LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-
bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Keseluruhan
reaksi pembentukan biogas dinyatakan dalam reaksi sebagai berikut :
Gambar 2.1 Tahapan pembentukan biogas (sumber: FAO, 1962)
Biogas yang didominasi oleh gas metana, merupakan gas yang dapat dibakar. Metana secara luas diproduksi di permukaan bumi oleh bakteri pembusuk dengan cara menguraikan bahan organik. Sekurangnya 10 tipe bakteri pembusuk yang berbeda dari bakteri methanogenesis ARIS SUBARKAH (091711006)
7
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
yang berperan dalam pembusukan (Tiratsoo, 1979). Bakteri ini terdapat di rawa-rawa, lumpur
sungai, sumber air panas (hot spring), dan perut hewan herbivora seperti sapi dan domba. Hewan-hewan ini tidak dapat memproses rumput yang mereka makan, bila tidak ada bakteri anaerobik yang memecah selulosa di dalam rumput menjadi molekul yang dapat diserap oleh perut mereka. Gas yang diproduksi oleh bakteri ini adalah gas metana yang dikeluarkan oleh sapi
melalui mulut. Gas bio mengandung gas lain seperti karbon monoksida, hidrogen, nitrogen,
oksigen, hidrogen sulfida, kandungan gas tergantung dari bahan yang masuk ke dalam
biodigester. Nitrogen dan oksigen bukan merupakan hasil dari digester, ini mengindikasikan adanya kelemahan dari sistem sehingga udara dapat masuk ke dalam digester. Hidrogen
merupakan hasil dari tahap pembentukan asam, pembentukan hidrogen sulfida oleh bakteri sulfat disebabkan oleh konsentrasi ikatan sulfur. Walaupun hanya sedikit tetapi dapat mencapai 5 % untuk beberapa kotoran (Meynell, 1976). Biogas adalah gas yang mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahanbahan organik oleh bakteri anaerob, pada umumnya semua jenis bahan organik biasa diproses untuk menghasilkan gas bio namun demikian hanya bahan organik padat, cair homogeny seperti kotoran dan urine hewan ternak yang cocok untuk sistem gas bio sederhana. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktifitas sistem gas bio disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan, dan kelembaban udara. Pembentukan gas bio merupakan proses biologis. Bahan dasar yang berupa bahan organik akan berfungsi sebagai sumber karbon yang merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam alat penghasil gas bio (digester) akan dirombak oleh bakteri dan kemudian menghasilkan campuran gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) dan sedikit gas-gas lain. Campuran gasgas tersebut disebut gas bio. Fermentasi atau perombakan tersebut adalah proses mikrobiologis yang merupakan himpunan proses metabolisme sel. Fermentasi bahan organik tersebut dapat terjadi dalam keadaan aerobik maupun anaerobik, gas bio adalah hasil dari proses fermentasi anaerobik (Sahidu, 1983). Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan. ARIS SUBARKAH (091711006)
8
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
perah 2.2 Kotoran sapi
Populasi sapi perah semakin meningkat tiap tahunnya, bahkan peningkatan populasi sapi
perah di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 377 ribu ekor (Direktorat Jenderal Peternakan,
2007). Produksi kotoran setiap spesies ternak merupakan fungsi dari bobot badannya, terrnak yang lebih besar memproduksi kotoran lebih banyak. Ternak dewasa yang makan hanya cukup untuk pemeliharaan tubuhnya akan mengeksresikan kotoran yang lebih sedikit secara proporsional. Sapi laktasi dan semua ternak bunting membutuhkan makanan lebih banyak dan
umumnya memproduksi kotoran lebih banyak (Azevedo dan Stout, 1974).
