BAB II
LANDASAN TEORI
Didalam bab II ini sebagai landasan teori diberikan uraian dan penjelasan tentang arus listrik, persamaan diferensial, transformasi Laplace, dan teori kestabilan.
2.1 Arus Listrik
Arus listrik adalah aliran elektron (bagian atom yang bermuatan negatif) yang bergerak pada suatu penghantar dengan kecepatan tertentu.komponen-komponen penghantar pada arus listrik dibedakan atas tiga jenis : 1. Resistor (R) : Penghantar yang digunakan untuk menimbulkan perubahan aliran. 2. Kapasitor (C) : Penyimpan energi potensial listrik. 3. Induktor (I)
: Penyimpan energi kinetik listrik.
Hukum-hukum Kirchoff 1. Jumlah aljabar dari arus-arus yang mengalir menuju suatu titik cabang sama dengan nol. 2. Jumlah aljabar dari penurunan – penurunan potensial , atau penurunan-penurunan tegangan pada simpal tertutup sama dengan nol.
Di mana : menurut hukum Ohm, secara matematis ditulis: E (t ) = iR
,
E (t ) = L
∂i ∂t
dan
E (t ) =
1 i∂t C∫
Sehingga dari kedua hukum tersebut diperoleh persamaan
L
∂i 1 + Ri + ∫ i∂t = E (t ) ................ ∂t C
(2.1)
Universitas Sumatera Utara
Dengan :
∂i = perubahan arus terhadap waktu ∂t
i = kuat arus (amper) E(t)= tegangan (volt)
2.1.1 Rangkaian arus listrik searah
Rangkaian arus listrik searah disebut juga direct current (DC). Disebut sebagai rangkaian arus searah karena elektron-elektron yang mengalir didalam penghantarnya mengalir satu arah yakni dari kutub negatif ke kutub positif. Dan sebagai sumber arusnya adalah baterai, akumulator dan adaptor.
2.1.2 Rangkaian arus listrik bolak balik
Rangkaian arus listrik bolak balik disebut juga alternating current (AC). Disebut rangkaian arus bolak balik karena sifat yang dimilikinya selalu berubah atau bertukar antara kutub positif dan negatifnya. Dan sebagai sumber arusnya adalah PLN.
2.2 Persamaan Diferensial Secara umum bentuk persaman diferensial linear yang tidak homogen orde n dapat dituliskan sebagai berikut : a n (t )
∂n y ∂t n
+ a n −1 (t )
∂ n −1 +...............+ a o (t ) y = f (t ) ,................. ∂t n −1
(2.2)
Dimana; t = variabel bebas dan f(t) = fungsi masukan yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Dari persamaan diatas diperoleh keadaan – keadaan berikut a. jika
f(t) = 0, persamaan diferensial adalah homogen
b. jika
n = 2, persamaan diferensial adalah orde dua .
c. jika
n = 1, persamaan diferensial adalah orde satu.
d. Jika
a n (t ) = konstan,
persamaan adalah persamaan diferensial dengan
koefisien tetap.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Persamaan diferensial orde satu
Persamaan diferensial orde satu memiliki bentuk yang lebih sederhana adalah: ∂y + ay = f (t ) ∂t
(2.3)
Solusi umum dari persamaan diferensial ini terdiri dari solusi homogen dan solusi khusus.
Solusi homogen adalah solusi di mana f(t) = 0 sehingga persamaan (2.3) diatas menjadi : ∂y + ay = 0 ∂t
Persamaan ini dapat diubah menjadi ∂y = - a∂t setelah dintegrasikan menghasilkan ln y = −at ∂t
Atau y 0 = ce − at
Solusi homogen ini disebut juga fungsi komplementer. Solusi khusus adalah solusi untuk persamaan tidak homogen. Solusi ini dapat diperoleh bergantung pada f(t), yakni f(t) ≠ 0 . ∂y + ay = f (t ) ∂t
andaikan f (t ) = A Untuk t ≥ 0 maka persamaan tersebut menjadi : ∂y + ay = A ∂t
Dengan integral khusus ; andaikan solusi khusus y k = a k , maka Maka;
∂y k =0 ∂t
∂y k A + ay k = A atau 0 + a a k = 0 atau a k = . Dengan demikian solusi khusus ak ∂t
adalah y k =
A . Sehingga solusi umumnya adalah : ak
y = y 0 + y k atau y = Ce − at +
A a
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Persamaan diferensial orde dua
Bentuk umum adalah: ∂2 y ∂y + a + by = f (t ) 2 ∂t ∂t
(2.4)
Dengan a, b = konstan Solusi homogen (fungsi komplementer) dapat ditentukan berikut: Misalkan D =
∂ (operator), menjadi D 2 + aD + D = 0 ∂t
Disebut persamaan karakteristik yang akar akarnya dapat ditentukan dengan menghitung akar akar persamaan kuadrat tersebut. Akar akar persamaan tersebut adalah : a 1 a 1 a 2 − 4 dan α 2 = − − a2 − 4 2 2 2 2
α1 = − +
Sehingga solusinya adalah solusi dari [ D − α 1 ] = 0 dan [ D − α 2 ] = 0 Sehingga solusi homogennya adalah
y 01 = C1e α1t dan y 02 = C 2 e α 2t maka fungsi komplementernya adalah
y 0 = y 01 + y 02
atau y 0 = C1e α1t + C 2 e α 2t
Untuk solusi khusus bergantung dari keadaan f (t ) , yakni jika f (t ) ≠ 0 .
Untuk memperoleh integral khusus kita gunakan bentuk umum fungsi yang terdapat dalam ruas kanan persamaan, dan konstanta–konstantanya kita tentukan dengan mensubtitusikannya kedalam persamaannya dan menyamakan koefisien-koefisiennya.
