BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Sistem Sistem adalah rangkaian dari dua atau lebih komponen-kompnen yang saling berhubungan, yang berinteraksi untuk mencapai satu tujuan (Marshall B. Romney, Paul John Steinbart, 2004:02) Sistem hampir selalu terdiri dari beberapa sub sistem kecil, yang masing-masing melakukan fungsi khusus yang penting untuk dan mendukung bagi sistem yang lebih besar,tempat mereka berada. Sebuah sistem yang dirancang dengan baik dapat menyelesaikan beberapa masalah, dan apabila dirancang dengan tepat sistm tersebut dapat menyediakan beberapa informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan atas masalah-masalah yang lain. Sistem seringkali terdiri dari sub sistem. Jadi tiap tahap dalam rantai nilai organisasi adalah sebuah sistem yang terdiri dari satu kumpulan berbagai aktifitas. Sebagai tambahan, rantai nilai organisasi itu sendiri adalah suatu bagian dari sistem yang lebih besar. Apabila sebuah sistem gagal, jaminan atas bencana dan gagal gangguan bisnis yang memedai dapat mempercepetkemampuan organisasi untuk mengembalikan ketersediaan sistem, serta untuk memulihkan diri dari kerugian yang dialami. Keamanan sistem organisasi sering kali bergantung pada keamanan internet secara keseluruan. Oleh sebab itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana perluasan jaringan atau gangguan sistem akan mempengaruhi organisasi, dan kemudian
membuat rencana kontinjensi yang memadai dan dapat dilaksanakan. Contohnya suatu organisasi mungkin membutuhkan bantuan banyak entitas organisasi lainnya untuk dapat menanggulangi dengan memadai serangan pengingkaran pelayanan. Perusahaan mnghadapi bebrapa jenis ancaman dan jenis-jenis ancaman tersebut yaitu : 1. Strategis Contoh : melakukan hal yang salah 2. Operasional Contoh : melakukan hal yang benar, tetapi dengan cara yang salah. 3. Keuangan Contoh : adanya kerugian sumber daya keuangan, pemborosan, pencurian atau pembuatan kewajiban yang tidak tepat. 4. Informasi Contoh : menerima informasi yang salah atau tidak relevan, sistem yang tidak andal, dan laporan yang tidak benar atau menyesatkan. Beberapa ancaman menunjkkan resiko yang lebih besar karena probabilitas kemunculannya yang lebih besar . Misalnya : perusahaan lebih mungkin menjadi korban penipuan komputer daripada serangan teroris, dan pegawai lebih mungkin melakukan kesalahan yang tidak disengaja daripada melakukan tindakan penipuan secara sengaja. Upaya penegakan hukum terhadap tindakan fraud yang berlangsung selama ini kurang membawa hasil. Tindakan yang dilakukan pemerintah maupun perusahaan untuk
memperbaiki keadaan secara keseluruhan kadang-kadang belum menunjukkan tandatanda keberhasilan yang signifikan. Efektivitas ketentuan hukum tidak dapat dicapai apabila tidak didukung norma dan nilai etika dari pihak terkait. Dalam konteks suatu organisasi, nilai etika dan moral perorangan harus muncul sebagai aturan etika organisasi yang telah terkodifikasi sebagai kode etik dan kelengkapannya. Fraud
(kecurangan) itu sendiri secara umum merupakan suatu perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam seringkali mengasumsikan secara sempit bahwa
fraud sebagai tindak
pidana atau perbuatan korupsi. 1. Unsur Kecurangan Secara umum, unsur-unsur dari kecurangan adalah: a. Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation) b. Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present) c. Fakta bersifat material (material fact) d. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly) e. Dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi. f. Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation) g. Yang merugikannya (detriment).
Kecurangan yang dimaksud termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/perusahaan. 2. Klasifikasi Kecurangan Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan dan dilihat dari beberapa sisi: a. Berdasarkan pencatatan Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori: 1) Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-thebooks, lebih mudah untuk ditemukan). 2) Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books) 3) Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian
uang
pembayaran
dihapusbukukan/di-write-off
piutang
dagang
yang
telah
(fraud off-the books, paling sulit untuk
ditemukan) b. Berdasarkan frekuensi Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya: 1) Tidak berulang (non-repeating fraud).
Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan walaupun terjadi beberapa kali pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar). 2) Berulang (repeating fraud) Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk menghentikannya. 3. Pelaku kecurangan di atas dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,yaitu manajemen dan karyawan/pegawai. a) Pihak manajemen melakukan kecuranganbia sanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). b) Karyawan/Pegawai melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva.
