama suka
diantara
kalian.
Dan
janganlah
kamu
membunuh
sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”.
dirimu
8
c. Berbuat adil tanpa pandang bulu Dengan dasar QS An-Nahl (16) : 90 yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran bagimu agar kamu dapat pelajaran”.
d. Kebersamaan dan tolong-menolong Prinsip ini didasarkan QS Al-Maidah (5) : 2 yang artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran”.
B. Bagi Hasil
1. Pengertian Bagi Hasil
Syariah kini sudah menjadi komoditi di Indonesia. Tak terkecuali di bidang ekonomi. Menjamurnya perbankan syariah merupakan salah satu indikasi dari hal tersebut. Keluarnya Pakto 88 menandai berdirinya perbankan syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat pada tahun 1992. Hal yang menyebabkan tumbuh pesatnya Perbankan Syariah di Indonesia antara lain adalah perannya sebagai jembatan ekonomi. Salah satu karakteristik dari
9
Perbankan Syariah yang menegaskan eksistensinya sampai saat ini adalah Sistem Bagi Hasil yang ditetapkan oleh Perbankan Syariah.
Bagi hasil atau profit sharing ini dapat diartikan sebagai sebuah bentuk kerjasama antara pihak investor atau penabung, istilahnya shahibul maal dengan pihak pengelola atau mudharib, dan nantinya akan ada pembagian hasil sesuai dengan persentase jatah bagi hasil (nisbah) sesuai dengan kesepakatan ke dua belah pihak. Misalkan investor, dalam hal ini adalah nasabah bank itu menaruh uangnya sebagai bentuk investasi untuk dikelola oleh mudharib yakni pihak bank dengan nilai nisbah, misalnya 60 persen bagi pengelola dan 40 persen bagi investor.
“Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antar penyedia dana dan pengelola dana” (Muhammad 2002 : 85).
Pengertian bagi hasil menurut Z. Dunil (2004 : 91) adalah sebagi berikut: Bagi hasil adalah kesepakatan mengenai besarnya masing-masing porsi bagi hasil yang akan diperoleh pemilik dana (sahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) yang terutang dalam akad atau perjanjian yang telah ditanda tangani pada awal atau sebelum dilaksanaknnya kerja sama. Sistem bagi hasil ini dapat terjadi antara Bank dengan penyimpan dana, atau Bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang seperti
10
adalah Mudharabah dan Musyarakah. Lebih lanjut prinsip Mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awalnya terjadi kontrak (akad). Besarnya penetuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (AnTarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara Bank dan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip adalah mudharabah dan musyarakah. Prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan Musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
11
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syariah terdiri dari dua cara, yaitu:
a. Profit Sharing
Perhitungan bagi hasil menurut profit sharing adalah perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut.
b. Revenue Sharing
Perhitungan
bagi
hasil
menurut
revenue
sharing
adalah
perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada revenue (pendapatan) dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan usaha tersebut. (Slamet Wiyono, 57:2005).
2. Perbedaan Sistem Bagi Hasil dengan Sistem Bunga
Hal yang mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non syariah dan syariah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan kepada lembaga oleh nasabah
Perbedaan sistem bunga dan sistem bagi hasil pada lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah adalah:
12
Sistem Bagi Hasil:
a. Dalam hal penentuan besarnya hasil ditentukan sesudah adanya usaha dan sudah ada keuntungan. b. Yang ditentukan di awal adalah menyepakati proporsi pembagian keuntungan untuk masing-masing, misalnya 50:50, 40:60, 35:65, dan seterusnya. c. Jika terjadi kerugian ditanggung kedua belah pihak, nasabah dan lembaga. d. Bagi hasil dihitung dari untung yang bakal diperoleh, belum tentu besarnya.
Sistem Bunga
a. Dalam hal penentuan besarnya hasil ditentukan sebelum adanya keuntungan. b. Yang ditentukan diawal adalah bunga. c. Jika terjadi kerugian hanya ditanggung oleh bank saja. d. Bunga dihitung dari dana yang dipinjamkan, fixed tetap.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001:61) perbedaan antara sistem bagi hasil dengan sistem bunga antara lain terlihat dalam tabel berikut ini:
13
Tabel 2.1
Perbedaan antara Sistem Bagi Hasil dengan Sistem Bunga
Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil
1. Penentuan bunga pada waktu
1.