Limbah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat yang tidak mempunyai manfaat lagi masyarakat. Limbah peternakan biasanya diartikan sempit berupa kotoran atau tinja dan air kemih ternak. Limbah ternak dalam arti luas merupakan sisa produksi peternakan setelah diambil hasil utamanya, berarti yang termasuk limbah peternakan adalah kulit, tanduk, bulu, tulang, isi lambung, usus, darah, dan sebagainya setelah hasil utamnya karkas atau daging (Judoamidjojo, 1989). Limbah ternak yang terdiri dari kotoran ternak dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar limbah yang dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat, dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg limbah padat (Sihombing, 2000). Produksi limbah ternak diasumsikan dari proporsi bobot hidup ternak. Ternak babi akan menghasilkan limbah kurang lebih 3,6 % dari total bobot hidup, sapi 9,4 % dari total bobot hidup, domba 1,8 % untuk setiap bobot badan 50 kg, dan untuk sapi perah dengan bobot badan 500 kg akan menghasilkan limbah kurang lebih 47 kg/hari. Gangguan yang disebabkan oleh limbah peternakan meliputi gangguan estetika, lalat, bau, debu, dan bulu (Azevedo dan Stout, 1974), sehingga jika tidak dikelola dengan baik dapat mencemari perairan umum atau danau (Stafford, 1980). Tabel 2.1 Komposisi kotoran per 450 kg bobot badan sapi ARIS SUBARKAH (091711006)
9
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
2.3 Proses fermentasi anaerobik
Kondisi anaerob adalah kondisi dalam ruangan tertutup (kedap udara) dan tidak
menerima oksigen. Proses yang berlangsung dalam kondisi anaerob akan terhambat atau gagal
jika ada sedikit saja oksigen yang masuk, hal ini terjadi karena dalam kondisi anaerob dibutuhkan aktifitas bakteri pembentuk metan yang terdiri dari bakteri pembentuk gas yang tidak termasuk sebagai pengoksidasi metan. Oksigen terlarut sebanyak 0,01 mg/l dapat menghambat pertumbuhan baktertersebut (Stafford, 1980). Fermentasi anaerob adalah proses perombakan bahan organik secara mikrobiologis dalam keadaan anaerob, dimana dihasilkan gas bio berupa campuran gas, gas yang dominan adalah CH4 dan CO2. Fermentasi anaerob berlangsung dalam tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pembentukan asam (asetogenik), dan tahap metanogenik (Barnett, 1978). 2.3.1 Tahap hidrolisis Terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik kompleks menjadi komponen monomer atau dimerik dapat larut. Pemecahan tersebut dilakukan oleh enzim ekstraseluler (selulose, amylase, protease, dan lipase) yang dihasilkan oleh bakteri selulotik, proteolitik, dan lipolitik. Bakteri selulotik memecah selulosa menjadi glukosa, bakteri proteolitik memecah protein rantai panjang menjadi protein sederhana, dan bakteri lipolitik memecah lemak menjadi asam lemak. Bakteri selulotik terbagi atas bakteri mesofilik yang hidup optimum pada suhu 34-40 °C dan bakteri thermofilik yang hidup optimum pada suhu 55-60 °C, pH optimum untuk bakteri ini berada dalam selang 5-7. Hidrolisis selulosa merupakan tahap yang paling lambat, produk dari tahap hidrolisis berupa komponen lebih sederhana yang ARIS SUBARKAH (091711006)
10
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
berfungsi mendukung reduksi limbah total, menstabilkan, serta merupakan sumber energi penting bagi komponen sel bakteri.
asam (Asetogenik) 2.3.2 Tahap pembentukan
Karbohidrat sederhana yang dihasilkan pada tahap hidrolisis akan menjadi substarat bagi asetogenik, dan difermentasi menjadi H2, CO2, asam format, asam asetat, asam propionat, bakteri
asam butirat, asam velerat, asam laktat, dan asam lainnya, serta alkohol sederhana. tahap asetogenik menghasilkan sumber energi utama dalam digester. Proporsi produk yang berbeda dari tahap ini tergantung dari ada tidaknya mikroba, komposisi bahan, dan kondisi lingkungan.