B. Pengendalian Internal
Pengendalian intern ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapat keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut: keandalan pelaporan keuangan, kesesuaian dengan undang-undang, dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi (Al Haryono Jusup, 2001l:252) Terkait dengan pengelolaan keuangan perusahaan agar mekanisme dapat memenuhi kriteria sistem pengendalian manajemen, dibangunlah struktur organisasi pengelola keuangan di bagian keuangan PT Adira Quantum Multifinance. Agar sistem pengendalian manajemen secara internal dapat berjalan dengan baik dan pelaksanaan tugas pokok dapat berjalan secara effisien, efektif, transparan dan akuntabel, dapat dilakukan dengan pendekatan yaitu : 5. Pendekatan Prempetis Yaitu tindakan penyadaran terhadap seluruh anggota organisasi (unsur Pimpinan/ Staf bahwa segala sesuatu tindakan yang dilakukan dapat mendorong terjadinya pelanggaran harus dihindarkan). 6. Pendekatan Preventif Yaitu segala tindakan yang diarahkan untuk mencegah sedini mungkin kemungkinan terjadinya penyelewengan / penyimpangan dengan cara melakukan pembenahan sistem, prosedur dan tatacara untuk menutup peluang terjadinya pelanggaran tersebut. 7. Pendeketan Represif Yaitu Segala tindakan yang dilakukan setelah suatu perbuatan dinyatakan telah terjadi penyelewengan/penyimpangan, sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
8. Pendekatan Detektif Yaitu suatu proses penguraian tentang langkah-langkah yang harus dilakukan agar apabila suatu perbuatan penyelewengan/penyimpangan sudah terlanjur terjadi, maka semaksimal mungkin penyelewengan tersebut dapat diidentifikasi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Pengendalian intern merupakan keseluruan mekanisme yang merupakan bagian integral dari sistem dan prosedur kerja suatu organisasi, dan disusun sedemikian rupa untuk menjamin bahwa pelaksanaan kegiatan organisasi sudah sesuai dengan yang seharusnya. Jika auditor yakin bahwa sistem pengendalian internnya baik dan dijalankan dengan konsisten, maka si auditor akan memperoleh keyakinan lebih besar akan kehandalan organisasi tersebut. Dalam hal ini, bukti-bukti yang perlu dikumpulkan untuk auditing tidak terlalu banyak. Pada dasarnya disetiap unit kerja dalam suatu badan usaha mempunyai kelemahan-kelemahan dan terdapat banyak peluang terjadinya tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pihak internal misalnya: 1. Divisi SDM pada bagian payroll dan penggantian uang ( reimbursement ). 2. Divisi General Services pada bagian pengadaan barang . Bagian pembayaranan merupakan unit kerja yang terkait dengan bagian lain. Selain itu bagian ini sangat rentan terjadinya penyimpangan karena hanya pada bagian tersebut proses pembayaran ( keluarnya uang ) dilakukan, baik pembayaran untuk operasional cabang maupun biaya yang dikeluarkan untuk unit kerja yang lain, bahkan tagihan dari supplier juga dilakukan oleh bagian pembayaran.
Untuk itu struktur pengendalian intern yang ada dalam sebuah perusahaan harus dipelihara dengan baik agar dapat berjalan sesuai dengan kebijakan prosedur yang telah diterapkan serta dijalankan secara konsisten oleh perusahaan. Dengan demikian pimpinan dituntut untuk lebih menaruh terhadap keefektifan pelaksanaan struktur pengendali intern yang dianut dalam suatu perusahaan. Dimana dalam suatu perusahaan terdiri dari beberapa bagian departeman dengan banyak fungsi kegiatan, maka jelas bahwa pimpinan tidak mungkin secara langsung mengatasinya sendiri oleh karma itu perlu adanya alat bantu bagi pimpinan yang dipergunakan untuk menguji keefektifan pelaksanaan struktur pengendalian iteren tadi sehingga kasus-kasus dapat diteliti dan dapat segera diambil tindakan koreksi. Alat yang diperlukan untuk pimpinanan tersebut adalah bagian pemeriksaan intern .
