1
BAB II LANDASAN TEORI A. Kurikulum Pembelajaran Bahasa Arab 1. Kurikulum a. Pengertian Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start sampai finish. 1 Dalam bahasa Arab istilah kurikulum diartikan “al Manhaj” yakni jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Kurikulum merupakan sekumpulan rencana yang berisi bahan mata pelajaran yang diikuti oleh siswa di bawah naungan sekolah atau lembaga pendidikan.2 Dalam konteks pendidikan berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan dan sikap serta nilai-nilai. Al Manhaj3 sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Kurikulum yang digunakan dalam dunia pendidikan adalah sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh guna mencapai satu ijazah atau tingkat tertentu.4 Kurikulum menurut para tokoh pendidikan yaitu: 1) Menurut M. Arifin 1 Fathul Mujib, Rekonstruksi Pendidikan Bahasa Arab (Yogyakarta : Pedagogia, 2010), hlm.75 19 2 Dewi Hamidah, Manhaj al Lugah al Arabiyah li al Madrasah al Islamiyyah min al turoz al ṭ ‘Alimi (Malang: UIN MALIKI Press, 2011), Hlm. 7
3 Muhammad Ali Al Khuli, Asālib Tadris al-Lugah al-‘Arabiyyah (Riyadh: al-Mamlakah al-‘Arabiyyah al-Su’udiyyah, 1982), hlm. 17
2
Kurikulum sebagai suatu program yang harus disajikan dalam proses
pendidikan dalam suatu
sistem institusional
pendidikan.5 2) Menurut Zakiah Darajat Kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.6 3) Menurut Oemar Hamalik Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk mencapai ijazah.7 Jadi, kurikulum dapat dipahami sebagai alat sentral bagi keberhasilan pendidikan. Peran ini akan menjadi kunci bagaimana pendidikan akan diarahkan. Ini berkaitan dengan proses pembelajaran sebagai ruang aktivitas belajar anak didik supaya mereka mendapat bekal pengetahuan yang baik dan mampu membangun kekuatan, kecerdasan baik kognitif afektif, dan psikomotorik. Adanya kurikulum atau rancangan baik formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan di sekolah.8 Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan. Jika kurikulum merupakan syarat mutlak, berarti kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. 4 Moh.Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan (Jogjakarta: DIVA Press,2009), hlm. 21 5 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum ( teori dan Praktik), (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 4-5
6 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara,2000), hlm. 122 7 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 2
8 Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., hlm. 3
3
Ada beberapa prinsip yang bisa dipegang guna memahami pemaknaan kurikulum: a) Kurikulum sebagai substansi, yakni rencana kegiatan belajar mengajar di sekolah, mencakup rumusan tujuan, bahan ajar proses b)
kegiatan pembelajaran, jadwal dan hasil evaluasi belajar. Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni merupakan rangkaian konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masingmasing unit kegiatan memiliki keterkaitan secara koheren dengan
c)
lainnya. Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, terbuka, dan membuka diri terhadap berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian dengan tuntutan pasar atau tuntutan idealisme pengembangan peradaban umat manusia.9 Pendidikan akan mampu melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas dan terampil ketika kurikulum yang dibangun dan dilaksanakan sesuai dengan dasar kebutuhan.
b. Peranan Penting Kurikulum
Kurikulum secara hakiki adalah jalan yang harus ditempuh peserta didik guna mencapai tujuan program pendidikan. Tanpa adanya kurikulum yang jelas maka tujuan pendidikan yang dihasilkan pun menjadi buyar. Kurikulum merupakan petunjuk atau arah kemana pendidikan akan dituntun dan diarahkan atau akan menghasilkan output yang sesuai dengan yang diinginkan.