Penentuan besarnya rasio/nisbah
akad dengan asumsi harus selalu
bagi hasil dibuat pada waktu
untung.
akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya presentase berdasarkan
2.
Besarnya
rasio
bagi
pada jumlah uang (modal) yang
berdasarkan
dinjamkan.
keuntungan yang diperoleh.
3. Pembiayaan bunga tetap seperti yang
dijanjikan
pertimbangan yang
apakah
dijalankan
oleh
3.
tanpa
meningkat
hasil
keuntungan
proyek
jumlah
terhantung
pada
proyek
yang
dijalankan. Bila usaha merugi,
pihak
kerugian
akan
ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak.
nasabah untung atau rugi.
4. Jumlah
Bagi
pada
hasil
pembayaran
tidak
sekalipun
jumlah
4.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah
14
keuntungan berlipat atau keadaan
pendapatan.
ekonomi sedang ”booming”.
5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama
5.
Tidak
ada
yang
meragukan
keabsahan keuntungan bagi hasil.
termasuk Islam.
Tabel diatas menunjukan bahwa pada dasarnya antara sistem bunga dan sistem bagi hasil merupakan dua hal yang sangat berbeda, baik dari segi esensi maupun teknisnya. Syariah Islam mensyaratkan bahwa kemitraan dan nisbah bagi hasil harus sharing risk and profit secara bersama-sama. Hal ini merupakan realisasi penghargaan Islam terhadap waktu yang diwujudkan dengan sistem bagi hasil, mengingat faktor ketidakpastian usaha di masa yang akan datang. Islam mengakui bagian modal dalam kekayaan nasional hanya sejauh mengenai sumbangan yang ditentukan sebagai presentase laba yang berubah diperoleh bukan dari presentase tertentu dari kekayaan itu sendiri.
3. Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil berbeda sama sekali dengan konsep bunga yang diterapkan pada bank konvensional. Dalam Bank Syariah, konsep bagi hasil (IBI, 2003:265), sebagai berikut:
15
a. Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang bertindak sebagai pengelola dana. b. Pengelola/bank syariah mengelola dana tersebut diatas sistem pool of fund, selanjutnya bank akan menginvestasikan dana tersebut kedalam proyek/usaha yang layak dan yang menguntungkan serta memenuhi aspek syariah. c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisiruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah, dan jangka waktu yang berlakunya kesepakatan tersebut.
4. Prinsip-prinsip Bagi Hasil
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dengan 4 akad utama, antara lain:
a. Al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
16
b. Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama (sahibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal,
sedangkan
pihak
lainnya
sebagai pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.
c. Al-Muzara’ah
Al-Muzara’ah adalah akad kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. d. Al-Musaqah
Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
17
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Menurut M. Syafi’i (2001 : 139), faktor yang mempengaruhi bagi hasil adalah sebagai berikut:
a. Faktor langsung
Diantara
faktor-faktor
langsung
(direct
factor)
yang
mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio.
1) Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 70 persen, hal ini berarti 30 persen dari total dana sialokasikan untuk memenuhi likuiditas. 2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan metode ini:
a) Rata-rata saldo minimum bulanan. b) Rata-rata saldo harian
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan dana aktual yang digunakan.
18
3) Nisbah (profit revenue sharing)
a) Nisbah harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian. b) Nisbah antara bank satu dengan bank lainnya berbeda. c) Nisbah dapat juga berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh tempo.
b. Faktor tidak langsung
1) Penentukan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.
a) Bank dan nasabah melakukan share pendapatan dan biaya (profit sharing). Pendapatan yang dibagi hasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. b) Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing.
2) Kebijakan akunting
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama berhubungan dengan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
19
6. Contoh Perhitungan Bagi Hasil Tabungan Mudharabah a. Aplikasi ”Revenue Sharing” pada Bank Syariah XYZ
Bank Syariah XYZ memberikan data untuk Bulan Desember 2003 (dalam satuan rupiah) sebagai berikut:
1) Pendapatan margin dan bagi hasil dari investasi:
1.1 Margin dari piutang murabahah
Rp. 60.250.500
1.2 Margin dari piutang Ba’I bitsaman Ajil
Rp. 6.300.750
1.3 Bagi hasil dari pembiayaan musyarakah
Rp. 3.230.550
1.4 Bagi Hasil dari pembiayaan lainnya
Rp.
