BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Signalling Theory atau Teori Pesinyalan Informasi merupakan unsur penting bagi para investor dan pelaku bisnis, karena informasi menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini, maupun keadaan di masa mendatang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efek nya. Informasi tersebut digunakan para penggunanya sebagai alat dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman informasi mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar, dan begitupula sebaliknya. Pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang ( good news ), sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan harga saham. Modigliani Miller dalam Brigham and Houston ( 2006:38 ) berasumsi bahwa investor memiliki informasi yang sama tentang prospek sebuah perusahaan seperti para manajernya hal ini disebut informasi simetris ( symmetric information ).
10
Namun kenyataanya, para manajer seringkali memiliki informasi yang lebih baik daripada
investor
pihak
luar,
hal
ini
disebut
informasi
asimetris
( asyimmetric information ). 2. Konsep Economic Value Added (EVA) dan EVA Momentum a. Economic Value Added ( EVA ) EVA telah dipopulerkan dan dipatenkan oleh Stern Stewart & Company, yaitu sebuah perusahaan konsultan manajemen terkemuka pada tahun 1990-an. Dikatakan bahwa EVA merupakan pengukuran kinerja yang berbasis nilai ( value based ) EVA menghitung economic profit dan bukan accounting profit. Pada dasarnya, EVA mengukur nilai tambah dalam suatu periode tertentu. Nilai tambah ini tercipta apabila perusahaan memperoleh keuntungan diatas biaya modal (capital charges ) tahunan. Menurut Brigham & Houston ( 2006:69 ) : Economic Value Added (EVA) adalah suatu estimasi dari laba ekonomis yang sebenarnya dari bisnis untuk tahun yang bersangkutan, dan sangat jauh berbeda dengan laba akuntansi. EVA mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal, termasuk modal ekuitas, telah dikurangkan, sedangkan laba akuntansi ditentukan tanpa mengenakan beban untuk modal ekuitas. Sementara menurut Tunggal ( 2008:2 ) EVA diartikan sebagai berikut: EVA adalah laba yang tertinggal setelah dikurangi dengan biaya modal (cost capital ) yang diinvestasikan untuk menghasilkan laba tersebut. EVA merupakan suatu tolok ukur yang berbasis nilai yang menggambarkan jumlah absolut dari nilai pemegang saham ( shareholder value ) yang diciptakan ( created ) atau di rusak ( destroyed ) pada suatu periode tertentu biasanya setahun. EVA yang positif menunjukkan penciptaan nilai ( value creation ), sedangkan EVA negatif menunjukkan penghancuran nilai ( value destruction ). 11
Hubungan antara EVA dan nilai perusahaan dapat digunakan sebagai alat untuk menilai perusahaan, perhitungan EVA tidak hanya pada periode masa kini tetapi juga mencakup periode yang akan datang. “Hal ini disebabkan karena EVA pada suatu tahun tertentu menunjukkan besarnya penciptaan nilai sekarang dari total penciptaan nilai selama umur perusahaan tersebut” (Young, 2001: 32)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa EVA yang semakin tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan dimana penciptaan nilai tersebut akan tercermin pada harga saham yang lebih tinggi sebaliknya, mungkin saja nilai perusahaan lebih rendah dari total modal yang diinvestasikan apabila total EVA yang dihasilkan perusahaan tersebut mempunyai nilai negatif. Dengan demikian jelas terlihat bahwa EVA sangat bermanfaat sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai. Penggunaan EVA sangat terkait dengan semakin meningkatnya kesadaran para manajemen bahwa tugasnya adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta meningkatkan nilai pemegang saham dan bukan untuk mencapai tujuan lain. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA para manajer akan berfikir dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat
biaya
modal
dimaksimumkan. 12
sehingga
nilai
perusahaan dapat
Langkah-langkah menghitung EVA Ada beberapa metode dalam menentukan nilai EVA, dalam penelitian ini menggunakan rumusan EVA menurut versi Young dan O’byrne (2001:39) sbb:
Dari rumusan tersebut diatas maka perhitungan EVA dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menghitung NOPAT (Net Operating Profit After Tax) Menurut Brigham and Houston (2006:77) NOPAT adalah: Laba operasi setelah pajak. Ini merupakan laba setelah pajak yang akan dimiliki sebuah perusahaan jika perusahaan tidak memiliki utang dan investasi pada aktiva non operasi. Karena mengeluarkan efek dari keputusan-keputusan keuangan, angka ini merupakan ukuran kinerja operasi yang lebih baik daripada laba bersih ( Brigham and Houston (2006:7) Rumusan NOPAT adalah sebagai berikut:
13
2) Mengidentifikasi Invested Capital Menurut Young (2001: 39) Invested Capital adalah: Jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities), seperti hutang dagang,upah yang akan jatuh tempo (accrued wages), dan pajak yang akan jatuh tempo (accrued taxes). Modal yang diinvestasika sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh utang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, utang, dan kewajiban jangka panjang lainnya. Menurut Tunggal (2008:5) Invested Capital adalah: Jumlah seluruh pinjaman perusahaan diluar pinjaman jangka pendek tanpa bunga (non-interest bearing liabilities ) seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan, dan sebagainya.
