perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Ikterus a.
Definisi Ikterus neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z,15Z-bilrubin-IX-alpha), yakni isomer yang terbentuk secara alami dari degradasi heme. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL (Sukadi, 2008; Wong, 2007). Cohen (2010) mengatakan bahwa ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi bilirubin menyebabkan peningkatan bilirubin yang beredar di sirkulasi tubuh, sehingga dapat terjadi ikterus. Ikterus neonatorum atau hiperbilirubinemia pada neonatus sering ditemukan pada minggu pertama setelah lahir atau bayi kecil (<2500 gram) dan kurang bulan (<37 minggu). Hiperbilirubinemia merupakan istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
didapatkan hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar bilirubin (Kosim, 2007). b.
Klasifikasi Ikterus 1) Ikterus Fisiologis Umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Ikterus fisiologis timbul pada hari kedua dan ketiga serta tidak mempunyai dasar patologis atau tidak ada potensi menjadi kernikterus (Sukadi, 2008; Muslihatun, 2010). Setiap neonatus secara umum mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang dari 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir adalah kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ketiga sampai kelima kehidupan dengan kadar 5 – 6 mg/dL kemudian menurun kembali dalam minggu pertama. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dL (HTA, 2004). 2) Ikterus Non Fisiologis Ikterus biasanya fisiologis, namun terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan ikterus menjadi non fisiologis, seperti: a) Timbul dalam 24 jam kehidupan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
b) Bilirubin total atau bilirubin tak terkonjugasi pada bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan > 10 mg/dL. c) Peningkatan bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam. d) Ikterus menetap pada usia > 2 minggu. e) Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi atau terdapat faktor risiko (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu tidak stabil). c.
Metabolisme Bilirubin Menurut Wong dan Hockenberry dalam Rahmah (2010), bilirubin merupakan produk yang dihasilkan dari pemecahan hemoglobin menjadi dua jenis, yakni heme dan globin. Globin (protein) digunakan atau diserap oleh tubuh, sedangkan heme masuk menjadi bilirubin tak terkonjugasi, zat yang tidak larut dalam air dan terikat oleh albumin. Heme pada awalnya akan mengalami reaksi oksidasi dengan heme oksigenase membentuk biliverdin. Biliverdin yang dihasilkan bersifat larut dalam air dan secara cepat diubah menjadi bilirubin dengan menggunakan enzim biliverdin reduktase. Bilirubin yang dibentuk di sistem retikuloendothelial selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi dan berikatan dengan albumin. Bilirubin ini disebut sebagai bilirubin tak terkonjugasi untuk selanjutnya dibawa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
ke liver (Sukadi, 2008). Bilirubin terpisah dari molekul albumin di liver untuk kemudian berikatan dengan ligandin. Selanjutnya bilirubin tak terkonjugasi ini dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air dengan bantuan enzim glucuronyl transferase, yang akan diekskresikan lewat empedu. Kemudian di usus dengan bantuan bakteri bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen dan sterkobilinogen, yakni pigmen yang memberikan warna pada urin dan feses, namun hanya sedikit yang dieliminasi melalui urin (Wong dan Hockenberry dalam Rahmah, 2010). Pada neonatus, terdapat proses dekonjugasi bilirubin, yaitu perubahan bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Proses ini berlangsung pada usus halus bagian proksimal dengan bantuan enzim beta glukoronidase. Bilirubin tak terkonjugasi ini selanjutnya direabsorbsi di sirkulasi sehingga dapat meningkatkan total plasma bilirubin. Siklus pengambilan bilirubin dalam hepar, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi dan reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik (Hansen, 2014). d. Etiologi Ikterus Menurut Hassan dan Alatas (2007) serta Hansen (2014) secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi menjadi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
1) Produksi yang berlebihan Produksi
bilirubin
meningkat
akibat
peningkatan
pemecahan eritrosit oleh fetus. Hal ini menyebabkan pemendekan masa hidup eritrosit pada neonatus dan melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, defisiensi enzim G-6-PD, dan perdarahan tertutup. 2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar. 3) Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat. Defisiensi albumin dapat menyebabkan meningkatnya bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. 4) Gangguan dalam ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. Selain itu, pada ibu yang mengalami kesulitan menyusui bayinya dapat menyebabkan penurunan intake nutrien dan cairan pada bayi. Hal ini mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik karena pasase mekonium pada bayi terlambat pengeluarannya. e.
