BAB II LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Tentang Perpajakan 1. Definisi Pajak Ada beberapa definisi pajak menurut beberapa para ahli dari dalam maupun luar negeri, diantaranya : Pajak menurut Rochmat Soemitro (2008 : 1) adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak menurut S.I. Djajadiningrat (1997 : 3) adalah sebagai berikut : Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan ke kas Negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, bukan sebagai hukuman namun bersifat dapat dipaksakan, penyerahan sebagian kekayaan ini tidak ada jasa timbal balikdari Negara secara langsung namun akan dipergunakan untuk memelihara kesejahteraan umum. Pajak menurut R. Santoso Brotodihardjo (1993 : 5) adalah sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber dana utama untuk membiayai public investment.
Fungsi utama pajak adalah sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Selain itu, pajak juga memiliki
8
9
fungsi mengatur yaitu sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Jenis pajak ada berbagai macam yang dibagi kedalam golongan-golongan. Penggolongan jenis pajak bisa dibedakan menurut golongannya yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung, menurut sifatnya yaitu pajak subjektif dan pajak objektif, menurut lembaga pemungutnya yaitu pajak Negara/pusat dan pajak daerah. 2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kewenangan pemungutan pajak berada pada pemerintah. Di Negaranegara hukum segala sesuatu harus di tetapkan dalam undang-undang. Seperti di Indonesia pemungutan pajak diatur dalam pasal 23 ayat (2) undang-undang dasar 1945 bahwa pengenaan dan pemungutan pajak untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu, segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat sebagai contoh pajak harus ditetapkan dengan undang-undang yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai atau disingkat dengan PPN merupakan jenis pajak pusat dan bersifat objektif. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negri di dalam negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa. Oleh karena
10
itu, barang yang tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean (diekspor), dikenakan pajak yang sama dengan tariff 0 % atau sebaliknya. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan hanya terhadap pertambahan nilainya saja da dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya factorfaktor
produksi
pada
setiap
jalur
perusahaan
dalam
menyiapkan,
menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa, tanah, upah kerja dan laba perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak pertambahan niali (PPN). 2. Objek dan Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut undang-undang pajak Pertambahan Nilai dalam pasal 4 ayat 1 dapat dikelompokkan ke dalam dua macam objek pajak, yaitu : a. Arus BKP dan JKP di dalam daerah pabean sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c. b. Arus BKP dan JKP yang melintas batas wilayah Negara yang dapat diklarifikasi ke dalam dua macam arah yang berbeda yaitu : 1) Dari luar ke dalam daerah pabean sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) huruf b, huruf d, dan huruf e. 2) Dari dalam ke luar daerah pabean sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) huruf f.
11
Berdasarkan pasal 4, pasal 16 C dan pasal 16 D UU PPN 1984 serta pasal 2 PP nomor 143 tahun 2000 subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Termasuk dalam kelompok ini adalah pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) huruf a yaitu menyerahkan BKP, pasal 4 ayat (1) huruf c yaitu menyerahkan JKP, dan pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN 1984 yaitu mengekspor BKP, serta bentuk kerja sama operasi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) peraturan pemerintah nomor 143 tahun 2000. b. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP) Pengusaha bukan PKP yang menjadi subjek PPN meliputi pengusaha yang melakukan kegiatan dimaksud pasal 4 ayat (1) huruf b, huruf d dan huruf e serta pasal 16 C UU PPN 1984. Pengukuhan pengusaha ini sebagai atau menjadi PKP, bukan faktor yang menentukan statusnya sebagai subjek pajak. 3. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah 10%. Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Dengan peraturan pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
12
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai lebih/kurang bayar: Pajak keluaran (tarif PPN x harga jual/penggantian)
Rp xxx
Pajak masukan (tarif PPN x harga jual/penggantian)
Rp xxx (-)
Pajak lebih/kurang bayar
Rp xxx
C. Restitusi 1. Definisi Restitusi Restitusi merupakan salah satu prosedur yang disediakan pemerintah atas pengembalian kelebihan jumlah pajak yang disetor oleh wajib pajak dalam suatu masa pajak tertentu.(UU, No. 28 tahun 2007). 2. Definisi Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Restitusi Pajak Pertambahan Nilai adalah prosedur pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diakibatkan oleh adanya selisih antara pajak masukan dengan pajak keluaran dimana jumlah pajak masukan yang dikreditkan lebih besar daripada pajak keluarannya. Dalam undang-undang pajak no 28 pasal 11 tahun 2007 tercantum mengenai hak wajib pajak untuk meminta kembali kelebihan pembayaran pajak yang telah disetor (dibayar), setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya yang telah jatuh tempo. Jadi, dapat disimpulkan kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikembalikan kepada wajib pajak adalah kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa, tanpa utang pajak untuk semua jenis pajak baik di pusat maupun cabang-cabangnya.