10
Agar kurikulum yang dibangun
menjadi serangkaian pengalaman pembelajaran yang relevan dengan 9 Moh. Yamin, Op.Cit., hlm. 26-27 10 Ibid., hlm. 37
4
kehidupan peserta didik, masih perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai pembelajaran. c. Komponen kurikulum
Ada beberapa komponen kurikulum diantaranya: 1) Tujuan
Tujuan adalah arah pembelajaran yang dicantumkan dalam program. Tujuan kurikulum pembelajran berdasarkan setiap satuan pendidikan harus diperhatikan secara cermat. Hal ini menentukan arah
sebuah implementasi pendidikan. Tujuan pembelajaran
mengidentifikasi dan menentukan materi yang benar-benar relevan dengan masing-masing sub pokok bahasan/ topik yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Tujuan belajar untuk memenuhi kebutuhan dikemudian hari sangat penting. Artinya penting bagi peserta didik.11 2) Materi atau Isi Materi kurikulum harus mencerminkan bahan ajar yang membangun ruang pencerahan.12 Isi kurikulum hendaknya memuat semua
aspek
(pengetahuan),
yang afektif
berhubungan
dengan
(sikap/perilaku),
dan
aspek
kognitif
psikomotorik
(keterampilan). Isi kurikulum dan kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan dari semua aspek tersebut.13 Dalam memilih materi pembelajaran langkah-langkah pokok yang dapat guru
11 Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2011, hlm. 212
12 Ibid., hlm. 51 13 Tim Dosen Administrasi Pendidikan, Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 195
5
lakukan diantaranya yaitu mengidentifikasikan dan menentukan pokok bahasan yang relevan.14 Bahan pengajaran yang efektif mempunyai cirri-ciri berikut: a) Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang logis secara teoritis b) Menumbuhkan serta membangkitkan minat dan perhatian para siswa c) Sesuai dengan kebutuhan dan latar belakang para siswa, d) Memberikan contoh- contoh cara penggunaan bahasa yang baik
dan benar, e) Menyediakan kegiatan-kegiatan yang berguna bagi para siswa, dan f) Memberi kesempatan bagi pemakaian bahasa yang komunikatif
dan otentik.15 3) Metode Metode adalah cara yang digunakan oleh pengajar dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya.16 Karena metode juga dapat dikatakan sebagai cara yang digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran, maka metode dalam konteks tersebut memiliki peran strategis dan penting dalam keberhasilan sebuah pendidikan yang termuat dalam kurikulum.17 Metode yang tepat adalah metode yang
14 Suwardi, Manajemen Pembelajaran (Mencipta Guru Kreatif Dan Berkompetensi), (Salatiga: STAIN Press & JP Books, 2007), hlm. 58
15 Henry Guntur Tarigan, Dasar-Dasar Kurikulum Bahasa ed. Revisi, (Bandung: Angkasa, 2009), hlm. 97
16 Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Op.,Cit., hlm. 216 17Ibid., hlm. 51
6
sesuai dengan materi dan tujuan kurikulum.18 Berikut ada beberapa metode yang dipakai dalam pembelajaran bahasa Arab, diantaranya: a) Metode Qawā’id Tarjamah Penerapan metode qawā’id tarjamah ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik11. Ciri metode ini adalah : i) Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam
tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam), maupun kiasan-kiasan (amsal). ṭ ii) Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan
sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab bahasa Ibu). iii) Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (qawā’id
Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan. Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah gramatikal yang sudah
18 Tim Dosen Administrasi Pendidikan, Op.Cit., hlm. 196
7
diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab).19 b) Metode Langsung
Metode langsung (tāriqah mubasyirah / direct method) ṭ dikembangkan oleh Charles Berlitz, seorang ahli dalam pengajaran bahasa, di Jerman menjelang abad ke -19 (Lengkawati, dalam Revitalisasi Pendidikan Bahasa). Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa asing sama dengan belajar bahasa ibu, yakni penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi.
Metode langsung
memiliki tujuan agar para pelajar mampu berkomunikasi dengan bahasa asing yang dipelajarinya. Untuk mencapai kemampuan ini para pelajar diberi banyak latihan secara intensif. Latihan-latihan ini diberikan dengan asosiasi langsung antara kata-kata/kalimatkalimat dengan maknanya, melalui demonstrasi /peragaan, gerakan, mimik muka, dan sebagainya.20 Penekanan pada metode ini adalah pada latihan percakapan terus-menerus antara guru dan peserta didik dengan menggunakan bahasa Arab tanpa sedikitpun menggunakan bahasa ibu, baik dalam c)
menjelaskan makna kosa kata maupun menerjemah. Metode Audiolingual Metode Audiolingual (tarīqah mubasyirah al-sam’iyyah alṭ syafawiyyah/audiolingual method) adalah metode mendasarkan
19 Luqman. Penegembangan Materi Pembelajaran bahasa Arab. Diakses di http;//luqmaniabgt.blogspot.com/2011/pengembangan-materi-pembelajaran-bahasa.html, (2011), Diakses, 15 Juni 2014
20 Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.177
8
diri kepada pendekatan structural dalam pengajaran bahasa. Implikasinya menekankan penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari dengan memulainya dari system bunyi (fonologi), kemudian sistem pembentukan kata (Morfologi), dan sistem pembentukan kalimat (sintaksis).21 d)
Metode Membaca Dasar metode
membaca
(tarīqah ṭ
al-qirā’ah/reading
method) adalah unsur bahasa asing dengan memulainya dari penguasaan unsur bahasa yang terkecil,yaitu dari kosakata, yang didahului oleh latihan pengucapan yang benar, lalu pemahaman.22 e) Metode Eklektik ( tarīqah al-intiqaiyyah) ṭ Metode eklektik yaitu metode gabungan yang mengambil
4)
aspek-aspek
positifnya
baik
dari
keterampilan
pengetahuan
bahasa
sehingga
mencapai
tujuan
pembelajaran
yang
maksimal.
