BAB II LANDASAN TEORI
A. Prestasi Akademik 1. Pengertian Prestasi Akademik Menurut pendapat Djamarah (dalam Rini, 2012) tentang pengertian prestasi adalah “hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok”. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Adesanjaya (dalam Rini, 2012) menyatakan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. Dari beberapa pengertian prestasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah bukti dari suatu hasil kegiatan yang dapat dicapai baik individu maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. Menurut Sobur (2006) prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kecakapan tingkah laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu dan tidak disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi belajar. Perwujudan bentuk hasil proses belajar tersebut dapat berupa pemecahan lisan maupun tulisan, dan keterampilan serta pemecahan masalah langsung dapat diukur atau dinilai dengan menggunakan tes yang terstandar. Prestasi akademik juga dapat diartikan istilah untuk menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan, karena suatu usaha belajar telah dilakukan oleh
13 Universitas Sumatera Utara
14
seseorang secara optimal (Setiawan dalam Naam, 2009). Menurut Chaplin (1997) mengemukakan bahwa prestasi akademik adalah suatu keberhasilan yang khusus dari seseorang dalam melaksanakan tugas akademik. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Terdapat 2 faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang yaitu: a. Faktor internal 1. Faktor Kesehatan Fisik Menurut Ahmadi (dalam Septiarini, 2011) seseorang yang mengalami kelemahan fisik baik karena sakit maupun cacat di mana saraf sensoris dan motoriknya terganggu dapat mengakibatkan rangsangan yang diterima melalui indera tidak dapat diteruskan ke otak dengan baik. Kondisi ini dapat menyebabkan mahasiswa tertinggal dalam pelajarannya. 2. Intelegensi Menurut Ahmadi (dalam Septiarini, 2011) intelegensi seseorang mempengaruhi potensi orang tersebut untuk menyelesaikan pendidikannya dan potensi itu sesuai dengan tingkatan IQ yang dimilikinya, semakin tinggi IQ seseorang maka semakin baik pula potensinya. Dengan melalui ujian saringan masuk perguruan tinggi yang demikian ketat persaingannya secara praktis
sebenarnya
mahasiswa
sudah
terseleksi
dalam
hal
aspek
intelegensinya. Namun kenyataan menunjukkan masih cukup besar kendala bagi mahasiswa untuk mendapatkan prestasi yang baik. Intelegensi bukan satu-satunya yang menentukan prestasi akademik mahasiswa.
Universitas Sumatera Utara
15
3. Motivasi Menurut Maslow (dalam Septiarini, 2011) motivasi adalah sesuatu yang mengarahkan dan membangkitkan suatu tingkah laku pada manusia baik dari diri sendiri yakni berupa kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan maupun dari orang lain. Setiap mahasiswa memiliki motivasi yang berbeda-beda untuk berprestasi. 4. Minat Minat merupakan rasa suka dan ketertarikan terhadap sesuatu yang muncul dari dalam diri sendiri tanpa ada yang menyuruh. Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh kemudian melalui proses pembelajaran terhadap hal yang diminati (Septiarini, 2011). Menurut Djamarah (2002) minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar dalam mencapai ataupun memperoleh benda atau tujuan yang diinginkan. Timbulnya minat belajar disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah. 5. Kepribadian Pribadi yang seimbang sangat mempengaruhi proses belajar, pribadi yang seimbang dapat menciptakan kesehatan mental dan ketenangan emosi yang dapat mendorong keberhasilan dalam belajar (Ahmadi dalam
Universitas Sumatera Utara
16
Septiarini, 2011). Menurut Purwanto (2004) tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadiannya masing-masing yang berbeda dengan orang lain. Ada orang memiliki sikap keras hati, berkemauan keras, tekun dalam segala usahanya, halus perasaannya dan sebaliknya. Sifat-sifat kepribadiannya dapat mempengaruhi sampai manakah hasil belajar yang dapat dicapai oleh orang tesebut. 6. Fisiologis Menurut Noehi (dalam Djamarah, 2002) kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpegaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan lain cara belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi memiliki kemampuan belajar yang di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Mereka lekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran. Selain itu menurut Neohi (dalam Djamarah, 2002) hal yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indra (mata, hidung, pengecap, telinga, dan tubuh), terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telinga untuk mendengar. Sebagian besar yang dipelajari manusia yang belajar berlangsung dengan membaca, melihat contoh, melihat model, melakukan observasi, mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah, mendengarkan keterangan orang lain dalam diskusi dan sebagainya, sehingga kondisi mata dan telinga akan sangat mempengaruhi keefektifan manusia menerima pelajaran dan akan mempengaruhi prestasi akademiknya.