13
Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak nomor PER-122/PJ/2006 tanggal 5 agustus 2006 tentang penegasan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai diterima secara langsung lengkap. Kelebihan pembayaran pajak tersebut dinyatakan dalam surat keputusan kelebihan pembayaran pajak (SKKPP) atau perhitungan lebih bayar pajak dapat terjadi karena keberatan/banding yang dilakukan oleh wajib pajak. Adapun yang menjadi dasar dari pengembalian pajak adalah: a. Surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. b. Surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP) adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak untuk pengusaha kena pajak kriteria tertentu adalah paling lama satu bulan. c. Perhitungan lebih bayar. d. Data utang pajak. Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa menurut pasal 17B KUP dikembalikan dalam jangka waktu satu bulan sejak: a. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 17B undang-undang ketentuan umum perpajakan diterima. b. Surat ketetapan pajak lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam pasal 17B undang-undang ketentuan umum perpajakan diterbitkan.
14
c. Surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 17C undang-undang ketentuan umum perpajakan diterbitkan. d. Keputusan
keberatan
diterbitkan
atau
putusan
banding
diterima
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dan pasal 27 undang-undang ketentuan umum perpajakan. e. Surat keputusan pengurangan atau surat keputusan penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat 1 huruf a diterbitkan. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak. 3. Pola Restitusi Untuk memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran pajaknya, wajib pajak terlebih dahulu harus mengajukan permohonan. Langkah ini perlu karena tanpa permohonan tersebut, kelebihan pembayaran pajak tidak dapat dikembalikan. Berkaitan dengan permohonan tersebut, secara umum pola restitusi dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan dibagi menjadi 3 pola, yaitu: a. Restitusi menurut ketentuan pasal 17, yaitu permohonan restitusi diajukan setelah diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar. Tentunya dengan adanya SKPLB permohonan wajib pajak dilakukan berdasarkan surat tersebut.
15
b. Restitusi menurut ketentuan pasal 17B, yaitu permohonan restitusi diajukan sebelum diterbitkan SKPLB. Permohonan ini ditujukan untuk pengembalian
kelebihan
pembayaran
pajak
selain
permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 17C UU KUP. Untuk meminta pengembalian, wajib pajak melakukan permohonan dengan cara mengisi kotak isian restitusi dalam surat pemberitahuan atau dengan melampirkan surat permohonan tersendiri dalam SPT. c. Restitusi menurut ketentuan pasal 17C, yaitu permohonan restitusi diajukan sebelumnya dan tidak terkait dengan SKPLB. Permohonan ini ditujukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak dengan kriteria tertentu. Untuk meminta pengembalian, wajib pajak melakukan permohonan dengan cara mengisi kotak isian restitusi dalam surat pemberitahuan atau dengan melampirkan surat permohonan tersendiri dalam SPT. 4. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu Berdasarkan pasal 17C ayat 1 undang-undang ketentuan umum perpajakan setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak paling lama tiga bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk PPN.