Metode
eklektif
maupun dan
hasil
dimaksud
mencakup metode percakapan, membaca, latihan, dan tugas.23 Media Media mengajar
merupakan segala macam bentuk
perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.24 Secara luas yang dimaksud media pembelajaran adalah setiap orang, materi atau peristiwa yang memberikan kesempatan 21 Acep Hermawan,Op.Cit. hlm. 190 22 Acep Hermawan,Op.Cit. hlm. 195 23 Luqman. Penegembangan Materi Pembelajaran bahasa Arab. Diakses di http;//luqmaniabgt.blogspot.com/2011/pengembangan-materi-pembelajaran-bahasa.html, (2011), Diakses, 15 Juni 2014
24 Nana Sayaodih Sukmadinata, Op. Cit., hlm. 108
9
kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Media tidak hanya berupa benda, tetapi dapat berupa manusia dan peristiwa pembelajaran. Adapun pengertian secara sempit yaitu sarana nonpersonal (bukan manusia) yang digunakan oleh guru yang memegang peranan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan.25. 5)
Evaluasi Evaluasi merupakan komponen yang cukup menjadi harapan terakhir mengenai seberapa besar hasil pendidikan atau prestasi yang dicapai oleh peserta didik. Evaluasi berperan untuk mengukur sebuah keberhasilan pendidikan atau prestasi pendidikan sehingga ia bisa ditemukan titik kesulitan, kemudahan, dan hambatan yang dialami peserta didik.26 Kurikulum merupakan bahan utama dan melahirkan kualitas pendidikan yang baik. Kurikulum mendapatkan posisi guna membawa proses pendidikan yang mampu memberikan arah jelas dan baku ke depannya. Evaluasi dalam kurikulum bertujuan memperbaiki dan menyempurnakan program pendidikan untuk siswa.27 Sedangkan tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang
25 Abdul Wahab Rosyidi, Media Pembelajaran Bahasa Arab (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 25
26 Moh Yamin, Op. Cit., hlm. 54 27 Nana Sudjana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), hlm. 20
10
menyangkut tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Pada hakikatnya semua komponen pembelajaran saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan dibentuk untuk memenuhi kebutuhan dikemudian hari, tujuan yang hendak dicapai didukung oleh materi yang sesuai. Dalam penyampaian materi, dibutuhkan suatu cara dan media yang tepat agar tujuan dapat tercapai. Dan untuk mengetahui hasil pembelajaran sudah tercapai ataukah belum, maka dilakukan proses evaluasi. Komponenkomponen tersebut saling berkaitan dan bersesuaian satu sama lain. 2. Pembelajaran Bahasa Arab a. Pengertian Pembelajaran Bahasa Arab Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar/mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.28 Bahaudin menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Kegiatan pembelajaran tampaknya lebih dari sekadar mengajar, tetapi juga upaya membangkitkan minat, motivasi, dan
pemolesan aktivitas
pelajar, agar kegiatan mereka menjadi dinamis. Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan kegiatan belajar materi tertentu yang kondusif untuk mencapai tujuan.
29
Salah satu tujuan utama program bahasa adalah
28 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi IV, 2008, hlm. 23 29 Acep Hermawan.Op.Cit., (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 32
11
mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna, yaitu dengan cara membuat mereka mampu menggunakan dan memahami bentuk ujaran ilmiah.30 Berarti lebih real kepada lingkungan pondok pesantren. Bahasa Arab adalah kalimat yang digunakan oleh orang Arab untuk menyampaikan maksud dan tujuan mereka. Bahasa Arab mempunyai peran penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan antara lain, bahasa Arab adalah bahasa agama.31 Dengan demikian, pembelajaran bahasa Arab berarti proses penyajian bahan pelajaran oleh seseorang kepada orang lain yang disadari dengan sistematis, terarah, keadaan perubahan tingkah laku manusia untuk menuju kepada kedewasaan seseorang yang berkaitan dengan bahasa Arab dalam hal ini sebagai suatu mata pelajaran dan pendukung penyajian kitab lain seperti nahwu, sharaf. Dalam peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008 tentang Standar Kompetensi dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab dikatakan bahwa tujuan mata pelajaran bahasa Arab adalah : 1) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab baik lisan maupun tulis, yang mencakup 4 kecakapan berbahasa yakni menyimak (istimā’), berbicara (kalām), membaca (qirā’ah), dan menulis (kitābah). 30 Nazri Syakur, Revolusi Metodologi pembelajaran Bahasa Arab (dari pendekatan komunikatif ke komunikatif kambiumi), (Yogyakarta: Pedagogia, 2011), hlm.129
