BAB II LANDASAN TEORI
A. Sistem Perpajakan diIndonesia 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Berbicara mengenai pajak, banyak ahli yang memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh P.J.A Adriani sebagaimana yang dikutip oleh Waluyo (2008 : 2), sebagai berikut: Pajak ialah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Pengertian pajak menurut Mardiasmo ( 2009 : 1 ) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sementara itu, menurut Siti Resmi ( 2009 : 1 ) pengertian pajak adalah sebagai berikut :
6
7
Pajak merupakan suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara lansung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah : a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. b. Dalam pembayaaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya
masih
terdapat surplus,
dipergunakan untuk
membiayai public investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, maka menurut Waluyo (2008 : 6) terdapat dua fungsi pajak yaitu : a. Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
8
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran
pemerintah,
sebagai
contoh
yaitu
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksankan kebijakan dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dan barang mewah. Kemudian berdasarkan sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia, terdiri dari : 1. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri Official Assessment System : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. b. Wajib Pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Contoh : Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), perhitungan pajak masih dilakukan oleh pihak fiskus.
9
2. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Self assessment System : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. Withholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenagn kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri With Holding System : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, selain fiskus dan Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan Pasal 23, potongan pajak dari penghasilan seperti deviden atau royalty langsung dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan Self Assessment System sesuai dengan ketentuan yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009
10
yang menyatakan “Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem Self Assessment wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak”. Oleh karena pajak sifatnya dapat dipaksakan dan ketentuannya diatur dengan undang-undang, maka untuk mencapai tujuan pemungutan, Adam Smith menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada : a. Equity Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan yang berlaku. b. Certainly Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas berapa jumlah yang harus dibayar, kapan harus dibayar, dan batas waktu pembayaran. c. Convenience Sebaiknya Wajib Pajak membayar pajak sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan bagi Wajib Pajak, misalnya pada saat Wajib Pajak memperboleh penghasilan d. Economy
11
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.
2. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak Kewajiban Wajib Pajak Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 adalah sebagai berikut : 1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjaktif dan objektif. 2. Melaporkan usahannya pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha Kena Pajak. 3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.
12
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. 7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 8. a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau Objek yang terutang pajak b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, dan/atau c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.
13
Hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 adalah sebagai berikut : 1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa. 2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. 3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secra tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jendral Pajak. 4. Membetulkan Surat Pemberitahuan
yang
telah
disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. 5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 6. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Nihil d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
14
7. Mengajukan Permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. 8. Mengajukan Keberatan Kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Nihil d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan 9. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. 10. Menunjukan seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. 11. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sankai administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No. 16 Tahun 2009.
15
3. SPT (Surat Pemberitahuan) Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Peraturan SPT tersebut selanjutnya dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah,\lalu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 dan yang terakhir Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 aturan pelaksanaan pada tingkat dibawahnya seperti peraturan menteri keuangan. a. Fungsi Surat Pemberitahuan Seperti batasan SPT bahwa Wajib Pajak dalam melaporkan perhitungan pajaknya dan/atau pembayaran pajaknya menggunakan SPT. Pasal 3 Undang-undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang
16
rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain ditetapkan oleh Direktorat Wajib Pajak. Dengan ini lebih menugaskan fungsi SPT bagi Wajib Pajak. 1. Bagi Pengusaha Bagi pengusaha bahwa SPT Pajak Penghasilan yaitu berfungsi sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak . b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak. c. Harta dan kewajiban dan/atau d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Bagi Pengusaha Kena Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
17
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran, dan b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan. 3. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Pengertian mengisi SPT dimaksudkan yaitu mengisi formulir SPT dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, jelas sesuai, sesuaidengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah : a. Benar yaitu benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. b. Lengkap yaitu memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. c. Jelas yaitu melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsurunsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
18
Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan kepada Wajib Pajak, formulir SPT disediakan di kantor-kantor Direktorat Jendral Pajak dan tempat-tempat yang lain yang ditentukan oleh Direktorat Jendral Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau Wajib Pajak. Pengambilan SPT dengan cara lain juga dapat dilakukan Wajib Pajak dengan mengakses situs Direktorat Jendral Pajak. Penegasan pada pasal 3 ayat (2) untuk setiap Wajib Pajak yang wajib mengisi SPT dan Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, mengambil sendiri SPT atau mengambil dengan cara lain yang tata caranya diatur oleh Menteri Keuangan. Sedangkan masalah penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa (pengaturannya didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan). b. Bentuk, Isi, dan Keterangan dan/atau Dokumen sebagai Lampiran SPT Jenis dan Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT) Jenis SPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 meliputi : 1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu SPT untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. 2. SPT Masa, yaitu SPT untuk suatu masa pajak yang terdiri atas :
19
a. SPT Masa Pajak Penghasilan b. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Dari jenis SPT baik SPT Tahunan maupun SPT Masa berbentuk : 1. Formulir kertas hardcopy atau 2. E-SPT yaitu data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik ysng dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan Direktorat Jendral Pajak. Isi Surat Pemberitahuan (SPT) SPT Tahunan Suatu SPT terdiri dari SPT induk dan lampirannya sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Untuk data dasar (formal) SPT palin sedikit memuat : 1. Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan Alamat Wajib Pajak 2. Masa Pajak, bagian tahun apajak, atau tahun pajak yang bersangkutan dan a. Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak
20
Disamping data dasar (data formal) juga terdapat/memuat data meteriil mengenai: 1. Jumlah peredaran usaha 2. Jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak 3. Jumlah Penghasilan Kena Pajak 4. Jumlah pajak yang terutang 5. Jumlah kredit pajak 6. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak 7. Jumlah harta dan kewajiban 8. Tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 dan 9. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak SPT Masa Dalam SPT Masa disamping data dasar berisi pula data materiil untuk SPT Masa Pajak Penghasilan yaitu meliputi : 1. Jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar 2. Tanggal pembayaran atau penyetoran dan 3. Data lainnya yang terkait denagn kegiatan usah Wajib Pajak
21
Sedangkan untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dipisahkan dengan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagai berikut : 1. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai memuat : a. Jumlah penyerahan b. Jumlah dasar pengenaan pajak c. Jumlah Pajak Keluaran d. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan e. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak f. Tanggal penyetoran dan g. Data lainnya yang terkaitdengan kegiatan usaha Wajib Pajak 2. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut PPN memuat : a. Jumlah dasar pengenaan pajak b. Jumlah pajak yang dipungut c. Jumlah pajak yang disetor d. Tanggal pemungutan e. Tanggal penyetoran f. Data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
22
c. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan yang diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Tanggal 5 April 2010,
btas waktu
penyampaian SPT diatur : 1. Untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak 2. Untuk SPT Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak Pengaturan lainnya diperlakukan untuk PPh Pasal 22 Impor, Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai yang disampaikan Direktorat Jendral Bea Cukai. Untuk memudahkan dalam menetapkan batas waktu penyampaian SPT baik masa maupun tahunan, berikut disampaikan batas waktu penyampaian SPT sebagai berikut. 1. SPT Masa No
1.