Universitas Sumatera Utara
17
b. Faktor eksternal 1.
Keadaan keluarga Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh seseorang. Selain itu ada kemampuan keluarga untuk meberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting (Purwanto, 2004).
2. Guru dan cara mengajar Faktor guru dan cara mengajarnya juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak (Purwanto, 2004). 3. Alat-alat pelajaran Menurut Purwanto (2004) institusi yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik oleh guru atau dosen, dan kecakapan pengajar dalam menggunakan alat-alat itu akan mempermudah dan mempercepat belajar seseorang. 4. Motivasi sosial Jika seseorang mendapatkan motivasi sosial dari lingkungan sekitarnya, maka akan timbul keinginan dan hasrat belajar yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
18
Motivasi sosial dapat berasal dari orang tua, guru, tetangga, sanak saudara, dan teman sebaya (Purwanto, 2004). 5. Lingkungan dan kesempatan Menurut Purwanto (2004) anak yang berasal dari keluarga yang baik, memiliki intelegensi yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya dan alat-alat yang baik, belum tentu dapat belajar dengan baik. Masih ada faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Seperti jarak antara rumah dan sekolah yang cukup jauh sehingga cukup melelahkan untuk berangkat sekolah. Selain itu menurut Djamarah (2002) pencemaran lingkungan hidup merupakan malapetaka bagi anak didik yang hidup didalamnya. Udara yang tercemar merupakan polusi yang dapat menggangu pernapasan. Udara yang terlalu dingin dan terlalu panas juga dapat mempengaruhi hasil belajar. Lingkungan sekolah yang asri dan kondisi kelas yang baik juga dapat mempengaruhi hasil belajar secara positif. Banyak anak-anak memiliki hasil belajar yang tidak baik karena tidak ada kesempatan seperti sibuknya pekerjaan setiap hari, pengaruh lingkungan yang buruk dan negatif serta faktor-faktor lain diluar kemampuannya (Purwanto, 2004). 6. Kurikulum Menurut Djamarah (2002) kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas belum guru programkan
Universitas Sumatera Utara
19
sebelumnya. Itulah sebabnya, untuk semua mata pelajaran, setiap guru memiliki kurikulum untuk mata pelajaran yang dipegang dan diajarkan kepada anak didik. Setiap guru harus mempelajari dan menjabarkan isi kurikulum ke program yang lebih rincidan jelas sasarannya, sehingga dapat diketahui dan diukur dengan pasti tingkat keberhasilan belajar mengajar yang telah dilaksanankan. Menurut Djamarah (2002) muatan kurikulum akan mempengaruhi akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Seorang guru terpaksa menjejalkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik dalam waktu yang masih sedikit tersisa, karena ingin mencapai target kurikulum, akan memaksa anak didik belajar dengan keras tanpa mengenal lelah. Padahal anak didik sudah lelah belajar ketika itu. Tentu saja hasil belajar yang demikian kurang memuaskan dan cenderung mengecewakan (Djamarah, 2002). Dari berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi akademik, penelitian ini memfokuskan diri terhadap dampak kepribadian terhadap prestasi akademik mahasiswa. 3. Penilaian Prestasi Prestasi akademik pada mahasiswa tergantung oleh angka indeks prestasi yang ditentukan pada setiap akhir semester. Indeks Prestasi Semester (IPS) dihitung berdasarkan jumlah beban kredit yang diambil dalam satu semester dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan
Universitas Sumatera Utara
20
jumlah beban kredit yang diambil (Universitas Sumatera Utara, 2010). IPS dapat diukur dengan menggunakan rumus: IPS = ∑ (K X N) ∑K K = Jumlah SKS setiap mata kuliah yang tercantum dalam KRS pada semester yang bersangkutan. N = Bobot prestasi setiap mata kuliah. Sedangkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang digunakan sebagai alat ukur prestasi akademik pada penelitian ini adalah indeks prestasi yang dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan beban kredit yang diambil mulai dari semester 1 sampai semester terakhir, dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan beban kredit yang diambil. (Universitas Sumatera Utara, 2010). IPK dapat dihitung dengan rumus: IPK = ∑ (K X N) ∑K K = Jumlah SKS semua mata kuliah yang dijalani mulai dari semester 1 sampai dengan yang terakhir. N = Bobot prestasi setiap mata kuliah. Perhitungan Indeks Prestasi dan Indeks Prestasi Kumulatif dilakukan oleh bagian pendidikan Fakultas. Klasifikasi Indeks Prestasi Kumulatif dapat dikelompokkan dengan ketentuan sebagai berikut:
No 1 2 3
Tabel 3. Klasifikasi Indeks Prestasi Kumulatif Kategori Indeks Prestasi Akademik Memuaskan 2,00 ≤ x ≤ 2,75 Sangat Memuaskan 2,76 ≤ x ≤ 3,50 Cumlaude 3,51 ≤ x ≤ 4,00