Faktor Risiko Ikterus Menurut Moeslichan (2004) faktor risiko yang dapat menimbulkan ikterus antara lain sebagai berikut: 1) Faktor maternal a) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani) b) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) c) Penggunaan oksitosin dalam larutan hipotonik d) ASI 2) Faktor perinatal a) Trauma lahir b) Infeksi 3) Faktor neonatus a) Prematuritas b) Genetik c) Obat-obatan d) Rendahnya asupan ASI commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
e) Hipoglikemik f) Hipoalbuminemia Hasil penelitian Tazami et al. (2013) mengenai gambaran faktor risiko ikterus neonatorum didapatkan bahwa faktor maternal yakni frekuensi pemberian ASI yang kurang dari 8 kali sehari meningkatkan risiko terjadinya ikterus neonatorum. Selain itu halhal lain yang berpengaruh terhadap ikterus antara lain usia gestasi, berat lahir, dan komplikasi seperti asfiksia atau sepsis pada neonatus. f.
Pemeriksaan Ikterus 1) Visual Penilaian derajat ikterus dapat dilakukan menurut Kramer dengan cara menekan jari telunjuk ke bagian badan bayi dengan tulang menonjol, seperti tulang hidung, tulang dada, tulang lutut, dan lain-lain lalu perhatikan apakah setelah ditekan muncul warna kekuningan di kulit bayi. Kramer membagi tubuh bayi menjadi 5 bagian untuk menilai ikterus seperti yang dijelaskan pada tabel berikut (Surasmi, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Tabel 2.1 Penilaian Derajat Ikterus Menurut Kramer. Derajat daerah ikterus 1 2 3 4
5
Kepala sampai leher Kepala, badan, sampai umbilicus Kepala, badan, paha sampai dengan lutut Kepala, badan, ekstremitas sampai pergelangan tangan dan kaki Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung kaki
Perkiraan kadar bilirubin (rata-rata) Aterm Preterm 5,4 8,9 9,4 11,8
11,4
15,8
13,3
-
-
2) Bilirubinometer transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan ini bukan untuk menentukan diagnosis (HTA, 2004). 3) Bilirubin serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan
diagnosis
ikterus
neonatorum
serta
untuk
menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total.Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu (HTA, 2004). g.
Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2000) dan Hansen (2014), beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kadar bilirubin serum antara lain: 1) Terapi sinar (fototerapi) Pemberian terapi sinar bertujuan agar bilirubin dapat diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air. 2) Transfusi tukar Transfusi
tukar
dilakukan
untuk
mencegah
neurotoksisitas akibat akumulasi bilirubin yang berlebihan apabila terapi modalitas seperti terapi sinar tidak cukup adekuat. Transfusi tukar diindikasikan untuk bayi eritroblastosis dengan anemia berat dan hidrops. Terapi ini juga dapat berfungsi untuk mengoreksi anemia, menghentikan hemolisis dan mencegah peningkatan bilirubin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
3) Pemberian makanan oral dini Bayi dengan ikterus akibat pemberian ASI yang tidak adekuat dapat diatasi dengan cara mulai menyusui dan beri ASI sesering mungkin. Ibu dianjurkan untuk menyusui 8-12 kali sehari untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi. h.
Komplikasi Ensefalopati
bilirubin
merupakan
komplikasi
ikterus
neonatorum non fisiologis akibat efek toksis bilirubin tak terkonjugasi terhadap susunan saraf pusat. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian atau apabila bertahan hidup dapat menimbulkan gejala sisa yang berat. Istilah lain adalah kernikterus yang berarti titik-titik berwarna kuning pada sebagian besar struktur susunan saraf pusat yang ditemukan pada autopsi bayi yang sudah meninggal akibat ensefalopati bilirubin (Usman, 2007). 2. Air Susu Ibu (ASI) a.