16
Sedangkan yang dimaksud dengan wajib pajak kriteria tertentu berdasarkan pasal 17C ayat 2 undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan adalah sebagai berikut: a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan tahunan dalam 2 tahun terakhir. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau badan pengawasan keuangan dan pembangunan selama tiga tahun berturut-turut. d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir. Akuntan publik yang dimaksud adalah akuntan publik yang tidak sedang dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembekuan izin atau sanksi pencabutan izin oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
D. Fakor-faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak tidak Melakukan Restitusi Berdasarkan data yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Lidiana (2004) menunjukkan hanya sedikit wajib pajak yang berani menempuh prosedur restitusi. Pada tahun 2009, terdapat 182 wajib pajak yang lebih bayar dan hanya 64 wajib pajak yang melakukan restitusi.
17
Faktor-faktor yang menyebabkan wajib pajak lebih memilih tidak melakukan restitusi menurut penelitian tersebut antara lain: 1. Prosedur Restitusi Pajak Pertambahan Nilai a. Definisi Prosedur Restitusi Prosedur restitusi adalah metode atau cara yang harus ditempuh (dijalankan) setiap Wajib Pajak untuk mendapatkan kembali hak kelebihan pembayaran pajaknya. Prosedur restitusi tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yaitu sesuai dengan ketentuan undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang yang menyangkut masalah restitusi telah dijelaskan. Permohonan pengembalian adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang disampaikan oleh pengusaha kena pajak (PKP) melalui: 1) Surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT masa PPN) yang mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom “dikembalikan (restitusi)”, atau 2) Surat permohonan tersendiri, apabila kolom “dikembalikan (restitusi)” dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 3) Permohonan pengembalian ditentukan 1(satu) permohonan untuk 1 (satu) masa pajak.
18
4) Dokumen yang harus disampaikan dalam rangka permohonan pengembalian berdasarkan pasal 3 peraturan Dirjen Pajak nomor PER-122/PJ/2006. 2. Jangka Waktu Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Jangka
waktu
adalah
lamanya
waktu
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan atau kegiatan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Sedangkan jangka waktu restitusi adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menjalankan prosedur restitusi pajak tersebut sesuai dengan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan. a. Jangka Waktu Menurut Ketentuan Direktorat Jenderal Pajak Berdasarkan surat edaran Dirjen Pajak nomor SE-08/PJ.53/2006 dan berdasarkan pasal 5 peraturan Dirjen Pajak nomor PER-122/PJ/2006 tentang jangka waktu penyelesaian dan tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah ditetapkan sebagai berikut: 1) Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian yang diajukan oleh pengusaha kena pajak kriteria
tertentu
harus
menerbitkan
surat
keputusan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak paling lambat satu bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian. 2) Dua bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap, dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh pengusaha
19
kena pajak yang memiliki resiko rendah yaitu pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan atau pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan ekspor barang kena pajak. 3) Empat bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap dalam hal diajukan oleh pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak dan atau penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak kepada pemungut Pajak Pertambahan Nilai. 4) Dua belas bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap dalam hal permohonan diajukan oleh pengusaha kena pajak kriteria tertentu. 5) Saat diterimanya permohonan secara lengkap adalah saat dimana permohonan pengembalian telah dilengkapi dengan seluruh bukti-bukti atau dokumen. 6) Dalam hal sampai dengan jangka waktu yang ditentukan pengusaha kena pajak bersangkutan tidak melengkapi seluruh bukti-bukti atau dokumen yang diperlukan, saat diterimanya permohonan secara lengkap adalah saat berakhirnya jangka waktu satu bulan sejak saat permohonan diterima. 7) Untuk permohonan pengembalian yang telah diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak sebelum berlakunya peraturan Dirjen Pajak ini berlaku ketentuan: dalam hal surat ketetapan pajak
20
sebelum diterbitkan, permohonan pengembalian diselesaikan berdasarkan KEP-160/PJ/2001 paling lambat dua belas bulan sejak peraturan Dirjen Pajak ini ditetapkan, dalam hal surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak belum diterbitkan, harus diselesaikan paling lambat satu bulan sejak peraturan Dirjen Pajak ini ditetapkan. b. Jangka Waktu Yang Terjadi Sebenarnya Jangka waktu penyelesaian restitusi Pajak Pertambahan Nilai telah diatur oleh Dirjen Pajak dengan jelas dan tegas dan surat edaran. Tetapi, yang terjadi sebenarnya di lapangan tidak demikian halnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa jangka waktu penyelesaian restitusi Pajak Pertambahan Nilai bertolak belakang dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal inilah yang dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan wajib pajak enggan melakukan restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang disampaikan oleh wajib pajak terkait dengan jangka waktu penyelesaian restitusi pajak pertambahan nilai dan untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelesaian tunggakan restitusi Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan dalam peraturan Dirjen Pajak nomor PER-122/PJ./2006, dirjen pajak pada tanggal 22 desember 2006 dirjen pajak menerbitkan surat edaran nomor SE-14/PJ.52/2006 tentang laporan penyelesaian tunggakan restitusi pajak pertambahan nilai.
