8
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ryandi Simanjutak (2013) dengan judul “Risiko Produksi Apyam broiler Pada Peternakan Di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Penelitian ini menggunakan metode sengaja (purposive) dengan 10 peternak ayam broiler serta menggunakan metode untuk menghitung probabilitas dan dampak dari sumber risiko adalah z-score dan Value at Risk (VaR). Penelitian ini mempunyai kesimpulan bahwa sumber risiko produksi pada peternakan di Kecamatan Pamijahan adalah cuaca, hama, predator, penyakit, dan gangguan lingkungan. Berdasarkan probabilitas dalam sumber risiko yang memiliki probabilitas terendah adalah gangguan lingkungan. Dampak terbesar oleh sumber risiko penyakit sedangakan sumber risiko yang memiliki dampak terkecil adalah gangguan lingkungan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Lukman Hakim (2012) dengan
judul “ Manajemen Risiko Usaha Peternakan Ayam broiler (Broiler) di Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep”. Penelitian ini menggunakan metode secara sengaja (purposive) , menganalisis tingkat risiko dan metode analisis deskriptif kualitatif dalam mendiskripsikan manajemen risiko. Penelitian ini mempunyai kesimpulan sumber risiko terbesar dalam produksi ayam broiler adalah stres panas dan penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease). Tingkat risiko kegiatan peternakan ayam broiler tergolong sebagai kegiatan yang risikonya rendah karena nilai KV≤0,5, sebagian besar peternak telah memanajemen risiko budidaya dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan besarnya peternak (90%) telah melakukan kegiatan yang dapat mereduksi risiko pada saat sebelum kegiatan beternak (manajemen ex-ante) dan pada saat setelah terjadi risiko (manajemen ex-post). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Siti Robi’ah (2006) dengan judul “Manajemen Risiko Usaha Peternakan Broiler (Studi Kasus di Sunan Kudus 8
9
Farm Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor)”. Penelitian ini menggunakan menggunakan metode studi kasus di sunan kudus farm kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor serta menggunakan metode analsisi risiko yaitu menghitung uji normalitas, standar deviasi dan koefisen variasi (CV) serta menggunakan analisis keputusan berisiko dengan bantuan diagram keputusan (decision tree). Penelitian ini mempunyai kesimpulan bahwa tingginya tingkat risiko (1,3) yang dihadapi oleh budidaya peternak broiler. Risiko yang dihadapi peternak adalah fluktuasi harga input (pakan dan DOC). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh I Made Joni Abdi Wiranata (2013) dengan judul “Manajemen Produksi Dan Analisis Risiko Peternakan Ayam BroilerPlasma Di Desa Ciseeng Parung Bogor”. Penelitian ini menggunakan metode
studi
kasus
dengan
pendekatan
sengaja
(purposive)
serta
menggunakan metode untuk menghitung manajemen risiko dan analisis menggunakan probabilitas risiko dan dampak serta dilakukan pemetaan risiko dan strategi risiko. Penelitian ini mempunyai kesimpulan sumber risiko yang paling tinggi penyakit, predator dan cuaca. Alternatif strategi preventif risiko cuaca, adalah: penambahan blowerdan pemberian vitamin C. Alternatif strategi preventif risiko penyakit adalah: SOP dengan biosekuriti yang ketat. Penelitian terdahulu ini dapat menyimpulkan bahwa dari setiap budidaya perlu adanya pengendalian. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah manajemen risiko terkait dengan penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah pada tempat, metode dan hasil yang akan diteliti.