Sebesar 73 % metan berasal dari asetat dalam penguraian sludge, hal ini terjadi bahwa reaksi
asam lain terjadi bersamaan sehingga metan dihasilkan secara berurutan. Awal penguraian pH akan menurun karena pembentukan asam-asam organik ini. Penurunan pH mengganggu perkembangan mikroorganisme karena tidak tercipta keadaan optimum, sehingga perlu ditambahkan larutan kapur sebagai buffer, penurunan pH dari 6,25 menjadi 4 terjadi setelah 16,5 jam diinkubasi pada suhu 37 °C. 2.3.3 Tahap metanogenik Produk dari tahap asetogenik dikonversi dan menghasilkan energi yang kecil, sehingga jumlah sel bakteri juga kecil, di sisi lain beberapa ammonia produk tahap hidrolisis dan asetogenik digunakan oleh bakteri metanogenik. Bakteri metanogenik tergantung pada tahap awal pertumbuhan (penyediaan nitrogen dalam bentuk ammonia, dan jumlah substrat yang digunakan). Bakteri metanogenik yaitu Methanobacillus omelianskii, Methanobacterium strain MOH, M. formicium, M. ruminantium, Methanobacillus arborphilicum, dan Methanosarcina barkeri, lebih sensitif terhadap perubahan fisik atau kimia dibandingkan bakteri asetogenik dan bakteri hidrolisis (Stafford et al., 1980), pertumbuhannya dapat terhambat oleh sejumlah kecil oksigen atau bahan sumber oksigen. Bakteri ini pertumbuhannya lambat (tingkat pertumbuhan 410 hari). Pembentukan gas metan dapat dilakukan dengan memanfaatkan asam asetat, melalui reduksi gas CO2, dan hidrogen serta reduksi methanol
ARIS SUBARKAH (091711006)
11
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
Bakteri metan sangat sensitif terhadap perunahan suhu dan pH, oleh karenanya maka kedua parameterini harus dikendalikan dengan baik. pH optimal adalah antara 7,0 – 7,2
sedangkan pada pH 6,2 bakteri metane akan mengalami keracunan. (Sa’id, MADev : 1987). Reaksi pembentukan buffer dalam sistem fermentasi anaerobik ini dapat diterangkan reaksi sebagai berikut: melelui persamaan
(C6H10O3) + nH2O
NH3 + H2O CO2 + H2O
nC6H12O6
3nCH + 3nCO2
NH4- + OH H2CO2
H2CO 3 + OH-
`(1) (2)
H- + HCO3
HCO3- + H2O
(3) (4)
Sebagian dari karbondioksida bereaksi dengan air pada persamaan (3) protein akan dideaminasi oleh mikroorganisme dan menghasilkan amonia yang akan bereaksi dengan air pada persamaan (2). Gugus hidroksil yang dihasilkan pada persamaan (2) akan bereaksi dengan H2CO3 seperti terlihat pada persamaan (3) dan (4) membentuk ion bikarbonat. Berdasarkan persamaan reaksi diatas, maka bila substrat hanya mengandung sedikit nitrogen, buffer yang terbentuk tidak akan cukup untuk mempertahankan pH pada selang netral. Oleh karena itu penting sekali dilakukan penambahan kapur untuk mengatur pH. (Sa’id, MADev : 1987). 2.4 Komposisi Biogas Biogas merupakan campuran gas-gas utama yang terdiri atas: gas metane (CH4) : 50-70 %; gas karbondioksida (CO2) : 30-50 %; gas-gas lain 1-5 %. Sedangkan nilai kalor 1m3 biogas adalah sekitar 6 kWh setara dengan 0,5-0,6 liter minyak diesel (solar) atau setara dengan 5 kg kau bakar kering (Arsana, S. T., Bali Post, 2005).
