25
BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Pemberian fasilitas kredit (pembiayaan) merupakan tujuan utama dalam kegiatan perbankan, baik perbankan konvensional maupun syariah. Dimana dalam hal ini berarti perbankan sudah menjalankan fungsi utamanya yaitu sebagai lembaga intermediary antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana. Dengan memberikan fasilitas pembiayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kualiatas hidup manusia terutama bagi kelompok miskin agar bisa menjalankan kegiatan usaha yang produktif. Istilah pembiayaan dalam perbankan konvensional disebut kredit. Yang mana kata kredit berasal dari kata Italia yaitu credere, yang berarti kepercayaan.1 Kepercayaan dalam hal ini yaitu kepercayaan dari kreditur bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjiaan kedua belah pihak. Prinsip penyaluran pembiayaan adalah prinsip kepercayaan dan kehati-hatian. Indikator kepercayaan ini adalah kepercayaan moral, komersial, finansial dan agunan.2 Menurut UU Perbankan Syariah No. 21/2008 bahwa yang disebut pembiayaan adalah Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: 1 2
Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offset, 2005, hlm. 1. Malayu S. P. Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001, hlm. 87.
25
26
a.
Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah,
b.
Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahia bittamlik,
c.
Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna’,
d.
Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qordh,dan
e.
Transansi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 3 Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan- 1996 kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 4
3
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada, hlm. 473. 4 Malayu S. P. Hasibuan, loc.cit.,
27
2. Tujuan Penyaluran Pembiayaan a. Memperoleh pendapatan bank dari bunga pembiayaan b. Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada c. Melaksanakan kegiatan operasional bank d. Memenuhi permintaan pembiayaan dari masyarakat e. Memperlancar lalu lintas pembayaran f. Menambah modal kerja perusahaan g. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 5 3. Fungsi Pembiayaan Ada beberapa fungsi pembiyaan yang diberikan bank syariah kepada penerima, diantaranya : a. Meningkatkan daya guna uang Dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari penyimpan uang) tidaklah idle (diam) tapi disalurkan untuk usahausaha bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun kemanfaatan bagi masyarakat. b. Meningkatkan daya guna barang Produsen
dengan
bantuan
pembiayaan
bank
dapat
memproduksi bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat dan juga bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari satu tempat yang kegunaanya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat.
5
Ibid., hlm. 88.
28
c. Meningkatkan peredaran uang Pembiayaan yang disalurkan via rekening-rekening koran pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan sebagainya. Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga pengguna uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara kuantitatif. d. Menimbulkan kegairahan berusaha Pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah kemudian yang digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitasnya. Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran maka terhadap segala macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah memulai melakukan penawaran. Kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha untuk peningkatan produktifitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan modal karena dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaan.
29
e. Stabilitas ekonomi Untuk menekan arus inflasi dan terlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting. f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional Apabila rata-rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal dan buruh/karyawan
mengalami
peningkatan
pendapatan,
maka
pendapatan negara via pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa untuk urusan konsumsi berkurang, sehingga langsung atau tidak, melalui pembiayaan, pendapatan nasional akan bertambah. g. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional. Melalui bantuan pembiayaan antar negara (G to G, goverment to goverment), maka hubungan antar negara pemberi dan penerima pembiayaan akan bertambah erat terutama yang menyangkut hubungan perekonomian dan perdagangan. 6 4. Unsur-unsur Pembiayaan a.
Kreditur Merupakan pihak yang memberikan pembiayaan (pinjaman) kepada pihak lain yang mendapat pinjaman.
6
Muhammad, Manajemen dana Bank Syariah, Yogyakarta: EKONISIA, 2004, hlm. 184-186.
30
b.
Debitur Pihak yang membutuhkan dana, atau pihak yang mendapatkan dana dari pihak lain.
c.
Kepercayaan (trust) Kreditur memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima pinjaman (debitur) bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya untuk membayar pinjamannya sesuai dengan jangka waktu tertentu yang diperjanjikan.
d.
Perjanjian Merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan antara bank (kreditur) dengan pihak peminjam (debitur).
e.
Resiko Setiap dana yang disalurkan oleh bank selalu mengandung resiko tidak kembalinya dana.
f.