Bentuk – bentuk berikut akan sangat menolong. Jika:
f (t ) = k .... ....... ...
misalkanlah y = C
f (t ) = kt .... ....
misalkanlah y = Ct + D
f (t ) = kt 2 .... ....
misalkanlah y = Ct 2 + Dt + E
f (t ) = e kt ..... ....
misalkanlah y = Ce kt
f (t ) = k sin t atau k cos t .... ..... misalkanlah y = C cos t + D sin t
Universitas Sumatera Utara
2.3. Integral parsial
Jika u dan v adalah fungsi x , maka diketahui bahwa: ∂ ∂v ∂u (uv) = u + v ∂x ∂x ∂x
Sekarang di integrasikan kedua ruasnya terhadap x. Di ruas kiri di peroleh kembali fungsi asalnya, uv = ∫ u
∂v ∂u ∂x + ∫ v ∂x ∂x ∂x
Dan bila suku-sukunya disusun kembali ∂v
∂u
∫ u ∂x∂x = uv − ∫ v ∂x ∂x Untuk mudahnya hubungan ini dapat dituliskan dalam bentuk :
∫ u∂v = uv − ∫ v∂u
(2.5)
2.4 Transformasi Laplace
Definisi 2.4.1 Misalkan F (t ) suatu fungsi dari t yang tertentu untuk t 〉 0 . Maka transformasi Laplace dari F (t ) , yang dinyatakan L{F (t )} , di mana L adalah operator transformasi Laplace didefinisikan sebagai: ∞
L{F (t )} = f ( s ) = ∫ e − st F (t ) ∂t
(2.6)
0
Dianggap bahwa parameter s adalah riil. Kemudian akan ditentukan untuk memandang s kompleks dituliskan sebagai S = σ + iw dimana σ adalah bagian riil, dan w adalah bagian khayal sedangkan i =
−1 .
Universitas Sumatera Utara
Beberapa sifat-sifat penting transformasi Laplace 1
Sifat linear Jika k adalah suatu konstanta atau suatu besaran yang tidak bergantung pada S dan t dimana f (t ) adalah suatu fungsi waktu yang dapat ditransfomasikan, maka berlaku: L[kf (t )] = kL[ f (t )] = kf ( s )
2
Superposisi transformasi Laplace dari penjumlahan dua fungsi f1 (t ) dan f 2 (t ) adalah jumlah transfomasi Laplace dari kedua fungsi tersebut. Secara matematis L[ f1 (t ) + f 2 t ] = f1 ( s ) + f 2 ( s )
3
Translasi waktu jika f (s ) adalah transformasi Laplace dari F (t ) dan a adalah suatu bilangan positif riil berlaku f (t − a ) = 0 untuk 0
L[ f (t − a ) = e − as f ( s ) 4. Diferensial dalam bentuk kompleks Jika f (s ) adalah transformasi Laplace dari F (t ) , maka: L[tF (t )] =
∂ ∂s
5. Translasi dalam wawasan S Jika f (s ) adalah transformasi Laplace dari F (t ) dan a adalah suatu bilangan riil atau kompleks, maka
L[e at F (t )] = f ( s − a )
Transformasi Laplace dari turunan-turunan a. Jika
1
F 1 (t )
adalah turunan dari F (t ) maka
L{F 1 (t )} = sf ( s ) − F (t ) ∞
Bukti : L{F (t ) = ∫ e 1
0
p
− st
F (t )∂t = lim p →∞ ∫ e − st F 1 (t )∂t 1
0
π
p
= lim p →∞ {e − st F (t ) + s ∫ e − st F (t )∂t} o
0
Universitas Sumatera Utara
p
= lim p →∞ {e − sp F ( p) − F (0) + s ∫ e − st F (t )∂t 0
∞
= s ∫ e − st F (t )∂t − F (0) = sf ( s ) − F (0)
(2.7)
0
Dengan memandang F (t ) adalah eksponensial berorde γ bila t → ∞ , maka lim p →∞ e − sp F ( p ) = 0 untuk s > 0 .
b. Jika F 11 (t ) adalah turunan kedua dari F (t ) maka
L{F 11 (t )} = s 2 f ( s ) − sf (0) − F 1 (0) Bukti: L{F 11 (t )} = sL{F 1 (t ) − F ! (0) = s[ sL{F (t ) − F (0)] − F 1 (0) = s 2 L{F (t )} − sF (0) − F 1 (0) = s 2 f ( s ) − sF (0) − F 1 (0)
(2.8)
Sehingga dari kedua bentuk diatas diperoleh untuk turunan ke-n adalah: Jika F n (t ) adalah turunan ke n dari F (t ) maka: L{F n (t ) = s n f ( s ) − s n −1 F (0) − ......... −
∂ n −1 F (0) ∂t n −1
2.4.2 Transformasi Laplace balik Jika transformasi Laplace suatu fungsi F (t ) adalah f (s ) , yaitu jika L{F (t )} = f ( s ) F (t ) disebut suatu transformasi Laplace balik dari f (s ) dan secara simbolis ditulis
F (t ) = L−1{ f ( s )}
(2.9)
dengan L−1 disebut operator transformasi Laplace balik. Beberapa sifat–sifat transformasi balik : a. Sifat linear jika c1 dan c 2 adalah sembarang konstanta sedangkan f1 ( s ) dan f 2 ( s ) berturut-turut adalah transformasi Laplace dari F1 (t ) dan F2 (t ) , maka:
L−1{c1 f1 ( s) + c 2 f 2 ( s)} = c1 L−1{ f1 ( s )} + c 2 L−1{ f 2 ( s )} = c1 F1 ( s ) + c 2 F2 ( s )
Universitas Sumatera Utara
b. Sifat translasi atau pergeseran pertama jika L−1{ f ( s )} = F (t ) maka,
L−1{ f ( s − a )} = e at F (t ) c. Sifat translasi atau pergeseran kedua jika L−1{ f ( s )} = F (t ) ,maka