ARIS SUBARKAH (091711006)
12
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
Tabel 2.2 Perkiraan komposisi gas hasil fermentasi bahan organik (Harahap :1980)
Komponen
Metana (CH4)
%
55-75
Karbon dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2)
0-0.3
Hidrogen (H2)
1-5
Hidrogen sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2)
0.1-0.5
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas. 2.5.1 Temperatur Gas metan dapat diproduksi sesuai dengan bakteri yang hadir, bakteri psyhrofilik 0-7 °C, bakteri mesofilik pada temperatur 13-40 °C, dan termofilik pada temperatur 55-60 °C (Fry, 1974). Temperatur yang optimal untuk digester terdapat pada temperatur 30-35 °C, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi metan di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Temperatur yang tinggi jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah dicerna dengan baik pada temperatur mesofilik, selain itu bakteri termofilik mudah mati karena perubahan temperatur. Bakteri mesofilik adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil khusunya bila perubahan berjalan perlahan. Kisaran temperatur 10-7 °C, dan di bawah temperatur aktifitas bakteri akan berhenti beraktifitas dan menjadi dorman sampai temperatur naik kembali hingga batas aktivasi. Produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam apabila bakteri bekerja pada temperatur 40 °C tetapi untuk sisa hari itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit. Tingkat produksi metan berlipat untuk setiap peningkatan temperatur sebesar 10-15 °C, jumlah total dari gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur (Meynell, 1976).
ARIS SUBARKAH (091711006)
13
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
2.5.2 Unsur hara
Bakteri anaerob membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen,
fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium, dan kobalt. Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak, nitrogen yang berlebihan sangat penting untuk mempertahankan pada level yang optimal untuk
mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik (Gunnerson dan Stuckey, 1986).
2.5.3 Derajat keasamaan (pH)
Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan mempertahankan pH agar
stabil penting untuk semua kehidupan. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester antara 7-8,5.
Proses yang tidak dimulai dengan membibitkan bakteri metana, seperti memasukkan kotoran hewan ke dalam kolam, kondisi buffer tidak akan tercipta dan perubahan yang terjadi adalah : selama tahap awal dari proses sekitar 2 minggu, pH akan turun hingga 6, atau lebih rendah, ketika sejumlah CO2 diberikan. Seperti pada pencernaan, karbondioksida dan metan diproduksi dan pH perlahan meningkat hingga 7. Campuran yang berkurang keasamannya maka fermentasi metanlah yang mengambil alih proses pencernaan sehingga nilai pH meningkat di atas netral hingga 7,5-8,5. Setelah itu campuran menjadi buffer yang mantap, campuran yang telah mantap memungkinkan
untuk
menambah
sejumlah
kecil
bahan
secara
berkala
dan
dapat
mempertahankan secara konstan produksi gas dan sludge. Bahan yang tidak dimasukkan secara tidak teratur enzim akan terakumulasi sehingga padatan organik menjadi jelek dan produksi metan terhenti. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahannya pada keadaan alkali, proses fermentasi yang berlangsung pada keadaan normal dan anaerob maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7-8,5, derajat keasaman yang lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik (Fry, 1974). 2.5.4 Penghambat Nitrogen dan rasio C/N Nitrogen ammonia pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat proses fermentasi anaerob. Konsentarsi yang baik berkisar antara 200-1500 mg/l, pada konsentrasi 1500-3000 mg/l proses akan terhambat pada pH 7,4, sedangkan konsentrasi di atas 3000 mg/l akan bersifat toksik ARIS SUBARKAH (091711006)
14
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
pada pH manapun. Selain itu mikroorganisme membutuhkan nitrogen dan karbon untuk proses digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk membangun asimilasi. Karbon
struktur sel. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali lebih cepat daripada nitrogen. Proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung karbon dan nitrogen secara bersamaan. Rasio C/N menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua
elemen tersebut. Bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan memiliki
rasio C/N 15 berbanding 1. Rasio C/N dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari
jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung. Karbon yang banyak maka nitrogen akan habis terlebih dahulu, hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Nitrogen yang terlalu banyak (rasio C/N
rendah, misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dahulu dan proses fermentasi berhenti (Fry, 1974). 2.5.5 Kandungan padatan dan pencampuran substrat Mobilitas bakteri metanogen di dalam bahan secara berangsur-angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan padatan yang berakibat terhambatnya pembentukan gas bio. Selain itu yang terpenting untuk proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang baik akan menjamin proses fermentasi yang stabil di dalam pencerna. 2.5.6 Lama Proses Lama proses atau jumlah hari bahan terproses di dalam biodigester. Setiap bahan mempunyai karakteristik lama proses tertentu, sebagai contoh untuk kotoran sapi diperlukan waktu 20-30 hari, sebagian gas diproduksi pada 10-20 hari pertama (Fry, 1974).