21
3. Pemeriksaan Pajak a. Definisi Pemeriksaan Pemeriksaan menurut Soekrisno Agoes (2005 : 3) adalah sebagai berikut : Pemeriksaan dari segi akuntansi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Pemeriksaan berdasarkan pasal 1 undang-undang No. 28 tahun 2007, adalah : Pemeriksaan adalah Serangkaian kegiatan untk menghimpun dan mengolah data, keterangan dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Pemeriksaan menurut konrath (2002 : 5) dalam buku Soekrisno Agoes (2004 : 1), yaitu : Pemeriksaan adalah suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatankegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. b. Definisi Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti yang berupa buku-buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara objektif oleh pemeriksa pajak yang professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan, pemeriksaan pajak tidak untuk mencari-cari kesalahan wajib pajak tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
22
Berdasarkan pasal 29 ayat 1 ketentuan umum perpajakan Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dirjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap pengusaha kena pajak kriteria tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sesuai dengan peraturan Dirjen nomor KEP-160/PJ/2001. c. Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan di bidang akuntansi adalah untuk dapat menyatakan pendapat mengenai kewajaran dari laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen dalam hal yang material , posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sedangkan tujuan pemeriksaan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak dan atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. d. Tatacara Pemeriksaan Pajak Tatacara pemeriksaan menurut surat edaran nomor SE-04/PJ/2003 sebagai berikut:
23
1) Ruang lingkup pemeriksaan adalah pemeriksaan sederhana kantor, kecuali apabila wajib pajak tidak memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan pajak sesuai batas waktu yang telah ditentukan. 2) Terhadap
wajib
pemeriksaan
pajak
ditingkatkan
yang
tidak
menjadi
memenuhi
panggilan,
pemeriksaan
sederhana
lapangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Setiap pemeriksaan harus didasarkan pada surat
perintah
pemeriksaan pajak. 4) Pemeriksaan diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat dua minggu sejak tanggal dipenuhinya surat panggilan oleh pengusaha kena pajak (PKP). 5) Apabila pada saat pengusaha kena pajak memenuhi panggilan terdapat buku, catatan dan dokumen yang belum lengkap, pemeriksa harus segera menyampaikan surat peminjaman buku, catatan dan dokumen. 6) Kelengkapan buku, catatan dan dokumen tersebut harus dipenuhi oleh pengusaha kena pajak paling lambat dua hari sejak tanggal surat peminjaman. 7) Dalam rangka pembahasan akhir hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha kena pajak tentang hasil pemeriksaan sesegera mungkin, misalnya melalui faksimile atau disampaikan secara langsung.