Deskripsi Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak dan larutan protein, laktosa, dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh kelenjar mammae pada manusia. ASI merupakan satu-satunya makanan alami yang berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006). ASI adalah air susu yang keluar dari seorang ibu setelah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
melahirkan dan bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain, baik berupa susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, maupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2005). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya (Maryunani, 2010). Bayi dianjurkan untuk diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Pada 6 bulan pertama, air, jus dan makanan lain secara umum tidak dibutuhkan oleh bayi. Apabila usia bayi sudah menginjak 6 bulan lebih, maka pemberian ASI tetap dilanjutkan setidaknya hingga usia 2 tahun, namun harus didampingi makanan pendamping ASI. Makanan padat ini berfungsi untuk melengkapi nutrisi ASI (Suradi dkk, 2010). b. Komposisi ASI Menurut Picciano dan WHO dalam Mexithalia (2011), komposisi ASI tidak selalu sama dari awal hingga akhir menyusui disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Foremilk (ASI awal) adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
ASI yang bening yang diproduksi pada awal penyusuan. Foremilk banyak mengandung laktosa dan protein. Hindmilk (ASI akhir) adalah ASI yang lebih putih pekat, diproduksi pada akhir penyusuan. Hindmilk banyak mengandung lemak yang sangat dibutuhkan sebagai sumber tenaga dan pembentukan otak. ASI juga mengandung komponen makro dan mikronutrien. Makronutrien dalam ASI antara lain karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan mikronutrien terdiri dari mineral dan vitamin. Komposisi terbesar dari ASI adalah air, yakni sebesar 87,5% (Hegar dkk, 2008). Menurut Roesli (2005) komposisi ASI berbeda dari hari ke hari bahkan dari menit ke menit. Beberapa stadium ASI menurut waktu dihasilkannya adalah sebagai berikut: 1) ASI kolostrum Merupakan ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari keempat atau ketujuh. Kolostrum encer dan berwarna kuning atau bening dan mengandung sekretorik imunoglobulin A (sIg A) yang sangat tinggi, sebagai zat kekebalan tubuh bayi. Selain itu kolostrum juga mengandung protein yang tinggi. Kolostrum efektif sebagai zat pencahar pada bayi untuk membersihkan mekonium di usus dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan yang akan datang. Kadar karbohidrat dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
lemak cukup rendah sehingga total energinya juga rendah apabila dibandingkan dengan ASI matang. 2) ASI transisi Merupakan ASI peralihan antara kolostrum menuju ke ASI matang. Biasanya mulai terbentuk sejak hari keempat atau ketujuh sampai hari keempat belas. Kadar protein pada air susu ini mulai menurun, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meningkat. Selain itu volume air susu yang dihasilkan juga semakin banyak. 3) ASI matang Merupakan ASI yang dihasilkan sekitar hari keempat belas dan seterusnya. Air susu stadium ini mengandung lemak dan karbohidrat yang tinggi untuk pembentukan otak bayi. c.
Manfaat ASI Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama bayi yang memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak karena terbukti memiliki manfaat sangat besar untuk jangka panjang. 1) Manfaat ASI bagi bayi a)
Mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi, berguna untuk kecerdasan, pertumbuhan, dan perkembangan anak.