C. Tujuan Pengendalian Internal Pengendalian diperlukan untuk memastikan bahwa informasi yang dihasilkan dari data tersebut dapat diandalkan dan akurat. Sistem pengendalian intern yang memadai bagi perusahaan mempunyai persyaratan yang berbeda-beda, tergantung dari sifat serta keadaan masing-masing perusahaan. Dalam artian tidak ada sistem pengendalian intern yang bersifat universal yang dapat dipakai oleh seluruh perusahaan. Alasan perusahaan untuk menerapkan sistem pengendalian intern adalah untuk membantu pimpinan agar perusahaan dapat mencapai tujuan dengan efisien. Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan yaitu : (mulyadi & kanaka puradiredja, 2001:172) 1. Keandalan informasi keuangan
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, dan 3. Efektifitas dan efisiensi operasi Pengendalian
intern
pemborosanpengolahan
sumber
diharapkan daya
dapat
perusahaan.
mencegah Pengendalian
kerugian
atau
intern
dapat
menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan ikut serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan. Kegiatan pengendalian harus melibatkan seluruh pegawai, termasuk Direksi. Oleh karena itu kegiatan pengendalian akan berjalan efektif apabila direncanakan dan diterapkan guna mengendalikan risiko yang telah diidentifikasi. Kegiatan pengendalian mencakup pula penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian serta proses verifikasi lebih dini untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tersebut secara konsisten dipatuhi, serta merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari setiap fungsi atau kegiatan sehari-hari. Sedangkan definisi efektif adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (putracenter.com, 2008. definisi-efektif, 23januari2011)
D. Elemen-Elemen Pengendalian Internal Committee
of
Sponsoring
Organizations
of
the
Treatway
Commission COSO) memperkenalkan adanya lima komponen pengendalian intern yang meliputi Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penilaian Resiko
(Risk Assesment), Prosedur Pengendalian (Control Procedure), Pemantauan (Monitoring), serta Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) (id.wikipidia.org 15februari2011) 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen
tunggal
dalam
persekutuan
atau
manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau ter desentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain. 2. Penilaian Resiko (Risk Assesment) Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan evaluasisehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya.
3. Prosedur Pengendalian (Control Procedure)
Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib. b.Pelimpahan tanggung jawab. c.Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait. d.Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional. 4. Pemantauan (Monitoring) Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat di monitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan olehsistem akuntansi. Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan.
5. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen Winnebago pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturanperaturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.
Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Dengan cara bagaimana manajemen mencapai tujuan pengendalian internal, manajemen bertanggungjawab untuk merancang dan menerapkan lima unsur pengendalian internal (elements of internal control) untu mencapai tiga tujuan pengendalian internal. Unsurunsur tersebut (Warren, Reeve, & Fees, 2007:184) adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian suatu perusahaan mencakup seluruh sikap manajemen dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian. Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah falsafah manajemen dan siklus operasi. Manajemen harus menekankan pentingnya pengendalian dan mendorong dipatuhinya kebijakan pengendalian akan menciptakan lingkungan pengendalian yang efektif.
2. Penilaian Resiko
Semua organisasi menghadapi resiko. contoh-contoh resiko meliputi perubahanperubahan tuntutan pelanggan, ancaman persaingan, perubahan peraturan, perubahan faktor-faktor ekonomi seperti suku bunga, dan pelanggaran karyawan atas kebijakan dan prosedur perusahaan. Manajemen harus memperhitungakn resiko ini dan mengambil langkah penting untuk mengendalikannya sehingga tujuan dari pengendalian internal dapat dicapai. Setelah resiko diidentifikasi, maka dapat dilakukan analisis untuk memperkirakan besarnya pengaruh dari resiko tersebut serta tingkat kemungkinan terjadinya, dan untuk menentukan tindakan-tindakan yang akan meminimumkannya.
3. Prosedur pengendalian
Prosedur pengendalian ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa sasaran bisnis akan dicapai, termasuk pencegahan penggelapan, kita akan membahas secara singkat prosedur pengendalian yang dapat dipadukan dengan sistem akuntansi. Prosedur-prosedur tersebut adalah :
a. Pegawai yg kompeten, perputaran tugas dan cuti wajib.
Sistem akuntansi yang baik memerlukan prosedur untuk memastikan bahwa para karyawan mampu melaksanakan tugas yang diembannya. Karena itu, para karyawan bagian akuntansi harus mendapat pelatihan yang memadai dan diawasi
dalam melaksanakan tugasnya. Ada baiknya juga bila dilakukan perputaran atau rotasi tugas di antara karyawan klerikal dan mengharuskan para karyawan nonklerikal untuk mengambil cuti. Kebijakan ini mendorong para karyawan untuk menaati prosedur yang digariskan. Disamping itu, kesalahan atau penggelapan dapat dideteksi.
b. Pemisahan tanggungjawab untuk operasi yang berkaitan
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakefisienan, kesalahan dan penggelapan, maka tanggungjawab untuk operasi yang berkaitan harus dibagi kepada dua orang atau lebih. Misalnya, tanggungjawab untuk pembelian, penerimaan dan pembayaran atas perlengakpan komputer harus dibagi kepada tiga orang atau departemen. Jika orang yang sama melakukan pemesanan, memeriksa penerimaan atas barang yang dipesan dan melakukan pembayaran kepada pemasok, maka penyelewengan bisa terjadi.