Perhitungan invested capital dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Pendekatan operasi (Operating Approach)
sedangkan
14
b) Pendekatan keuangan (Financing Approach)
Menghitung Capital Charge “Capital Charges atau capital cost adalah aliran kas yang dibutuhkan untuk mengganti para investor atas resiko usaha dari modal yang ditanamkannya” ( Tunggal, 2008:3 ) Adapun rumusan dari capital charges adalah : (Young, 2001: 39):
3) Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang ( Weighted Average Cost of Capital ) Lukas Setia Atmaja (2008:115) menjelaskan bahwa : Perhitungan biaya modal sangatlah penting untuk maksimisasi nilai perusahaan yang mengharuskan biaya-biaya termasuk biaya modal diminimumkan. Estimasi biaya modal diperlukan sebagai dasar dalam keputusan penganggaran modal (capital budgeting) dan keputusan-keputusan lainnya semisal leasing dan modal kerja. Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis setelah pajak ( after tax basis ) karena arus kas setelah pajak adalah yang paling relevan untuk keputusan investasi. Biaya modal yang tepat untuk ini adalah Weighted Average Cost of Capital (WACC). Tidak semua komponen modal diperhitungkan dalam menentukan WACC, pada umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri merupakan unsur untuk menentukan WACC. 15
Dengan demikian kita harus menghitung biaya hutang (cost of debt), biaya laba ditahan ( cost of retained earnings), biaya saham biasa baru ( cost of new common stock) dan biaya saham preferen ( cost of preferred stock). Menurut Tunggal (2008:3) WACC adalah: Jumlah biaya dari masing-masing komponen modal, misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang (cost of debt) serta setoran modal saham (cost of equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal perusahaan. Rumus WACC menurut Tunggal, ( 2008:30 )
Dimana : D = Tingkat modal dari hutang (debt) E = Tingkat modal dari ekuitas rD = Cost of Debt rE = Cost of Equity (1) Biaya hutang (Cost of Debt) Tingkat pengembalian yang diharapkan investor atas hutang merupakan pengembalian yang dituntut kreditor ketika mereka meminjamkan uang kepada perusahaan. Biaya hutang (cost of debt) adalah tingkat biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan apabila mendapatkan dana untuk perusahaan dengan cara meminjam dari pihak lain, dengan meminjam dari 16
pihak lain maka akan timbul bunga yang merupakan biaya bagi perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut:
(2) Biaya ekuitas (Cost of equity) Biaya ekuitas adalah tingkat pengembalian (return) yang dikehendaki investor karena adanya ketidakpastian tingkat laba sebagai akibat dari tambahan resiko atas keputusan yang diambil perusahaan.
Dimana
b. Konsep EVA Momentum EVA Momentum yang mulai dikembangkan oleh Stewart pada tahun 2006 setelah memisahkan diri dari Stern, pada musim semi 2009, Stewart menulis pemikirannya untuk pertama kalinya dalam artikel “EVA Momentum:The One Ration that Tells the Whole Story” di Morgan Stanley Journal of Applied Corporate Finance.
17
Yang membedakan EVA momentum dengan EVA generasi sebelumnya adalah pada EVA Momentum memakai perubahan EVA dibagi dengan penjualan dari satu periode sebelumnya.
Katakanlah penjualan sebuah
perusahaan diperiode sebelumnya Rp 100 Juta, sedangkan EVA nya naik Rp 1 juta, berati EVA momentumnya adalah 1%. Rasio ini menjelaskan segalanya dengan gamblang mengenai kinerja sebuah bisnis.
Apabila EVA momentumnya positif, artinya kinerjanya tumbuh.
Apabila negatif, artinya kinerjanya mundur. Tidak ada multiinterprestasi atas rasio ini. Edison Lestari ( 2010 ) dalam artikel bisnisnya mengutip pernyataan Stewart sebagai berikut : Rasio EVA Momentum merupakan rasio dimana “lebih besar pasti lebih baik”. Stewart juga mengemukakan bahwa rasio ini sudah mencakup semua alat ukur, misalnya efisiensi pendapatan, kekuatan harga, business mix, pengelolaan aset, pertumbuhan dan strategi. Angka nominator (pertumbuhan EVA ) merupakan hasil dari manajemen finansial dan operasional, sedangkan angka bawah (pertumbuhan penjualan) adalah hasil dari manajemen pemasaran. Rahasia untuk meningkatkan rasio apapun adalah menurunkan pembaginya sebesar mungkin, Rahasia ROE adalah dengan menekan ekuitasnya serendah mungkin ( dan memakai utang sebanyak mungkin). Dalam EVA Momentum manajemen tidak mungkin bisa menekan pembaginya karena angka tersebut adalah nilai penjualan periode sebelumnya. Rumus EVA Momentum : Perubahan EVA Sales periode sebelumnya
=
............%
18
a. Kelebihan EVA EVA sebagai alat pengukur kinerja memiliki beberapa kelebihan dibanding tolok ukur kinerja lain diantaranya adalah (Young, 2001: 32): 1) EVA dapat dihitung pada tingkat divisi, jika diketahui NOPAT yang mengukur laba perusahaan yang diperoleh dari operasi yang berjalan, modal yang diinvestasikan dan WACC, maka EVA menurut teori dapat dihitung untuk setiap kesatuan termasuk divisi, departemen, lini produk, segmen bisnis secara geografis dan sebagainya; 2) EVA merupakan pengukuran aliran, bukan pengukuran saham, karenanya dapat dipertanggungjawabkan terhadap penilaian kinerja selama periode waktu tertentu. EVA dikatakan sebagai suatu aliran sebab ia mengukur laba. EVA adalah cara mengubah pengukuran saham dari kelebihan pengembalian menjadi aliran; 3) EVA dapat meningkatkan penciptaan kekayaan pemegang saham. Perbedaan pokok antara EVA dan pengukuran laba konvensional adalah EVA merupakan laba ”ekonomis” kebalikan dari laba ”akunting”. Hal ini berdasarkan gagasan bahwa suatu bisnis mendapatkan laba jika penghasilan mencukupi tidak hanya biaya operasi tetapi juga biaya modal. Tanpa prospek laba ekonomis, tidak akan ada penciptaan kekayaan bagi investor. Gagasan dari laba
19
ekonomis menegaskan hubungan EVA, terhadap kekayaan pemegang saham, kondisi akhir yang dibutuhkan dari tolok ukur berdasarkan nilai.
d. Kelemahan EVA EVA sebagai alat ukur kinerja keuangan juga memiliki kelemahan diantaranya adalah : 1) EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti, loyalitas pelanggan; 2) EVA
terlalu
bertumpu
pada
keyakinan
bahwa
investor
sangat
mengandalkan faktor fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan menjual atau membeli saham tertentu, padahal faktor lain terkadang justru lebih dominan; 3) Konsep ini tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan secara akurat. Dalam kenyataannya seringkali perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya 3. Return On Equity (ROE) Rasio ini menggunakan hubungan antara keuntungan setelah pajak dengan modal sendiri yang digunakan perusahaan. Yang dianggap modal sendiri adalah saham biasa, agio saham, laba ditahan, saham preferen dan cadangan-cadangan lain. Melihat hubungan-hubungan itu, Return On Equity tidak lain adalah rentabilitas ekonomi.
20
Return on Equity (ROE) yaitu “rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal sendiri yang dimiliki. Pada umumnya semakin tinggi rasio ini semakin tinggi harga sahamnya” (Mangasa, 2010:55) Return On Equity (ROE) bisa didapatkan dengan rumus sbb:
Laba bersih dapat dilihat dari laporan laba rugi sementara total aset di lihat di laporan posisi keuangan. Jika setelah pembagian dan dijadikan
dalam persen
( dikalikan 100%) maka semakin mendekati 100% berarti semakin baik. Ini berarti perusahaan berjalan bagus dalam mendapatkan laba dengan modal yang ada
(Ali, 2007:83)
4. Return On Assets (ROA) Return on Asset yaitu “rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari total aset yang dimiliki perusahaan” ( Mangasa, 2010:55) Return On Assets menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan. Rasio Return On Assets dinyatakan sebagai berikut:
21
Laba bersih dapat kita lihat pada laporan laba rugi sedangkan total aset bisa dilihat di laporan posisi keuangan.
Jika setelah pembagian dan dijadikan
dalam persen (dikalikan 100%) maka semakin mendekati 100% berarti semakin baik. Lebih baik lagi jika bisa melampaui 100% artinya perusahaan mampu memanfaatkan seluruh asetnya dalam mencapai keuntungan ( Ali, 2007:83). 5. Earning per Share (EPS) Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tiap lembar saham dapat menghasilkan keuntungan untuk pemiliknya. Earning per share didapat dari laba bersih di bagi dengan jumlah saham sebagaimana yang tercantum dalam laporan keuangan. (Ali, 2007:87) Dirumuskan sebagai berikut:
6. Nilai Saham Saham adalah “surat berharga yang menunjukkan adanya kepemilikan seseorang atau badan hukum terhadap perusahaan penerbit saham” ( Mangasa, 2010:19) Setiap saham yang diperdagangkan di pasar modal memiliki karakteristik berupa nilai yang melekat pada saham tersebut yakni nilai nominal atau nilai pari, nilai wajar saham dan nilai pasar. Nilai nominal atau nilai pari adalah nilai yang tertera di dalam saham yang diperoleh dari hasil pembagian total modal perusahaan terhadap jumlah saham yang beredar. Nilai wajar saham adalah nilai yang diberikan oleh para investor 22
atau analis pasar modal terhadap setiap saham yang diperdagangkan dibursa efek dengan berpedoman pada masing-masing industri. Sedangkan harga pasar saham adalah nilai yang diperdagangkan dibursa efek. Yang terbentuk dari perkiraan para investor terhadap prospek perusahaan.
7. Valuasi harga saham. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik (intrinsic value) suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini (current market price) saham tersebut. Nilai intrinsik (NI) menunjukan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan untuk menentukan harga saham adalah sebagai berikut. a. Apabila NI lebih besar dari harga pasar saat ini maka saham tersebut dinilai harganya terlalu rendah (undervalued), sehingga saham tersebut harus dibeli atau dipertahankan jika sudah dimiliki; b. Apabila NI lebih kecil dari harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinyatakan harganya terlalu mahal (overvalued). Saham yang dalam kondisi seperti ini harus segera dijual; c. Apabila NI sama dengan harga pasar saat ini maka saham tersebut dinyatakan dalam kondisi keseimbangan. Dari asumsi investor terhadap nilai saham yang overvalued atau undervalued inilah terjadi proses jual beli saham yang akan berakibat pada perubahan harga saham. 8. Pendekatan penilaian saham 23
Untuk menentukan harga saham diperlukan adanya suatu model perhitungan yang bisa dipergunakan untuk memilih saham mana seharusnya dimasukkan dalam portofolio. Model perhitungan merupakan suatu mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel perusahaan ( misalnya penjualan, laba, dan deviden) yang diamati menjadi perkiraan harga saham. Ada beberapa pendekatan untuk menentukan harga saham yaitu: 1) Analisis Fundamental Dalam analisis ini dinyatakan bahwa, saham memiliki nilai intrinsik tertentu. Analisis ini akan membandingkan nilai intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya yaitu dengan dua pendekatan. a. Pendekatan Deviden Deviden merupakan sebagian laba yang dibagikan kepada pemegang saham. Pembayaran deviden yang tinggi mencerminkan prospek tingkat keuntungan yang baik suatu perusahaan, sedangkan penurunan tingkat pembayaran deviden dapat menjadi informasi yang kurang menguntungkan bagi perusahaan sebab deviden juga dianggap sebagai tanda tersedianya pendapatan yang tinggi dalam perusahaan dan juga mengindikasikan tingkat pertumbuhan pendapatan saat ini dan masa yang akan datang. Pada akhirnya harga saham akan mengikuti naik turun besarnya deviden yang dibagikan;
24
Rumus :
b. Pendekatan Price Earning Ratio (PER) Metode PER adalah salah satu metode yang sangat umum digunakan oleh para investor pada saat melakukan investasi pada saham untuk menentukan nilai intrinsik atau harga wajar suatu saham dengan cara mengetahui berapa besar perkiraan return yang akan diperoleh apabila investor membeli suatu saham tersebut, dengan demikian mereka dapat membandingkannya dengan harga saham emiten lain dari industri yang sama. “Metode PER merupakan salah satu faktor penting untuk melakukan penilaian terhadap kewajaran saham, oleh karena itu seharusnya PER untuk standar suatu industri harus dipublikasikan oleh lembaga yang kredibel yang dapat dipercaya” (Mangasa, 2010:65) Sayangnya di Pasar Modal Indonesia sampai saat ini belum ada lembaga yang dipercaya untuk mempublikasikan berapa sebenarnya patokan PER pada masing-masing industri yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sehingga para investor masih menggunakan perkiraan PER berdasarkan 25
referensi-referensi yang dipublikasikan dari negara-negara lain dengan konsekuensi dapat berbeda atau tidak relevan dengan kondisi di dalam negerei. Hal ini merupakan suatu kelemahan didalam industri pasar modal Indonesia yang diharapkan dapat segera diatasi.
2) Analisis Teknikal Analisis ini dimulai dengan cara memperhatikan perubahan harga suatu saham dari waktu ke waktu. Model analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh supply dan demand terhadap saham tersebut, sehingga asumsi yang berlaku dalam model analisis ini adalah: a. Harga pasar saham ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan; b. Penawaran dan permintaan ipengaruhi banyak faktor baik yang rasional maupun irasional; c. Perubahan harga saham cenderung mengikuti tren tertentu; d. Tren tersebut dapat berubah mengikuti pergeseran supply dan demand; e. Pergeseran supply dan demand dapat dideteksi dengan mempelajari diagram perilaku pasar; f. Pola–pola tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali di masa yang akan datang. 26
9. Indeks Harga Saham Indeks Harga Saham (IHS) merupakan ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh, terutama tentang kejadian – kejadian ekonomi, bahkan kejadian non ekonomi misalnya sosial, politik, dan keamanan. Dengan demikian Indeks Harga Saham juga dapat dijadikan sebagai barometer kesehatan ekonomi suatu negara. 10. Pasar Modal Efisien Pasar Modal yang efisien adalah satu dimana harga saham secara penuh merefleksikan informasi yang tersedia.
Pasar modal efisien memiliki
implikasi bagi investor dan perusahaan. Karena informasi direfleksikan pada harga sekuritas dengan cepat, mengetahui informasi ketika diumumkan menjadi tidak ada keuntungannya.
Perusahaan harus mengharapkan akan
menerima nilai yang wajar dari sekuritas yang dijual. Perusahaan tidak dapat memperoleh keuntungan dari fooling investor di pasar efisien. Syarat-syarat sebuah pasar saham menjadi efisien: 1. Penyingkapan informasi. Informasi adalah tidak tertangguh atau diawasi (disekat penyebarannya oleh pihak tertentu), dan dapat diperoleh pihak umum dengan percuma. 2. Turun naiknya harga adalah secara bebas. Harga tidak diawasi oleh pihak manapun apakah pembeli ataupun penjual saham. 3. Pasar senantiasa dalam keseimbangan. Kalau pasar senantiasa efisien, maka pasar itu akan senantiasa berada dalam keseimbangan. 27
Salah satu cara untuk mengukur ke efisienan pasar
( indikator pasar
efisien ) dengan melihat jenis informasi yang diserapkan ke dalam harga saham. Fama (1970) telah membagi informasi kepada 3 subset adalah seperti berikut ini: 1. Informasi tentang harga saham waktu yang lalu, yang relevan dengan penilaian saham saat ini dan yang akan datang. 2. Informasi umum tentang suatu perusahaan, industri, dan ekonomi dunia yang dapat diperoleh melalui pengumuman umum baik melalui media cetak atau media elektronik. 3. Informasi dalaman yaitu informasi yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Terdapat 3 bentuk/tingkatan untuk menyatakan efisiensi pasar modal yaitu: 1. Bentuk lemah ( weak form ) Bentuk lemah adalah harga sekuritas merefleksikan seluruh informasi yang diperoleh dari harga dan volume perdagangan waktu yang lalu. Harga sekuritas merefleksikan seluruh informasi yang diperoleh dari past prices and volume. Jika bentuk ini terjadi, maka analisis teknis tidak ada nilainya. Kadang bentuk weak-form efficiency direpresentasikan sebagai:
2. Bentuk setengah kuat ( semi strong form )
28
Semi strong form adalah harga sekuritas merefleksikan seluruh informasi yang tersedia secara publik.
Karena harga saham hanya merespon terhadap
informasi baru yang datang secara random, harga saham dikatakan mengikuti random walk. Pergerakan harga adalah random, hal ini berarti: a) Harga merefleksikan informasi b) Harga berubah disebabkan oleh informasi baru, yang datang secara random. c) Oleh karena itu manajer keuangan tidak dapat menentukan waktu penjualan saham dan bond. 3. Bentuk kuat ( strong form ) Strong Form adalah harga sekuritas merefleksikan seluruh informasi publik dan private yakni: a) Informasi historical price and volume b) Laporan keuangan yang dipubliksikan c) Informasi yang ada dilaporan tahunan Banyak kritikan terhadap pasar modal efisien, investor dapat hanya melemparkan anak panah untuk memilih saham.
Ini hampir, tapi tidak
sepenuhnya benar seorang investor harus tetap memutuskan seberapa besar resiko portofolio yang diinginkan berdasarkan risk aversion dan tingkat expected return. 11. Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory 29
a. Capital Asset Pricing Model (CAPM) CAPM adalah suatu model yang dikembangkan oleh Sharpe, Lintner dan Mossin (1964, 1965) berdasarkan model normative dari Markowitz.