Jangka Waktu Merupakan lamanya waktu yang diperlukan oleh debitur untuk membayar pinjamannya kepada kreditur.
g.
Balas Jasa Sebagai imbalan atas dana yang disalurkan oleh kreditur, Dalam konvensional imbalan tersebut berupa bunga, sementara di bank syariah terdapat beberapa macam imbalan, tergantung pada akadnya. 7
7
Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori menuju Aplikasi, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 95.
31
5. Jenis-jenis Pembiayaan 1. Jenis pembiayaan dilihat dari tujuannya yaitu: a.
Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif
Bertujuan untuk memperoleh barang-
barang atau kebutuhan lainnya guna memenuhi keputusan dalam konsumsi. b.
Pembiayaan Produktif Bertujuan untuk memungkinkan si penerima pembiayaan dapat mencapai tujuannya yang apabila tanpa pembiayaan tersebut tidak mungkin dapat diwujudkan.
2. Jenis Pembiayaan dilihat dari Jangka Waktu yaitu: a.
Short term pembiayaan (pembiayaan jangka pendek)
ialah
pembiayaan yang berjangka maksimum satu tahun. Pembiayaan jangka pendek dapat berbentuk: pembiayaan rekening koran, pembiayaan penjual, pembiayaan pembeli, pembiayaan wesel, pembiayaan eksploitasi. b.
Intermediate
term
pembiayaan
(pembiayaan
jangka
waktu
menengah) ialah suatu bentuk pembiayaan yang berjangka waktu dari 1 tahun sampai 3 tahun. c.
Long term pembiayaan (pembiayaan jangka panjang) ialah suatu bentuk pembiayaan yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun.
d.
Demand loan atau call loan ialah suatu bentuk pembiayaan yang setiap waktu dapat dimintai kembali.
32
3. Jenis Pembiayaan dilihat dari Lembaga yang Menerima Pembiayaan, yaitu: a.
Pembiayaan
untuk
badan
usaha
pemerintah/daerah,
yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada perusahaan/ badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah. b.
Pembiayaan untuk badan usaha swasta, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada perusahaan/badan yang dimiliki swasta.
c.
Pembiayaan perorangan, yaitu pembiayaan yang tidak diberikan kepada perusahaan, tetapi kepada perorangan.
d.
Pembiayaan untuk bank koresponden, lembaga pembiayaaan, dan perusahaan asuransi, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada bank koresponden, lembaga pembiayan dan perusahaan asuransi.
4. Jenis Pembiayaan dilihat dari Tujuan Penggunaan, yaitu: a.
Pembiayaan modal kerja/pembiayaan eksploitasi Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk modal kerja perusahaan dalam rangka pembiayaan aktiva lancar perusahaan, seperti pembelian bahan baku, barang dagangan, dan lain-lain.
b.
Pembiayaan investasi Pembiayaan investasi adalah pembiayaan berjangka menengah atau panjang yang diberikan kepada usaha-usaha guna merehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, seperti pembelian mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik.
33
c.
Pembiayaan konsumsi Pembiayaan konsumsi adalah pembiayaan yang diberikan untuk keperluan konsumsi barupa barang atau jasa dengan cara membeli, menyewa atau dengan cara lain. Pembiayaan konsumsi seperti pembiayaan kendaraan pribadi, pembiayaan perumahan, dan lainlain. 8
5. Jenis Pembiayaan berdasarkan Agunan/ Jaminan a.
Pembiayaan agunan orang ialah pembiayaan yang diberikan dengan jaminan seseorang terhadap debitur bersangkutan.
b.
Pembiayaan agunan efek adalah pembiayaan yang diberikan dengan agunan efek-efek dan surat-surat berharga.
c.
Pembiayaan agunan barang yaitu pembiayaan yang diberikan dengan agunan barang tetap, barang bergerak, dan logam mulia.
d.
Pembiayaan agunan dokumen adalah pembiayaan yang diberikan dengan agunan dokumen transaksi, seperti L/C (letter of credit).
6. Jenis Pembiayaan berdasarkan Golongan Ekonomi a.
Golongan ekonomi lemah ialah pembiayaan yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, seperti KUK, KUT dll.
b.