31 Ahmad Muhtadi Anshori, Pengajaran Bahasa Arab Media dan Metode-metodenya (Jakarta: Teras, 2009), hlm. 2
12
2) Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai
salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam. 3) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitannya antara
bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian, peserta didik diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.32 Pembelajaran bahasa Arab sesungguhnya sangat menghendaki keterlibatan siswa secara langsung. Hendaknya diterapkan model pembelajaran interaktif yakni model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan pasif atau posisi peserta didik sebagai subjek dan obyek pendidikan.33 b. Keterampilan Berbahasa Arab Pembelajaran bahasa Arab mencakup pembelajaran empat keterampilan bahasa yaitu keterampilan menyimak (mahārah alistimā’/listening skill), berbicara (mahārah al-kalām/speaking skill), membaca (mahārah al-qirā’ah), menulis (mahārah al-kitābah).34 serta pembelajaran mufrodat dan nahwu.35. keterampilan menyimak dan membaca dikategorikan kedalam keterampilan reseptif (al-mahārat al-istiqbāliyyah/reseptive skills), sedangkan keterampilan berbicara
32 Acep Hermawan, Op.Cit., hlm. 57 33 Wa Muna. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Cet. 1, (Yogyakarta: Sukses offset, 2011), Hlm. 19
34 Acep Hermawan, Op.Cit., hlm.113 35 Wa Muna, Op.Cit., hlm.117
13
dan menulis dikategorikan kedalam keterampilan produktif (al mahārat al-intājiyyah/produktive skills). 1) Keterampilan Menyimak (Mahārah Istimā’) Istima’ sebagai sarana yang digunakan manusia untuk berhubungan dengan sesama manusia. Keterampilan menyimak (mahārah al-istimā’/Listening skill) adalah kemampuan seseorang dalam mencerna dan memahami kata atau kalimat yang diajarkan oleh pembicara.36 Sebagai salah satu keterampilan reseptif, keterampilan menyimak menjadi unsur yang harus lebih dahulu dikuasai oleh pelajar. Memang secara alamiah manusia pertama kali memahami bahasa orang lain lewat pendengaran, maka dalam pandangan konsep tersebut, keterampilan berbahasa Asing yang harus didahulukan adalah menyimak. Sedangkan membaca adalah kemampuan memahami yang berkembang pada tahap selanjutnya.37 2) Keterampilan Berbicara (Mahārah Kālām) Berbicara dengan bahasa asing merupakan keterampilan dasar yang menjadi tujuan dari beberapa tujuan pengajaran bahasa. Keterampilan berbicara (mahārah al-kalām) adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan, atau perasaan kepada mitra bicara.38
36 Ulin Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab (Jogjakarta: DIVA Press, 2012), Hlm. 85
37 Acep Hermawan, Op.Cit., hlm. 130 38 Ulin Nuha, Op.Cit., Hlm. 99
14
Keterampilan berbicara bertujuan agar para pelajar mampu berkomunikasi lisan secara baik dan wajar dengan bahasa yang mereka pelajari. Secara baik dan wajar mengandung arti menyampaikan pesan kepada orang lain dalam cara yang secara sosial dapat diterima. 39 3) Keterampilan Membaca (Mahārah Qirā’ah) Membaca adalah proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis.40 Membaca merupakan kegiatan untuk mendapatkan suatu makna yang tertulis dalam teks. Kemampuan membaca bahasa Arab sangat tergantung kepada pemahaman isi atau arti yang dibaca. Ini berarti sangat tergantung pada penguasaan qawāid atau meliputi nahwu dan Sharaf (Sintaktis dan Morfologi). 41 Membaca secara garis besar ada dua bagian, yaitu: membaca nyaring (al-qirā’ah al-jahriyah) dan membaca dalam hati (al-qirā’ah al-śamitah). 42 4) Keterampilan Menulis (Mahārah Kitābah)
Keterampilan menulis merupakan keterampilan tertinggi dari keempat keterampilan berbahasa. Keterampilan menulis (mahārah al- kitābah) adalah kemampuan mendeskripsikan atau
39 Acep Hermawan, Op.Cit.hlm. 136 40 Henri Guntur Tarigan, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 1994), hlm. 7
41 Ulin Nuha,Op .Cit., Hlm. 110. 42 Acep Hermawan, Op.Cit., hlm. 144
15
mengungkap isi pikiran, mulai dari aspek yang paling sederhana, seperti menulis kata-kata sampai kepada aspek yang kompleks yaitu mengarang.