L−1{e − as f ( s )} = F (t − a ) jika t > o =0
jika t < 0
d. Sifat pengubahan skala jika L−1{ f ( s )} = F (t ) maka, L−1{ f (ks)} =
1 t F( ) k k
Transformasi Laplace balik dari turunan turunan jika L−1{ f ( s )} = F (t ) maka L−1{ f n ( s )} = L−1{
∂n f ( s )} ∂s n
= (−1) n t n F (t ) , n = 1,2,3,....... Bukti: karena L{t n F (t )} = (−1) n f n ( s ) Maka
L−1{ f n ( s )} = (−1) n t n F (t )
2.4.3 Teorema – teorema nilai awal dan nilai akhir
a. Teorema nilai awal
lim t →0 F (t ) = lim s →∞ sf ( s ) ∞
bukti ; dari L{F 1 (t )} = ∫ e −st F 1 (t )∂t = sf ( s ) − F (0) 0
jika F 1 (t ) kontinu secara sebagian–sebagian, maka diperoleh ∞
lim s →0 ∫ e − st F 1 (t )∂t = 0 0
Universitas Sumatera Utara
dengan mengambil limit bila
s → ∞ , dengan menganggap
F (t )
kontinu di
t = 0 diperoleh
0 = lim s →∞ sf ( s ) − F (0) atau lim s →∞ sf ( s ) = F (0) = lim t →0 F (t )
(2.10)
b. Teorema nilai akhir lim t →∞ F (t ) = lim s →0 sf ( s ) ∞
Bukti: dari L{F 1 (t )} = ∫ e −st F 1 (t )∂t = sf ( s ) − F (0) 0
Limit dari ruas kiri bila s → 0 adalah ∞
∞
p
lim s →0 ∫ e F (t )∂t = ∫ F (t )∂t = lim p →∞ ∫ F 1 (t )∂t − st
1
1
0
0
0
= lim p →∞ {F 1 ( p ) − F (0) = lim t →0 F (t ) − F (0) Limit dari ruas kanan bila s → 0 adalah
lim s →0 sf ( s ) − F (0) Jadi
lim t →∞ F (t ) − F (0) = lim s →0 sf ( s ) − f (0)
Atau
lim t →∞ F (t ) = lim s →0 sf ( s )
(2.11)
2.5 Teori kestabilan sistem
Definisi 2.5.1
Jika sebuah sistem dinyatakan oleh persamaan diferensial : a
∂y + by = f (t ) ∂t
(2.12)
Maka solusi persamaan ini terdiri dari fungsi komplementer dan solusi khusus. Secara fisis, fungsi komplementer disebut jawaban peralihan sedang solusi khusus disebut respons mantap. Jawaban (respons) total adalah penjumlahan keduanya.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam keadaan mantap, suatu input (masukan ) dianggap telah terjadi cukup lama sehingga pengaruh daripada setiap perubahan yang ada sebelumnya telah hilang. Pada umumnya jawaban (respons) masukan ini mempunyai bentuk yang sama dengan fungsi masukannya sendiri. Jawaban peralihan menunjukkan bagaimana terjadinya perubahan variabel dari nilai semula ke nilai mantap.
Fungsi masukan dapat dinyatakan sebagai berikut f (t ) = 0 untuk t < 0
= A untuk t ≥ 0 Dimana jika bentuk ini digunakan dimasukkan ke persamaan (2.12) akan diperoleh a
∂y + by = 0 , untuk t < 0 ∂t
= A, untuk t ≥ 0 Selanjutnya dari persamaan ini diperoleh fungsi komplementer y 0 = Ce solusi khusus adalah : y k =
b − t a
sedangkan
A sehingga solusi total (respons total) nya : b
y = yk + y0 b
− t A y = + Ce a b
Bagian eksponen [ e
(2.13)
b − t a
] dari jawaban ini merupakan bagian peralihan , dimana
laju penurunannya ditentukan oleh nilai
b a . Perbandingan antara a dan b yaitu a b
mempunyai dimensi waktu disebut konstanta waktu τ , yang merupakan sebuah parameter untuk menentukan respons sistem orde satu. Konstanta waktu ini didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh bagian peralihan agar harganya menurun. Konstanta ini merupakan karakteristik sistem dan tidak bergantung pada fungsi masukan. Dengan memasukkan konstanta waktu τ =
a , persamaan (2.13) b
menjadi : t
y=
− A + Ce τ . b
Universitas Sumatera Utara
Dengan kondisi awal y (0) = 0 diperoleh harga C = −
A sehingga akhirnya bentuk b
respons total menjadi : t
t
− − A y = + Ce τ = y k [1 + e τ ] b
Respons suatu sistem dikatakan stabil dapat dikenali dari adanya peralihan yang menurun menuju nol terhadap pertambahan waktu. Ini berarti bahwa untuk mendapatkan sebuah sistem yang stabil, koefisien dari suku eksponensial yang terdapat dalam respons peralihan tersebut harus merupakan bilangan-bilangan riil yang negatif. Misalnya untuk sistem orde satu berikut : ∂x − x∂ x = 0 ∂t
Dimana solusinya adalah : ∂x = x ∂x ∂t ∂x
∫∂
t
= ∫ x∂ x
x = Ae t
Adalah suatu sistem yang tidak stabil karena eksponen dari t adalah positif. Akibatnya respons akan makin bertambah besar terhadap waktu .