Golongan ekonomi menengah dan konglomerat adalah pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha menengah dan besar. 9
8
Veithzal rivai, et.al., Bank and Financial Institution Management Conventional and Syaria System, Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2007, hlm. 441-443. 9 Malayu Hasibuan, op.cit., hlm. 90.
34
Dalam buku karangan Sulhan dan Eli Siswanto yang berjudul Manajemen Bank Konvensional dan Bank Syariah, menyebutkan bahwa dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu: 10 1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Seperti pembiayaan murabahah, salam dan istishna’. a. Bai’al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ almurabahah penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. 11 b. Bai’assalam adalah pembelian barang yang dananya dibayarkan di muka, sedangkan barang diserahkan kemudian. Untuk menghindari manipulasi pada barang maka antara pihak ke satu dan ke dua harus bersepakat mengenai jenis barang, mutu produk, standar harga, jangka waktu, tempat penyerahan serta keuntungan. 12 c. Bai’al-istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang 10
Sulhan dan Eli Siswanto, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, Malang: UIN Malang Press, 2008, hlm. 148-149. 11 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 101. 12 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005, hlm. 169.
35
lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. 13 2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (ijarah) dan ijarah muntahiya bittamlik. a.
Akad Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. 14
b.
Akad Ijarah Muntahiya bittamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. 15
3. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Ini dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah.
13
Muhammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 113. Ibid., hlm. 117. 15 Andri Soemitro, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 86. 14
36
a. Akad Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik dana atau modal bekerja sama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji atau upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.16 b. Akad mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shohibul maal, atau bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudhorib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.17 4. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hawalah, al-qordh, rahn, wakalah dan kafalah.
16
Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2008. hlm.
17
Andri Soemitra, op.cit., hlm. 79.
51.
37
a. Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. b. Al-qordh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. 18 c. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
19
d. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan dari satu pihak (LKS) kepada pihak lain (nasabah) untuk melakukan akad (transaksi) tertentu yang diperlukan oleh nasabah.20 e. Kafalah adalah jaminan, akad pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).21 6. Analisis Pembiayaan Dalam pelaksanaan pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabahnya, bank dihadapkan pada suatu masalah yang cukup komplek, selain itu juga dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang sifatnya khusus yang 18
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: PT. Grasindo, 2005, hlm. 29-31. 19 Buchari Ama dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, Bandung: Alfabeta, 2009, hlm. 13. 20 Muhammad Sholahuddin, Kamus Istilah Ekonomi Keuangan & Bisnis Syariah A-Z, Jakarta: Gramedia, 2011, hlm. 187. 21 Gemala Dewi et. al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kenacana, 2006, hlm. 160.
38
menyangkut kegiatan usaha dari calon debiturnya secara spesifik. Sehingga dalam mengambil keputusan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses pemberian pembiayaan diperlukan suatu analisa pemberian pembiayaan.22 Analisis pembiayaan atau penilaian pembiayaan adalah suatu proses yang dimaksudkan untuk menganalisis atau menilai suatu permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur pembiayaan sehingga dapat memberikan keyakinan kepada pihak bank bahwa proyek yang akan dibiayai dengan pembiayaan bank cukup layak (feasible). Pelaksanaan analisa pembiayaan berpedoman pada UU No. 10 tahun 1988 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 ayat (II), pasal 8, dan pasal 29 ayat 3. Dengan adanya analisis pembiayaan ini, dapat dicegah secara dini kemungkinan terjadinya default (kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi pembiayaan yang diterimanya) oleh calon debitur.23 Ada beberapa cara dalam melakukan analisis pembiayaan diantaranya dengan menggunakan prinsip 6C yang meliputi sebagai berikut: 1. Character Dalam melakukan analisis mengenai watak/karakter berkaitan dengan integritas dari calon debitur. Integritas ini sangat menentukan willingness to pay atau kemauan membayar kembali nasabah atas pembiayaan yang telah dinikmatinya. Penilaian terhadap iktikad atau
22
Teguh Pudjo Mulyono, Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil, Jakarta: BPFE, 1987, hlm. 132. 23 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Bogor: Ghalia Indonesia, 2001, hlm. 88.