Sumber: Buku Peraturan akademik Program Sarjana Universitas Sumatera Utara 2010
Universitas Sumatera Utara
21
B. Kepribadian 1.
Pengertian Kepribadian Kepribadian menurut Allport (dalam Endah, 2005) didefinisikan sebagai
suatu organisasi yang dinamik dalam diri individu yang merupakan sistem psikopsikal dan hal tersebut menentukan penyesuaian diri individu secara unik terhadap lingkungan. Definisi ini menekankan pada atribut eksternal seperti peran individu dalam lingkungan sosial, penampilan individu, dan reaksi individu terhadap orang lain. Menurut Feist & Feist (2009) kepribadian merupakan suatu pola yang relatif menetap, trait, disposisi atau karakteristik di dalam individu yang memberikan beberapa ukuran yang konsisten tentang perilaku. Kepribadian itu dinamis, tidak statis. Kepribadian itu menunjukan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada diri individu dengan lingkungannya. Kepribadian juga bersifat psikofisik, yang berarti baik faktor jasmaniah maupun rohaniah individu bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Kepribadian juga bersifat unik, artinya kepribadian mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari individu lain (dalam Purwanto, 2004). 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian Menurut Purwanto (2004) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
kepribadian antara lain: a. Faktor Biologis Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan
Universitas Sumatera Utara
22
genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaanperbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir memiliki bentuk fisik yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik yang berlainan menyebabkan sifat-sifat serta tempramen yang berbeda-beda pula. b. Faktor Sosial Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat yakni manusiamanusia lain di sekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku di masyarakat itu. Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya.
Lingkungan
pertama
anak
adalah
keluarga.
Dalam
perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Demikian pula tradisi, adat-istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarga itu. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacammacam pula terhadap perkembangan kepribadian anak. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman
Universitas Sumatera Utara
23
yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman serta bersifat intim dan bernada emosional. Semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian. c. Faktor Kebudayaan Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masingmasing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain: a. Nilai-nilai (Values) Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu. 1. Adat dan Tradisi Adat dan tradisi yang berlaku di suatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
Universitas Sumatera Utara
24
2. Pengetahuan dan Keterampilan Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat mempengaruhi sikap dan tindakannya. Tiap orang memiliki pengetahuan yang berlain-lainan, dari pengetahuan yang sangat elementer sampai kepada yang tinggi dan luas. Juga jenis pengetahuan yang dimiliki berlainan pula. Demikian juga kecakapan dan keterampilan seseorang membuat atau mengerjakan sesuatu merupakan bagian dari kebudayaannya. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupan manusia-manusianya. 3. Bahasa Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunjukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain. Pendeknya bagaimana cara-cara kita hidup bermasyarakat sebagian besar dipengaruhi oleh bahasa yang kita miliki serta bahasa yang berlaku dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
25
4. Milik Kebendaan (material possessions) Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat
mempengaruhi kepribadian
manusia
yang memiliki
kebudayaan itu. 3.
Teori Kepribadian Big Five Menurut Schultz (1994) ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh
para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Teori trait merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain. Penelitian mengenai trait diawali oleh Alport dan Odbert pada tahun 1930 dan dilanjutkan oleh Cattell pada tahun 1940-an. Kemudian penelitian mengenai trait dilakukan lagi pada tahun 1960-an oleh Tupes, Christal, dan Norman (Feist & Feist, 2009). Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, Costa dan McCrae mencoba membuat taksonomi dari trait kepribadian (Feist & Feist, 2009). Mereka berusaha menemukan unit dasar dari kepribadian dengan menganalisa kata-kata yang umumnya digunakan oleh orang awam bukan hanya psikolog. Cara yang digunakan adalah meminta sampel untuk merating diri mereka sendiri ataupun orang lain berdasarkan beragam kata sifat yang diambil dan diseleksi dari kamus (John, Angleitner, & Ostendorf dalam Pervin dkk, 2005). Hasil dari rating tersebut kemudian di faktor analisakan (Pervin dkk, 2005).