Model ini mencoba menganalisis antara resiko dan tingkat pengembalian yang didasari oleh suatu preposisi bahwa setiap required rate of return saham sama dengan risk-free rate ditambah dengan suatu risk premium (Ahmad Rodoni dan Herni Ali, 2010:83) b. Arbitrage Pricing Theory ( APT) Pada tahun 1976 Ross merumuskan suatu teori yang disebut Arbitrage Pricing Theory. menyatakan
APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang
bahwa
dua
kesempatan
investasi
yang
mempunyai
karakteristik yang identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang digunakan adalah hukum satu harga ( the law one price). ( Ahmad Rodoni dan Herni Ali, 2010:88) Arbitrage Pricing Theory menyatakan bahwa “harga suatu aktiva bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, sedangkan CAPM menyatakan hanya satu faktor yang mempengaruhi harga yakni faktor risiko”
(Ahmad
Rodoni dan Herni Ali, 2010:88 ) APT adalah berasaskan kepada CAPM, tetapi ia telah mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya baik faktor mikro maupun dalam skala makro. Arbitrasi muncul jika seorang investor dapat membuat 30
portofolio investasi tanpa biaya investasi dan menghasilkan keuntungan yang pasti. Karena tidak ada investasi yang dibutuhkan, seorang investor dapat menciptakan posisi yang besar untuk menjamin tingkat keuntungan yang besar. Pada pasar yang efisien, peluang arbitrasi akan segera hilang. 12. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkenaan dengan analisis EVA telah banyak dilakukan, berikut ini beberapa penelitian terdahulu : 1. Sefcho Rizal dan M.M. Ratna Sari, 2003, melakukan riset atas Analisis EVA dalam hubungan nya dengan Harga Saham pada perusahaan transportasi yang listing di BEJ pada 2003-2005 dengan hasil bahwa tidak ada pengaruh antara EVA dengan harga saham pada perusahaan jasa transportasi. 2. Wahyu Handoko, 2008, melakukan riset atas pengaruh EVA, ROE, ROA, dan EPS terhadap perubahan harga saham perusahaan kategori LQ45 pada BEJ yang menyatakan bahwa hanya EPS lah yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga saham, sementara variabel yang lainnya yaitu EVA, ROE, dan ROA, tidak memiliki pengaruh yang signifikaan terhadap perubahan harga saham. 3. Sementara Ucok Saut Timbul dan Widyo Nugroho, 2009, melakukan Analisis pengaruh EVA, ROA, ROE, dan persentase kepemilikan modal saham asing terhadap harga saham perbankan di BEI dengan
31
hasil baik EVA, ROA, dan PKMSA berpengaruh signifikan terhadap harga saham sedangkan ROE tidak berpengaruh. 4. Yose Rixus Pahala Christmas, 2010, meneliti pengaruh EVA terhadap harga saham (studi kasus pada perusahaan LQ45 ) menyimpulkan bahwa EVA berpengaruh signifikan terhadap harga saham. 5. Noer Sasongko dan Nila Wulandari, 2006 melakukan penelitian yang dimuat di Empirika, Vol.19 No.1, Juni 2006 dengan judul Pengaruh EVA dan Rasio-Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham pada perusahaan manufaktur di BEJ untuk periode 2001-2002, adapun rasio profitabilitas yang dipergunakan adalah ROA, ROE, ROS, EPS, BEP. Hasil penelitian nya adalah bahwa hanya EPS saja yang berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham, sementara variabel lainnya yaitu EVA, ROA, ROE, ROS, dan BEP tidak berpengaruh. 6. Yogi Marshall, 2009 meneliti Pengaruh EVA, MVA, dan Arus Kas Operasi terhadap Return Saham dengan hasil bahwa EVA, MVA dan Arus Kas Operasi baik secara parsial maupun simultan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham pada perusahaan yang masuk kategori LQ45 di BEI periode Feb – Agustus 2008. 7. Lucky Bani Wibowo, 2005 melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang listed di BEJ dari 2001-2003 dan membagikan dividennya pada periode itu dengan judul Pengaruh EVA dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Return Pemegang Saham dengan 32
hasil bahwa secara simultan EVA, dan Rasio Profitabilitas yang di wakili ROA, ROE, berpengaruh terhadap Return Saham namun secara parsial variabel EVA, ROA dan ROE tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham pada perusahaan manufaktur.
Hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.1. : Tinjauan Penelitian terdahulu NAMA PENELITI &
JUDUL PENELITIAN
VARIABEL PENELITIAN
KETERANGAN
TAHUN PENELITIAN
Sefcho Rizal dan M.M. Ratna Sari, 2006
Analisis EVA dlm hubungannya dgan harga saham pada perusahaan Jasa transportasi yang listing di BEJ 2003-2005
INDEP
DEP
EVA
HS
-Hubungan antara nilai EVA dg harga saham pd perusahaan jasa trnasportasi 2003-2005 sangat lemah ( tdk signifikan/tidak ada hubungan) dimana
koefisien
korelasi
hanya
sebesar -0,2 dan nilai probabilita sig sebesar 0,348
Wahyu Handoko, 2008
Pengaruh EVA, ROE,ROA,dan EPS terhadap perubahan harga saham LQ45 di BEJ
EVA
HS
ROE ROA
-Hanya EPS saja yg berpengaruh secara parsial thd perubahan harga saham, sementara variabel EVA,ROE, dan ROA secara parsial tidak berpengaruh thd perubahan harga saham.
EPS
Ucok Saut Timbul dan Widyo Nugroho, 2009
Analisis pengaruh EVA,ROA,ROE & persentase kepemilikan saham asing thd
-EVA,ROE,ROA,EPS secara serentak berpengaruh thd perubahan harga saham LQ45 pd taraf 10%
EVA
HS
ROA ROE
33
-Secara parsial EVA,ROA, dan Kepemilikan Modal Saham Asing berpengaruh thd harga Saham Perbankan, sementara variabel ROE secara parsial tdk berpengaruh thd
harga saham perbankan
PKMSA
harga saham -Secara simultan variable EVA, ROA,ROE dan PKMSA berpengaruh thd harga saham perbankan.
Yose Rixus Pahala C, 2010
Pengaruh EVA terhadap harga saham pada (perusahaanLQ45)
EVA
HS
-Economic Value Added (EVA) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham
Noer Sasongko dan Nur Wulandari, 2006
Pengaruh EVA dan rasio-rasio profitabilitas thd harga saham
EVA
HS
-Earning Per Share berpengaruh terhadap Harga Saham dan dapat digunakan untuk menentukan nilai perusahaan
ROA ROE
- EVA, ROA, ROE, ROS, dan BEP tidak berpengaruh terhadap Harga Saham dan tidak dapat dijadikan acuan untuk menentukan nilai perusahaan.
ROS EPS BEP Yogi 2009
Marshall,
Pengaruh EVA, Market Value Added dan Arus Kas Operasi terhadap Return Saham
EVA
RS
MVA Arus Kas Operasi
-EVA, MVA dan AKO tidak memiliki pengaruh signifikan thd Return Saham dimana EVA memiliki pengaruh yang negatif dengan koefisien regresi sebesar -0,21, sementara MVA dan AKO memiliki arah pengaruh yang positif dengan nilai koefisien regresi masing-masing sebesar 0,109 dan 0,154 -EVA, MVA dan AKO secara simultan juga tidak berpengaruh terhadap Return Saham.
Lucky Bani Wibowo, 2005
Pengaruh EVA dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Return Pemegang Saham
EVA
RS
ROE ROA
34
-EVA, ROE, dan ROA secara simultan berpengaruh thd Return Saham sementara secara parsial masing-masing variabel tidak berpengaruh secara signifikan thd Return Saham
B. Kerangka Pemikiran
Laporan keuangan perusahaan merupakan sumber informasi utama bagi kepentingan manajemen maupun dalam pengambilan keputusan investasi bagi investor di pasar modal. Laporan ini mencakup dua hal pokok yaitu laporan laba rugi dan neraca ( laporan posisi keuangan) . Dari keduanya akan dianalisis dengan beberapa rasio profitabilitas yaitu Return on Equity, Return on Asset dan juga Earning per Share, disamping itu, dimasukannya alat analisis EVA dalam model ini diharapkan akan memberikan gambaran yang lebih menyeluruh dari kinerja perusahaan. Dari hasil analisis laporan keuangan yang berupa ROE, ROA, EPS serta EVA Momentum akan dilakukan pengujian apakah keempat varibel tersebut baik secara serentak maupun parsial akan berpengaruh terhadap perubahan harga saham kategori LQ 45 pada Bursa Efek Indonesia. 35