2.5.2 Fungsi alih dalam wawasan Laplace
Di dalam fungsi waktu ( t ) jika sebuah sistem diberikan masukan dan menghasilkan keluaran maka perbandingan antara keluaran terhadap masukan disebut fungsi alih dalam bentuk t dari sebuah elemen linear atau sitem dengan anggapan bahwa antara keluaran dan masukan terhadap hubungan linear. Fungsi alih ini didefinisikan sebagai perbandingan antara transformasi Laplace dari keluaran terhadap transformasi Laplace masukan dengan menganggap bahwa syarat awal adalah nol. Untuk elemen khusus, fungsi alih dapat ditentukan sebagai berikut: G (s) =
O( s) I (S )
(2.14)
Universitas Sumatera Utara
Dengan: O(s ) = transformasi Laplace dari fungsi masukan I (s ) = transformasi Laplace dari fungsi keluaran G (s ) = fungsi alih
Perlu dicatat bahwa fungsi alih hanya milik dari elemen dan tidak bergantung pada masukan serta syarat-syarat permulaan. Karena fungsi alih memberi karakteristik elemen dalam menentukan bentuk respons peralihanya (komplementer) maka fungsi alih ini disebut juga fungsi karakteristik elemen tersebut. Beberapa contoh fungsi alih ini diberikan sebagai berikut: a. sebuah rangkaian listrik mempunyai persamaan . ei = e0 + iR = e0 + RC
∂e0 ∂t
Dan dalam wawasan (s) menjadi: Ei ( s ) = E 0 ( s ) + RCsE 0 = E 0 ( s )[1 + RCs ]
Dengan demikian fungsi alih adalah: E0 (s) 1 1 atau G ( s ) = = Ei ( s ) 1 + RCs 1 + RCs
Misalkan suatu sistem dinyatakan oleh persamaan diferensial orde dua berikut : ∂y ∂2 y + 2 + 5 y = F (t ) 2 ∂t ∂t
Maka fungsi tersebut dalam wawasan (s) adalah
s 2Y ( s ) + 2sY ( s ) + 5Y ( s ) = f ( s ) ( s 2 + 2s + 5)Y ( s ) = f ( s ) Y (s) 1 1 atau G ( s ) = 2 = 2 f ( s) s + 2s + 5 s + 2s + 5 =
1 2 2 2 ( s + 1) + 4
Dengan menggunakan tabel transformasi Laplace balik akan diperoleh bentuk respons dalam wawasan (fungsi ) t yaitu:
G (t ) =
1 −t e sin 2t 2
Universitas Sumatera Utara
Persamaan ini meriilkan suatu respons yang berosilasi dengan amplitudo yang berkurang terhadap waktu secara eksponensial. Maka sistem adalah stabil eksponensial. Dalam bentuk kurva yakni:
Gambar 2.1
2.5.3 Persamaan karakteristik
Funsi alih sebuah sistem elemen atau sitem disebut juga fungsi karakteristik sistem tersebut. Fungsi ini menentukan kelakuan respons peralihan dan dapat memberikan informasi mengenai kestabilan sistem terebut. Dan jika dinyatakan dalam sebuah diagram balok sebagai berikut :
x
y A
Gambar 2.2 Dalam simbol ini, A menyatakan suatu sistem atau proses sedangkan tanda panah menunjukkan arah proses yang dinyatakan oleh variabel x dan y. Pada umumnya variabel yang berada di sebelah kiri tanda kotak merupakan masukan terhadap kotak, sedangkan variabel sebelah kanan menunjukan keluaran terhadap kotak tersebut atau
Universitas Sumatera Utara
lebih umum tanda panah yang menuju kotak adalah masukan sedangkan tanda panah yang menjauhi kotak adalah keluaran daripada kotak tersebut. Variabel biasanya dinyatakan huruf kecil.
Kotak adalah suatu sistem, karena merupakan kombinasi komponen- komponen yang saling mempengaruhi bersama dan membentuk suatu proses yang dapat dinyatakan secara metematis. Secara simbolis sistem dinyatakan oleh y = Ax .
Dari hubungan ini dapat dilihat bahwa sebuah kotak sebetulnya merupakan faktor pengali terhadap masukan { y = Ax} , atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kotak A adalah sebuah sistem yang berfungsi untuk merubah harga masukan. Berbicara mengenai sistem ada dua jenis jaringan sistem yakni: 1) Jaringan tertutup adalah sistem dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran masukan sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan melalui alat pencatat. Di tunjukkan oleh gambar (2.3.b). 2) Jaringan terbuka adalah sistem dimana keluaran tidak memberikan efek besaran masukan, sehingga variabel yang dikontrol tidak dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan . lihat gambar (2.3.a).
Lihat gambar berikut: x
y
G x
G y
+ -
(a)
y (b)
Gambar 2.3
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Diagram kotak dan diagram aliran
2.5.4.1 Diagram kotak Elemen sistem dalam bentuk diagram kotak secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : G (v )
G1
G2
G( y)
H Gambar 2.4 Diagram Kotak
Secara umum, elemen dari sebuah sistem jaringan tertutup terdiri dari : a. masukan { G (v) } b. pengontrol ( G1 ) , c. sistem (G2 ) : merupakan elemen yang berupa proses elektris dan hidraulis. d. jalur umpan balik (H ) : dapat bernilai positif (+) atau negatif (-). e. elemen (jalur maju ) : bagian daripada sistem tanpa elemen umpan balik. f. keluaran ( G ( y ) )
2.5.4.1.1 Fungsi alih
Pada diagram balok, perbandingan antara besaran keluran terhadap masukan disebut fungsi alih. Dari gambar (2.3) diperoleh : y(s) G (s) = r (s) 1 − G (s) H (s)
(2.15)
Dengan demikian persamaan ini menunjukkan bahwa respons adalah perkalian antara fungsi sistem terhadap fungsi masukan. Selanjutnya karena masukan tidak mempengaruhi terhadap bentuk fungsi peralihan (komplementer) maka tidak ada
Universitas Sumatera Utara
hubungan apakah sistem tersebut stabil atau tidak (tentunya masukan akan mempengaruhi terhadap respons mantap).
Dengan demikian fungsi masukan yaitu pembilang pada persamaan (2.15) dapat di buat nol tanpa mempengaruhi bentuk peralihan, sehingga G ( s )r ( s ) = y ( s )[1 + G ( S ) H ( s )] = 0 Atau 1 + G( s) H ( s) = 0
(2.16)
Persamaan ini disebut persamaan karakteristik sistem lup tertutup. Di mana selanjutnya dari persamaan ini dapat ditentukan apakah suatu sistem akan stabil atau tidak.