Keterampilan menulis menjadi salah satu cara
untuk pengungkapan pemikiran, perasaan, harapan, cita-cita, atau segala sesuatu yang dipikirkan dan dirasakan oleh manusia.43 Keterampilan menulis dalam pelajaran bahasa Arab secara garis besar dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu imlak (alimlā’), kaligrafi (al-khat), dan mengarang (al-insyā’).44 c. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Arab Hal itu bisa dianalogikan dengan seorang anak yang ingin mempelajari bahasa Ibu. Pada awalnya, ia mendengarkan bahasa yang dituturkan oleh orang di sekelilingnya. Kemudian, ia berusaha berbicara, diikuti dengan membaca dan menulis. Suatu metode pembelajaran dibangun atas landasan teori. Dan menyinggung tentang teori pembelajaran bahasa Arab, ada beberapa teori pendekatan yang dikemukakan oleh Moh. Matsna HS bahwa pengajaran bahasa Arab dikenal dua teori yakni : 1) Nazariyatul Wih ṭdah الوحده ṭ
)نظرية/all in one system)
Yaitu sistem yang memandang bahwa bahasa adalah satu kesatuan yang utuh tidak terpisah-pisah. Naz ṭariyatul Wih ṭdah dimaksudkan agar dalam pembelajaran berbahasa kita harus melihat bahasa itu sebagai satu kesatuan yang utuh, bukan sebagai 43 Ulin Nuha, Op.Cit., Hlm. 123 44 Acep Hermawan, Op.Cit., hlm. 151
16
bagian-bagian atau segi-segi yang terpisah dan masing-masing berdiri sendiri.45 Kelebihan sistem ini adalah : a) Dasar Psikologis (al-asas al-nafsi) : i) Selalu ada pembaruan kegiatan, karena materi yang
disajikan tidak monoton melainkan bergantian dan bervariasi. ii) Selalu ada kegiatan ulang balik kegiatan pada satu tema. iii) Pemahaman kebahasaan dengan sistem kesatuan adalah
pemahaman yang bersifat analitik. Artinya berangkat dari keseluruhan kepada bagian-bagian terkecil. b) Dasar Pedagogis (al-asas al-tarbawi) i) Memberikan pelajaran yang teratur dan kesinambungan adalah pengajaran yang efektif. ii) Memberikan pelajaran secara integral akan memberikan perkembangan kemampuan para pelajar secara seimbang.
c) Dasar linguistik (al-asas al-lugawi)
Pada saat melakukan pembelajaran dengan sistem kesatuan, maka guru mengajarkan menggunakan bahasa secara integral baik lisan maupun tulis kepada para pelajar, sehingga tidak memakan waktu yang relatif lama.46 2) Nazariyatul Furû’ () نظريةالفروع. ṭ Yaitu teori yang memandang bahwa bahasa terdiri dari beberapa cabang-cabang. Kelebihan sistem ini yaitu: 45 Fathul Mujib, Op.Cit., hlm. 83 46 Acep Hermawan, Op.Cit., hlm. 114-115
17
a) Masing-masing unit pelajaran yang diberikan akan lebih
mendalam Masing-masing unit pelajaran yang diberikan akan lebih mendalam dibandingkan dengan sistem kesatuan. Karena guru memiliki alokasi waktu yang leluasa dan kebebasan memberikan warna pelajaran secara khusus. b) Permasalahan pembelajaran yang dihadapi dalam setiap unit cenderung dapat diatasi secara tuntas, apalagi jika setiap pelajaran dipegang oleh satu guru. Kelemahan sistem ini yaitu: a) Pemilahan unit-unit bahasa menjadi bagian-bagian yang terpisah dinilai akan merusak substansi bahasa Arab yang utuh yang tentu akan merusak karakteristiknya sebagai sistem yang padu. b) Perhatian pembelajaran yang mendalam pada unit-unit bahasa Arab secara terpisah dengan cara yang berbeda akan mengakibatkan perkembangan kemampuan berbahasa para pelajar tidak seimbang. 47 Untuk tingkatan madrasah Ibtidaiyah sampai dengan madrasah
Aliyah
bahkan
perguruan
tinggi
menggunakan
pendekatan Nazariyatul Wih ṭdah. Pengajaran bahasa Arab disajikan ṭ dalam bentuk satu kesatuan bidang studi. Dalam kesatuan bidang studi tersebut sudah mencakup materi al-qāidah, al-qirā’ah, alhiwār, dan imlā’. Sementara untuk jurusan tertentu di perguruan tinggi, seperti pendidikan bahasa Arab (PBA) dan Bahasa dan
47 Ibid., hlm.123
18
Sastra Arab (BSA) menggunakan pendekatan Naz ṭariyatul Furû’ yaitu meteri-materi bahasa Arab disajikan secara terpisah.48 Bukan merupakan kemustahilan jika sistem kesatuan dan sistem cabang, sebagai dua sistem yang berbeda itu digabungkan menjadi
sistem
gabungan
(al-nidzām
al-jam’i).