Upaya-upaya pengecekan yang akan timbul akibat dibaginya tanggungjawab kepada berbagai departemen tidak perlu menyebabkan tumpang tindih tugas. Dokumen perusahaan yang disiapkan oleh suatu departemen dirancang agar terkoordinasi dan saling mendukung dengan dokumen yang disiapkan oleh departemen lain.
c. Pemisahan operasi, pengamanan aktiva dan akuntansi
Kebijakan pengendalian harus menetapkan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas berbagai aktifitas usaha. Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya
kesalahan dan penggelapan, maka tanggungjawab atas operasi, pengamanan aktiva dan akuntansi harus dipisahkan. Selanjutnya, catatan akuntansi akan digunakan sebagai alat pengecekan independen terhadap mereka yang bertugas mengamankan aktiva dan mereka yang berkecimpung dalam operasi usaha
d. Prosedur pembuktian dan pengamanan
Prosedur pembuktian dan pengamanan harus digunakan utnuk melindungi aktiva dan memastikan bahwa data akuntansi dapat dipercaya. Hal ini dapat diterapkan pada banyak hal seperti prosedur otorisasi, persetujuan dan rekonsiliasi.
4. Pemantauan atau monitoring
Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal akan mengidentifikasi di mana letak kelemahannya dan memperaiki efektifitas pengendalian tersebut. Sistem pengendalian internal dapat dipantau secara rutin atau melalui evaluasi khusus. Pemantauan rutin bisa dilakukan dengan mengamati perilaku karyawan dan tanda-tanda peringatan dari sistem akuntansi tersebut.
5. Informasi dan komunikasi
Informasi dan komunikasi merupakan unsur dasar dari pengendalian internal. Informasi mengenai lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian dan pemantauan diperlukan oleh manajemen untuk mengarahkan operasi dan memastikan terpenuhinya tuntutan-tuntutan pelaporan serta peraturan yang berlaku.
Manajemen juga dapat menggunakan informasi eksternal utuk menilai peristiwa dan keadaan yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal. Misalnya manajemen menggunakan informasi dari Financial Accounting Standarts Board (FASB) atau dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (serta Bapepam untuk menilai dampak dari perubahan standar pelaporan yang mungkin akan terjadi.
Fungsi pemeriksaan intern ditetapkan secara tertulis dan dirumuskan secara jelas oleh pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian pemeriksaan intern harus mempunyai kedudukan yang khusus di dalam organisasi agar dapat melaksanakan tugasnya secara tidak memihak, tentunya ia harus bertanggung langsung kepada manajemen . Pemeriksaan intern ini berdiri dalam struktur organisasi perusahaan tetapi tidak selayaknya melakukan tugas operasional perusahaan, karena bias menjadi tidak objektif lagi terhadap perusahaan yang bersangkutan.
E. Syarat-starat Pengendalian Intern
Struktur pengendalian intern harus mencukupi untuk memberikan kepastian yang meyakinkan bahwa :
1. Setiap transaksi yang dicatat harus sah (valid)
Struktur pengendalian intern tidak dapat membiarkan transaksi-transaksi fiktif yang sebenarnya tidak terjadi di dalam jurnal atau catatan akuntansi lainnya. Untuk mendapatkan transaksi yang sah ini diusahakan dengan pencatatan yang didasari oleh dokumn-dokumen pendukung yang memadai serta pembagian tugas yang jelas.
2. Setiap transaksi diotorisasi dengan tepat
Kalau transaksi yang terjadi tidak diotorisasi, akan mengakibatkan adanya kecurangan dan dapat mengakibatkan pmborosan atau pengrusakan aktiva perusahaan. Pengujian atas transaksi ini berupapengujian terhadap ketaatan (compliance test) yaitu dengan menguji apakah kebijakan prusahaan tentang otorisasi telah diikuti.
3. Setiap transaksi yang trjadi dicatat (kelengkapan)
Setiap prosedur yang dimliki perusahaan harus membrikan pengendaian untuk mencegah hilangnya transaksi dari catatan.Kelengkapan atas pecatatan transaksi ini dapat diusahakan dengan adanya catatan yang memadai dan sistem prenumbered untuk memudahkan pencarian file/dokumen saat dibutuhlan,selain itu juga dilakukan verivukasi internal.