Jenis Pajak
PPh Pasal 21
Pihak yang
Batas Waktu Penyampaian
Menyampaikan SPT
SPT
Pemotong PPh Pasal 21
Paling Lama 20 hari setelah masa pajak berakhir
2
PPh
Pasal
22 Bea Cukai
Import 3
PPh Pasal 22
14 hari setelah akhir masa pajak
Bendaharawan
14 hari setelah akhir masa
23
Pemerintah 4
pajak
PPh Pasal 22 oleh Pemungut Pajak DJBC
Secara mingguan paling lama
DJBC
7 hari setelah akhir batas waktu penyetoran pajak
5
PPh Pasal 22
Pihak yang melakuakan Paling lama 20 hari setelah penyerahan
6
7
PPh
Pasal
22 Pihak
akhir masa pajak
yang
melakukan Paling lama 20 hari setelah
badan Tertentu
penyerahan
akhir masa pajak
PPh Pasal 23
Pemotongan PPh Pasal 23
Paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak
8
9
PPh Pasal 25
PPh Pasal 26
Wajib
Pajak
yang Paling lama 20 hari setelah
mempunyai NPWP
akhir masa pajak
Pemotong PPh Pasal 26
Paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak
10
PPN dan PPnBm
Pengusaha Kena Pajak
Paling
lama
akhir
berikutnya
bulan setelah
berakhirnya masa pajak dan sebelum
SPT
masa
PPN
disampaikan 11
12
PPN dan PPnBm Bea Cukai
Paling lama 7 hari setelah
DJBC
akhir masa pajak
PPN dan PPnBm
Pemungut
pajak
bendaharawan
selain Paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak
Sumber : Mardiasmo (2006 : 28) Wajib Pajak yg melakuakan pembukuan, SPT Tahunan PPh harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba rugi serta keterangan lain yang digunakan sebagai dasar menghitung Penghasilan Kena Pajak.
24
2. SPT Tahunan No 1
Jenis SPT
Batas Waktu Penyampaian
SPT tahunan PPh Orang pribadi yang Paling lama 3 bulan setelah akhir melakukan kegiatan atau pekerjaan tahun pajak bebas (1770)
2
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang Paling lama 3 bulan setelah akhir tidak melakukan kegiatan usaha atau tahun pajak pekerjaan bebas (1770S)
3
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang Paling lama 3 bulan setelah akhir mempunyai pemberi bruto
penghasilan
kerja tidak
dari
satu tahun pajak
dengan
penghasilan
lebih
dari
Rp.
60.000.000,00 setahun (1770SS) 4
SPT Tahunan PPh Badan (1771)
Paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak
Sumber : Mardiasmo (2006 : 29 ) 4. Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
25
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
a. Wajib Pajak (WP) Badan; b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
a. Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan; 2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
26
b. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. 4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. 5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan
1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain : a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;
27
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. 2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masingmasing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan. 3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
c. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak; 3. Penghitungan PPN dan PPnBM; 4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
28
d. Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah
Wajib Pajak yang diperkenankan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah yaitu bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat adalah :
1. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan ketentuan Peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing; 2. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya, yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan
Perundang-undangan
Pertambangan
selain
pertambangan minyak dan gas bumi; 3. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi; 4. Bentuk Usaha Tetap, yaitu bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan atau menurut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang terkait; 5. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri;
29
6. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi mata uang Dollar Amerikat Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasa Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan pasar modal; 7. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b Undang- Undang Pajak Penghasilan.
e.
Tata Cara Pengajuan Penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
30
1. Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satauan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai; 2. Sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama.
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan tersebut paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum memberikan keputusan maka permohonan WP tersebut dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uangan Dollar Amerika Serikat.
WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang sejak pendiriannya maupun yang akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pendirian (bagi WP yang sudah menyelenggarakan sejak pendiriannya) atau 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
31
Serikat tersebut dimulai (bagi WP yang belum menyelenggarakan sejak pendiriannya).
WP yang telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat namun merencanakan untuk tidak memanfaatkan izin tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan pembatalan secara tertulis ke KPP dalam hal Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam surat izin belum dimulai dan pemberitahuan tersebut harus sudah diterima oleh KPP sebelum Tahun Pajak tersebut dimulai.
Apabila penyelenggaraan pembukuan tersebut sudah dimulai, maka wajib mengajukan permohonan pembatalan secara tertulis ke KPP paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai. Bagi WP Kontrak Karya atau WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang telah memberitahukan ke KPP untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, namun
WP
tersebut
akan
menyelenggarakan
pembukuan
dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata Rupiah, wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah paling lama 3 (tiga) bulan
32
sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah tersebut dimulai.
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan pembatalan penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum memberikan keputusan, maka permohonan dianggap diterima. WP yang mengajukan permohonan tersebut tidak diperbolehkan lagi menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak izin tersebut dicabut.
f.
Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode
33
pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
B. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan terdiri dari dua kata yang mempunyai arti sendiri yaitu kata pajak dan kata penghasilan. Pengertian penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undangundang No. 36 tahun 2008, adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang wajib dibayar oleh masyarakat yang mempunyai penghasilan untuk kepentingan negara dan akan juga untuk kesejahteraan hidup masyarakat. 2. Subjek Pajak Yang menjadi subjek pajak adalah : a. 1. Orang pribadi
34
2. Warisan yang belum terbagisebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak b. Badan, dan c. Bentuk Usaha Tetap Subjek pajak di bedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. 3. Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: a. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan b. pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD
35
c. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. e. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. 2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dari jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
36
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : a. Tempat kedudukan manajemen b. Cabang perusahaan c. Kantor perwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik f. Bengkel g. Gudang h. Ruang untuk promosi dan penjualan i. Pertambangan dan penggalian sumber alam j. Wilayah kerja pertambanagan minyak dan gas bumi k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan n. Orang atau badan yang bertidak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia, dan
37
p. Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Yang tidak teremasuk subjek pajak :
1. Kantor perwakilan negara asing; 2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat: a. bukan warga Negara Indonesia; dan b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta c. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; b. tidak menjalankan usaha; atau c. kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :
38
a. bukan warga negara Indonesia; dan b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
3. Objek Pajak
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
39
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga
termasuk
premium,
pengembalian utang;
diskonto,
dan
imbalan
karena
jaminan
40
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia.
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
41
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
42
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
43
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. dihapus;
44
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan
perusahaan
mikro,
kecil,
menengah,
atau
yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
45
4. Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak menurut Undangundang No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 :
a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan WP OP Dalam Negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,00 ( lima puluh
5%
juta rupiah )
(lima persen) 15%
Di atas Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima
(lima belas persen)
puluh juta rupiah) 25%
Di atas Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,00
(dua puluh lima persen)
(lima ratus juta ruiah) Daiatas Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta ruiah)
30 % (tiga puluh persen)
b. Tarif PPh Terutang berdasarkan pasal 31 (e) sebagai berikut : a. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000, maka perhitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut :
46
Tabel 2.2 Tarif PPh Terutang Peredaran Bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000
PPh Terutang = 50% X 25% X Seluruh Penghasilan Kena Pajak
b.
Jika peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000 sampai dengan Rp. 50.000.000.000 perhitungan PPh terutangnya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Tarif PPh Terutang Peredaran Bruto lebih dari Rp.4.800.000.000 sampai dengan Rp.50.000.000
PPh Terutang
=
25% x Penghasilan Kena (50% x 25%) x Pajak bagian peredaran Penghasilan Kena Pajak + dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas bruto yang memperoleh fasilitas
Sumber : http://masjoen.blogspot.com/2013/02/tarif-dan-contoh-cara-menghitung-pph.html
47
C. Laporan Keuangan Fiskal
1. Pengertian Laporan Keuangan Fiskal
Keutamaan perpajakan mempunyai kiteria tentang pengukuran dan pengakuan komponen yang terdapat dalam laporan keuangan. Pengukuran tersebut tidak selamanya sejalan dengan prinsip akuntansi komersial, karena argumentasi dari motovasi laporan keuangan fiscal untuk memperkecil areal potensi pengenaan pajak dan memberi dorongan untuk merealokasikan dalam bentuk-bentuk investasi. Penyusunan laporan keuanagan
fiscal seperti yang dikemukakan oleh Gunadi
(2005:31), praktik laporan keuangan fiscal sebagai solusi antara ketentuan akuntansi dengan ketentuan pajak terdiri dari tiga pendekatan :
a. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktik akuntansi. Dalam pendekatan pertama, laporan keuangan walaupun disusun berdasarkan prinsip akuantansi, sangat diwarnai oleh ketentuan perpajakan. Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perpajakan tanpa kelonggaran terhadap ketidaksamaan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pada pendekatan ini terlibat adanya dua perangkat pembukuan, yaitu untuk kepentingan komersial dan untuk kepentingan fiscal. Dengan melihat sisi kepentingannya, pembukuan ganda (arti terbatas) bukanlah bentuk kecurangan, karena keduanya telah disusun berdasarkan standar atau norma yang berlaku pada masing-masing akuntansi.
48
b. Pada pendekatan kedua ini, Wajib Pajak bebas menyelenggarakan pembukuananya dengan dasar prinsip dan metode akuntansinya. Laporan keuangan fiscal disusun terpisah diluar proses pembukuan, sering disebut sebagai extra camtable. Laporan keuangan fiscal disusun melalaui proses rekonsiliasi antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiscal, sehingga laporan yang dihasilkan dari extra camtable tersebut fungsinya hanya sebagai tambahan laporan keuangan komersial. Pendekatan kedua ini lebih banyak digunakan sebagai pilihan yaitu dengan menyusun laporan keuangan fiscal melalui rekonsiliasi. Umumnya praktik pembukuan di Indonesia menyusun laporan keuanga fiscal yang disertai dengan rekonsiliasi. c. Pendekatan ketiga menyatakan ketentuan perpajakan sebagai sisipan Standar Akuntansi Keuangan atau pendekatan dengan prinsip Comment Basic. Dalam dasar ini, laporan keuamngan disusun mengikuti Standar Akuntansi Keuangan, tetapi apabila terdapat aturan lain dalam akuntansi komersial, maka preferensi diberikan pada ketentuan perpajakan.
Dalam fungi budgeter, pajak sebagai alat mentransfer sumber daya dari masyarakat kepada negara. Oleh karena itulah laporan keuangan yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) lebih berkepentingan terhadap informasi tentang laba atau rugi perusahaan yang berkenaan dengan pajak penghasilan dan peredaran berkenaan dengan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang terutang PPN dan PPnBm.
49
2. Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiscal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan perhitungan khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial ditunjukan untuk menilaia kinerja ekonomi dan keadaan financial dari sector privat, sedangkan laporan keuangan fiscal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Untuk kepentingan komersial, laporan keuangan disusun berdasarkan prisip yang berterima umum yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan, untuk kepentingan fiscal laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan Undang-undang Pajak Penghasilan.
Rekonsiliasi fiscal yaitu suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan wajib pajak secara komersil menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba atau rugi fiscal (Mansyur,2005:150).
Rekonsiliasi fiscal, dikategorikan dalam dua jenis yaitu :
a. Beda Waktu Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut prinsip akuntansi (ekonomi perusahaan) dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak berikutnya. Contoh koreksi
50
fiscal beda waktu adalah biaya penyusutan dan amortisasi serta penilaian persediaan. b. Beda Tetap Beda tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan dan biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi (ekonomi perusahaan) yang sifatnya permanen. Contoh koreksi fiscal beda tetap adalah : 1. Bantuan, sumbangan, harta hibahan yang diterima sepanjang tidak ada hubungan usaha dengan pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan dan dari pemerintah. 2. Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak. 3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan 4. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan 5. PPh Pasal 23/26 yang ditanggung oleh perusahaan 6. Tidak adanya bukti pendukung yang kuat 7. Penggunaan praktik-praktik akuntansi yang tidak sehat
51
D. Perencanaan Pajak
1. Pengertian dan Tujuan Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak merupakan salah satu fungsi tax management yang bertitik tolak pada usaha pencapaian efektivitas dan efesiensi dalam melakukan kewajiban perpajakan. Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan adanya tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai patokan dalam memberikan penilaian efisiensi keputusan keuangan. Dengan demikian tujuan manajemen pajak harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang memadai.
Definisi perencanaan pajak menurut Erly (2008:7) adalah sebagai berikut :
Perencanaan pajak merupakan suatu analisis yang sistematis atas berbagai pilihan strategi perlakuan perpajakan yang berlaku dengan maksud untuk meminimalkan beban pajak saat ini maupun dimasa yang akan dating. Jadi perencanaan pajak lebih merupakan penghindaran pajak (tax avoidance) bukan penggelapan pajak (tax evasion). Tujuannya adalah mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar aturan yang berlaku. Dengan demikian pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya, dengan kata lain akan membantu cash flow perusahaan.
Kesimpulannya adalah perencanaan pajak yang efektif tidak tergantung kepada seorang ahli pajak professional tetapi tergantung kesadaran dan keterlibatan
52
para pengambil keputusan adanya dampak pajak yang melekat pada setiap aktivitas perusahaan.
2. Fungsi Perencanaan Pajak
Perusahaan menerapkan manajemen pajak untuk menerapakan fungsi-fungsi manajemen itu sendiri, seperti : perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pajak. Fungsi perencanaan pajak sdinilai sangat dominan dalam rangka mengatur pajak dan diakui bahwa fungsi ini berperan penting bagi keberhasilan manajemen pajak.
Tahap awal perencanaan pajak, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya untuk meminimalkan beban pajak selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang akan dimanfaatkan untuk melakuakan penghematan pajak.
Tahap kedua pelaksanaan pajak, memahami ketentuan peraturan perpajakan dan menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.
Tahap ketiga pengendalian pajak yang bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal dan material, kemudian pemeriksaan pembayaran pajak (timing).
53
3. Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak
Menurut Erly (2008:13), Agar perencanaan pajak dapat berjalan sesuai dengan tujuan diperlukan tahapan-tahapan terencana sebagai berikut : 1. Menganalisa informasi yang ada Pada tahap ini perencanaan pajak harus menganalisa dan mempertimbangkan semua aspek yang mungkin terlibat dalam perencanaan pajak. Pertimbangan ini menimbang segala kemungkinan keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan perencanaan pajak. Factor-faktor yang perlu di perhatikan antara lain : a. Fakta yang relevan. Dalam era globalisasi serta tingkat persaingan yang semakin ketat maka seseorang manajer pajak dalam merencanakan pajak untuk suatu organisasi dituntut harus benar-benar menguasai situasi yang dihadapi baik dari segi internal maupun eksternal dan selalu mengamati perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak dapat dilakukan secara tepat, menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi yang mempunyai dampak perpajakan. b. Faktor pajak. Dalam melakukan pembuatan perencanaan pajak perlu diperhatikan faktor-faktor pajak dari suatu negara untuk menjamin berhasilnya suatu perencanaan pajak 2. Membuat satu model atau lebih rencana pajak
54
Model diperlukan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai perhitungan perencanaan pajak. Sebaiknya model dibuatkan lebih dari satu agar dapat dibandingkan dan lebih dapat terukur keuntungan dan kerugiannya. Sehingga perencanaan pajak dapat memilih alternative-alternatif yang tersedia. 3. Evaluasi perencanaan pajak Mengevaluasi dengan analisa keuangan suatu perencanaan pajak misalnya bagaimana perencanaan pajak mempengaruhi beban pajak, laba kotor atau pengeluaran lain jika alternatif-alternatif dipilih atau dijalankan. 4. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali Dari berbagai alternative yang telah dibuat, perencanaan pajak harus melihat potensi kerugian atau potensi keuntungan yang akan diperoleh. Keputusan untuk menjatuhkan pilihan satu alternatif kadang membawa kondisi pada potensi kerugian yang akan diperoleh. Tugas dari perencana pajak adalah meminimalkan potensi kerugian tersebut. 5. Memutakhirkan rencana pajak Suatu undang-undang seringkali mengalami perubahan demikian pula dengan undang-undang perpajakan. Perubahan ini akan membawa dampak bagi perencanaan pajak secara keseluruhan. Tugas dari perencana pajak untuk melihat kembali rancangan yang telah dibuat untuk menyesuaikan dengan perubahan undang-undang tersebut.
55
Dengan demikian, pada awalnya perencanaan pajak perlu menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatau proyek dan menghitung seakurat mungkin pajak (tax burden) yang harus ditanggung.
4. Strategi Perencanaan Pajak Menurut Erly (2008: 119), strategi penghematan pajak dengan melakukan perencanaan pajak dapat dilaksanakan dengan berbagai macam strategi sebagai berikut : a. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. b. Memilih lokasi dari perusahaan yang akan didirikan c. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau memaksimalkan mungkin dari berbagai pengecualian, potongan atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang d. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha (corporate company) sehingga diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha (business entity) e. Mendirikan perusahaan ada yang berfungsi sebagai profit centre da nada jga yang berfungsi sebagai cost centre f. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan (fringe benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif pajak maksimum
56
g. Memilih metode penilain persediaan h. Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) disamping pembelian langsung i. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan j. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak k. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan untuk itu wajib pajak harus jeli dalam memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang harus di kreditkan l. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengancra melakukan pembayaran pada saat mendekati tanggal jatuh tempo m. Menghindari pemeriksaan pajak, pemeriksaan pajak oleh Direktorat Jendral Pajak dilakukan terhadap wajib pajak yang : 1. SPT lebih bayar 2. SPT rugi 3. Tidak atau terlambat memasukkan SPT 4. Terdapat informasi pelanggaran 5. Memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak menghindari lebih bayar dengan cara : a. Mengajuakan pengurangan pembayaran angsuran masa PPh pasal 25 ke KPP yang bersangkutan apabila yang diperkirakan
57
dalam tahun pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak b. Mengajukan permohonan pembebasan PPh pasal 22 impor apabila perusahaan melakukan impor. n. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
5. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan Kewajiban pajak terdiri dari : a. Kewajiban Pajak Subjektif Adalah kewajiban yang melekat pada subjeknya. Pada prinsipnya semua orang yang berkediaman di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. Untuk orange atau badan yang tidak bertempat tinggal, tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia, mempunyai kewajiban pajak subjektif jika mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia. b. Kewajiban Pajak Objektif Adalah kewajiban pajak yang melekat pada objeknya. Seseorang atau badan memenuhi kewajiban pajak objektif, jika ia mendapat atau memeperoleh penghasilan atau memiliki kekayaan yang oleh undang-undang pajak ditetapkan sebgai objek pajak.
Apabila pada tahap perencanaan pajka telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah-langkah
58
selanjutnya adalah mengimplementasikan baik secar formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang belaku. Menejemen pajaka tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanananya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan menejemen pajak. Untuk dapat mencapai tujuan menejemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu : a. Memahami ketentuan peraturan perpajakan Dengan
mempelajari
peraturan
perpajakan
seperti
Undang-Undang,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jendral Pajak, dan Surat Edaran Dirjen Pajak. Kita dapat mengetahui peluangpeluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak. b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat Pembukuan merupakan sarana yang penting dalam penyajian infomasi keuangan perusahaan yang disajikan dalm bentuk laporan keuangan dan menjadi data dalam menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang.
Mengingat pentingnya pembukuan maka dalam pasal 28 ayat 1 Undangundang Nomor 6 tahun 1983 sebagaiman diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan terakhir diubah menjadi Undang-undang Nomor 16 tahun 2009, telah menetapkan bahwa Wajib
59
Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib melakukan pembukuan.