Ibrahim
memberikan pertimbangan yang mudah dan logis, yaitu: a) Pembagian bahasa Arab ke dalam unit-unit itu hendaknya dilihat sebagai pembagian yang tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian-bagian yang saling menguatkan untuk b)
membentuk sebuah kesatuan yang utuh. Guru bahasa Arab hendaknya menilai pembagian itu sebagai teknik dalam rangka mempermudah memberikan perhatian kepada masing-masing unit dalam proses belajar mengajar
c)
bahasa Arab. Sistem kesatuan sebaiknya digunakan di tingkat pemula
sedangkan sistem cabang digunakan di tingkat lanjutan.49 B. Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren. Istilah yang sering bergandengan dengan pesantren adalah pondok. Pondok pesantren berasal dari bahasa Arab ( فندقfunduk), yang berarti hotel, asrama, rumah dan tempat tinggal sederhana.50 Menurut Sindu Galba, pesantren sering disebut juga sebagai pondok pesantren yang berasal dari kata “santri” yang mengandung 2 pengertian, yaitu: 48 Fathul Mujib, Op.Cit., hlm. 83 49 Abdul Alim Ibrahim, Al-Muwajjih al-Fanni li Mudarrisi al-Lugah al-‘Arabiyyah (Mishr: Dar al-Ma’arif), Hlm. 52
50 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, cet.ii, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 138
19
a. Orang yang bodoh dengan sungguh-sungguh, orang shaleh. Pengertian
ini sering digunakan oleh para ahli untuk membedakan golongan yang tidak taat beragama yang sering disebut sebagai “abangan”. b. Orang yang mendalami pengajian yang dalam ajaran Islam dengan
berguru ke tempat jauh seperti pesantren, dan lain sebagainnya.51 Secara terminologis, pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pondok pesantren telah pula mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan perjalanan hidup umat Islam.52 Pondok Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat seorang kyai yang mengajar dan mendidik para santri atau peserta didik dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut dan didukung dengan adanya pondok pesantren sebagai tempat tinggal para santri. Dengan demikian, ciri-ciri umum pondok pesantren adalah kyai, santri, masjid dan pondok.53 Sedangkan ciri khususnya ditandai dengan sifat karismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang mendalam.54 2. Tujuan Pendidikan Pesantren Tujuan lembaga pondok pesantren adalah: 55
51 Sindu Galba, Pesantren sebagai wadah komunikasi (Jakarta: PT.Rhineka Cipta, 1995), hlm. 1 52 Muljiono Damopoli, Pesantren Modern Immim, Cet- 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 57-58
53 A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa ini (Jakarta: Rajawali, 1987), hlm. 323 54 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Studi Pandangan Hidup Kyai), (Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 18
20
a. Tujuan umum pondok pesantren yakni membimbing anak didik untuk
menjadi manusia yang berkepribadian Islam dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi muballigh Islam dalam masyarakat. b. Tujuan khusus pondok pesantren yakni mempersiapkan santri umum
menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. Pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya, yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok : yaitu pembentukan akhlak/kepribadian, penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.56 3. Macam pondok pesantren: a. Pesantren Salaf Dalam konteks pesantren salaf, orientasi utamanya adalah memberikan layanan dalam kajian agama Islam atau tafaqquh fi al-din kepada santri. Ciri-ciri pesantren salaf/tradisional yaitu: Pondok pesantren tradisional masih tetap berkonsentrasi pada kitab-kitab gramatika bahasa Arab klasik. Di pesantren ini pengajaran pengetahuan umum tidak diberikan. Tradisi masa lalu sangat dipertahankan. Pemakaian sistem madrasah hanya untuk mempermudah sistem sorogan yang dilakukan di lembaga pengajaran bentuk lama atau kuno.57 Sistem pengajaran di pesantren adalah bandhongan atau
55 Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (kajian filosofis & kerangka dasar operasionalnya), (Bandung :Trigenda Kerya,1993), hlm. 299
56 M. Dian Nafi’, et al., Praksis Pembelajaran Pesantren (Yogyakarta: LKis pelangi Aksara, 2007), hlm. 50
57 Nur Cholis Madjid, Modernisasi Pesantren (Kritik Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional), (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hlm. 70
21
wetonan dan sorogan. Selain itu menggunakan sistem klasikal (madrasah) salaf.58 b. Pesantren Khalaf
Yaitu pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja, tetapi juga mengajarkan ilmu-ilmu umum. Pergeseran pesantren dengan model terakhir diatas lebih dikenal dengan pesantren khalafi atau pesantren modern. Cirinya adalah pengakomodasian terhadap system kesekolahan dan kemadrasahan.59 Ciri-ciri pesantren khalaf/modern yaitu: Pesantren khalaf tampaknya menerima hal baru yang dinilai baik disamping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik. Mengajarkan pelajaran umum di lingkungan pesantren. Tetapi pengajaran kitab Islam klasik masih tetap dipertahankan dan tradisi salaf sudah di tinggalkan sama sekali.60 Kitab yang dikaji merupakan hasil ulama modern, tetapi dikaji pula beberapa kitab karya ulama terdahulu tapi tidak dijadikan sumber referensi.61 Selain itu, pesantren mulai bersikap terbuka kepada keilmuan modern. Indikatornya adalah masuknya pelajaran bahasa Inggris ke pesantren tertentu.62 4. Karakteristik Pendidikan Pesantren 58 Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal (Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.87
59 Muljiono Damopoli, Op.Cit., hlm.65-66 60 Nur Cholis Madjid, Op.Cit., hlm. 71 61 Siti Sarah. Studi Komparasi Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren Tradisional Dan Modern (studi antara Al Mubarok dengan Al-Irsyad Pekalongan).Skripsi Tarbiyah, (Pekalongan: Stain Press, 2011), Hlm. 114
62 Nur Cholis Madjid, Ibid, hlm. 89
22
Zamakhsyari Dhofier mengatakan karakteristik yang melekat pada pondok pesantren yaitu: a. Pondok
Diantara ciri pokok pesantren memiliki pondok. Bagi santri penting, artinya untuk menumbuhkan atmosfer kesederhanaan, religiositas yang mendalam, terciptanya iklim kondusif di bidang keilmuan pesantren. Melalui pondok, santri dapat melatih dengan ilmu-ilmu praktis, seperti keterampilan berbahasa Arab, Tah ṭfidz Al quran dan keterampilan agama yang lain. Dalam pondok berlangsung sistem pembelajaran secara kekeluargaan. Eksistensi pondok sangat erat kaitannya dengan kepentingan seorang santri dalam menimba ilmunya secara mendalam terhadap kiai.63 b. Masjid Di dunia pesantren masjid juga dijadikan sentral kegiatan pesantren. Bukan saja kegiatan ritual rutin, tetapi juga sebagai tempat berlangsungnya penyelenggaraan proses belajar mengajar, terutama kegiatan kajian kitab, sorogan, muh ṭad ṭarah, dan lain-lain. c. Pengajaran kitab-kitab klasik Pengajaran kitab-kitab klasik merupakan salah satu ciri khas dari pesantren. Kitab-kitab yang ada pada umumnya ditulis oleh para ulama abad pertengahan yang menekankan kajian di sekitar fikih, hadis,ṭ tafsir, maupun akhlak. Di lingkungan pesantren kitab klasik itu lebih dikenal dengan sebutan kitab kuning.64 Pembelajaran kitab klasik 63 Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikam Pesantren (Yogyakarta: Gama Media, 2008), hlm.24
64 Abdul Mujib, Op.Cit., hlm. 300
23
dipandang penting karena dapat menjadikan santri menguasai dua macam sekaligus, yang pertama, bahasa Arab yang merupakan bahasa kitab itu sendiri. Kedua, Pemahaman/ penguasaan muatan dari kitab tersebut. Sedangkan metode yang digunakan dalam mengajarkan kitab di pesantren adalah metode bandhongan atau wetonan dan sorogan. Bandongan dilakukan cara kiai /guru membacakan teks-teks kitab yang berbahasa Arab, menerjemahkan kedalam bahasa lokal, dan sekaligus menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut. Selain bandongan atau cawisan, banyak pesantren yang juga menerapkan model kelas sebagaimana madrasah. Dalam penentuan kitab yang dibaca dalam metode bandhongan, diharapkan mampu meningkatkan kompetensi afektif santri. Minat santri untuk belajar di pesantren dan agar selalu termotivasi dapat selalu ditumbuhkan jika santri ikut merasa memiliki rancangan kurikulum bagi dirinya sendiri.65 Penguasaan kitab kuning juga diasah melalui forum yang disebut bahts al-masāil, musyāwarah, atau munādharah. Dalam forum ini,
mulai
santri
pada
jenjang
menengah,
membahas
atau
mendiskusikan suatu kasus di dalam kehidupan bermasyarakat untuk kemudian dicari pemecahannya secara fiqh (yurisprudensi Islam).66 d. Santri
65 Ridlwan Nasir, Op.Cit, hlm. 137 66 M. Dian Nafi, et al. Op.Cit., hlm. 69
24
Santri merupakan peserta didik yang haus akan pengetahuan dari seorang kiai di suatu pesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofier, ada dua santri yang belajar dalam pesantren: Pertama, santri mukim yaitu santri yang menetap tinggal bersama kiai dan secara aktif menuntut ilmu dari kiai. Kedua, santri kalong, yaitu murid yang berasal dari sekitar pondok atau lainnya yang pola belajarnya tidak menetap dalam lingkungan pesantren, semata-mata belajar dan langsung pulang ke rumah setiap selesai belajar di pesantren. e. Kiai
Ciri yang paling penting bagi lembaga pendidikan seperti pesantren adalah adanya seora ng kiai. Ia berperan penting dalam pengembangan dan penggerak pesantren. Kiai berdimensi ganda, yaitu sebagai pemimpin pondok, sekaligus juga sebagai pemilik pondok itu sendiri.67 5. Dinamika Pembaharuan Pondok Pesantren a. Pembaharuan Metode Pembelajaran Model pembelajaran pesantren pada
mulanya
populer
menggunakan bentuk sorogan, bandongan, halaqah dan hafalan. Menurut Mastuhu dalam buku Pembaharuan Pendidikan Pesantren Karya Amiruddin Nachrawi menyebutkan bahwa pembaharuan metode pembelajaran mulai terjadi sekitar abad ke-20. Yakni dari metode sorogan sudah mulai berganti dengan metode klasikal atau madrasi. Tidak hanya itu, keterampilan juga mulai masuk ke dunia pesantren. Pembelajaran keterampilan seperti bertani, beternak,
67 Ibid., hlm. 27
25
kerajinan tangan mulai akrab di dunia pesantren. Pesantren yang mulai mengadakan pembaharuan terkenal dengan pesantren modern. 68 Ajakan untuk mengadakan pembaharuan dalam segi metode pengajaran sering mendapat hambatan yang tidak ringan. Karena di satu pihak kita melihat metode lama yang tidak mau menerima temuan baru yang belum tentu baik. Di lain pihak metode baru yang menunjukkan kebaruanya menolak metode lama secara keseluruhan. Padahal, metode lama pun masih ada segi positifnya yang perlu b.
