BAB II LANDASAN TEORI 1
1.1. Penjelasan Pasar Modal Pasar modal adalah bagian alamiah dari teori permintaan dan pengadaaan dana. Disalah satu sisi, akan ada pihak yang kekurangan dana (perusahaan go public) dan disisi lain, ada pihak yang kelebihan dana (investor). Mereka bertemu dalam suatu tempat pertukaran yang disebut pasar modal. Investor akan menyerahkan dananya untuk mendapatkan bukti kepemilikan perusahaan, dinyatakan lewat lembaran saham yang diterbitkan oleh perusahaan go public. Sebagai imbalannya, investor akan dapat menikmati keuntungan perusahaan yang akan dibagikan dalam bentuk dividen. Pasar modal sendiri terbagi menjadi dua bagian utama, pasar perdana dan pasar sekunder. Pada pasar perdana, untuk pertama kalinya dana masyarakat ditarik. Di pasar perdana inilah sebuah perusahaan yang akan melakukan go public pertama kali menjual sahamnya (disebut saham perdana). Masyarakat yang telah membeli saham perdana ini untuk selanjutnya dapat memilih untuk tetap menjadi pemegang saham tersebut, atau menjualnya kepada orang lain melalui pasar sekunder. Inilah pasar yang sesungguhnya, dimana para pialang saham (sebagai wakil dari para investor), bisa menjual dan / atau membeli saham perusahaan yang terdaftar di bursa.
1
2
Pasar sekunder ini dijalankan mirip dengan sebuah sistem lelang. Pembeli dan penjual dipertemukan secara terus menerus sehingga terjadi transaksi.
1.2. Pengertian Analisis Fundamental Saham Pengertian analisis fundamental saham menurut Jones (1998, pp 460): “Fundamental analysis at the company level involves analyzing basic financial variables in order to estimate the company’s intrinsic value. These variables include sales, profit margins, depreciation, the tax rate, source of financing, asset utilization and other factors. The end result of fundamental analysis at the company level is the data needed to calculate the estimated or intrinsic value of a stock using one of the valuation models.” Menurut Bodie, Kane dan Marcus (2005, pp 377): “Fundamental analysis uses earnings and dividend prospects of the firm, expectations of future interest rates, and risk evaluation of the firm to determine proper stock prices. Fundamental analyst usually start with study of past earnings and an examination of company balance sheet. They supplement this analysis with further detailed economic analysis, ordinary including an evaluation of the quality of the firm’s management, the firm’s standing within its industry, and the prospects for the industry as a whole.”
3
1.3. Struktur Modal Secara umum, perusahaan dapat memilih dari begitu banyak kombinasi struktur modal guna memaksimalkan nilai perusahaan, mulai dari menerbitkan saham preferen dengan bunga mengambang, obligasi, warrants, convertible bonds, dan lainlain. Namun, kombinasi dari struktur modal tersebut jarang terjadi pada pasar modal Indonesia sehingga struktur modal yang kita fokuskan hanyalah kombinasi antara hutang dan saham. Teori-teori struktur modal seperti yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene, Houston, Joel (2003, pp 498), terbagi atas: 1. Modigliani and Miller’s; Theory 1 Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh Modigliani and Miller (disingkat MM), terkenal sebagai salah satu teori struktur modal yang paling berpengaruh pada dunia keuangan. MM mengungkapkan bahwa dibawah beberapa asumsi, nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modal yang dimilikinya. MM juga mengatakan bahwa walau bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal itu tidak akan mempengaruhi struktur modalnya. Asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM pada teori pertamanya ini adalah sebagai berikut: •
Tidak ada biaya perantara (brokerage costs)
•
Tidak ada pajak (taxes)
•
Tidak ada biaya kebangkrutan (bankruptcy cost)
4
•
Semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang investasi perusahaan di masa yang akan datang.
•
Pendapatan operasional (EBIT) tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya.
Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM diatas, namun perlu diakui bahwa hasil yang didapat (walaupun tidak realistik) adalah penting, karena dengan tidak realistiknya teori struktur modal diungkapkan oleh MM, malah memberikan petunjuk tentang apa saja yang dibutuhkan agar struktur modal menjadi relevant sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. 2. Modigliani and Miller’s; Theory 2 – The Effect of Taxes Pada tahun 1963, MM mulai menyadari bahwa tidak adanya pajak perusahaan (Corporate Taxes) adalah tidak mungkin, sehingga pada revisi teorinya yang pertama, MM mulai menghilangkan asumsi tersebut. Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang dari pendapatan operasional yang menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan mendorong perusahaan untuk lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan menerbitkan saham karena dengan menerbitkan saham, perusahaan harus membayarkan dividen, dan karena dividen tidak bisa menjadi faktor pengurang dari pendapatan operasional, maka seberapapun dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, MM mengungkapkan bahwa asumsi pada teori pertama (tidak termasuk pajak perusahaan) struktur modal perusahaan yang optimal adalah 100% hutang.
5
Namun, kembali beberapa tahun kemudian, teori MM disempurnakan oleh Merton Miller (yang kali ini tanpa Prof. Modigliani), dimana dia mengungkapkan bahwa pajak individu (Personal Taxes) juga berpengaruh terhadap struktur modal suatu perusahaan. Miller juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi pajak yang terjadi pada saat itu, para investor relatif akan bersedia menerima imbal hasil sebelum pajak (before-tax returns) pada saham dibandingkan dengan imbal hasil sebelum pajak pada hutang. Sehingga Miller mengungkapkan dua poin penting pada revisi teori struktur modalnya sebagai berikut: 1. Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan perusahaan membuat pembiayaan melalui hutang adalah yang lebih baik. 2. Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding dengan pajak pada hutang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang diinginkan oleh para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan saham menjadi lebih baik. 3. The Effect of Potential Bankruptcy Theory Hasil yang tidak relevan sebagai akibat dari asumsi yang juga tidak relevan, di mana MM mengungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan, sehingga MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankruptcy Cost). Pada kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang bisa jadi adalah biaya yang sangat mahal. Perusahaan yang mengalami kebangkrutan akan mengalami banyak legal and accounting expenses, dan yang paling penting adalah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan hilangnya kepercayaan dari konsumen, suplier dan
6
bahkan dari karyawannya sendiri. Terlebih lagi, kebangkrutan seringkali memaksa perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada meneruskan operasional perusahaan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan seringkali muncul apabila perusahaan lebih banyak menggunakan hutang pada struktur modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat perusahaan menurunkan tingkat pengunaan hutang hingga pada level yang wajar. Biaya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu: 1. Kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri. 2. Biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress. 4. Trade Off Theory of Leverage Teori yang diungkapkan oleh Stuart Myers ini menjelaskan bagaimana perusahaan dapat melakukan trade off keuntungan-keuntungan dari penggunaan hutang terhadap tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan. Observasi yang dilakukan oleh para pencetus teori ini mengungkapkan hal-hal seperti dibawah ini: •
Pengeluaran bunga yang menyebabkan penggunaan hutang lebih murah dari pada menerbitkan saham baik saham biasa ataupun saham preferen, karena dengan penggunaan hutang, perusahaan mempunyai tax benefit. Semakin besarnya hutang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan, akan semakin besar pula pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan yang dapat dinikmati oleh para investor, yang secara otomatis akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut.
7
•
Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% hutang dalam struktur modalnya dengan alasan utama yaitu agar dapat menekan jumlah biaya kebangkrutan yang akan ditimbulkan apabila menggunakan hutang terlalu besar.
•
Adanya ambang batas dalam penggunaan hutang.