Jumlah pendapatan margin dan bagi hasil
525.152
Rp. 70.306.952
2) Saldo rata-rata pembiayaan (SRRP):
2.1 Piutang murabahah
Rp. 2.600.000.000
2.2 Pitang Ba’I bitsaman Ajil
Rp. 200.000.000
2.3 Pembiayaan musyarakah
Rp. 100.000.000
2.4 Pembiayaan lainnya
Rp.
Jumlah rata-rata pembiayaan
3) Saldo rata-rata harian dana (SRRH):
60.000.000
Rp. 2.960.000.000
20
3.1 Taubah
Rp. 504.976.245
3.2 Thahira
Rp.
253.778
3.3 Tarjamah
Rp.
8.339.585
3.4 Tabungan Wadiah
Rp. 533.783.932
3.5 Deposito 1 bulan
Rp. 54.432.180
3.6 Deposito 3 bulan
Rp. 788.597.511
3.7 Deposito 6 bulan
Rp. 386.911.163
3.8 Deposito 9 bulan
Rp.
3.9 Deposito 12 bulan
Rp. 687.435.453
Jumlah saldo rata-rata dana
2.000.000
Rp. 2.966.729.847
b. Analisa perhitungan distribusi pendapatan bagi hasil dengan revenue sharing 1) Tahapan pertama, Bank Syariah XYZ mencari saldo rata-rata dana (data sudah diketahui). 2) Tahap kedua, Bank Syariah XYZ menetapkan jumlah bagi hasil untuk masing-masing tipe dana.
Karena SRRH > SRRP maka pendapatan yang dibagihasilkan adalah = (Pd = Rp. 70.306.952). Jika SRRH < SRRP maka pendapatan yang dibagihasilkan menggunakan rumus sebagai berikut:
21
Pd =
SRRH XP SRRP
Jumlah pendapatan yang dibagihasilkan (DP) untuk masing-masing tipe dana:
DP =
SRRHma sin g ma sin gtipedana X Pd SRRH
Taubah
=
Rp.504.976.245 Rp. 70.306.952 Rp.2.966.729.847
= Rp. 11.967.163
Thahira
=
Rp.253.778 X Rp. 70.306.952 Rp.2.966.729.847
= Rp. 6.014
Tarjamah
=
Rp.8.339.585 X Rp. 70.306.952 Rp.2.966.729.847
= Rp. 197.635
3) Tahap ketiga, Bank Syariah XYZ menetapkan nisbah (rasio) bagi hasil untuk masing-masing dana. Untuk tabungan mudharabah nisbahnya yaitu 65:35.
22
4) Tahap keempat, bank menghitung pendapatan bagi nasabah dengan cara mengalikan jumlah pendapatan yang akan dibagikan dengan rasio untuk setiap jenis simpanan bonus dan bagi hasil = % nisbah X distribusi hasil Tabungan Mudharabah
Nisbah bagi Tabungan Mudharabah adalah 65:35, yaitu Bank mendapat porsi 65% dan nasabah mendapat porsi 35%.