dipertahankan dan dikembangkan. Pembaharuan Kurikulum Pada umumnya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, materi pelajarannya mengutamakan pelajaran agama Islam yang bersumber dari kitab-kitab klasik, seperti Tauh ṭid, h ṭadis, tafsir, fikih, dan sebagainya. Kurikulum didasarkan pada tingkat kemudahan dan kompleksitas kitab-kitab yang dipelajari mulai dari tingkat awal, menengah, dan lanjut. 69 Pada umumnya kurikulum kepesantrenan meliputi : Pendidikan agama : Al qur’an/tajwid, Tafsir/ h ṭadits, Akidah, Fikih, Usul fikh, Sejarah Islam, Akidah/ akhlak. Bahasa Arab : Muh ṭādasah, ṭ Muthala’ah, Qiroah, Nahwu, Shorof, Insya’, Mahfudzah, Khat/Imla’, Balaghah yang merupakan kurikulum formal. Dan kurikulum non formal yaitu: Bina bahasa,
Fath al-kutb, latihan pidato, latihan
pramuka, Tah ṭfidz Tilawah al qur’an.70 Dalam perkembangannya, 68 Amiruddin Nahrawi, Op.Cit., Hlm. 28 69Ibid. 70 Muljiono Damopoli, Op.Cit., hlm. 85
26
pesantren modern melakukan pembaharuan kurikulum dengan memasukkan pendidikan umum dalam kurikulum pesantren. Sifatnya bervariasi, ada pesantren yang memasukkan pendidikan 30% agama dan 70% umum, ada pula yang sebaliknya, yakni 80% agama dan c.
sisanya pelajaran umum. Pembaharuan evaluasi Evaluasi jaman dulu legalisasi kelulusannya adalah restu kiai bahwa santri tersebut diizinkan pindah mempelajari kitab lain yang lebih tinggi tingkatannya dan boleh mengajarkan kitab yang dikuasai kepada orang lain.71 Ada beberapa prinsip evaluasi yang harus diperhatikan : Evaluasi dilaksanakan secara kontinyu Evaluasi dilaksanakan secara komprehensif Evaluasi harus obyektif Evaluasi menggunakan alat pengukur yang baik Evaluasi dilaksanakan secara berencana (terprogram).72 Pembaharuan Manajemen Peran lembaga pendidikan Islam dalam menunjang 1. 2. 3. 4. 5.
d.
pengembangan ilmu pengetahuan, diperlukan manajemen yang lebih berhasil guna dan berdaya guna dalam mengelola pendidikan dan pengajaran.73 Dalam konteks pembaharuan manajemen, meskipun peran kiai tetap dipandang penting, tetapi kiai tidak ditempatkan pada posisi penentu kebijakan secara tunggal. Dari sini kerja dimulai dengan pembagian unit kerja sesuai aturan yang ditetapkan pimpinan 71 Amiruddin Nahrawi, Op.Cit., Hlm. 30 72 Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Op.Cit., hlm. 217-218 73 Teuku Amiruddin, Reorientasi Manajemen Pendidikan Islam di Era Indonesia Baru, (Jakarta: UII Press, 2000), hlm. 16
27
pesantren dan kekuasaan kiai telah terdistribusi kepada person-person lain yang dipercaya mengemban tugas. Dan mekanisme kerja mulai diarahkan sesuai dengan visi dan misi pesantren.74
74Amiruddin Nahrawi, Op.Cit., hlm. 30-31