2.5.7 Faktor-faktor penghambat Bakteri merupakan mikroorganisme yang penting pada pembentukan gas bio pada suatu sumber bahan. Jumlah dan perkembangan bakteri pada bahan merupakan syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan gas bio. Akan tetapi pada bahan sering ditemukan keberadaan suatu unsur yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, diantaranya adalah logam berat, antibiotik, dan deterjen. Amonia merupakan sumber makanan bagi bakteri, tetapi juga dapat ARIS SUBARKAH (091711006)
15
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
menjadi penghambat apabila memiliki konsentrasi yang melebihi batas yang diijinkan, untuk
menanggulangi hal ini, bahan dapat diencerkan dengan air (Barnett et al. , 1978).
2.6 Type Digester
Sistem pengisian digester dibedakan atas sistem batch dan kontinyu. Pada sistem batch
berlangsug dalam tiga tahap, tahap pertama bakteri mulai memantapkan diri dan pembentukan
gas dimulai walaupun belum lancar (memerlukan waktu beberapa hari). Gas yang dihasilkan mungkin tidak dapat digunakan atau mungkin berbahaya karena konsentrasi H2S yang tinggi. Selanjutnya pada tahap kedua berlangsung selama 2-4 minggu, produksi gas meningkat
melampaui titik maksimum kemudian mulai menurun. Tahap ketiga produksi gas turun perlahan lahan. Pelaksanaan secara kontinyu, bahan masukan dimasukkan secara berkala sehingga tercipta kondisi yang tepat bagi proses fermentasi anaerob yang kemudian menghasilkan gas bio dan sludge dalam jumlah yang tetap. Penguraian kontinyu lebih efisien bila dibandingkan dengan sistem batch sehingga produksi gas lebih tinggi, namun sistem batch memiliki keuntungan tersendiri yaitu sistem ini tidak perlu diperhatikan setiap hari. Sistem pengisian digester pada tipe aliran kontinyu bahan dimasukkan ke dalam digester secara teratur pada satu ujung dan setelah melalui jarak tertentu, keluar di ujung yang lain. Tipe ini mengatasi masalah pada proses pemasukan dan pengosongan pada tipe batch (Barnett et al. , 1978). 2.7 Jenis–jenis biodigester 2.7.1 Biodigester satu fasa Pada proses anaerob satu fasa, digester/reaktor yang digunakan hanya satu digester, jadi semua tahap proses penguraian dan semua jenis mikroba yang terlibat dalam proses tersebut berada didalam satu degister sehingga tidak memerlukan satu reaktor tambahan. Contoh gambar dari biodigester satu fasa dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:
ARIS SUBARKAH (091711006)
16
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
Gambar 2.2 biodigester satu fasa
2.7.2 Biodigester anaerob dua fasa
Berdasarkan temperature proses anaerob termofilik biasanya performance proses lebih
baik (kecepatan fermentasi, konversi bahan organik menjadi biogas) dan lebih higienis terkait pemusnahan bakteri patogen. Selama proses fermentasi anaerob, senyawa-senyawa organik diurai menjadi gas metana dan karbon dioksida. Proses ini melewati beberapa tahap yang melibatkan berbagai jenis mikroba yang saling berinteraksi dan bekerja sama pada proses tersebut. Pada umumnya mikroba yang satu akan tergantung dengan mikroba yang lain. Beberapa mikroba terkait adalah mikroba yang tumbuh sangat lambat,sehingga sensitif terhadap perubahan-perubahan pada kondisi operasional. Perubahan-perubahan inilah yang bias menyebabkan ketidakstabilan dan bahkan menyebabkan kegagalan proses selama waktu yang cukup lama. Kegagalan atau ketidaksetimbangan proses anaerob bisa disebabkan oleh overload hidraulis (waktu tinggal terlalu pendek), oleh overload organis (laju beban organik terlalu tinggi) yang menyebabkan souring pada keseluruhan proses, dan oleh akumulasi dari senyawa-senyawa yang bersifat toksis atau