Taubah
= 35% X Rp. 11.976.163 = Rp. 4.188.507
Thahirah
= 35% X Rp. 6.014
= Rp. 2.105
Tarjamah
= 35% X Rp. 197.635
= Rp. 69.172
Menghitung Rate of return / indikasi equivalent rate RR =
BBH setahun X X 100% SRRH hari
Tabungan Mudharabah
Taubah
=
Rp.4.188.507 365 X X 100% = 9,77% Rp.504.976.245 31
Thahirah
=
Rp.2.105 365 X X 100% = 9,77% Rp.253.778 31
23
Tarjamah
=
Rp.69.171 365 X 100% = 9,77% Rp.8.339.585 31
Distribusi Pendapatan hasil dana pihak ke-3 (Investor) Revenue Sharing
No
Jenis simpanan
Posisi saldo akhir
1
Tabungan Wadiah
272.503.235
2
Tabungan Mudharabah 2.1 Taubah 2.2 Thahirah 2.3 Tarjamah
600.257.455 237.536 2.896.468
Deposito berjangka mudharaba 3.1 Deposito 1 bulan 3.2 Deposito 2 bulan 3.3 Deposito 6 bulan 3.4 Deposito 9 bulan 3.5 Deposito 12 bulan
140.000.000 656.300.000 265.000.000 2.000.000 641.790.449
3
Total
Saldo rata-rata harian (Rp)
Distribusi bagi hasil
Nisbah
Bonus & Bagi Hasil 0
Indikasi rate of return (%) 0
12.649.861
Nisbah 0
504.976.245 253.778 8.339.585
11.967.163 6.014 197.635
35 35 35
4.188.507 2.105 69.172
9,77 9,77 9,77
54.432.180 788.597.511 386.911.163 2.000.000 687.435.453
1.289.959 18.688.553 9.169.202 47.397 16.291.167
40 45 50 55 60
515.984 8.409.729 4.584.601 26.068 9.774.700
11,16 12,55 13,95 15,34 16,74
2.966.729.847
70.306.951
533.783.932
270.570.866 39,21%
24
C. Tabungan
1. Pengertian Tabungan
Pengertian tabungan itu sendiri adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syariat yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu.
Tabungan mudharabah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu. Bank Syariah menerapkan dua akad dalam tabungan, yaitu wadiah dan mudharabah. Perbedaan tabungan wadi’ah dan tabungan mudharabah terletak pada tiga aspek, yaitu sifat dana, insentif, dan pengambalian dana. Sifat dana pada tabungan wadi’ah bersifat titipan, sedang sifat dana pada tabungan mudharabah bersifat investasi. Insentif pada tabungan wadi’ah berupa bonus yang tidak disyaratkan di muka dan bersifat sukarela jika bank hendak memberikannya. Adapun insentif pada tabungan mudharabah adalah bagi hasil yang wajib diberikan oleh bank jika memperoleh pendapatan atau laba pada setiap periode yang disepakati (biasanya 1 bulan) kepada penabung sesuai dengan nisbah yang disepakati. Dalam hal pengembalian dana, tabungan wadi’ah dijamin akan dikembalikan semua oleh bank, tetapi pada tabungan mudharabah tidak dijamin dikembalikan semua. Tidak dijaminnya
25
pengembalian tabungan mudharabah terkait dengan prinsip mudharabah yang menyatakan bahwa kerugian usaha ditanggung seluruhnya oleh sahibul maal sepanjang kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian mudharib. Kendati secara teori dimungkinkan menanggung kerugian bank syariah, dalam praktik, nasabah tabungan mudharabah hampir tidak pernah mengalami hal demikian, kecuali bank syariah tersebut mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan karena dalam membagi hasil dengan nasabah tabungan mudharabah, bank syariah umumnya menggunakan metode revenue sharing..
Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip akad mudharabah diantaranya sebagai berikut:
1. Ketentuan dari dana yang digunakan harus dibagi antara nasabah (shahibul maal) dengan pihak bank (mudharib). 2. Adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan dana itu diperlukan cukuyp waktu.
2. Ketentuan Teknis Tabungan
Ketentuan teknis tabungan yang berlaku pada industri perbankan pada umumnya juga berlaku dalam tabungan bank syariah. Misalnya, nasabah harus menyerahkan KTP, mengisi formulir, menandatangani specimen tanda
26
tangan. Demikian pula dalam hal ketentuan pembukuan dan penutupan rekening, penarikan dan pemindahan dana dan seterusnya.
A. Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Allah menciptakan manusia makhluk yang berinteraksi sosial dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Ada yang memiliki kelebihan harta namun tidak memiliki waktu dan keahlian dalam mengelola dan mengembangkannya, di sisi lain ada yang memiliki skill kemampuan namun tidak memiliki modal. Dengan berkumpulnya dua jenis orang ini diharapkan dapat saling melengkapi dan mempermudah pengembangan harta dan kemampuan tersebut. Untuk itulah Islam memperbolehkan syarikat dalam usaha diantaranya Al Mudharabah.