39
kemauan baik nasabah untuk memenuhi kewajibannya memang agak sukar dilaksanakan, khususnya untuk calon nasabah yang baru dikenal oleh bank. Penilaian lebih mudah dilakukan jika telah terjalin hubungan antara bank dengan calon debitur atau dapat dicarikan dari informasi yang mendukung, baik dari kalangan perbankan maupun dari kalangan bisnis. 24 Karakter ini merupakan faktor kunci walaupun calon debitur tersebut itu mampu menyelesaikan hutangnya. Namun kalau tidak mempunyai iktikad baik, tentu akan timbul berbagai kesulitan bagi bank dikemudian hari. Alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah dapat diperoleh melalui upaya: a.
Meneliti riwayat hidup calon nasabah
b.
Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya
c.
Melakukan bank to bank information
d.
Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon debitur berada
e.
Mencari informasi apakah calon debitur suka berjudi
f.
Mencari informasi apakah calon debitur memiliki hobi berfoya-foya. Selain itu perlu diperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam dirinya.
Adapun nilai (value) yang perlu diamati adalah: social value, theoritical value, economical value, religious value, political value. Seorang calon
24
Lukman Dendawijaya, op.cit., hlm. 89.
40
nasabah yang mempunyai value yang sangat dominan dibidang economical value dan political value akan cenderung mempunyai iktikad/ karakter yang tidak baik. Idealnya karakter nasabah mempunyai nilainilai (value) yang berimbang dalam diri pribadinya.25 2.
Capital Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.26 Pembiayaan suatu proyek yang akan dijalankan debitur tidak seluruhnya berasal dari bank, tetapi dibiayai bersama antara bank dan debitur. Oleh karena itu, pihak (calon) debitur wajib memiliki sejumlah dana guna dapat berpartisipasi dalam pembiayaan proyeknya. Besarnya kemampuan modal calon nasabah dapat diketahui dari laporan keuangan yang dimilikinya. Semakin besar perusahaan yang dimiliki calon nasabah, semakin mudah memperoleh data tentang modal sendiri. Perusahaan-perusahaan kecil umumnya tidak memiliki laporan keuangan yang dapat dianalisis oleh bank. Untuk itu, seorang Account Officer (AO) harus melakukan dialog, wawancara, dan kunjungan ke perusahaan calon nasabah untuk menyusun sendiri perkiraan laporan keuangan sehingga diperoleh informasi tentang modal sendiri yang bisa digunakan untuk membiayai proyek, disamping pembiayaan yang akan diberikan oleh bank.
25 26
Veitzal rifa’i et. al., op.cit., hlm. 457-458. Ibid., hlm. 458.
41
3.
Capacity Adalah penilaian terhadap calon nasabah pembiayaan dalam hal kemampuan memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman atau akad pembiayaan, yakni melunasi pokok pinjaman disertai bunga sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diperjanjikan. 27 Pengukuran capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukan perkembangan dari waktu ke waktu. 2. Pendekatan financial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini penting bagi perusahaan-perusahaan yang menghendaki keahlian teknologi tinggi atau perusahaan yang professionalisme tinggi. 3. Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon debitur mempunyai
kapasitas
untuk
mewakili
badan usaha
yang
diwakilkannya untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan bank. 4. Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan ketrampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.
27
Lukman Dendawijaya, op.cit., hlm. 89-90.
42
5. Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon debitur mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber
bahan
baku,
peralatan-peralatan,
administrasi
atau
keuangan sampai pada merebut pasar. 28 4. Conditions of Economy Kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sektor usaha si peminta pembiayaan perlu pula mendapat penelitian. Maksudnya agar bank dapat memperkecil resiko yang mungkin timbul oleh kondisi ekonomi. 29 5. Collateral Collateral adalah barang-barang yang diserahkan debitur sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya.30 Dalam mencari data untuk meyakinkan nilai pembiayaan, collateral merupakan hal yang diperhitungkan paling akhir. Secara umum jaminan pembiayaan dapat terbagi 2 yaitu: jaminan fisik dan non fisik. Jaminan fisik merupakan jaminan berbentuk barang. Jaminan non fisik berbentuk jaminan keyakinan tentang prospek dan kekuatan keuangan serta karakter yang dapat dipertanggungjawabkan. 31 Berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah/Bank Indonesia, setiap pemberian pembiayaan oleh bank harus didukung oleh
28
Veitzal Rifa’i et. al., op.cit., hlm. 458. Muchdarsah Sinungan, op.cit., hlm. 245. 30 Veithzal Rivai et.al., loc.cit., 31 Muchdarsah Sinungan, op.cit., hlm. 243-245.
29
43
adanya jaminan atau agunan yang memadai, kecuali untuk programprogram pemerintah.32 6.
Constraint Constraint adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu. 33
B. Qordhul Hasan 1.
Pengertian Qordhul Hasan Islam merupakan agama Rahmatan lil’alamin yaitu pemberi rahmat kepada seluruh Alam. Di dalam agama Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT. (hablumminallah) tapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia (hablumminannas). Lembaga keuangan yang berbasis syariah adalah salah satu perwujudan bahwa islam mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dalam hal muamalah. Lembaga keuangan syariah disamping sebagai lembaga komersial juga berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal. Sebagai lembaga sosial ini diwujudkan dengan adanya pembiayaan dengan akad qordh yang salah satunya diperuntukan bagi para golongan ekonomi lemah yang disebut dengan pembiayaan qordhul hasan. Membahas masalah qordhul hasan sangat erat kaitannya dengan bahasan akad qordh dalam kajian fiqihnya, baik pengertian, landasan
32 33
Lukman Dendawijaya, op.cit., hlm. 91. Veithzal Rivai et.al., op.cit., hlm. 459.
44
hukum maupun syarat rukunnya. Keduanya juga sama-sama termasuk dalam akad utang-piutang atau pinjam-meminjam dalam konsep muamalahnya. Qordh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literatur fikih salaf ash-shohih, qordh dikategorikan dalam aqd tathawwul atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial atau dapat juga dikatakan suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada lembaga keuangan islam (LKI) pada waktu yang telah disepakati oleh LKI dan nasabah.34 Qordhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya, (hanya wajib membayar sebesar pokok utangnya), pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan ketentuan syariah (tidak ada riba), karena kalau meminjamkan uang maka ia tidak boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yang diberikan. Namun, si peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri memberikan kelebihan atas pokok pinjamannya. 35 Tujuan utama pembiayaan qordhul hasan adalah untuk menolong peminjam dalam keadaan terdesak, baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. 36 Dan juga merupakan perjanjian untuk tujuan sosial yang tujuan utamanya untuk golongan masyarakat yang 34
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 59. 35 Siti Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2009, hlm. 247. 36 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2004, hlm. 107.
45
lemah ekonominya, 37 terutama bagi pengusaha kecil yang kekurangan dana tetapi mempunyai prospek bisnis yang sangat baik. 38 2. Landasan Hukum Landasan Hukum qordhul Hasan yang sesuai dengan Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000: a. Al-qur’an QS. Al- Baqarah: 282
... يا يها الذين ءا منوا ا ذا تديتم بدين الى اجل مسمى فاكتبوه Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...”(Qs. Al-Baqarah:282) QS. Al-Maidah: 1
... يا يها الذين ءا منوا اوفوا بالعقود Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”. (Qs. Al-Maidah:1) QS. Al- Hadid: 11
.من ذالذى يقرض هللا قرضا حسنا فيضعفه له وله اجركريم Artinya: siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah SWT. pinjaman yang baik, maka Allah SWT. akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak. (Qs. Al-Hadid:11)
37
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999, hlm. 75. 38 Karnaen Parwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1992, hlm. 34.
46
b. Hadist عن ابن مسعود ان النبي صلعم قال مامن مسلم يقرض مسلما قرضا مرتين ) (رواه ابن هبن و بيهقي.االكان كصدقتها مرة Artinya: Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa: Nabi SAW. Berkta: “bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”. (HR. Ibnu Majah-no 2421, Kitab Al-Ahkam, Ibnu Hibban; dan Baihaqi).
عن انس بن ما لك قا ل قا ل رسول هللا صلعم رايت ليلة اسرى بن على باب الجنة مكتوبا الصدقة بعشر امثالها والقرض بثمانية عشر فقلت يا جبريل ما بال القرض افضل من الصدقة قال الءن السائل يسئل وعندها (رواه ابن هبن و )بيهقي Artinya: dari Anas bin Malik berkata, berkata Rasulullah SAW., “ Aku melihat pada waktu malam di isra’kan, pada pintu surga tertulis: sedekah dibalas 10 kali lipat dan qordh 18 kali lipat.” Aku bertanya: wahai Jibril mengapa qordh lebih utama dari sedekah? Ia menjawab: “karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan.” (HR. Ibnu Majah-no 2421, Kitab Al-Ahkam, Ibnu Hibban; dan Baihaqi). Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang Artinya: “orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan di dunia, Allah SWT. akan melepaskannya di hari kiamat: dan Allah SWT. senantiasa menolong hamba-hambaNya selama dia (suka) menolong saudaranya. (HR. Muslim) c. Ijma’ Para ulama telah menyepakati bahwa qordh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pinjam
47
meminjam sudah menjadi suatu bagian dari kehidupan di dunia ini. Dan, islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya. d. Kaidah Fiqih Bunyi dari kaidah fiqih yang memperbolehkan adanya akad pinjaman qordhul hasan, yaitu: “Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang) adalah riba.” 39 “Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang melarangnya.” 40 Maksudnya adalah bahwa pada dasarnya segala bentuk transaksi yang dilakukan manusia dengan manusia yang lain itu tidak dilarang oleh Allah SWT. selama belum ada larangan dari-Nya yang tertuang dalam Al-qur’an, Hadits Nabi dan Ijma’. Dalam Fatwa DSN tersebut juga mengatur ketentuan qordh (alqordhul hasan), yaitu: a.
Al-qordhul hasan adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
b.
Nasabah al-qordh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada yang telah disepakati bersama.
c.
Biaya administrasi dibebankan oleh nasabah.
d.
Bank dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
39
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, loc.cit., Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Cet. Ke-3, Jakarta: CV. Gema Persada, 1999, hlm. 42. 40
48
e.
Nasabah al-qordh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada bank selama tidak diperjanjikan dengan akad. Jika
nasabah
tidak
dapat
mengembalikan
sebagian/
seluruh
kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan bank telah memastikan ketidak mampuannya, maka bank dapat: a.
Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b.
Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya. 41 Fatwa DSN ini juga mengatur mengenai sanksi bagi nasabah al-
qordhul hasan: a. Dalam
hal
nasabah
tidak
menunjukkan
keinginan
untuk
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidak mampuannya, bank dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah. b. Sanksi yang dijatuhakan kepada nasabah tersebut dapat berupa (dan tidak terbatas pada) penjualan barang jaminan. c. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah harus tetap memenuhi kewajibannya secara penuh. 42 e. Landasan Hukum Positif Landasan hukum posistif mengenai qordh sebagai salah satu produk pembiayaan pada perbankan syariah secara implisit terdapat dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 sebagai peraturan 41
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 159-
160. 42
Ibid., hlm. 60.
49
tersendiri dan spesifik atas undang-undang nomor 10 tahun1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Perbankan, yaitu terkait dengan pengaturan mengenai prinsip syariah. Dasar hukum positif yang terkandung di dalamnya memberikan keleluasaan dalam pengembangan produk dan aktivitas operasional perbankan syariah. Secara teknis telah diatur dalam PBI Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, 43 yang intinya menyatakan bahwa bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya yang meliputi
penyaluran
dana
melalui
prinsip
pinjam
meminjam
berdasarkan akad qordh. 3. Rukun dan Syarat Al-qordh a. Rukun dari akad qordh (qordhul hasan) yang harus dipenuhi dalam transaksi yaitu: 1. Pelaku
akad,
yaitu
muqtaridh
(peminjam)
pihak
yang
membutuhkan dana, dan muqridh (pemberi pinjaman) pihak yang memiliki dana. 2. Objek akad, yaitu qordh (dana) 3. Tujuan, yaitu ‘iwad atau countervalue berupa pinjaman tanpa imbalan 4. Shighah, yaitu ijab dan qobul.
43
Peraturan Bank Indonesia, Pasal 36 huruf b poin keempat PBI No. 6/24/PBI/2004.
50
b. Sedangkan syarat dari akad qordh (qordhul hasan) yang harus dipenuhi dalam transaksi yaitu: 1. Kerelaan kedua belah pihak 2. Dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal 44 3. Qordh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika tidak ada kemungkinan pemanfaatan, karena qordh adalah akad terhadap harta45 4. Pelaku harus cakap hukum dan baligh. 46 4. Manfaat Qordhul Hasan Manfaat yang didapat oleh bank dari transaksi qordh adalah bahwa biaya administrasi utang dibayar oleh nasabah. Manfaat lainnya berupa manfaat non fianansial, yaitu kepercayaan dan loyalitas nasabah kepada bank tersebut.47 Manfaat akad qordh yang lain diantaranya yaitu : a.
Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek.
b.
Al-qordhul hasan juga merupakan salah satu pembeda anatara bank syariah dan bank konvensional yang di dalamnya mengandung misi sosial, di samping misi komersial.
44
Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2008. hlm.
48. 45
Nurul Huda dan Mohamad heykal, op.cit., hlm. 42. Siti Nurhayati dan Wasilah, op.cit., hlm. 249. 47 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, op.cit., hlm. 64. 46
51
c.
Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah. 48
5. Tujuan Pembiayaan Qordhul Hasan Tujuan pembiayaan qordhul hasan adalah: a. Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya. b. Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu pembiayaan syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan. c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah (sewa). d. Sebagai
pinjaman
menyediakan
kepada
fasilitas
ini
pengurus untuk
bank,
memastikan
dimana
bank
terpenuhinya
kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gaji. 49
48 49
Mohammad Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 134. Ascrya, Akad dan Produk Bank Syariah, loc.cit.,
52
6. Sumber Dana Qordhul Hasan Karena sifatnya yang tidak memberikan keuntungan finansial secara langsung, maka sumber pendanaanya bisa berasal dari dana sosial, meskipun lembaga keuangan syariah tersebut bisa mengalokasikan sebagian dana komersialnya untuk membiayai al-qordh. Sumber dana alqordh dapat dibedakan menjadi: 1.
Dana komersial/ modal Dana ini diperuntukan guna membiayai nasabah yang sangat mendesak dan berjangka pendek, sementara dana zakat tidak tersedia.
2.
Dana Sosial Dana ini diperuntukan dalam pengembangan usaha nasabah yang tergolong delapan asnaf. Dana ini dapat berasal dari zakat, infaq, sedekah, hibah serta pendapatan yang diragukan, misalnya bunga bank dan lain-lain. 50
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Pembiayaan Qordhul Hasan Menurut makhalul ilmi, faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pembiayaan qordhul hasan adalah: 1. Besar kecilnya dana ZIS (zakat, infaq, shodaqoh) yang terkumpul dari pihak lain. 2. Tipe nasabah atau keadaan ekonomi nasabah pembayar ZIS.
50
Muhammad Ridwan, op.cit.,hlm. 175.
53
3. Adanya lembaga tersendiri yang khusus menangani baitul maal.51 Sedangkan
menurut
pendapat
Karnaen
Perwataatmadja
dan
Muhammad Syafi’i Antonio, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pembiayaan qordhul hasan adalah: 1.
Perbandingan antara jumlah dana yang tersedia untuk pembiayaan qordhul hasan dengan jumlah yang akan diberi pembiayaan qordhul hasan.
2.
Adanya sumber dana lain yang dapat dialokasikan untuk pembiayaan qordhul hasan, yang dapat berasal dari modal sendiri. 52
51
Makhalul Ilmi, Teori dan Peraktek lembaga Mikro Keuangan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2002, hlm. 70. 52 Karnaen Perwataatmadja dan Muh. Syafi’i Antonio, op.cit.,hlm. 68.
54
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Qordhul Hasan53 Perjanjian Qordh
NASABAH
BANK Tenaga kerja
100%
Modal 100%
PROYEK/ USAHA
Kembali modal
KEUNTUNGAN
Keterangan: Bank melakukan kesepakatan akad qordh dengan Nasabah (qordhul hasan), Yaitu dengan membiayai usaha nasabah dengan memberikan modal 100% kepada nasabah. Kemudian hasil keuntungan dari usaha tersebut 100% untuk nasabah dan bank hanya berhak mendapatkan pengembalian pokok dari modal yang diberikan kepada nasabah (qordhul hasan).
53
Nurul huda dan Mohamad Heykal, op.cit., hlm. 65.