5. Signaling Theory Kembali, berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh MM bahwa para investor mempunyai informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager (Symmetric Information) adalah tidak demikian adanya, karena pada kenyataannya para manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki oleh para investor, sehingga terjadi apa yang disebut Asymmetric Information, dan informasi seperti ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur modal yang optimal. Seseorang yang mempunyai informasi mengenai prospek yang positif akan cenderung berusaha menghindari penjualan saham sehingga secara tidak langsung memaksa perusahaan menggunakan hutang melebihi dari target normal dalam struktur modalnya. Begitu juga sebaliknya, apabila prospek sebuah perusahaan adalah negatif maka akan banyak investor yang melakukan aksi jual. Dengan demikian, apabila sebuah perusahaan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut akan go public dengan melakukan stocks offering, seringkali dianggap sebagai signal bahwa prospek kinerja perusahaan ke depan cenderung negatif. Bagaimana implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan? Seperti diungkapkan diatas bahwa stocks offering dianggap sebagai negative signal
8
dan cenderung akan menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak selamanya kinerja perusahaan akan buruk) maka perusahaan pada masa-masa normal harus mempertahankan Reserve Borrowing Capacity, yaitu kemampuan meminjam uang dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi. Perusahaan dalam kondisi normal akan menggunakan lebih sedikit hutang dari apa yang diungkapkan oleh MM dalam teori optimal capital structure-nya sebagai cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan hutang tanpa menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan hutang secara berlebihan.
1.4. Penjelasan Indeks LQ45 Indeks LQ45 pertama kali diperkenalkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 24 Februari 1997. Seperti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan indeks sektoral yang lebih dulu dibuat, indeks LQ45 inipun diciptakan untuk menjadi tolak ukur dalam memantau kecenderungan pasar dan perkembangan harga saham yang diperdagangkan. Seperti diketahui, angka indeks dalam notasi statistik dibuat untuk membandingkan perkembangan suatu kegiatan, apakah itu perkembangan produksi, harga, jumlah penjualan, termasuk tingkat keuntungan. Demikian pula indeks LQ45 ini diharapkan dapat digunakan sebagai pembanding (benchmark) untuk mengetahui perkembangan perdagangan saham di BEJ.
9
Saham-saham yang masuk dalam kelompok saham ini adalah saham-saham yang memiliki nilai kapitalisasi dan likuiditas yang tertinggi. Daftar saham ini secara rutin direvisi oleh BEJ setiap 6 bulan sekali. Pada waktu revisi akan ada sahamsaham baru yang masuk dalam daftar, dan ada pula saham-saham yang akan keluar dari daftar.
1.5. Rasio Keuangan Rasio keuangan digunakan untuk mengidentifikasi tolak ukur kinerja sebuah perusahaan. 1.5.1. Debt to Equity Ratio Menurut Ross, Stephen, Westerfield, Randolph (2002, pp 35) Debt Equity Ratio adalah sebagai berikut:
Debt to Equity Ratio =
Total Debt Total Equity
Debt to Equity Ratio dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menghitung seberapa besar leverage yang digunakan oleh perusahaan. Sebuah perusahaan yang mempunyai Debt to Equity Ratio yang besar dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar kepada shareholder seiring dengan tingginya risiko yang dihadapi bila dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai Debt to Equity Ratio yang lebih kecil. 1.5.2. Debt to Total Asset Ratio Menurut Keown, Martin, John (2004, pp 80)
10
Total Debt Total Asset Rasio ini mengukur sejauh mana pembelian atau investasi atas aktiva Debt to Total Asset Ratio =
perusahaan didanai dengan hutang. 1.5.3. Long Term Leverage Rasio long term leverage adalah: Long Term Leverage =
Long Term Debt Total Asset
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat leverage dari suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan bahwa semakin agresif perusahaan tersebut menggunakan hutang untuk membiayai pertumbuhan perusahaan yang berdampak kepada fluktuasi pendapatan karena adanya tambahan beban bunga. 1.5.4. Degree of Financial Leverage Menurut Keown, John (2005, pp 525)
Degree of Financial Leverage =
percentage change in earnings per share percentage change in EBIT
Perusahaan dikatakan mempunyai financial leverage ketika asetnya didanai dengan surat berharga berpendapatan tetap (fixed rate of return) atau dengan kata lain, kehadiran hutang dan atau saham preferen sebagai sumber pendanaan aset berarti bahwa perusahaan sedang menggunakan financial leverage. Rasio ini mengukur tingkat sensitivitas laba per lembar saham (positif atau negatif) terhadap perubahan laba operasional (EBIT). Bedasarkan hasil pengamatan, semakin besar
degree of financial leverage, akan semakin besar fluktuasi pendapatan per lembar saham (earnings per share).