2.5.4.2 Diagram aliran sinyal
Pada gambar diagram kotak (2.1) dalam diagram aliran sinyal dapat digambarkan sebagai berikut:
A y
x
Gambar 2.5 Ditulis : y = Ax
Pemakaian diagram balok umumnya adalah untuk sistem yang sederhana, sedangkan untuk sistem yang lebih kompleks dipakai diagram aliran. Diagram aliran menyatakan suatu pasangan persamaan simultan berbentuk suatu jaringan yang terdiri dari simpul dan percabangan. Sebuah simpul menyatakan sebuah variabel, sedang percabangan adalah proses yang menghubungkan arah aliran proses.
a12 y1
y2
a 32
a 43
a 23
a 34
a 45 y4
y3
y5
a 24
a 25 Gambar 2.6 Diagram aliran sinyal
Universitas Sumatera Utara
Sebuah simpul berfungsi untuk melakukan dua hal, yaitu sebagai titik penjumlahan dan sebagai pemulaan atau titik tujuan. Bagian – bagian dari diagram aliran a. Simpul masukan adalah simpul yang hanya mempunyai cabang yang keluar. Contoh : simpul y1 pada gambar (2.6). b. Simpul keluaran adalah simpul yang hanya mempunyai cabang yang masuk.(contoh simpul y 5 pada gambar (2.6)). c. Lintasan adalah suatu kumpulan rangkaian kontinu dari cabang-cabang yang melintang pada arah yang sama. (contoh : a 23 dan a32 pada gambar (2.6)). d. Lintasan maju adalah suatu lintasan yang bermula dari simpul masukan dan berakahir pada simpul keluaran . ( y1 − y 2 − y 3 − y 4 − y 5 pada gambar (2.6)). e. Simpal adalah suatu lintasan yang berasal dan berakhir pada simpul yang sama dan di sepanjang lintasan itu tidak terdapat simpul yang ditemui lebih dari satu kali. (contoh; y 2 − y3 − y 2 , y 3 − y 4 − y 3 , y 4 − y 4 dan y 2 − y 4 − y 3 − y 2 pada gambar (2.6). f. Bati lintasan adalah hasil kali penguatan cabang yang ditemui pada perlintangan suatu lintasan disebut penguatan lintasan. Jika diberikan suatu diagram aliran dengan lintasan maju sebanyak N dan simpal sebanyak L, penguatan antara simpul masukan y in dan simpul keluaran y out adalah: M =
Dengan:
N y out M ∆ =∑ k k y in ∆ k =1
(2.17)
y in
= Variabel fungsi masukan
y out
= Variabel fungsi keluaran
M
= Penguatan antara y in dan y out
Mk
= Penguatan lintasan maju ke-k antara y in dan y out
∆
= 1- (jumlah bati seluruh simpal) + (jumlah hasil kali penguatan dari Seluruh kombinasi dari dua simpal terpisah) - (jumlah hasil kali penguatan dari seluruh kombinasi dari tiga simpal terpisah ) +....
∆k
= ∆ untuk lintasan maju ke-k
Universitas Sumatera Utara
y( s) dari grafik aliran sinyal pada r (s)
Perhatikan bahwa fungsi alih simpal tertutup gambar berikut : r (s )
1
e(s )
G (s )
y (s )
1
y (s )
− H (s )
Gambar 2.7 ditentukan dengan menggunakan rumus penguatan, maka diperoleh: 1. Hanya ada satu lintasan maju antara r (s ) dan y (s ) dan penguatan lintasan maju adalah
M 1 = G (s)
2. Hanya ada satu simpal (penguatan simpal)
L11 = −G ( s ) H ( s )
3. Tidak terdapat simpal terpisah karena hanya ada satu simpal . selain itu lintasan maju hanya bersentuhan dengan simpal itu sendiri. Maka ∆1 = 1 dan ∆ = 1 − L11 = 1 + G ( s ) H ( s )
Dengan begitu di dapat fungsi alih simpal tertutup :
y( s) G(s) = r (s) 1 + G (s) H (s)
g. Penguatan lintasan maju adalah bati lintasan dari suatu lintasan maju. h. Bati simpal adalah bati lintasan dari suatu simpal . (contoh: a 24 − a 43 pada gambar (2.5)) i. Simpal–simpal tidak bersentuhan adalah bagaian yang tidak menggunakan simpul secara bersamaan. Contoh : y2 − y3 − y2 dan y4 − y4 .
2.5.4.2.1 Sifat dasar grafik aliran sinyal:
Sifat–sifat grafik aliran sinyal adalah sebagai berikut: 1. Grafik aliran sinyal hanya berlaku untuk sistem linear. 2. Persamaan untuk grafik aliran sinyal yang digambarkan harus merupakan persamaan aljabar yang berbentuk sebab dan akibat.
Universitas Sumatera Utara
3. Simpul digunakan untuk menyatakan variabel. Biasanya simpul disusun dari kiri ke kanan, dari masukan ke keluaran. Mengikuti rangkaian hubungan sebab akibat dan akibat keseluruhan sistem. 4. Sinyal hanya bergerak di sepanjang cabang dengan arah yang ditentukan anak panah dari cabang tersebut. 5. Cabang yang mengarah dari simpul y k ke y j menyatakan ketergantungan
y j ke y k , tapi tidak sebaliknya. 6. Sinyal y k yang bergerak sepanjang cabang antara y k dan y j dikalikan dengan penguatan dari cabang a kj sehinga sinyal a kj y k dihantarkan ke y j .
2.5.5 Pengertian variabel keadaan dan persamaan keadaan
Jika : x1 (t ) = y (t ) x 2 (t ) =
∂y (t ) ∂t
: x n (t ) =
∂ n −1 y (t ) ∂t n −1
Kemudian persamaan diferensial orde n diuraikan ke dalam n buah persamaan diferensial orde satu: ∂x1 (t ) = x 2 (t ) ∂t ∂x 2 (t ) = x3 (t ) ∂t
: ∂x n = − a 0 x1 (t ) − a1 x 2 (t ) − .......... − a n − 2 x n −1 (t ) − a n −1 x n (t ) + F (t ) .. ∂t
Dari persamaan–persamaan diatas diperoleh bahwa x1 , x 2 ,........ x n disebut variabel keadaan yang dapat menunjukkan sistem untuk kondisi saat lalu, sekarang dan
Universitas Sumatera Utara
masa depan.
∂x n = − a 0 x1 (t ) − a1 x 2 (t ) − .......... − a n − 2 x n −1 (t ) − a n −1 x n (t ) + F (t ) disebut ∂t
persamaan keadaan.