Pengertian mudharabah menurut Muhammad Syafi’I Antonio (20001 : 95) adalah sebagai berikut:
Mudharabah adalah “akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
27
Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK 105 (2007.105) pengertian mudharabah adalah: Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di anatara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana. “Mudharabah adalah Suatu akad kerjasama anatara pemilik modal (sahibul maal) dengan orah ahli (mudharib) dalam mengelola uang dalam perdagangan atau usaha” (Muamalat Institute 1999 : 152). Sedangkan menurut Muhammad (2004 :148) pengertian mudharabah adalah sebagai sebagai berikut: Mudharabah adalah perjanjian anatar penanaman dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiataan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan anatara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya
2. Jenis-jenis Mudharabah Menurut PSAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu mudharabah muqayyadah, mudharabah muthlaqah, mudharabah musytarakah.
a. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola, dengan kondisi pengelola dikenakan pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, dan/atau objek investasi. Dalam
28
transaksi mudharabah muqayyadah, bank syariah bersifat sebagai agen yang menghubungkan shahibul maal dengan mudharib. Peran agen yang dilakukan oleh bank syariah mirip dengan peran manajer investasi pada perusahaan sekuritas. Imbalan yang diterima oleh bank sebagai agen dinamakan fee dan bersifat tetap tanpa dipengaruhi oleh tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib. Fee yang diterima oleh bank dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya. Mudharabah Muqayyadah biasa disebut dengan mudharabah terikat (restricted mudharabah). Dalam praktik perbankan, mudharabah muqayyadah terdiri atas dua jenis yaitu, mudharabah muqayyadah executing dan mudharabah muqayyadah channeling. Pada mudharabah muqayyadah executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana dari pemilik dana dalam pembatasan dalam hal tempat, cara, dan/atau objek investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam melakukan seleksi terhadap calon mudharib yang layak mengelola dana tersebut. Sementara itu, pada mudharabah muqayyadah channeling, bank syariah tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib yang akan mengelola dana tersebut.
b. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi. Dalam hal ini, pemilik dana memberi
29
kewenagan yang sangat luas kepada mudharib untuk menggunakan dana yang diinvestasikan. Kontrak mudharabah muthlaqah dalam perbankan syariah digunakan untuk tabungan maupun pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai pemilik dana, sedangkan bank berperan sebagai pengelola yang mengontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung. Adapun pada investasi mudharabah, bank berperan sebagai pemilik dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Pihak lain yang memerlukan dan mengelola dana tersebut bisa disebut dengan nasabah pembiayaan. Dana yang diterima oleh bank dari penabung dilaporkan dalam neraca di bagian dana syirkah, sedangkan dana yang disalurkan oleh bank kepada nasabah pembiayaan melalui akad mudharabah dilaporkan dalam neraca pada bagian asset lancar. Adapun bagian bank dari keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib dari kegiatan investasi yang dilakukannya dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai salah satu unsure pendapatan operasi utama bank. Mudharabah muthlaqah biasa juga disebut dengan mudharabah mutlak atau mudharabah terikat (unrestricted mudharabah).
c. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah
musytarakah
adalah
bentuk
mudharabah
dimana
pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad musytarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan usaha,
30
pengelola dana memiliki modal yang dapat dikontribusikan dalam investasi. Akad musytarakah ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga dananya dalam
investasi
bersama
(berdasarkan
akad
musyarakah).
Setelah
penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
3. Rukun Transaksi Mudharabah
Rukun transaksi mudharabah meliputi dua pihak transaktor (pemilik modal dan pengelola), objek akad mudharabah (modal dan usaha), dan ijab dan Kabul atau persetujuan kedua belah pihak.
a. Transaktor
Kedua pihak transaktor disini adalah investor dan pengelola modal. Investor biasa disebut dengan istilah shahibul maal atau rabbul maal, sedang pengelola modal biasa disebut dengan istilah mudharib. Kedua pihak disyaratkan memiliki kompetensi beraktifitas. Kriteria kompetensi tersebut antara lain mampu membedakan yang baik dan yang buruk (baligh) dan tidak dalam keadaan tercekal seperti pailit.
31
b. Objek Mudharabah
Objek mudharabah meliputi modal dan usaha. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha meyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap
maupun tidak sesuai dengan
kesepakatan dalam akad. Sementara itu, kerja yang diserahkan dapat berbentuk keahlian menghasilkan barang atau jasa, keahlian mengelola, keahlian menjual, dan keahlian maupun keterampilan lainnya. Tanpa dua objek ini, mudharabah tidak dibenarkan. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 7 Tahun 2000 tentang investasi mudharabah menyatakan bahwa kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia
mempunyai hak
untuk melakukan
pengawasan. 2. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
32
3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasan yang berlaku dalam aktivitas itu.
Dalam praktik perbankan, bentuk kegiatan usaha pengelola merupakan suatu factor yang sangat diperhatikan oleh bank dalam memutuskan persetujuan investasi mudharabah. Adanya kewajiban bank menaggung kerugian yang timbul dari usaha mudharib menyebabkan investasi
mudharabah
dikategorikan
sebagai
pembiayaan
dengan
karakteristik risiko yang tinggi. Dengan demikian terdapat kecenderungan pada bank syariah untuk menyeleksi calon nasabah investasi mudharabah secara ketat. Saat ini, invesatsi mudharabah yang banyak diberikan adalah perusahaan atau perorangan yang sudah memiliki kontrak atau proyek yang berkekuatan hukum dari pemerintah, usaha lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan dengan mekanisme yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah kepada anggotanya, dan pengembang property atau bisnis lain seperti stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memiliki perkiraan arus kas yang relative stabil.
c. Ijab dan Kabul
Ijab dan Kabul atau persetujuan kedua belah pihak dalam mudharabah yang merupakan wujud dari prinsip sama-sama rela (an-
33
raddin minkun). Dalam hal ini, kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha setuju dengan perannya untuk mengontribusikan kerja. Akad mudharabah pada dasarnya sama dengan akad-akad lain dalam aspek yang bersifat umum. Aspek yang bersifat umum tersebut antara lain tentang identitas kedua pihak yang bertransaksi, besar pembiayaan,
jangka
waktu
pembiayaan,
prasyarat
pengambilan
pembiayaan, jaminan, ketentuan denda, pelanggaran atas syarat-syarat perjanjian, dan penggunaan Badan Arbitrase Syariah. Adapun hal spesifik dalam akad mudharabah antara lain kesepakatan tentang dasar bagi hasil (revenue sharing profit sharing), besar nisbah bagi hasil, pernyataan bank sebagai shahibul maal untuk menaggung kerugian kecuali yang disebabkan oleh kelalaian mudharib, pernyataan hak bank untuk memasuki tempat usaha dan tempat lainnya untuk mengadakan pengawasan tergadap pembukuan, catatan-catatan, transaksi mudharib yang berhubungan dengan pembiayaan mudharabah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain akad ditandatangani oleh kedua belah pihak, dalam praktik juga dilampiri dengan proyeksi pendapatan dan jadwal pembayaran angsuran pokok maupun bagi hasil.
34
4. Manfaat Mudharabah
Manfaat mudharabah menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 97) adalah sebagai berikut: a. Bank akan menikmati bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan Cash Flow atau arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan, karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah atau musyarakah. Ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
35
5. Aplikasi Dalam Perbankan
Al-Mudharabah biasanya ditetapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001:97) sisi penghimpunan dana Al-Mudharabah diterapkan pada: a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan qurban dan sebaginya. b. Deposito special (special investment) dimana dititipkan nasabah khusus untuk bisnis. Adapun di sisi pembiayaan menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001:97), mudharabah diterapkan untuk: 1. Pembiayaan modal kerja seperti modal kerja perdagangan dan jasa. 2. Investasi khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
B. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Tantri Kusumadewi (2010) berjudul “Pengaruh Bagi Hasil Terhadap Dana Deposito Mudharabah Pada PT Bank Negara Indonesia.” Penelitian tersebut mengambil sampel berjumlah
36
(N = 16) yaitu data triwulan dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2009 dengan metode analisis regresi sederhana. Variabel-variabel yang dipakai adalah: Variabel Dependen
: Deposito Mudharabah
Variabel Independen : Bagi Hasil Adapun hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa system Bagi Hasil berpengaruh signifikan terhadap Deposito Mudharabah dengan nilai Adjusted R 2 sebesar 1.000 dan Standardized Coefficients Beta Bagi Hasil sebesar 1.000 dengan tingkat Signifikasi sebesar 0.000 jauh di bawah 0.05. Hal ini berarti terdapat pengaruh signifikan antara bagi hasil terhadap perkembangan dana deposito mudharabah.