10
B. Tinjauan Pustaka 1. DOC Day Old Chick (DOC) adalah komoditas unggulan perunggasan hasil persilangan dari jenis-jenis ayam
berproduktifitas tinggi yang memiliki
nilai ekonomis tinggi. Salah satu ciri khas yang dimiliki komoditas ini adalah memiliki pertumbuhan yang sangat cepat. DOC (Day Old Chick) merupakan faktor produksi utama dalam budidaya ternak ayam broiler. Beberapa ciri DOC (Day Old Chick) yang berkualitas baik diantaranya adalah bebas dari penyakit, bobot tidak kurang dari 37 gram, DOC (Day Old Chick) terlihat aktif, berbulu cerah, kakinya besar dan basah, tampak segar, tidak ada cacat fisik, dan tidak ada lekatan tinja di duburnya. DOC (Day Old Chick) yang baik akan menghasilkan ayam broiler dewasa yang baik pula, dimana daging ayam broiler mengandung protein hewani yang tinggi. Selain itu DOC (Day Old Chick) yang berkualitas juga dapat dilihat dari tingkat mortalitas yang rendah, dengan standar tingkat mortalitas sebesar 4-5 persen dari total populasi per periode (Fadilah et al dalam David , 2013). Menurut Hardjosworo dan Rukmiasih (2000), pengertian bibit dalam perunggasan ada dua macam yaitu : a. Bibit yang diambil keturunannya untuk dibudidayakan sebagai penghasil daging atau telur b. Bibit yang langsung dibudidayakan sebagai penghasil daging atau telur yang dikenal sebagi bibit akhir final stock atau bibit komersial (commercial stock). Tingginya faktor stres yang ada, terutama disebabkan oleh prosesproses yang terjadi dilingkungan penetasan seperti seleksi dan penghitungan DOC (Day Old Chick), transportasi serta kondisi di lingkungan induk buatan setelah menetas dapat mengakibatkan kondisi umum DOC (Day Old Chick) akan menurun, rendahnya nafsu makan serta terganggunya penyerapan sisa kuning telur (Wahyu, 2004). Keberhasilan pemeliharaan ayam secara umum ditentukan oleh manajemen sebelum anak ayam atau DOC (Day Old Chick) masuk dalam kandang. Manajemen ini memang
11
sangat membutuhkan perhatian khusus karena secara garis besar dalam periode ini peternak dituntut untuk bisa menciptakan tempat dan kondisi yang nyaman bagi anak ayam sebagai langkah awal untuk mencapai performans yang optimal (Murtidjo, 1987). 2. Ayam broiler Ayam broiler merupakan salah satu jenis ayam yang sangat efektif untuk menghasilkan daging. Dalam pemeliharaan ayam broiler ini, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sehingga budidaya tersebut harus mempunyai manajemen yang baik. Salah satu aspek dari manajemen adalah tatalaksana
perkandangan.
Kandang
yang
biasa
digunakan
dalam
pemeliharaan ayam broiler adalah kadang sistem litter. Penggunaan alas kandang akan berpengaruh besar terhadap produktifitas unggas seperti pertambahan bobot badan dan produksi, karena masing-masing alas kandang
mempunyai
pemeliharaan
unggas
kelebihan
dan
diperlukan
kekurangan
ketelitihan
tersendiri
dalam
dalam
memilih
dan
menggunakan alas kandang, agar unggas dapat berproduksi setinggi mungkin (Murtidjo, B. A dalam Rachmawati et al, 2011). Ayam broiler ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyumbang ketersediaan daging yang murah bagi masyarakat dari semua kalangan masyarakat sekitar. Ayam broiler merupakan jenis ternak yang banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ayam broiler merupakan ternak yang cepat dalam pertumbuhannya, hal ini dikarenakan ayam broiler merupakan hasil pengembangan dari teknologi sehingga dalam berbudidaya ayam broiler memiliki sifat-sifat yang menguntungkan (Pratikno, H dalam Sulistoningsih dan Rakhmawati, 2014). Secara umum ayam broiler mempunyai faktor genetis atau sifat – sifat yang bagus yakni berproduksi tinggi. Akan tetapi didalam pelaksanaan pemilihan bibit dan tata laksana tidak dapat melupakan adanya berbagai macam
penggolongan
dari
ayam
broiler.