b) Kolostrum (ASI pertama) mengandung vitamin A, protein dan zat kekebalan yang penting untuk kesehatan. c) Aman dan bersih. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
d) Mudah dicerna, dan tidak pernah basi. e) ASI mengandung zat antibodi sehingga menghindarkan bayi dari alergi, diare, dan penyakit infeksi lainnya. 2) Manfaat untuk ibu a) Lebih mudah pemberiannya (ekonomis dan praktis). b) Mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan anak. c) Jika hanya disusui ASI saja selama 6 bulan pertama dapat sebagai metode kontrasepsi alamiah. d) Memulihkan rahim pasca melahirkan lebih cepat. e) Mencegah ibu dari kemungkinan kanker payudara (Arief, 2009). 3) Manfaat bagi keluarga a) Menghemat pengeluaran karena tidak harus membeli susu formula b) Bayi sehat sehingga dapat menghemat biaya perawatan kesehatan c) Terdapat efek kontrasepsi alamiah dari pemberian ASI, sehingga terjadi penjarangan kelahiran (Novianti, 2009). d.
Produksi dan Kecukupan ASI Produksi ASI akan mengikuti kebutuhan bayi, oleh karena itu sangat dianjurkan untuk menyusui on-demand, artinya sesuai dengan keinginan bayi. Jika saat itu bayi diberi makanan tambahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
dari luar, maka kebutuhan bayi akan ASI juga berkurang sehingga produksi ASI juga menurun. Menurut Kent et al (2006) rerata volume ASI pada ibu yang menyusui bayi usia 1-6 bulan secara eksklusif dan on-demand mendapatkan hasil sebagai berikut: 1) Bayi menyusu bervariasi antara 6 – 18 kali dalam sehari. 2) Bayi meminum 0 – 240 ml ASI dalam sehari. 3) Rata-rata produksi ASI adalah 440 sampai 1220 ml/hari. 4) Bayi menyusu 1-3 kali saat malam hari. Tanda kecukupan ASI dapat digunakan sebagai pedoman bagi ibu dalam menyusui bayinya agar tidak terjadi malnutrisi. Tanda bahwa bayi mendapatkan cukup ASI adalah: 1) Produksi ASI akan berlimpah pada hari ke-2 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. 2) Bayi menyusu 8 – 12 kali sehari dengan perlekatan yang benar pada setiap payudara dan mengisap secara teratur selama minimal 10 menit pada setiap payudara. 3) Bayi akan tampak puas setelah menyusu dan sering kali tertidur saat menyusu pada payudara kedua. 4) Frekuensi BAK bayi > 6 kali setiap hari dengan warna jernih. 5) Frekuensi BAB bayi > 4 kali setiap hari dengan volume paling tidak 1 sendok makan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
6) Feses berwarna kekuningan dengan butiran-butiran berwarna putih susu di antaranya (seedy milk) setelah bayi berumur 4 sampai 5 hari. 7) Putting payudara akan terasa sedikit sakit pada hari-hari pertama menyusui. 8) Berat badan bayi tidak turun lebih dari 10% dibandingkan berat lahir (Mexithalia, 2011). 3.
Hubungan antara Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum Ikterus merupakan salah satu kejadian yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Frekuensi pemberian ASI menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan ikterus neonatorum. Bayi yang mengalami penurunan intake ASI dapat mengalami penurunan berat badan dan memperlama waktu pengeluaran mekonium. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan sirkulasi enterohepatik, berupa reabsorbsi bilirubin tak terkonjugasi sehingga menaikkan bilirubin serum dan menimbulkan ikterus neonatorum (Gartner, 2001 ; Suradi, 2001). Berdasarkan uraian tersebut, frekuensi pemberian ASI merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ikterus neonatorum. Ikterus dapat diminimalkan bila frekuensi pemberian ASI ditingkatkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
B. Kerangka Pemikiran Gangguan metabolisme bilirubin
Produksi berlebihan
Gangguan proses uptake dan konjugasi
Gangguan transportasi
Gangguan ekskresi - intake nutrisi tidak adekuat
Pasase mekonium berkurang
Peningkatan sirkulasi enterohepatik
Ikterus Neonatorum
Keterangan: : Variabel yang diteliti
commit to user
Bilirubin serum meningkat
Frekuensi pemberian ASI
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
C. Hipotesis Semakin sering frekuensi pemberian ASI pada bayi maka kejadian ikterus neonatorum akan semakin berkurang.
commit to user