Universitas Sumatera Utara
26
Pada saat itu Costa dan McCrae hanya memfokuskan diri kepada 2 dimensi yaitu neuroticism (N) dan extraversion (E). Setelah menemukan faktor N dan E, Costa dan McCrae menemukan faktor ketiga, yang disebut Openness (O). Kebanyakan penelitian diawal Costa dan Mc Crae berfokus kepada ketiga faktor ini. Walaupun Lewis Goldberg pertama kali menggunakan istilah “Big Five” pada tahun 1981 untuk menjelaskan penemuan yang konsisten dengan cara faktor analisis pada trait kepribadian, Costa dan McCrae tetap mefokuskan diri kepada tiga faktor (Feist & Feist, 2009). Pada akhir 1983 Costa dan MaCrae masih tetap meneliti 3 faktor kepribadian. Pada tahun 1985 baru mereka mulai melaporkan hasil penelitian 5 faktor kepribadian. Hasil penelitian ini ditunjukan dengan Five Factor Personality yang baru yang disebut NEO-PI. NEO-PI adalah hasil revisi dari inventory kepribadian yang belum dipublikasikan, inventory kepribadian ini hanya mengukur 3 faktor awal yaitu N, E, dan O. Pada 1985 skala untuk dua faktor lainnya yaitu agreeableness (A) dan conscientiousness (C) masih belum sempurna. Pada tahun 1992 munculah NEO-PI-R, dimana skala untuk faktor A dan C sudah cukup baik (Feist & Feist, 2009). Pada tahun 1980-an, McCrae dan Costa melanjutkan penelitian mereka dengan memfaktor analisiskan hampir semua inventory kepribadian, termasuk Myers-Briggs Type Indicator (Myers, 1962) dan Eysenck Personality Inventory (H. Eysenck & S Eysenck, 1975, 1993). Pengukuran Eysenck mengenai psikotism menunjukan hasil yang sama dengan agreeableness dan conscientiousness yang
Universitas Sumatera Utara
27
rendah namun tidak berhubungan dengan openness (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2009). Adapun karateristik yang berkorelasi dengan kelima dimensi ini adalah (dalam Pervin dkk, 2005; Friedman, 2008): 1. Openness (O) sering disebut Culture atau Intellect Merujuk kepada keproaktifan mencari dan menghargai pengalaman karena keinginannya sendiri, toleran dan melakukan eksplorasi terhadap sesuatu yang belum dikenal. Individu dengan skor yang tinggi memiliki karateristik memiliki ketertarikan yang luas, kreatif, imajinatif, tidak tradisional, menyenangkan, dan artistik. Individu dengan skor rendah memiliki karateristik konventional, berketertarikan sempit, membosankan, sederhana dan tidak realistis. 2. Conscientiousness (C) disebut juga Lack of Impulsivity Merujuk pada derajat keteraturan individu, tekun, dan motivasi yang berorientasi pada tujuan. Individu dengan skor yang tinggi memiliki karateristik terorganisir, reliabel, pekerja keras, disiplin, rapi, berhati-hati, dapat diandalkan, dan ambisius. Individu dengan skor rendah memiliki karateristik tidak memiliki tujuan, tidak reliabel, malas, kurang berhati-hati, berkeinginan lemah, ceroboh, berantakan, dan hedonistik. 3. Extraversion (E) sering disebut juga Surgency Merujuk pada kuantitas dan intersitas interaksi personal, activity level, kebutuhan akan stimulasi, kapasitas untuk mendapatkan kesenangan. Individu dengan skor yang tinggi memiliki karateristik penuh semangat,
Universitas Sumatera Utara
28
antusias, dominan, ramah, komunikatif, bersosialisasi, aktif, talkactive, person-oriented, optimis dan fun-loving. Individu dengan skor rendah memiliki karateristik task oriented, pendiam, penyendiri, pemalu, tidak percaya diri, dan submisif. 4. Agreeableness (A) Merujuk pada kualitas orientasi interpersonal seseorang dimulai dari perasaan peduli sampai dengan perasaan permusuhan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. Individu dengan skor yang tinggi memiliki karateristik berhati baik, suka menolong, pemaaf, berterus terang, ramah, kooperatif, hangat, dan mudah mempercayai orang lain. Individu dengan skor rendah memiliki karateristik kasar, tidak kooperatif, sinis, curiga, dingin, konfrontatif, kejam, dan pendendam. 5. Neuroticism (N) disebut juga Emotional Instability Merujuk
pada
adjustment
vs
emotional
instability,
yaitu
mengidentifikasikan kecenderungan indvidu untuk mengalami distress psikologis, ide-ide yang tidak realistik, menginginkan sesuatu secara eksesif, dan coping respon yang maladaptive. Individu dengan skor yang tinggi memiliki karateristik mudah khawatir, gugup, emosional, sensitif, tegang, mudah cemas, inadequate dan hypochodriacal. Individu dengan skor rendah memiliki karateristik tenang, santai, tidak emosional, secure, dan merasa puas diri.