inhibitor. Selain itu, perubahan temperatur secara tiba-tiba akan
membawa akibat (negatif) pada bakteri metanogen. Untuk mengurangi peluang kegagalan atau ketidaksetimbangan proses anaerob khususnya terkait dengan souring, maka diterapkan proses anaerob dua fase yang terdiri dari reaktor hidrolisa dan reaktor metanogen. Dengan proses anaeerob dua fase ini diharapkan performance proses bisa berjalan lebih baik, di mana proses lebih stabil. Proses anaerob dua fase ini diharapkan bisa dioperasikan pada laju beban organik (atau loading) yang lebih tinggi dan waktu tinggal hidraulis yang lebih pendek (Kholiq, 2007) Diagram alir digestasi anaerobik dua fasa dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut:
ARIS SUBARKAH (091711006)
17
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
Gambar 2.3 biodigester anaerobik dua fasa continyu
2.8 Rumus perhitungan Untuk menghitung pH campuran, C-Organik, nilai kalor dan potensi energi pada biogas maka digunakan rumus sebagai berikut berikut. Salah satu parameter yang berpengaruh untuk produksi biogas adalah pH maka dilakukan perhitungan terhadap pH campuran. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: pHcampuran = 𝑝𝐻sampah makanan × % sampah makanan + (𝑝𝐻 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒 × % 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒) ......... (2.1)
Untuk mengetahui rasio C/N maka dilakukan perhitungan terhadap nilai NTK. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: NTKcampuran = 𝑁sampah makanan × % sampah makanan + (𝑁𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒 × % 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒) …………………………………………………….............. (2.2) COrganikcampuran= 𝐶 − 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 sampah makanan × % sampah makakan + (𝐶 − 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒 × % 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒) ...................................................... (2.3)
Untuk mengetahui nilai kalor pada biogas maka dilakukan perhitungan terhadap nilai kalor CH4. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut: Nilai Kalor CH4 = LHV CH4 X ρ CH4 ........................................................................ (2.4) ARIS SUBARKAH (091711006)
18
LAPORAN TUGAS AKHIR 2012
Untuk mencari nilai kalor biogas, rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
N biogas = % CH4 X nilai kalor CH4 .............................................................................. (2.5)
Untuk mencari energi yang dihasilkan dari biogas yaitu Volume biogas dikali dengan nilai kalor biogas, rumus perhitunggannya adalah sebagai berikut:
E biogas = Vbiogas X N CH4 ............................................................................................. (2.6) Untuk mengetahui karakteristik pHcampuran antara sludge dan sampah makanan rumus
perhitungannya adalah sebagai berikut : pHcampuran= 𝑝𝐻sampah makanan × % sampah makanan + (𝑝𝐻 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒 × % 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔𝑒) ... (2.7)
ARIS SUBARKAH (091711006)
19