11
1.6. Pengukuran Risiko dan Imbal Hasil Saham Dalam aktifitas investasi, baik investasi pada financial assets seperti saham dan obligasi, maupun real assets seperti tanah dan bangunan, pada umumnya mengandung dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu risiko (risk) dan tingkat imbal hasil (return). Bilamana suatu investasi memiliki risiko, berarti bahwa investasi tersebut tidak dapat memberikan keuntungan yang pasti. Dalam keadaan ini, pemodal (investor) hanya akan mengharapkan untuk dapat memperoleh suatu tingkat imbal hasil tertentu. Imbal hasil (return) merupakan sejumlah hasil yang dapat diperoleh dari suatu aktifitas investasi yang dilakukan. Imbal hasil dapat berupa: 1. Imbal Hasil Realisasi (Realized Return). Merupakan imbal hasil yang telah terjadi, dihitung berdasarkan data historis, sebagai salah satu faktor penting yang digunakan dalam pengukuran kinerja dari suatu bank, dan digunakan sebagai dasar penentuan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return), serta risiko yang akan dihadapi pada masa datang. Rumusan yang digunakan dalam memperoleh tingkat imbal hasil realisasi ini, adalah: ri =
Pi − Pi −1 Pi −1
Dimana: ri = Tingkat imbal hasil (return) realisasi pada saham i. Pi = Harga penutupan (closing price) pada hari ke i. Pi-1 = Harga penutupan (closing price) pada hari ke i-1.
12
2. Imbal Hasil Yang Diharapkan (Expected Return) Merupakan imbal hasil yang belum pasti terjadi tetapi diharapkan akan dapat terjadi dan mampu diperoleh oleh pemodal (investor) pada masa yang akan datang. Rumusan yang digunakan dalam memperoleh tingkat imbal hasil yang diharapkan ini, adalah: n
k = ∑ k i P(k i ) i =1
Dimana
k = imbal hasil yang diharapkan. ki = kemungkinan terjadinya rata-rata imbal hasil ke i. P (ki ) = probabilitas kemungkinan terjadinya rata-rata imbal hasil ke i. Risiko (risk) merupakan penyimpangan (deviasi) antara tingkat imbal hasil yang diperoleh terhadap imbal hasil yang diharapkan. Oleh karenanya, dimensi risiko terbagi menjadi dua, yaitu menyimpang lebih kecil atau menyimpang lebih besar. Risiko merupakan variabilitas tingkat imbal hasil realisasi terhadap tingkat imbal hasil yang diharapkan. Risiko diwujudkan dalam bentuk standar deviasi (ukuran penyebaran) yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemungkinan tingkat imbal hasil yang akan diperoleh menyimpang terhadap tingkat imbal hasil yang diharapkan. Rumusan untuk standar deviasi, adalah: n
σ=
∑ (r − r ) i =1
i
n −1
i
2
13
Dimana :
σ = Standar deviasi. ri = Tingkat imbal hasil (return) realisasi pada saham i. ri = Tingkat rata-rata imbal hasil (return) realisasi pada saham i. n = Jumlah observasi.
14