4. Setiap transaksi dinilai dengan tepat (penilaian)
Struktur pengendalian intern yang memadai selalu disertai dengan prosedur untuk menghindari kesalahan dalam penghitungan dan pencatatan setiap transaksi pada berbagai langkah proses pencatatan. Ketepatan penilaian ini dapat dihasilkan dengan melakukan substansi yang dicatat termasuk didalamnya adalah pengujian penjumlahan, perkalian, dan lain
5. Setiap transaksi diklasifikasikan dengan tepat (klasifikasi)
Klasifikasi perkiraan yang tepat, sesuai dengan bagan perkiraan prusahaan harus diterapkan dalam jurnal lalu laporan keuangan hendaknya dinyatakan dengan tepat.
Klasifikasi ini mencakup berbagai kategori pada isi. Pengelompokan ini diusahakan dengan mendiptakan kode perkiraan yang memadai serta verivikasi internal terhadap klasifikasi.
6. Setiap transaksi dicatat pada waktu yang tepat (ketepatan waktu)
Pencatatan setiap transksi baik sebelum atau sesudah terjadi enimbulkan kemungkinan adanya kelalaian untuk mencatatnya atau dicatat dengan jumlah yang tidak benar. Jika ketrlambatan pencatatan terjadi pada akhir periode maka laporan keuangan akan mengandung kesalahan. Untuk mendapatkan transaksi yang dicatat tepat waktudiusahakan dengan menetapkan agar dokumen segera dicatat setelah transaksi selesai serta dilakukan verivikasi internal yang konsisten.
7. Setiap transaksi dimasukkan dengan tepat kedalam catatan tambahan dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan ikhtisar).
Dalam beberapa keadaan, masing-masing transaksi diikhtisarkan (dirangkum menjadi satu) dan dijumlahkan sebelum dicatat kedalam jurnal yang bersangkutan. Kemudian jurnal tersebut diikhtisarkan lagi dan digunakan untuk menyusun laporan keuangan . Untuk memaskkan setiap transaksi ke dalam catatan-catatan tambahan dan untuk mengikhtisarkan setiap transaksi maka metode pengendalian yang memadai selalu diberikan untuk memastikan bahwa pngikhtisaran tersebut benar.
Dengan dipenuhinya ketujuh syarat pngendalian intern tersebut secara konsistn akan menjamin kemantapan pngendalian akuntansi yang layak. Dan sebagai dukungan atas kemantapan pengendalian intern ini, diperlukan adanya auditor yang independen.
F. Keterbatasan Pengendalian Intern
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia pengendalian intern memiliki berapa keterbatsan antara lain :
1. Betapapun bagusnya desain dan operasi sebuah perusahaan, pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi menejemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan. 2. Biaya pengendalian intern tidak boeh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut.Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan kegunaannya, untuk mengendalikan hal-hal tertentu diperlukan biaya yang bisa saja melebihi kegunaannya.
Adat istiadat, kultur, dan corporate governance system dapat mencegah terjadinya ketidakberesan yan dilakukan oleh manjemen, namun tidak merupakan pencegahan yang bersifat mutlak. Efektifitas pengendalian intern dapat juga dipengaruhi secara negatif oleh faktor-faktor seperti perubahan-perubahan dalam kepemilikan dan pengendalian manajemen atau personel lain atau perubahan pengembangan pasar industri. (Pernyataan Standar Akuntansi keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 2004 :74)
G. Prosedur Pembayaran Prosedur pembayaran dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Bagian pembayaran menerima dokumen dari semua cabang dan divisi dari bagian Budget
2. Setelah dokumen diterima, bagian pembayaran melakukan pengecekan terhadap dokumen yg diterima,dari mulai kelengkapannya, maupun ( dilakukan oleh checker ), setelah dokumen yg diterima sudah sesuai dengan buktipbukti yg dilampirkan, dan telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, bagian checker mendistribusikan ke bagian pembayaran. 3. Bagian pembayaran menerima dokumen,untuk selanjutnya dibuatkan slip jurnal, dan untuk selanjutnya dilakukan pembayaran. 4. Setelah bagian pembayaran selesai melakukan pembayaran tersebut, selanjutnya, bagian pembayaran melakukan pencatatan berupa jurnal pengeluaran uang 5. Setelah bagian pembayaran melakukan pembayaran dan pencatatan, maka bagian pembayaran melakukan filling atas dokumen yg sudah dibayar tersebut, serta melampirkan bukti transfer serta bukti pencatatan jurnal tersebut.