Dari sudut pandang matematik pengertian variabel keadaan dan persamaan keadaan sesuai untuk memodelkan sitem dinamik. Variabel x1 , x 2 ,........ x n merupakan varibel keadaan dari dari sistem orde n dan n buah persamaan diferensial orde satu tersebut merupakan persamaan keadaan. Umumnya terdapat beberapa aturan dasar yang berkenaan dengan pengertian variabel keadaan dan apa yang membentuk suatu persamaan keadaan.
Variabel keadaan harus memenuhi syarat berikut. 1) Pada setiap waktu awal t = 0 , variabel keadaan
x1 (t 0 ), x 2 (t 0 ),........ x n (t 0 )
menyatakan keadaan awal dari sistem . 2) Ketika masukan sitem untuk t ≥ t 0 dan keadaan awal yang diartikan di atas telah ditentukan, variabel keadaan haruslah dapat menentukan perilaku sistem di masa datang.
2.5.6 Diagram keadaan Diagram keadaan merupakan perluasan dari grafik aliran sinyal untuk menggambarkan persamaan keadaan dan persamaan diferensial. Keutamaan dari diagram keadaan adalah membentuk suatu hubungan erat di antara persamaan keadaan dan fungsi alih. Diagram keadaan dibentuk mengkuti seluruh aturan dari grafik aliran sinyal dengan menggunakan persamaan keadaan yang ditransformasi Laplace. Misal variabel x1 (t ) dan x 2 (t ) dihubungkan oleh diferensial orde satu berikut: ∂x1 = x 2 (t ) ∂t
Ditransformasi Laplace menjadi untuk t ≥ 0 sx1 ( s ) = x 2 ( s )
atau
x1 ( s ) = x 2 ( s )
Dan dinyatakan dengan grafik aliran sinyal
Universitas Sumatera Utara
x1 (t 0 )
1
X 2 (s )
s −1
1
X 1 (s )
Gambar 2.8 (a) x1 (t 0 ) s
1 s −1
x 2 (s )
x1 (s )
Gambar 2.8 (b)
2.5.6.1 Diagram keadaan dari persamaan diferensial
Ketika suatu sistem linier diuraikan dengan persamaan diferensial orde tinggi, suatu keadaan dapat dibentuk dari persamaan ini. Perhatikan diferensial berikut: ∂ n y (t ) ∂ n −1 y (t ) ∂y (t ) + a + ...................... + a 2 + a1 y (t ) = r (t ) n n n −1 ∂t ∂t ∂t
(2.18)
Untuk membentuk diagram keadaan dengan menggunakan persamaan (2.18), disusun kembali sebagai:
Universitas Sumatera Utara
∂ n y (t ) ∂ n −1 y (t ) ∂y (t ) = − an − ...................... − a 2 + r (t ) n −1 ∂t ∂t ∂t
Sehingga bentuk diagram keadaan dari persamaan diferensial diperlihatkan oleh gambar berikut:
s n −1 y
sn y
R
s n−2 y
sy
y
Gambar 2.9 (a)
s n −1 y
sn y
1
s n−2 y
sy
y
− an
R
− a n −1 − a2 − a1
Gambar 2.9 (b)
y (n −1) (t 0 ) s
s −1
1
R
sn y
− an
y (n − 2 ) (t 0 ) s
s −1
s n −1 y ( x n )
y 1 (t 0 ) s
y (t o ) s
s −1
s n − 2 y ( x n −1 )
sy ( x 2 )
1
y ( x1 )
y
− a n −1 − a2 − a1
Gambar 2.9 (c)
Universitas Sumatera Utara
2.5.6.1.1 Menentukan fungsi alih dari diagram keadaan
Fungsi alih antara masukan dan keluaran dihasilkan dari diagram keadaan dengan menggunakan rumus penguatan dan dengan mengatur seluruh masukan yang lain dan keadaan awal nol. Contoh berikut menunjukka n bagaimana fungsi alih dihasilkan secara langsung dari suatu diagram keadaan. Tinjau diagram keadaan gambar .:
1
R
s2 y
s −1
sy
s −1
Y
1
Y
-3 -2 Gambar 2.10
perhatikan grafik aliran sinyal yang diperlihatkan pada gambar (2.8). pertama tentukan penguatan antara R dan y dengan menggunakan rumus penguatan maju lintasan. Yakni: M 1 = 1 s −1 s −1 1 = s −2
Penguatan simpal
L11 = s −1 − 3 = − 3s −1 L12 = s −1 s −1 − 2 = − 2 s −2 ∆ = 1 − ( L11 + L12 )
= 1 − (−3s −1 + − 2 s −2 ) ∆ = 1 + 2 s −2 + 3s −1 Dan tidak terdapat simpal yang terpisah Sehingga dari persamaan (2.17) diperoleh: M=
y ( s) M 1 = r ( s) ∆
Universitas Sumatera Utara
M =− M=
s −2 1 + 2 s − 2 + 3s −1
1 s + 2 + 3s 2
Fungsi alih antara r (s ) dan y (s ) yang dihasilkan adalah : 1 y( s) = 2 r ( s ) s + 3s + 2
2.5.7 Analisis kestabilan
Sebelum teknik analisa kestabilan disajikan, perhatikan beberapa sifat polinomial berikut dan asumsikan bahwa semua koefisien polinomial orde dua : Q2 ( s ) = s 2 + a1 s + a 0 = ( s − p1 )( s − p 2 ) = s 2 − ( p1 + p 2 ) s + p1 p 2
Dan polinimial orde ketiga
Q3 ( s ) = s 3 + a 2 s 2 + a1 s + a 0 = ( s − p1 )( s − p 2 )( s − p3 ) = [ s 2 − ( p1 + p 2 ) s + p1 + p 2 ]( s − p3 ) = s 3 − ( p1 + p 2 + p3 ) s 2 + ( p1 p1 + p1 p 2 + p1 p3 ) s − p1 p 2 p3 Dikembangkan untuk polinimial orde n
Qn ( s ) = s n + a n −1 s n −1 + ....... + a1 s + a 0 Untuk koefisien : a n −1 = negatif penjumlahan semua akar
a n −2 = penjumlahan dari perkalian semua kombinasi yang mungkin dari akar-akar diambil kombinasi yang mungkin dari akar – akar diambil dua pada suatu waktu a n −3 = negatif dari penjumlahan dari perkalian semua kombinasi yang mungkin dari
.
akar- akar diambil tiga pada suatu waktu
. . .
a 0 = (−1) n dikalikan dengan perkalian dari semua akar.
Universitas Sumatera Utara
2.5.7.1 Metode Routh-Hurwitz
sistem adalah stabil jika akar-akar pada persamaan karakteristik(s) berada di sebelah kiri sumbu khayal di atas sumbu riil, sistem , dan dikatakan tidak stabil jika akar-akar tersebut berada di sebelah kanan sumbu khayal di atas sumbu riil. Ditunjukkan oleh gambar dibawah ini :
+ jw
sumbu khayal
Daerah stabil
Sumbu riil
− jw
Gambar 2.11
Metode Routh-Hurwitz adalah suatu prosedur analitis untuk menentukan kestabilan suatu sistem tanpa menghitung akar-akar karakteristik, dari suatu polinomial yang berbentuk
Qn ( s ) = s n + a n −1 s n −1 + ....... + a1 s + a 0
(2.19)
Dimana menurut metode Routh-Hurwitz sistem akan stabil bila tidak ada perubahan tanda pada kolom pertama dari deret Routh-nya, karena bila terjadi perubahan tanda pada kolom pertama dari deret Routh-nya maka akan ada akar-akar yang berada disebelah kanan sumbu khayal diatas sumbu riil.
Universitas Sumatera Utara
Langkah pertama dalam penerapan metode Routh-Hurwitz adalah membentuk deret seperti berikut , yang disebut deret routh, dengan dua baris pertama adalah koefisien dari polinomial dalam persamaan (2.19) diatas. sn s
n −1 n−2
an
an − 2
an − 4
an − 6
.
.
a n −1 b1
an − 3 b2
an − 5 b3
an − 7 b4
. .
. .
c2 .
c3
c4
.
.
s s n − 3 c1 . . . s
2 1
s s0
.
.
k1 l1
k2
m1
Baris b dihitung dari dua baris tepat diatasnya : baris c , dari dua baris tepat diatasnya dan seterusnya. Persamaan-persamaan untuk koefisien deret adalah seperti berikut : b1 = − c1 = −
1 a n −1
an a n −1
1 a n −1 b1 b1
an − 2 an − 3
b2 = −
an − 3 b2
c2 = −
1 a n −1
an a n −1
1 a n −1 b1 b1
an − 4 ..... an − 5 an − 5 ..... b3
Dan seterusnya bahwa determinan dalam ekspresi untuk koefisien ke - i dalam suatu garis dibentuk dari kolom pertama dan kolom ke - i + 1 dari baris sebelumnya. Sebagai contoh, deret routh untuk suatu polinomial orde empat berbentuk s4 x s3 x s2 x
x
x
x x
s1 x x0 x
Dengan setiap tabel yang masuk dipresentasikan dengan simbol x . Secara umum karena dua baris terakhir dari deret masing-masing akan memiliki satu elemen, dua baris berikutnya tepat diatasnya masing-masing memiliki dua elemen, dua baris berikutnya tepat diatasnya masing-masing memiliki tiga elemen, dan seterusnya.
Universitas Sumatera Utara
Contoh metode Routh-Hurwitz dapat ditetapkan sebagai berikut: Perhatikan polinomial berikut :
Q( s ) = ( s + 2) ( s 2 − s + 4) = s 3 + s 2 + 2 s + 8 Deret routh adalah s3 1 2 s2 1 8 s1 − 6 s0 8
Dengan :
b1 = −
11 2 =−6 11 8
c1 = −
1 1 8 =8 6 −6 0
Karena terdapat dua perubahan tanda pada kolom pertama (dari 1 ke -6 dan dari -6 ke 8), maka ada akar-akar karakteristik dikanan sumbu khayal bidang kompleks. Sehingga menurut metode Routh-Hurwitz tidak stabil.
Berikut adalah beberapa kasus pada metode Routh-Hurwitz :
Kasus 1 Kasus ini hanya satu yang akan dibicarakan secara mendalam. Untuk kasus ini tidak ada elemen dari kolom pertama deret routh yang bernilai nol, dan tidak terjadi masalah dalam perhitungan deret.
Kasus 2 Untuk kasus ini, elemen pertama dalam suatu baris adalah nol, dengan sedikitnya ada sebuah elemen tidak nol dalam baris yang sama. Masalah ini dapat diselesaikan dengan mengganti elemen pertama dari baris, yang nol, dengan suatu bilangan kecil ε , yang dapat diasumsikan positif atau negatif. Perhitungan deret selanjutnya dilanjutkan, dan beberapa elemen dapat mengikuti baris akan menjadi suatu fungsi dari ε . Setelah deret dilengkapi, tanda dari elemen dalam kolom pertama ditentukan dengan mengijinkan ε mendekati nol. Jumlah akar-akar polinomial yang berada
Universitas Sumatera Utara
dikanan sumbu khayal bidang kompleks sama dengan jumlah perubahan tanda dalam kolom pertama ini.
Seperti sebelumnya sebuah contoh digambarkan sebagai berikut :
Q( s ) = s 5 + 2 s 4 + 2 s 3 + 4 s 2 + 11s + 10 Deret routh dihitung sehingga diperoleh
s5 s4 s3 s2 −
1 2
2 4
0 12
6
ε
11 10
10
s1 6 s 0 10
Dengan
b1 = −
11 2 =0 22 4
b2 = −
1 1 11 =6 2 2 10
c1 = −
12 4 1 12 = − (12 − 4ε ) = − ε ε 6 ε ε
c2 = −
1 2 10 =10 ε ε 0
d1 =
ε
ε
12 −
12
ε
6
ε
12 10ε + 6 = 6 10 12 ε =
12 1− 10 e1 = − =10 ε 6 6 0
Dengan batas yang diambil yaitu ε → 0 pada titik yang tepat dalam perhitungan dibandingkan
dengan
menunggu
sampai
deret
dilengkapi.
Prosedur
ini
menyederhanakan perhitungan dan bentuk akhir dari deret, dan hasil akhirnya sama. Dari deret terlihat bahwa ada dua perubahan tanda dalam kolom pertama, dengan asumsi ε positif atau negatif. Jumlah perubahan tanda dalam kolom pertama selalu tidak bergantung dari asumsi tanda ε , ada perubahan tanda pada kolom pertama sehingga menurut Routh-Hurwitz sistem tidak stabil.
Universitas Sumatera Utara
Kasus 3
Suatu polinomial kasus 3 adalah semua elemen dari deret routh yang nol. Metode yang digambarkan pada kasus 2 tidak memberikan manfaat informasi dari kasus ini. Contoh pertama, yang sederhana menggambarkan kasus 3 misalkan
Qd ( s ) = s 2 + 1 Untuk sistem ini akar-akar persamaan karakteristik pada sumbu khayal, dan akibatnya sistem dalam batas kestabilan. Deret routh nya adalah s2 1 1 s1 0 s0 .
Dan baris s 1 tidak memiliki elemen tidak nol, deret ini tidak dapat dilengkapi karena elemen nol dalam kolom pertama. Contoh kedua adalah : Q( s ) = ( s + 1) ( s 2 + 2) = s 3 + s 2 + 2 s + 2
Deret routh nya adalah s3 1 2 s2 1 2 s1 0 s0
Sekali lagi, baris s 1 adalah nol dan deret diakhiri lebih cepat.
Suatu polinomial kasus 3 berisi suatu polinomial tetap sebagai suatu faktor. Suatu polinomial genap adalah perpangkatan dari s yang hanya bilangan bulat genap atau nol. Faktor polinomial genap ini disebut polinomial tambahan akan selalu menjadi elemen-elemen baris langsung diatas baris nol dalam deret. Eksponen dari pangkat tertinggi dari polinomial tambahan langsung diatas baris nol, baris s 2 memuat elemenelemen pada contoh diatas. Jadi polinomial tambahan adalah
Qd ( s ) = s 2 + 1
Universitas Sumatera Utara
Untuk contoh kedua baris s 1 semuanya nol dan baris s 2 memuat koefisien-koefisien. Jadi persamaan tambahan adalah
Qd ( s ) = s 2 + 2 Polinomial kasus tiga dapat dianalisa melalui dua cara. Pertama, sekali polinomial tambahan ditemukan, hal ini dapat difaktorisasi dari persamaan karakteristik, meninggalkan suatu polinomial kedua. Dua polinomial dapat dianalisa secara terpisah. Perhatikan polinomial:
Q d ( s ) = s 4 + s 3 + 3s 2 + 2 s + 2
Deret routhnya adalah: s4 3
s s3 1
s s0
1 1
1 02 2
3 2 2 2
b1 = −(2 − 3) = i b2 = −(0 − 2) = 2
c1 = −(2 − 2) = 0 1 d1 = −( ) (0 − 4) = 0 2
Karena baris s 1 di semua elemen tidak nol, polinomial tambahan didapatkan dari baris s 2 dan diberikan oleh : Qd ( s ) = s 2 + 2
Maka: ∂Qd ( s ) = 2s ∂s
Koefisien 2 menggantikan nol dalam deret routh dilengkapi contoh di atas menggambarkan cara melengkapi deret dengan menggunakan penurunan dari polinomial tambahan.
Deret diinterprestasikan dengan cara yang biasa yaitu polinomial dalam contoh tidak mempunyai akar yang terletak di kanan sumbu khayal bidang kompleks. Tetapi, penyelidikan dari polinomial
tambahan memperlihatkan adanya akar pada sumbu
khayal.
Universitas Sumatera Utara
Akar-akar dari polinomial bahkan terjadi berpasang-pasangan yaitu sama dalam besar dan berlawanan tandanya. Jadi, akar-akar ini dapat khayal murni gambar (2.11 (a)) , riil murni gambar (2.11(b)) , atau kompleks gambar (2.11(c). Karena akar-akar ini kompleks harus terjadi dalam sepasang konjugate, suatu akar kompleks dari polinomial tetap harus terjadi dalam kelompok empat 2.11(c). Karena akar-akar
mempunyai
kuadran simetris, maka akar-akar simetris tehadap sumbu riil dan sumbu khayal. Untuk gambar (2.11(b) dan (2.11(c)), deret routh menunjukkan akar-akar dengan bagian riil positif. Jika suatu baris nol terjadi, tetapi deret routh lengkap terlihat tidak mengalami perubahan tanda, menunjukka n bahwa akar-akar pada sumbu jw.
(a)
(b)
(c) j
j2
−1
−1
1
− j2
1 −j
s4 + 4 s2 + 4
s2 −1
Gambar 2.12
Perhatikan polinomial berikut:
Qd ( s ) = s 4 + 4 Deret routh dimulai dengan dua baris. s4 1 0 4 s3 0 0
Dan terlihat adanya suatu baris nol. Polinomial tambahan dan turunanya adalah Qd ( s ) = s 4 + 4
∂Qd ( s ) = 4s 3 ∂s
Universitas Sumatera Utara
Jadi deret menjadi: s4
1 4
s3 0 ε s2 0 16 s1 − s0
0 4 0 4
ε
4
Baris s 2 mempunyai suatu elemen tidak nol dengan nol untuk pertamanya nol digantikan dengan bilangan kecil ε . Deret mempunyai dua perubahan tanda dalam kolom pertama, menunjukka n dua akar bagian riil positif. Hasil ini sesuai dengan gambar (2.9 c). Polinomial ini memperlihatkan kedua kasus, yaitu kasus 2 dan kasus3. Baris nol dalam deret menunjukkan kemungkinan akar-akar pada sumbu jw . Dalam contoh ini, kita tahu hal ini bukan kasus secara umum sangatlah penting untuk memfaktorkan persamaan tambahan untuk menentukan penyajian akar-akar khayal.
Universitas Sumatera Utara