Universitas Sumatera Utara
29
Menurut Costa & McRae (dalam Pervin dkk, 2005), setiap dimensi dari Big Five terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut adalah: 1. Extraversion terdiri dari: a. Gregariousness (suka berkumpul) b. Activity level (level aktivitas) c. Assertiveness (asertif) d. Excitement Seeking (mencari kesenangan) e. Positive Emotions (emosi yang positif) f. Warmth (kehangatan) 2. Agreeableness terdiri dari: a. Straightforwardness (berterus terang) b. Trust (kepercayaan) c. Altruism (mendahulukan kepentingan orang lain) d. Modesty (rendah hati) e. Tendermindedness (berhati lembut) f. Compliance (kerelaan) 3. Conscientiousness terdiri dari: a.
Self-discipline (disiplin)
b.
Dutifulness (patuh)
c.
Competence (kompetensi)
d.
Order (teratur)
e.
Deliberation (pertimbangan)
f.
Achievement striving (pencapaian prestasi)
Universitas Sumatera Utara
30
4. Neuroticism terdiri dari: a.
Anxiety (kecemasan)
b.
Self-consciousness (kesadaran diri)
c.
Depression (depresi)
d.
Vulnerability (mudah tersinggung).
e.
Impulsiveness (menuruti kata hati).
f.
Angry hostility (amarah).
5. Openness terdiri dari: a. Fantasy (khayalan) b. Aesthetics (keindahan) c. Feelings (perasaan) d. Ideas (ide) e. Actions (tindakan) f. Values (nilai-nilai)
C. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Menurut Salim & Salim (dalam Siagian, 2011) mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Hurlock (1999) mengkategorikan usia mahasiswa ke dalam masa dewasa dini. Menurut Hurlock (1999) masa dewasa dini dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun dimana tugas perkembangan pada masa dewasa dini salah satunya adalah mencakup pemilihan karir atau mendapatkan suatu pekerjaan. Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan belajar
Universitas Sumatera Utara
31
pada perguruan tinggi tertentu serta berada pada masa dewasa dini dimana tugas perkembangan pada masa dewasa dini salah satunya adalah mencakup pemilihan karir atau mendapatkan suatu pekerjaan. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara didirikan pada tanggal 17 Nopember 2007. Fakultas ini pada awalnya merupakan program studi yang berada di bawah organisasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Program studi Psikologi sudah berdiri sejak 7 April 1999. Selain program sarjana (S-1), Fakultas Psikologi menawarkan program magister (S-2). Program Studi jenjang magister memperoleh izin pembukaan Program Pendidikan Profesi Psikologi Jenjang Magister (P4JM) dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang disusul kemudian dengan izin dari DIKTI pada tanggal 20 Desember 2005. Peresmian Pembukaan P4JM USU dilaksanakan tanggal 26 Agustus 2006 (sumber: http://www.usu.ac.id/psikologi.html). Psikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari perilaku manusia sepanjang rentang kehidupannya mulai dari masa anak-anak hingga lanjut usia, dan juga dalam berbagai bidang kehidupan. Program Studi Psikologi adalah program pendidikan akademik-profesional yang bertujuan menghasilkan tenaga sarjana psikologi
dan
profesi
psikologi
dengan kemampuan:
(sumber:
http://www.usu.ac.id /psikologi.html). 1. Memahami pengetahuan dasar psikologi dan teknik pengamatan secara obyektif sehingga dapat rnenginterpretasikan tingkah laku manusia 2. Melaksanakan penelitian psikologi.
