BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Lembaga Keuangan Pengelompokan
lembaga
keuangan
berdasarkan
kemampuannya
menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: lembaga keuangan depositori dan non depositori. Lembaga keuangan depositori adalah lembaga keuangan yang menghipun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan misalnya tabungan atau deposito. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa seperti ini adalah bank-bank. Sedangkan lembaga keuangan non depositori adalah lembaga keuangan bukan bank yang menawarkan jasa pembiayaan, sewa guna usaha, pembiayaan konsumen dan kartu kredit. (Siamat, 2004) Masyarakat luas belum mengetahui perbedaan yang jelas antara bank dan lembaga pembiayaan, terkadang masyarakat masih menganggap lembaga pembiayaan adalah bank. Walaupun bergerak dalam bidang keuangan tetapi jelas bank dan lembaga pembiayaan berbeda dalam banyak hal. Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang didirikan secara khusus untuk melakukan kegiatan termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan, diantaranya perusahaan sewa guna usaha (leasing company),
perusahaan
modal ventura (ventura capital company), perusahaan perdagangan surat berharga
(security
company), perusahaan
pajak
piutang
(factoring
company), perusahaan kartu kredit (credit card company), perusahaan pembiayaan konsumen (consumers finance company). 7
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sewa guna usaha (leasing) merupakan
suatu
perjanjian
penyediaan
barang-barang
modal
yang
digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu. Keunggulan leasing adalah pembiayaan penuh, lebih
fleksibel,
merupakan
sumber
pembiayaan
alternative, off balance sheet, dapat diatur mengikuti arus dana, terproteksi terhadap inflasi dan terlindung dari keausan teknologi. Perusahaan pembiayaan konsumen (consumers finance company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan system pembayaran angsuran atau berkala seperti pembiayaan kendaraan roda empat dan roda dua, elektronik, furniture
maupun perumahan.
Kebutuhan
masyarakat
yang semakin
meningkat, membuat masyarakat menjatuhkan pilihannya untuk menggunakan jasa lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan terkemuka yang berdiri Jakarta antara lain : PT Federal International Finance, PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk, PT Summit Oto Finance (SOF), PT Wahana Ottomitra Multiartha (WOM), PT Bussan Auto Finance (BAF), PT Toyota Astra Financial Service (TA Finance), PT Indomobil Finance, PT BCA Finance (BCAF), Astra Credit Companies (ACC) dan OTO Multiartha. (http://www.simulasikredit.com)
8
2.2. Kredit 2.2.1 Pengertian kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seorang ataupun badan yang memberikan kredit (disebut kreditur) percaya bahwa penerima kredit (disebut debitur) pada masa yang akan datang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan berupa uang, barang atau jasa (Fahmi dan Lavianti, 2010). 2.2.2 Tujuan dan Fungsi Kredit Menurut Fahmi dan Lavianti (2010), tujuan dari lembaga keuangan memberikan kredit kepada debitur adalah untuk : 1. Mencari
keuntungan,
memperoleh
pemberian
kredit
merupakan
upaya
untuk
hasil dalam bentuk bunga yang diterima oleh lembaga
keuangan sebagai balas jasa dan provisi kredit yang dibebankan kepada debitur, dengan harapan debitur yang memperoleh kredit pun bertambah maju dalam usahanya. Keuntungan debitur ini penting untuk kelangsungan hidup lembaga keuangan dan kemajuan usaha debitur. 2.
Membantu usaha debitur, yaitu debitur yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana modal kerja, sehingga debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. 9
3. Membantu pemerintah dengan maksud semakin banyak kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan, maka diharapkan semakin banyak pengusaha dapat berkembang, sehingga mendukung pembangunan di berbagai sektor yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor pajak. 4. Membantu masyarakat hal ini berarti semakin berkembang sektor rill yang diusahakan oleh pengusaha mikro, kecil dan menengah, akan menciptakan kesempatan kerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2.2.3 Unsur-Unsur Kredit Fahmi dan Lavianti (2010), mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut : 1. Kepercayaan Kepercayaan merupakan hal yang paling penting dari unsur kredit. Konsep kredit pada saat ini adalah mitra bisnis untuk mewujudkan suatu sinerji kerja yang baik. Keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa, yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. 2. Kesepakatan Suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan penyaluran kredit dituangkan 10
dalam perjanjian kredit kredit yang ditangani oleh kedua belah pihak yaitu kreditur dan debitur.
3. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengambilan kredit yang telah disepekati bersama dengan menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya. 4. Resiko Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan oleh 2 hal yaitu debitur yang sengaja
tidak
membayar
kreditnya
dan
debitur
yang
sengaja.
Penyebab tidak tertagih sebenarnya karena adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagih/macet dalam pemberian semakin
kredit.
Semakin
panjang
jangka
waktu
kredit
besar resiko tidak tertagih. Resiko ini menjadi tanggungan
kreditur baik resiko yang disengaja maupun yang tidak disengaja. 2.2.4 Analisa Kredit Menurut Siamat (2004), analisa kredit adalah proses menganalisa calon debitur guna memperoleh indikasi kemungkinan terjadinya default (kegagalan debitur membayar kembali kredit yang diterimanya, angsuran 11
pokok beserta bunga yang telah disepakati). Langkah yang tepat untuk mengambil keputusan terhadap masalah yang dihadapi dalam proses pemberian kredit adalah melakukan analisa pemberian kredit. Sebelum melaksanakan kegiatan tersebut ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu pemilihan pendekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan analisa kredit yaitu : 1. Pendekatan jaminan (collateral approach) 2. Pendekatan karakter (character approach) 3. Pendekatan kemampuan pelunasan atas kredit yang diberikan (repayment approach) 4. Pendekatan tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon debitur (feasibility approach) 5. Pendekatan bank pembangunan (development bank approach) Menurut Fahmi dan Lavianti (2010) bank dan non bank dalam memberikan kredit harus berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, agar kredit yang diberikan tidak menjadi kredit macet.
Apabila kredit yang diberikan mengalami kemacetan, maka
kemampuan bank dan non bank untuk memenuhi kewajiban terhadap para penyimpan dananya akan menurun.
12
2.2.5 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Jaminan kredit yang diberikan debitur kepada lembaga pembiayaan merupakan tambahan untuk melindungi kredit yang macet. Penilaian terhadap suatu kredit yang telah dilakukan sebelumnya akan menggeser fungsi jaminan sehingga fungsinya hanya untuk berjaga-jaga. Proses ini dilakukan melalui analisa kredit. Sebelum kreditur menyalurkan kreditnya dilakukan beberapa penilaian yang berisikan informasi pada kreditur atas itikad baik dan kemampuan bayar debitur untuk melunasi pinjaman dan bunganya (Fahmi dan Lavianti, 2010). Metode analisis 5C adalah sebagai berikut : 1. Character Analisis ini dapat dilakukan dengan pendekatan human resource dan psikologis. Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang debitur baik dari pekerjaan maupun yang bersifat pribadi bersifat : gaya hidup, keadaan keluarga, kebiasaan dan sebagainya. Ini semua ukuran “kemauan” membayar (moral risk). Tujuan untuk memahami hal ini menyangkut kejujuran debitur dalam urusannya untuk berusaha memenuhi kewajibannya
(willingness
to pay). Pendekatan
lainnya mengenai
karakteristik dapat dicari melalui Bank checking yaitu kemampuan bank untuk melakukan pengecekan. 2. Capacity 13
Capacity
berhubungan
dengan
bussines
record
atau
kemampuan debitur dalam mengelola bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang telah disalurkan. Hal ini dapat dilihat dari laporan rugi/laba per tahun. Bussines risk merupakan perhitungan kemungkinan resiko bisnis yang akan timbul. Trade checking adalah usaha mengamati situasi perdagangan secara makro dan mikro. 3. Capital (Permodalan) Hal ini menyangkut kemampuan modal yang dimiliki seseorang pada saat melakukan usahanya. Melihat penggunaan modal efektif dapat dilihat dari laporan
keuangan
(neraca
dan laporan
laba rugi) dengan melakukan
pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Secara umum hal ini dapat dilihat dari balance sheet, income statement, capital structure, return on euity, return on investment. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. Financial risk merupakan kemungkinan resiko keuangan yang akan timbul. Likuiditas adalah kemampuan
perusahaan
membiayai
seluruh
proyek jangka pendek.
Solvabilitas adalah kemampuan debitur melunasi seluruh kewajibannya dalam
14
jangka panjang. Rentabilitas
merupakan kemampuan debitur memperoleh
keuntungan usahanya. 4. Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon debitur baik yang bersifat fisik maupun
non fisik. Barang ini dapat berupa tanah, bangunan, otomotif,
mesin, surat keputusan atau apapun yang dapat disetujui sebagai jaminan. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi sesuatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Ini merupakan pertahanan akhir apabila debitur mengalami kerugian usaha 5. Condition of economic (Kondisi Ekonomi) Faktor ekonomi sangat perpengaruh terhadap kelangsungan hidup usaha calon debitur.
Penilaian
prospek
bidang
sebaiknya memliliki
prospek baik, sehingga
usaha
yang
kemungkinan
dibiayai kredit itu
bermasalah semakin kecil. Kondisi dapat dilihat dari segi legalisasi keberadaan usaha. Kondisi perekonomian menyangkut tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi, angka inflasi, jumlah penganguran, purchasing power parity (daya beli), penerapan kebijakan moneter, iklim dunia usaha yaitu regulasi pemerintah dan situasi ekonomi internasional yang tengah berkembang. (Suharno, 2002)
15
2.2.6 Pengawasan Kredit Pada saat kredit sudah diberikan kepada debitur maka sudah menjadi kewajiban lembaga pembiayaan untuk mengawasi kelancaran terselesaikannya kredit tersebut hingga lunas. Menurut Fahmi dan Lavianti , (2010), ada dua bentuk pengawasan yang dapat dilakukan oleh pihak lembaga pembiayaan yaitu: 1. Pengawasan dengan model preventif control Pegawasan
dengan model ini dilakukan
oleh pihak perbankan
sebelum kredit tersebut dicairkan atau diberikan kepada calon debitur. Tujuannya adalah
untuk menghindari
kesalahan
yang lebih fatal di
kemudian hari. Kondisi ini mencerminkan kelengkapan berkas yang diajukan hingga tahap survey lapangan seperti jaminan dan bentuk usaha yang dilakukan calon debitur. 2. Pengawasan dengan model represif control Pengawasan dalam model ini dilakukan pada saat kredit tersebut telah diberikan kepada debitur. Pengawasan ini diberikan dengan tujuan agar kreditur membangun kedisiplinan yang kuat untuk melunasi setiap pinjamannnya secara tepat waktu. 2.2.7 Prosedur Penyaluran Perkreditan Prosedur pemberian dan penilaian kredit dalam lembaga keuangan secara umum tidak jauh berbeda. Hal yang mendasari perbedaan tersebut 16
terletak dari prosedur dan persyaratan pertimbangan
yang ditetapkannya
dengan
masing- masing lembaga pembiayaan. Prosedur pemberian
kredit secara umum dapat dibedakan antara pinjaman perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum (perusahaan). Secara lebih jelas prosedur pengembalian kredit dapat dilihat dari gambar berikut ini :
Gambar 2.1. Prosedur pemberian kredit
Permohonan Kredit
Penilaian Analisis 5C & Recomendasi Kredit
Entry Data
Tanda Tangan Kontrak
Pemberian Keputusan (Approval)
Persetujuan Kredit Analist
Realisasi Kredit
Kelengkapan Berkas
Penimpanan Berkas
2.2.8 Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah
17
Kredit OTO Multiartha Cabang Kedoya menghadapi pembiayaan bermasalah yang mengakibatkan keterlambatan sama
halnya
dengan
dalam
pengembaliannya,
lembaga keuangan umumnya. Faktor- faktor yang
menyebabkan terjadinya kredit bermasalah yaitu : 1. Advertisity adalah perubahan pada siklus usaha (bussines cycle) hal ini diluar kontrol seperti sakit, lama menempati tempat tinggal, alam, dan kematian. 2. Miss management adalah ketidakmampuan debitur dalam mengelola kegiatan usahanya dan menjaga kondisi keuangan dengan cara melakukan kegiatan usaha yang sehat. 3. Fraud (penyalahgunaan) maksudnya adalah ketidakjujuran debitur dalam memberikan informasi dan laporan mengenai kegiatan usahanya, posisi keuangan, hutang piutang, persediaan dll. Menurut Bank Indonesia kredit macet merupakan suatu kejadian apabila sudah diusahakan oleh bank dengan membayarkan perpanjangan atau kelonggaran, utang debitur tetap tidak terbayarkan. Hal senada dapat diartikan juga apabila debitur tidak membayarkan hutangnya seperti ketentuan yang tercantum pada perjanjian sebelumnya (Fahmi dan Lavianti, 2010). Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit Bermasalah/Macet Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat 18
disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur adalah: 1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan 2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan. 3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi. 4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman. 5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit. 6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank. 7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama. Sedangkan faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara lain: Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi; 1. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.
19
2. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur. 3. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain; 4. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius. 5. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam. 6. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan kredit). (http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adbi4331/modul_6.htm 2.2.9 Penanganan Kredit Bermasalah Dalam pemberian kredit kepada debitur, lembaga keuangan terlebih dahulu menganalisis debitur yang akan dilakukan oleh bagian analisis kredit. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah debitur layak diberikan kredit sesuai dengan persyaratan yang ada. Analisis kredit bertujuan untuk meminimalisir
kredit
bermasalah OTO Multiartha Cabang Kedoya. Upaya penyelesaian kredit yang dilakukan pada OTO Multiartha Cabang Kedoya
adalah
dengan
cara
pemberian
surat
peringatan, panggilan atau
penagihan, restrukturisasi serta penarikan barang jaminan oleh pihak lain untuk menutupi sisa angsuran debitur.
20
Menurut Kasmir (2008), dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah pihak bank/non bank dapat melakukan berbagai tindakan penyelamatan atau penanganan sebagai berikut: 1. Rescheduling
(penjadwalan
kembali sebagian atau seluruh kewajiban
debitur). Adanya perubahan tentang jadwal angsuran, besarnya angsuran dan jangka waktu pelunasan. a. Memperpanjang jangka waktu kredit Debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. b. Memperpanjang jangka waktu angsuran Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu kredit dimana adanya penambahan jumlah angsuran sehingga jumlah angsuran pun menjadi lebih kecil. 2. Reconditioning Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti : a. Kapitalisasi bunga, yaitu dengan cara bunga dijadikan hutang pokok. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya sedangkan pokok pinjamannya harus dibayar seperti biasa.
21
c. Penurunan suku bunga, dimaksudkan agar lebih meringankan beban debitur. Hal ini tergantung pertimbangan bank/non bank bersangkutan. d. Pembebasan
bunga, dimana dalam pembebasan
suku bunga diberikan
kepada debitur dengan pertimbangan debitur sudah tidak akan mampu lagi membayar
kredit
tersebut.
Akan
tetapi
debitur tetap mempunyai
kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas. Reconditioning merupakan usaha pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak debitur dan dituangkan dalam perjanjian kredit (PK). Perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi oleh debitur dalam pelaksanaan proyek atau bisnisnya. 3. Restructuring, yaitu dengan cara : a. Menambah jumlah kredit b. Menambah equity, yaitu dengan menyetor uang tunai dan tambahan sejumlah dana dari pemilik. Restructuring
adalah usaha penyelamatan
kredit yang terpaksa harus
dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit. 4.
Kombinasi,
merupakan
perpaduan
dari
ketiga
jenis
metode
yaitu
kombinasi antara Restructuring dengan Reconditioning atau Rescheduling 22
dengan Restructuring. Kombinasi 3-R, dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah, dianggap perlu apabila bank dapat melakukannya. 5. Penyitaan Jaminan Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila debitur sudah benar- benar tidak punya itikad baik atau sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya. Eksekusi, jika semua usaha penyelamatan
yang
diuraikan di atas sudah dicoba namun debitur masih juga tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap bank, maka jalan terakhir
adalah
bank
melakukan eksekusi melalui berbagai cara antara lain: 1) Menyerahkan kewajiban kepada BUPN (Badan Usaha Piutang Negara). 2) Menyerahkan perkara ke pengadilan negeri (perkara perdata). 2.2.10 Prosedur Pengembalian Kredit Prosedur pengembalian kredit adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh peminjam untuk melunasi hutangnya atau mengangsur hutangnya kepada pihak yang memberikan pinjaman dalam hal ini adalah pihak lembaga pembiayaan sesuai dengan perjanjian pelunasan kredit yang telah disepakati. Penagihan adalah rangkaian aktivitas yang bertujuan menjaga kelancaran pembayaran angsuran dari konsumen yang dijalankan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga kerugian perusahaan dapat diminimalisir. Dalam menilai suatu sistem penagihan kredit berhasil, maka dikaitkan dengan tingkat pengembalian kredit dari debitur yang dapat digolongkan menjadi 23
lancar yaitu tepat waktu atau sebelum jatuh tempo, bermasalah yaitu kurang lancar atau menunggak tetapi masih dapat membayar, serta macet yaitu menunggak dan sudah tidak mampu membayar sehingga pihak bank dapat mengambil alih agunan (collateral). Maksud dari pengelompokan kredit di atas adalah untuk memudahkan lembaga pembiayaan dalam melakukan pengawasan terhadap fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur sehingga setiap keadaan kredit dapat diikuti secara baik. 2.2.11 Kolektibilitas Kredit Kolektibilitas
kredit
/ kualitas
kredit
merupakan
kemampuan
debitur untuk mengembalikan dana yang dipinjam dari bank baik pinjaman pokok maupun bunga kreditnya pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Penggolongan kolektibilitas (kualitas kredit) dapat diukur melalui ketepatan pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur baik ditinjau dari usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan. Berdasarkan tingkat
kelancaran
dalam
pengembalian
kredit,
Bank
Indonesia
menggolongkan kolektibilitas kredit ke dalam lima kategori : a. Kredit lancar (pass) Kredit lancar adalah kredit yang pelunasan angsuran pokok dan atau bunga dilakukan tepat waktu (tidak menunggak).
24
b. Kredit dalam perhatian khusus (special mention) Kredit yang mengalami penunggakan angsuran baik pokok maupun bunga yang belum melampaui 90 hari. c. Kredit kurang lancar (sub-standart) Kredit yang mengalami penunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga setelah 90 hari. d. Kredit diragukan (doubtful) Kredit yang mengalami penunggakan angsuran pokok dan atau bunga melampaui 180 hari. e. Kredit macet (loss) Kredit yang mengalami penunggakan angsuran pokok dan atau bunga melampaui 270 hari. Parameter debitur yang mengalami penunggakan Kredit OTO Multiartha Cabang Kedoya : 1. Kategori penunggak yang masih mampu mengangsur adalah debitur yang masih mampu mengangsur setiap bulannya walaupun melewati jatuh tempo dengan masa keterlambatan antara 1-30 hari. 2. Kategori penunggak yang sudah tidak mampu mengangsur adalah debitur yang jaminannya diambil alih oleh kreditur karena tidak memiliki kemampuan untuk membayar pinjamannya dengan masa keterlambatan antara 30-60 hari 25
26