Sebab
dengan
adanya
penggolongan – penggolongan ayam broiler akan dapat mempermudah bagi
12
peternak untuk pemilihan bibit serta pemeliharan ayam ke tahap selanjutnya (Aak dalam Krismadita, 2014). Industri ayam broler di Indonesia sebagaimana juga di negara maju dimulai dari budidaya hobi di halaman rumah, yang kemudian berkembang menjadi budidaya komersil walaupun dalam ukuran budidaya rakyat, Selanjutnya karena perkembangan ekonomi, terjadi peningkatan investasi dan teknologi yang mendorong perubahan struktur industri yang mencakup perkembangan semua perangkat atau komponen industri dalam skala besar. Dalam kurun waktu 20 tahun, sejak dimulai tahun 1975 hingga 1995, peternakan ayam ras rakyat telah berkembang menjadi salah satu industri nasional yang sangat penting, sekalipun hampir seluruh komponen industri dibangun secara padat modal. Saat ini, telur ayam ras dan daging ayam broiler telah memberikan sumbangan masing-masing 50 peresen dan 60 persen dari total produksi (Statistik Peternakan dalam Sayuti et al, 2004). 3. Mortalitas Angka kematian adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya peternakan ayam. Pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Angka kematian minggu pertama selama periode pertumbuhan tidak boleh lebih dari 1%, kematian pada minggu selanjutnya harus relatif rendah sampai hari akhir minggu tersebut dan terus dalam keadaan konstan sampai berakhirnya periode pertumbuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase kematian antara lain adalah bobot badan, strain, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan dan penyakit (Sugiarto, 2008). Menurut Bell dan Weaver dalam Nisa (2008), pemeliharaan ayam broiler secara komersial dinyatakan berhasil jika angka kematian secara keseluruhan kurang dari 5%. Lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat umur pada saat terjadi mortalitas juga menunjukkan tingkat persentase mortalitas yang berbeda Lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat umur pada saat terjadi mortalitas juga menunjukkan tingkat persentase mortalitas yang berbeda.
13
Ayam broiler umur 6-8 minggu memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi daripada ayam broiler umur 2-4 minggu. 4. Risiko Sumber resiko dapat menimbulkan kondisi yang kondusif terhadap bencana yang menimbulkan kerugian dan kerugian adalah penyimpangan yang tidak diharapkan. Kemungkinan kejadian demikianlah yang kita namakan risiko. Ada beberapa kategori overlapping (tumpang tindih) diantara kategori-kategori ini, namun sumber penyebab kerugian (dan resiko) dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi. Menetukan sumber risiko adalah penting karena mempengaruhi cara penaganannya (Darmawi, 2013). Ada
beberapa
hal
penyebab
risiko,
salah
satunya
adalah
ketidakpastian produksi. Menurut Kadarsan (1992), sebab-sebab terjadinya risiko dibidang pertanian ada lima yaitu ketidakpastian produksi, ketidakpastian harga, tindakan perbudidayaan dan pihak lain, risiko karena sakit, keelakaan, atau kematian, serta perkembangan teknologi. Lahan dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi (favorable environment), mengindikasikan risiko produksi yang terjadi relatif kecil (Tahir, 2011). Menurut Harwood et. al (1999) dan Moschini dan Hennessy (1999), beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya : a. Risiko Produksi merupakan merupakan budidaya yang sering ditandai dengan varibialitas hasil produksi yang tinggi atau risiko yang tinggi. Faktor dalam produksi meliputi hama,cuaca,penyakit, akan dapat menghalangi maksimalnya produksi yang mungkin menyebabkan penurunan jumlah produksi bahkan kerugian produksi. b. Risiko Pasar atau Harga merupakan sumber penting dari risiko yang mempengaruhi harga input dan output. Harga cenderung berubah dan tidak memiliki kestabilan serta tidak adanya kepastian.Varibilitas harga berasal
dari
pengaruh
pasar
baik
pasar
endogen
maupun
eksogen.Perubahan yang terjadi di pasar akan dipengaruhi oleh kondisi permintaaan maupun penawaran. Perubahan harga yang dihadapi oleh
14
pelaku akan mempengaruhi minat dan kesediaan mereka untuk memproduksi suatu jenis komoditinya. c. Risiko Kelembagaan merupakan risiko yang berasal dari kelembagaan yaitu adanya aturan yang membuat anggota dari suatu organisasi menjadi kesulitan dalam memasarkan atau meningkatkan produksinya dana akses petani terhadap lembaga modal terbatas. d. Risiko Kebijakan merupakan risiko yang berasal dari risiko kebijakan yaitu adanya kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan budidaya. e. Risiko Finansial merupakan tambahan resiko yang ditanggung oleh mereka para pemegang saham biasa disebabkan karena adanya pengambilan keputusan oleh perbudidayaan menggunakan hutang. Pengukuran risiko merupakan hal yang sangat penting dalam analisis keuangan mengingat hal ini berkenaan dengan investasi dana yang cukup besar seringkali pula berkenaan dengan dana publik. Salah satu aspek yang penting dalam analisis risiko adalah perhitungan Value at Risk (VaR), yang merupakan pengukuran kemungkinan kerugian terburuk dalam kondisi pasar yang normal pada kurun waktu T dengan tingkat kepercayaan tertentu α.
Secara sederhana VaR ingin menjawab pertanyaan, seberapa besar
(dalam persen atau sejumlah uang tertentu) suatu organisasi, perbudidayaan atau individu dapat merugi selama waktu investasi T dengan tingkat kepercayaan sebesar α. Dalam hal ini, nilai tingkat kepercayaan harus dapat merefleksikan probabilitas baku dari horizon waktu investasi. Kurun waktu perhitungan risiko pun mesti memperhatikan periode likuidasi dari asset berisiko dan waktu recovery dari proses-proses berisiko yang terhitung gagal (Fauzi, 2013). 5. Manajemen Risiko Manajemen risiko adalah arena terus berkembang yang tujuan utamanya adalah untuk mendefinisikan mekanisme pencegahan dan pengendalian untuk mengatasi risiko yang melekat dari kegiatan dan aset berharga, dimana risiko didefinisikan sebagai kombinasi dari probabilitas
15
dan konsekuensinya (ISO/IEC Guide 73 dalam Barateiro , 2010) . Mengakui bahwa manajemen risiko prihatin dengan baik positif dan negatif konsekuensi dari risiko. Manajemen risiko merupakan suatu pendekatan yang dilakukan terhadap
risiko
yaitu
dengan
memahami,
mengidentifikasi
dan
mengevaluasi risiko suatu proyek. Kemudian mempertimbangkan apa yang akan dilakukan terhadap dampak yang ditimbulkan dan kemungkinan pengalihan risiko kepada pihak lain atau mengurangi risiko yang terjadi. Manajemen risiko adalah semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko yaitu perencanaan (planning), penilaian (assessment), penanganan
(handling)
dan
pemantauan
(monitoring)
risiko
(Kerzner, H dalam Labombang, 2011). Manajemen resiko mempunyai arti lebih luas yaitu semua resiko yang terjadi didalam masyarakat (kerugian harta, jiwa, keuangan, budidaya, dan lain – lain) ditinjau dari segi perbudidayaan. Manajemen resiko berhubungan erat dengan fungsi, fungsi perbudidayaan fungsi keuangan, fungsi akuntansi, fungsi pemasaran, fungsi produksi, personalia, dan fungsi teknik dan pemelihara. Tujuan yang hendak dicapai dengan manajemen resiko
ialah
dalam
mengelola
perbudidayaan
supaya
mencegah
perbudidayaan dari kegagalan, mengurangi pengeluaran, menaikkan keuntungan perbudidayaan, menekan biaya produksi dan sebagainya (Salim, 2000). Manajemen risiko adalah budidaya seorang manajer untuk mengatasi kerugian secara rasional (objektif dan logis) agar tujuan yang diinginkan, berupa keuntungan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Secara khusus manajemen risiko diartikan sebagai pengelolaan variabilitas pendapatan oleh seorang manajer dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambilnya dalam menggarap situasi yang tidak pasti. Pemahaman manajemen resiko yang baik akan dapat mengurangi kerugian. Dengan kata lain, akan dapat menambah tingkat
16
keyakinan bagi pembuat keputusan dalam mengurangi risiko kerugian (Sofyan dalam robi’ah, 2006). Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah: a. Perencanaan memutuskan
manajemen bagaimana
risiko,
perencanaan
mendekati
dan
meliputi
langkah
merencanakan
aktivitas
manajemen risiko untuk proyek. b. Identifikasi risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya) dihadapi oleh setiap pelaku bisnis. c. Analisis risiko kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah proses menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari risiko yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek (Lokobal A, 2014). Ada empat cara menangani risiko yaitu dengan cara menghindari dengan tidak mengambil risiko, mencegah timbulnya risiko untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko, mengurangi kerugian akibat risiko untuk meminimalkan akibatnya, mengalihkan risiko ke pihak lain. Suatu risiko yang kemungkinan terjadinya besar dan konsekuensinya juga besar maka cara yang terbaik untuk menangani risiko tersebut adalah menghindar. Jika tidak dapat menghindar dan harus menghadapi risiko maka cara yang bisa dilakukan adalah mencegah; membuat kemungkinan terjadinya risiko sekecil mungkin. Selain mencegah kerugian, akibat dari kerugian itu perlu dikurangi, pengurangan kerugian akibat risiko dilakukan terutama jika konsekuensi dari risiko tersebut besar. Dengan demikian pengurangan kerugian dilakukan untuk memperkecil konsekuensi. Beberapa risiko
tidak
dapat
dicegah,
kemungkinan
terjadinya
dikurangi
konsekuensinya. Jika risiko tersebut tidak dapat dicegah atau dikurangi, ada cara lain yang dapat dilakukan yaitu menyiapkan dana atas risiko tersebut. Alternatif penanganan risiko pada produk pertanian ada beberapa cara yaitu dengan diversifikasi budidaya, integrasi vertikal, kontrak produksi, kontrak pemasaran, perlindungan nilai dan asuransi (Astuti, 2013).
17
6. Risiko Produksi Risiko produksi
pada produksi
pertanian
lebih besar
jika
dibandingkan dengan kegiatan bisnis lainnya. Sebagai contoh adalah dalam kegiatan pertanian petani tidak dapat menentukan secara pasti jumlah hasil produksi yang dihasilkan dengan penggunaan input tertentu, hal ini sangat berbeda dengan kegiatan manufaktur dimana pembudidaya sudah dapat memastikan berapa output yang mereka peroleh dengan penggunaan input tertentu. Dalam budidaya pertanian, hasil yang diperoleh dapat lebih kecil dari hasil yang diperhitungkan sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi petani (Simanjuntak, 2013). Risiko produksi adalah kemungkinan peluang terjadinya penurunan produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Risiko tersebut terjadi dari berbagai sumber risiko yang dapat menurunkan produksi, seperti kondisi alam yang tidak stabil yang dapat menyebabkan ayam broiler terserang penyakit dan dapat meningkatkan kematian pada ayam broiler tersebut. adanya indikasi bahwa risiko produksi adalah dengan melihat tingkat bobot ayam terhadap pakan sehingga menghasilkan produksi yang tidak stabil (Nugraha, 2011). Menurut Harwood dalam Santoso (2011), Faktor risiko produksi dalam kegiatan agribisnis disebabkan adanya beberapa hal yang tidak dapat dikontrol terkait dengan iklim dan cuaca, seperti curah hujan, temperatur udara, hama dan penyakit. Selain itu, teknologi juga berperan dalam menimbulkan risiko pada kegiatan agribisnis. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya justru dapat menyebabkan penurunan produktivitas alih-alih efisiensi yang diharapkan. Risiko produksi juga dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang tepat. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi seperti luasan kandang, DOC, pakan, sekam, pemanas DOC, tenaga kerja, air, vitamin, obat-obatan dan vaksin. Jika penggunaan input yang tidak tepat waktu dan takaran maka akan mempengaruhi risiko produksi. Selain itu, risiko produksi juga dapat terjadi dari sumber risiko.
18
Sumber risiko tersebut adalah seperti adanya perubahan cuaca yang tidak menentu, sumber daya manusia yang tidak terampil, serta hama yang menimpa peternak ayam broiler. Jika keadaan cuaca lembab maka diperlukan penanganan kandang yang baik. Hal tersebut dilakukan agar sirkulasi udara tetap terjaga dan kandang tetap dalam keadaan kering, karena jika keadaan kandang kering atau tidak lembab maka hama tidak cepat berkembang biak dan ayam juga tidak mudah terserang penyakit (Nugraha, 2011). Sama seperti budidaya agribisnis pada umumnya budidaya peternakan ayam broiler umumnya menghadapi beberapa kendala yang merupakan hambatan. Seperti yang sudah diketahui bahwa dalam kegiatan budidaya agribisnis khususnya kegiatan budidaya,pengbudidaya dihadapkan pada risiko yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sub sektor lainnya. Risiko yang sering ditemukan dalam budidayaternak ayam broiler ini adalah risiko produksi. Pengelolaan budidayaternak khususnya ayam broiler selalu dihadapkan pada risiko produksi, karena proses budidaya dipengaruhi oleh alam dan prosesnya tidak singkat. Risiko produksi pada peternakan ayam broiler ditandai dengan adanya mortalitas ayam pada setiap periode produksi. Mortalitas atau kematian ayam menyebabkan penerimaan peternak menjadi berkurang. Salah satu contoh kasus risiko produksi yang dihadapi oleh peternakan ayam broiler adalah terjadinya kematian ayam akibat kasus flu burung (avian influenza) (Simanjuntak, 2013). Peternakan yang merupakan salah satu bagian dari subsektor agribisnis yang produknya memiliki karakteristik seperti bergantung terhadap alam, mudah rusak, membutuhkan tempat. Jadi dalam budidaya peternakan sangat rentan terhadap risiko karena yang menjadi komoditi budidaya adalah makhluk hidup. Menjalankan budidaya yang berkaitan dengan peternakan terdapat beberapa risiko yang akan dihadapi oleh peternak. Adapun bentuk risiko yang akan dialami pada bisnis peternakan seperti produk yang dihasilkan rawan terhadap penyakit, seperti peternakan unggas terserang oleh flu burung, peternakan sapi terserang oleh penyakit
19
sapi gila. Selain itu ternak membutuhkan perawatan yang intensif dan harus dilakukan secara berkala, yaitu termasuk dengan mengundang dokter hewan atau orang yang ahli dalam bidang peternakan untuk mengecek agar hewan ternak selalu dalam keadaan baik untuk dijual dan dikonsumsi. Risiko selanjutnya dalam peternakan unggas yaitu kualitas dan mutu bibit ternak serta komoditi yang rawan terhadap penyakit sehingga mempengaruhi hasil perkembangan ternak kedepanserta harga jualnya di pasaran (Arwita, 2013). C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Permasalahan yang ditemukan di Kabupaten Boyolali pada komoditas Ayam broiler ini permasalahan produksi. Didalam ayam broiler permasalahan yang utama adalah produksi. Permasalahan produksi yang ada dalam ayam broiler berupa risiko. Risiko merupakan permasalahan yang dapat menurunkan produksi ayam broiler. Pada dasarnya seseorang melakukan suatu budidaya mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimum. Keuntungan yang maksimum dapat dicapai melalui beberapa pertimbangan yang matang untuk mengambil suatu keputusan. Karena budidaya dikatakan berhasil atau tidak dapat ditentukan oleh biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh dalam satu musim. Biaya budidaya ayam broiler ini yang dikeluarkan berupa biaya tetap dan biaya variabel. Penjumlahan biaya tetap dan variabel adalah biaya total budidaya. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung pada tingkat output. Biaya variabel merupakan biaya yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan output. Biaya variabel yang dikeluarkan dalam budidaya ayam broiler di Kabupaten Boyolali. Input dapat dipengaruhi oleh biaya DOC (Day Old Chick), biaya pakan, biaya vaksinasi, dan biaya obat-obatan. Penerimaan dalam budidaya ayam broiler adalah besarnya produksi yang dihasilkan dikali harga jual. Selisih antara penerimaan dan biaya total akan diperoleh keuntungan budidaya ayam broiler. Dalam menjalankan suatu budidaya untuk memperoleh keuntungan, peternak akan menghadapi masalah atau risiko budidaya yang dilakukan. Risiko merupakan suatu masalah yang ada didalam budidaya dan tingkat keuntungan yag diperoleh tidak sesuai
20
harapan. Risiko dalam budidaya ayam broiler ini adalah risiko harga dan produksi. Tetapi dalam penelitian ini risiko harga tidak diamati, melainkan dapat dihitung dengan ukuran keragaman (variance) dan simpangan baku (standar deviation). Koefien variasi (CV) adalah perbandingan antara risiko yang harus ditanggung peternak dengan jumlah keuntungan rata-rata yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan pada proses produksi ayam broiler.
Sehingga perlu adanya manajemen risiko untuk
membantu suatu budidaya yang baik atau sesuai dengan keinginan peternak. Di Kabupaten Boyolali merupakan suatu sektor yang ingin meningkatkan perekonomiannya terutama pada sub sektor peternakan. Sehingga banyak peternak yang bersaing untuk mengembangkan suatu budidaya ternak ayam seperti ayam broiler, ayam kampung maupun ayam petelur. Oleh karena itu, diperlukan manajemen risiko agar dapat membantu peternak untuk mengetahui dan mengurangi risiko dalam melakukan budidaya. Menurut Djojosoedarso (1999) manjemen risiko penting untuk menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita perbudidayaan, sebagai akibat ketidakpastian terjadinya suatu peristiwa yang merugikan Adanya alur kerangka pemikiran ini dapat menggambarkan pengaruh manajemen resiko yang dapat melatarbelakangi oleh peternak. Dari adanya manajemen resiko tersebut perlu adanya pengaruh risiko yang ada dalam budidaya seperti risiko produksi. Sehingga dengan penelitian ini dapat mempengaruhi peternak ayam untuk memanajemen risiko dalam budidayanya.
21
Proses Budidaya Ayam broiler
Input
Dipengaruhi oleh : 1.DOC 2. Pakan ayam 3.Vaksinasi 4.Obat-obatan
Proses Produksi
Dipengaruhi oleh : 1. Air 2. Udara 3. Penyakit
Output
Dipengaruhi oleh : Jumlah Produksi Ayam
Harga Jual Ayam
Risiko Produksi Risiko Harga
Biaya Total
Penerimaan Total Keuntungan
Risiko
Manajemen Risiko Gambar 1. Bagan Kerangka Teori Pendekatan Masalah
22
D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga besarnya risiko dalam budidaya ayam broiler di Kabupaten Boyolali adalah tinggi. E. Asumsi 1. Seluruh hasil produksi ayam broiler di Kabupaten Boyolali dijual. 2. Keseluruhan input yang digunakan dalam budidaya ayam broiler diperoleh dari pembelian. F. Pembatasan Masalah 1. Data yang diambil pada budidaya ayam broiler di Kabupaten Boyolali dibatasi data empat musim budidaya pada tahun 2015 dan dilakukan penelitian pada Bulan 01 Maret – 31 Maret 2016 di Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali. 2. Variabel yang akan diteliti antara lain DOC (Day Old Chick), Pakan ayam, vaksinasi dan obat-obatan. G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Proses budidaya ayam broiler merupakan suatu proses pemeliharaan ayam dari masa anakan ayam sampai masa panen. Masa panen ayam broiler pada umur 40 hari. 2. Input merupakan masukan untuk menjalanakan budidaya yang terdiri dari day DOC (Day Old Chick), pakan, vaksin dan obat-obatan. Baik dilihat secara biaya, jumlah input dapat dihitung dengan menjumlahkan seluruh kebutuhan yang digunakan. 3. Proses merupakan penggabungan dari berbagai input yang akan menghasilkan output. Keberhasilan dalam bidang peternakan sangat tergantung pada kondisi produknya. Meskipun input yang digunakan telah baik, produk yang didapatkan tidak baik maka dalam budidaya memiliki risiko. 4. Output merupakan hasil dari proses budidaya ayam broiler yaitu ayam broiler yang siap panen dan siap dijual.
23
5. Day Old Chick (DOC) adalah anakan ayam yang masih berumur 1 hari sampai 2 minggu. 6. Pakan merupakan bahan konsentrat untuk ayam broiler yang sudah dikemas dalam sak yang berukuran 50 kg/sak. 7. Vaksinasi merupakan salah satu input terpenting pada pemeliharaan kesehatan ayam. Vaksinasi yang dilakukan di peternakan yaitu untuk pencegahan penyakit ND, AI, Gumboro, dan lain-lain (tergantung kondisi farm setempat). 8. Obat-obatan merupakan benda yang dapat mencegah atau membebaskan gejala penyakit yang terdapat di ayam broiler. Obat yang digunakan seperti obat cacing,ngorok, berak, gumboro dan lain- lain. 9. Air merupakan minuman untuk ayam broiler yang ditempatkan pada litter atau tempat minum ayam. 10. Udara merupakan suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan bumi dan berperan sangat penting untuk kehidupan terutama pada kesehatan pernapasan termasuk dalam budidaya ayam broiler., sehingga udara memungkinkan terjadinya risiko ayam broiler dalam . 11. Penyakit merupakan suatu keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan yang tidak normal. Penyakit yang biasa terjadi diayam broiler ngorok, berak, gumboro, cacing dan lain-lain. 12. Jumlah produksi merupakan jumlah total hasil budidaya ayam broiler yang dilakukan oleh peternak. Dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg) atau ekor. 13. Harga jual ayam merupakan nilai rupiah dari ayam broiler yang akan dijual. Dinyatakan dalam satuan rupah (Rp). 14. Biaya budidaya ayam broiler merupakan biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk melakukan budidaya ayam broiler. Biaya yang terdiri dari biaya tetap dan variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang digunakan dalam proses budidaya ayam broiler yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah ayam broiler. Contohnya biaya tetap yaitu kandang dan pajak tanah.
24
Biaya variabel merupakan biaya yang digunakan dalam proses budidaya ayam broiler yang besarnya berubah tergantung pada jumlah yang dipanen. Contohnya biaya variabel
yaitu tenaga kerja, vaksin, obat, pakan dan
DOC. Biaya tetap dan biaya variabel dapat dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 15. Penerimaan merupakan sebagai nilai produk total budidaya dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan dihitung dengan mengalikan antara jumlah produksi
ayam broiler dengan harga per kilogram ayam broiler yang
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 16. Keuntungan merupakan suatu nilai lebih yang didapatkan oleh peternak dari budidaya yang dilakukan.
Keuntungan ini dapat dihitung dengan
mencari selisih antara peneriman total dengan biaya total budidaya ayam broiler dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). 17. Risiko merupakan suatu kendala oleh peternak dalam melakukan budidaya ayam broiler yang menyebabkan kerugian. Cara mengukurnya dengan perhitungan perhitungan koefisien variasi (CV) dan batas bawah pendapatan (L). Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ≥ 0 menyatakan bahwa budidaya ayam broiler di Kabupaten Boyolali akan selalu terhindar dari kerugian. Apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diterima peternak dalam melakukan budidaya ayam broiler di Kabupaten Boyolali. 18. Risiko produksi merupakan suatu keadaan yang tidak bisa dipastikan dalam melakukan budidaya ayam broiler yang mengakibatkan fluktuasi dalam hasil produksinya. 19. Risiko harga merupakan ketidakpastian yang terjadi pada budidaya ayam broiler dalam proses penjualan. Risiko harga dapat muncul karena penawaran maupun permintaan yang diharapkan oleh peternak tidak seperti yang diinginkan. 20. Manajemen risiko merupakan cara untuk mengendalikan atau mengurangi kerugian dalam suatu budidaya budidaya ayam broiler, sehingga akan dapat membantu untuk mencegah dan memperbaiki risiko dalam budidaya ayam
25
broiler. Mencegah yang berarti menghindari atau mengurangi risiko yang muncul dalam budidaya ayam broiler sedangkan memperbaiki yang berarti mengurangi efek resiko yang terjadi atau sebelum terjadi.