24
8) Pengusaha kena pajak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan secara tertulis atas hasil pemeriksaan tersebut dan menyampaikan kepada pemeriksa dalam rangka waktu paling lambat dua hari sejak tanggal surat pemberitahuan hasil pemeriksaan. 9) Tanggapan atas hasil pemeriksaan harus ditindaklanjuti dengan pembahasan akhir dengan pengusaha kena pajak paling lambat satu hari setelah tanggapan diterima. 10) Surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP), tanggapan oleh pengusaha kena pajak atas pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir diselesaikan dalam jangka waktu paling lama empat hari. 11) Apabila sampai dengan batas waktu pemberian tanggapan pengusaha kena pajak tetap belum memberikan tanggapan, surat ketetapan pajak
diterbitkan sesuai dengan surat pemberitahuan
hasil pemeriksaan. e. Jenis Pemeriksaan Pajak 1) Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan ditempat kegiatan usaha atau pekerjaan wajib pajak, tempat tinggal wajib pajak atau ditempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang meliputi satu, beberapa jenis pajak untuk tahun kegiatan dan/atau tahun-tahun sebelumnya.
25
2) Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak di kantor unit pelaksanaan pemeriksaan pajak yang meliputi satu jenis pajak tertentu pada tahun berjalan dan atau tahun-tahun
sebelumnya
yang
dapat
dilaksanakan
melalui
pemeriksaan
sederhana
kantor
atau
pemeriksaan
dengan
korespondensi. 4. Pelayanan Petugas Pajak Kualitas pelayanan adalah model yang menggambarkan kondisi pelanggan dengan membandingkan pelayanan yang mereka terima dalam mengevaluasi kualitas. Kualitas pelayanan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menciptakan kepuasan pelanggan. Pernyataan tersebut didukung oleh kotler (1997:32) dalam terjemahan salah satu jurnal ilmiah yang menyatakan bahwa pelayanan terhadap pelanggan merupakan salah satu unsur terpenting untuk menarik minat pembeli. Pelayanan umum oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi masyarakat. Hakekat pelayanan umum adalah komitmen (keterikatan) setiap aparat untuk melaksanakan pelayanan yang bermutu dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Dalam bidang perpajakan, yang dimaksud dengan pelanggan adalah semua wajib pajak (pengusaha kena pajak) telah terdaftar dan memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Para petugas pajak harus memberikan pelayanan
26
primanya kepada setiap wajib pajak agar mereka merasa puas karena segala keluhan dan juga masalah mereka yang dihadapi dapat dibantu oleh petugas pajak yang bersangkutan. Wajib pajak mengharapkan pelayanan terbaik yang diberikan petugas pajak terhadap wajib pajak yang ingin melakukan proses restitusi pajak yang mereka miliki. Tetapi, pada kenyataannya yang dialami wajib pajak kurang memuaskan bahkan ada petugas pajak yang meminta “imbalan” agar proses restitusinya dapat cepat diselesaikan. Hal inilah yang banyak diberitakan tentang bagaimana proses restitusi yang sebenarnya. Banyak petugas pajak yang terkena masalah hukum akibat menyalahgunakan pelayanan yang seharusnya mereka berikan. Wajib pajak juga merasa dirugikan sebab besarnya jumlah restitusi yang didapat atau dipenuhi tidak sesuai dengan besarnya jumlah yang diajukan karena adanya proses pemeriksaan. Oleh sebab itu, mereka enggan melakukan restitusi karena takut adanya pemeriksaan pajak. Namun, petugas pajak pun merasa lelah menghadapi sikap wajib pajak dalam menyelesaikan proses restitusi pajaknya. Menurut petugas pajak, banyak wajib pajak yang kurang memenuhi/melengkapi persyaratanpersyaratan yang diperlukan dalam mengajukan permohonan restitusi agar cepat dilaksanakan.
27
E. Model Penelitian
Prosedur Restitusi (X1)
Jangka Waktu Restitusi (X2) Wajib Pajak Tidak Melakukan Restitusi PPN (Y)
Pemeriksaan Pajak (X3)
Pelayanan Petugas Pajak (X4)
Gambar 2.1 Model Penelitian