Universitas Sumatera Utara
32
3. Menunjukkan kepekaan yang bertanggungjawab terhadap nilai, proses dan masalah sosial budaya, agama, politik dan ekonomi yang berpengaruh pada tingkah laku manusia, sehingga mampu menginterpretasrkan tingkah laku dalam kaitannya dengan kondisi Indonesia khususnya kondisi Wilayah Sumatera Utara yang menitik-beratkan pada bidang industri dan pengembangan wilayah. 4. Mengenal, menghayati dan mengamalkan kode etik psikologi. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
D. Dinamika antara Kepribadian Big Five dengan Prestasi Akademik Di dalam dunia pendidikan sendiri mahasiswa adalah substansi yang perlu diperhatikan, karena mahasiswa merupakan penerjemah terhadap dinamika ilmu pengetahuan, dan melaksanakan tugas mendalami ilmu pengetahuan tersebut (Harahap dalam Naam, 2009). Mahasiswa juga diharapkan menunjukan kualitas daya yang dimilikinya. Kualitas mahasiswa dapat dilihat dari prestasi akademik yang didapatkannya. Prestasi akademik adalah istilah untuk menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan, karena suatu usaha belajar telah dilakukan oleh seseorang secara optimal (Setiawan dalam Naam, 2009). Prestasi akademik pada mahasiswa dapat dilihat dari Indeks Prestasi Akademik (IPK). Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang digunakan sebagai alat ukur prestasi akademik pada penelitian ini adalah indeks prestasi yang dihitung
Universitas Sumatera Utara
33
berdasarkan jumlah keseluruhan beban kredit yang diambil mulai dari semester 1 sampai semester terakhir, dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan beban kredit yang diambil. Indeks Prestasi Kumulatif yang baik adalah hal yang penting bagi mahasiswa karena akan mempengaruhi masa depannya. Namun sayangnya masih banyak mahasiswa yang terkendala dalam hal prestasi akademik. Prestasi akademik ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah kepribadian. Kepribadian adalah sebuah karakteristik didalam diri individu yang relatif menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. Menurut Schultz & Schultz (1994) pendekatan dalam menjelaskan kepribadian adalah psikoanalisa, neopsikoanalisa, trait, life-span, humanistik, kognitif behavioral, social-learning, dan limited domain. Salah satu pendekatan adalah trait yaitu sebuah model untuk mengidentifikasi trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Salah satu teori trait adalah teori Big five atau Five Factor Model. Teori Big five membagi kepribadian menjadi 5 dimensi yaitu Neuroticism (N), Extraversion (E), Openness (O), Agreeableness (A) dan Conscientiousness (C). Kelima dimensi ini memiliki sekumpulan trait yang berbeda antar dimensi. Berdasarkan penelitian terdahulu dimensi kepribadian conscientiousness paling sering ditemukan mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa, namun ada beberapa penelitian lain yang menemukan dimensi kepribadian yang lain juga mempengaruhi prestasi akademik. Dimensi conscientiousness berasosiasi dengan
Universitas Sumatera Utara
34
prilaku disiplin, seperti merencanakan dan mengorganisir tugas, berprilaku dengan rasa tanggung jawab untuk mencapai sesuatu dan keinginan kuat untuk belajar dan berambisi untuk sukses di bidang akademik (Lim & Melissa, 2012). Menurut Vermetten, Lodewijks & Vermunt dimensi agreeableness berhubungan dengan kepatuhan terhadap perintah guru dan berusaha fokus kepada materi pembelajaran (Poropat, 2009). Dimensi openness berasosiasi dengan kemampuan kognitif yang tinggi seperti pemikiran divergen (Lim & Melissa, 2012). Menurut De Raad dan Schouwenburg siswa dengan tingkat extraversion yang tinggi cenderung akan memiliki prestasi yang baik diakibatkan tingginya tingkat energi
ditambah
dengan attitude positif yang mengarahkan kepada keinginan untuk belajar dan memahami (Poropat 2009). Menurut De Raad & Schouwenburg (dalam Poropat, 2009) individu dengan neuroticism yang tinggi cenderung memfokuskan diri kepada perasaan mereka dan self-talk untuk tidak fokus terhadap tugas di universitas sehingga menurunkan prestasi akademik.
E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh dimensi Neuroticism terhadap prestasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 2. Ada pengaruh dimensi Extraversion terhadap prestasi akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
35
3. Ada pengaruh dimensi Openness terhadap prestasi akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 4. Ada pengaruh dimensi Agreeableness terhadap prestasi akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 5. Ada pengaruh dimensi Conscientiousness terhadap prestasi akademik Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara