5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemeliharaan (Maintenance) Tujuan pemeliharaan adalah untuk mempertahankan kemampuan sistem dan
mengendalikan biaya. Dengan adanya pemeliharaan diharapkan standar mutu dan kinerja yang diharapkan dapat tercapai. Pemeliharaan meliputi segala aktivitas yang terlibat dalam penjagaan peralatan sistem dalam aturan kerja. (Dwiningsih, 2005, p3-4). Menurut Assauri (2008, p134) maintenance merupakan kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan supaya tercipta suatu keadaaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Menurut Assauri (1993, p88), pemeliharaan memiliki peran penting di dalam kegiatan produksi dari perusahaan karena menyangkut kelancaran atau kemacetan produksi, volume produksi serta efisiensi produksi. Agar produk dapat diterima konsumen tepat pada waktunya tanpa mengalami keterlambatan,
6
perawatan yang baik perlu dilakukan. Dengan adanya perawatan yang baik, kita juga dapat meminimasi adanya sumber daya yang menganggur disebabkan adanya kerusakan pada mesin ketika produksi dilakukan dan kita juga dapat meminimasi ataupun menghilangkan biaya kehilangan produksi. Dengan demikian, fungsi perawatan memiliki peran yang sama pentingnya dengan peran fungsi lainnya yang ada di dalam perusahaan. Dengan adanya maintenance diharapkan semua fasilitas dan mesin dapat dioperasikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dan mampu meningkatkan kelancaran proses produksi di dalam perusahaan. Dalam usaha menjaga agar setiap peralatan dan mesin dapat digunakan secara kontinu untuk berproduksi, makan kegiatan pemeliharaan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Secara kontinu melakukan pengecekan (inspection)
Secara kontinu melakukan pelumasan (lubricating)
Secara kontinu melakukan perbaikan (reparation)
Melakukan penggantian sparepart Beberapa tujuan utama dari dilakukannya aktivitas perawatan mesin, yaitu
(Assauri, 2008, p134).
Kemampuan
produksi
dapat
memenuhi
kebutuhan
sesuai
dengan
perencanaan produksi.
Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.
Memperpanjang usia penggunaan aset yang berupa mesin-mesin dan peralatan yang dimiliki oleh perusahaan.
Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang di luar
7
batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi tersebut.
Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya
Memperhatikan dan menghindari kegiatan – kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.
mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi – fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return investment yang sebaik mungkin dan total biaya serendah mungkin.
2.2
Kategori Pemeliharaan Konsep pemeliharaan dibagi menjadi dua kategori yaitu pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) dan pemeliharaan pemogokan (corrective maintenance). 2.2.1 Pemeliharaan Pencegahan Pemeliharaan pencegahan melibatkan pelaksanaan pemeliharaan rutin dan juga service yang berfungsi untuk menjaga fasilitas dalam kondisi yang baik . Tujuan dari pemeliharaan pencegahan adalah untuk membangun sistem yang dapat mengetahui kerusakan potensial dan melakukan pencegahan dengan membuat perbaikan atau penggantian yang dapat mencegah terjadinya kerusakan . Pemeliharaan pencegahan memiliki konsep yang jauh lebih besar dari sekedar
8
menjaga mesin dan fasilitas tetap berjalan. Konsep ini juga melibatkan perancangan sistem manusia dan teknik yang menjaga proses produktif tetap bekerja dalam toleransinya. Penekanan dari pemeliharaan pencegahan adalah pemahaman terhadap proses dan membiarkan proses bekerja tanpa mengalami gangguan. Pemeliharaan pencegahan berarti dapat menentukan waktu kapan suatu komponen perlu diperbaiki, Kerusakan terjadi pada tingkat yang berbeda-beda . Tingkat kerusakan yang tinggi disebut kehancuran sebelum waktunya (infant mortality) terjadi pada awal mulai produksi di banyak perusahaan terutama perusahaan elektronik. Infant mortality banyak terjadi disebabkan karena penggunaan yang tidak wajar yang salah satu sebabnya adalah kurangnya kemampuan dari operator yang menggunakan mesin tersebut, oleh karena itu, manajemen perlu membangun sistem pemeliharaan yang meliputi seleksi personel dan juga pelatihan. Preventive maintenance (Ebeling, 1997, p189) merupakan pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodik, dimana seperangkat tugas pemeliharaan seperti inspeksi dan perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan, penyesuaian dan penyamaan dilakukan. Oleh karena itu, suatu jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat dapat dimungkinkan.Preventive maintenance sangat
penting karena kegunaannya sangat
efektif dalam
menghadapi fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan critical unit. Sebuah fasilitas maupun mesin dapat dimasukkan ke dalam golongan critical unit apabila :
Kerusakan suatu fasilitas produksi dapat menyebabkan kemacetan seluruh
9
proses produksi.
Kerusakan fasilitas produksi ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan.
Kerusakan fasilitas produksi atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja.
Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas tersebut cukup besar (mahal). Dalam prakteknya, proses maintenance yang dilakukan suatu perusahaan
dapat dibedakan menjadi routine maintenance dan periodic maintenance (Assauri, 2008, p135). 2.2.1.1 Routine Maintenance Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.Sebagai contoh dari kegiatan routine maintenance adalah pembersihan fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, serta pengecekan bahan bakar dan mungkin termasuk pemanasan (warming up) dari mesin–mesin selama beberapa menit sebelum dipakai produksi. 2.2.1.2 Periodic Maintenance Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, lalu meningkat setiap bulan sekali dan pada akhirnya satu tahun sekali. Periodic maintenance dapat pula dilakukan dengan memakai lamanya jam kerja mesin atau fasiliat produksi sebagai jadwal kegiatan. Misalnya setiap seratus jam pemakaian mesin sekali, lalu meningkat setiap lima ratus jam pemakaian
10
mesin sekali dan seterusnya. Jadi sifat kegiatan maintenance tetap secara periodik atau berkala. Kegiatan periodic maintenance jauh lebih berat dibandingkan kegiatan routine maintenance. Sebagai contoh kegiatan periodic maintenance adalah pembongkaran karburator ataupun pembongkaran alat-alat dibagian sistem aliran bensin, setting katup-katup pemasukan dan pembuangan cylinder mesin dan pembongkaran mesin atau fasilitas tersebut untuk penggantian bearing, serta service dan overhaul besar ataupun kecil. 2.2.2
Corrective Maintenance Corrective Maintenance adalah perbaikan secara remedial ketika terjadi
peralatan yang rusak dan harus diperbaiki atas dasar prioritas ataupun kondisi darurat. Apabila biaya pemeliharaan lebih mahal bila dibandingkan dengan biaya perbaikan yang muncul ketika terjadi pemogokan maka kita mungkin perlu mempertimbangkan untuk membiarkan proses tersebut berjalan tanpa adanya pemeliharaan pencegahan sampai terjadi masalah pada peralatan tersebut baru diperbaiki. Akan tetapi kita juga perlu mempertimbangkan akibat dari pemogokan secara penuh yang akan mengganggu proses secara keseluruhan. Manajer produksi
harus
mempertimbangkan
keseimbangan
antara
pemeliharaan
pencegahan dan pemeliharaan pemogokan karena akan berdampak pada persediaan, uang, serta tenaga kerja. Dalam hal ini, kegiatan corrective maintenance bersifat pasif yaitu menunggu kerusakan sampai terjadi terlebih dahulu, kemudian baru dilakukan perbaikan agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat digunakan kembali dalam proses produksi sehingga operasi dalam suatu proses produksi dapat berjalan lancar dan kembali berjalan normal.
11
Menurut Patrick (2001, p401), corrective maintenance dapat dihitung sebagai MTTR (mean time to repair) dimana time to repair meliputi beberapa aktivitas yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Preparation time Preparation time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menemukan orang untuk mengerjakan perbaikan, waktu tempuh ke lokasi kerusakan, membawa peralatan dan uji perlengkapan.
Active maintenance time Active maintenance time adalah waktu sebenarnya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Meliputi waktu untuk mempelajari peta perbaikan sebelum aktivitas perbaikan yang sebenarnya dimulai serta waktu yang dihabiskan untuk memastikan kerusakan yang ada telah selesai diperbaiki, terkadang juga meliputi waktu untuk melakukan dokumentasi atas proses perbaikan yang telah dilakukan ketika hal tersebut harus diselesaikan sebelum perlengkapan tersedia.
Delay time ( logistic time) Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu datangnya komponen dari mesin yang baru diperbaiki.
Tindakan corrective ini memakan biaya perawatan yang lebih murah daripada tindakan preventive. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan terjdi disaat mesin atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Namun saat kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung maka biaya perbaikan akan mengalami peningkatan akibat terhentinya proses produksi.
12
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
tindakan
corrective
memusatkan permasalahan setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisis masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi.
2.3
Konsep-Konsep Pemeliharaan.
2.3.1 Breakdown dan Downtime. Suatu barang dapat dikatakan mengalami kerusakan apabila suatu barang atau produk tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Konsep ini juga berlaku untuk mesin atau fasilitas yang dimiliki oleh suatu pabrik. Ketika suatu mesin atau peralatan tidak dapat melakukan fungsinya lagi dengan baik, maka mesin atau peralatan tersebut dapat dikatakan mengalami kerusakan atau breakdown. Downtime didefinisikan sebagai waktu selama suatu peralatan, fasilitas atau mesin tidak dapat digunakan (mesin mengalami gangguan atau kerusakan) sehingga mesin atau peralatan tidak dapat menjalankan fungsinya seperti yang diharapkan dengan baik. Breakdown terjadi ketika mesin mengalami kerusakan dimana hal ini akan mempengaruhi kemampuan mesin secara keseluruhan dan menyebabkan penurunan hasil dari proses dan juga tentunya akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. Ketika mesin mengalami gangguan atau kerusakan, kualitas produk umumnya akan mengalami penurunan dan akan banyak menghasilkan produk defect. Downtime menunjukkan waktu yang dibutuhkan bagi mesin untuk mengembalikan kemampuan mesin untuk menjalankan fungsi-fungsinya seperti semula. Beberapa unsur yang terdapat dalam konsep downtime:
13
Supply delay Supply delay merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan komponen yang dibutuhkan dalam melakukan proses perbaikan. Supply time terdiri lead time administrasi, lead time produksi, dan waktu transportasi komponen ke lokasi perbaikan.
Maintenance delay Maintenance delay merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu adanya sumber daya maintenance yang akan melakukan perbaikan pada fasilitas yang mengalami kerusakan. Sumber daya maintenance dapat berupa teknisi, peralatan untuk membantu proses perbaikan, dan alat pengetesan.
Diagnosis time Diagnosis time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi penyebab dari kerusakan yang terjadi serta mempersiapkan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan.
Access time Access time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh akses ke komponen yang mengalami kerusakan.
Repair atau replacement time Repair atau replacement time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin agar mampu menjalankan fungsinya kembali dengan baik setelah kita mendapatkan akses dan juga mengetahui penyebab dari kerusakan.
Verification dan alignment
14
Verification dan alignment merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa fungsi telah kembali seperti semula dan berjalan
2.3.2
Reliability Secara umum istilah reliability dapat diartikan dengan “mampu untuk
diandalkan“. Reliability sendiri berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya (trusty, consistent atau honest). Reliabilitas didasarkan pada teori probabilitas pada teori statistik, yang tujuan pokoknya adalah mampu diandalkan untuk bekerja sesuai dengan fungsinya dengan suatu kemungkinan sukses dalam periode waktu tertentu yang ditargetkan. Dalam Assurance Science, reliabilitas ini biasa didefinisikan sebagai “the probability of a product its intended life and under the operating conditions encountered ”. Jelaslah bahwa disini ada empat elemen dasar yang perlu diperhatikan yaitu :
Kemungkinan
(probability)
menunjukkan
bahwa
nilai
reliabilitas
dinyatakan dalam peluang, dimana nilai reliabilitas ini akan berada di antara 0 sampai dengan 1.
Performa (performance) menjelaskan bahwa kehandalan merupakan suatu karakteristik performansi sistem dimana suatu sistem yang andal harus dapat menunjukkan performansi yang memuaskan jika dioperasikan.
Waktu operasi (time of operation) merupakan paremeter penting dalam melakukan penilaian besar kemungkinan sukses atau tidaknya suatu sistem.
Reliability dinyatakan dalam periode waktu. Peluang reliabilitas suatu item untuk digunakan selama setahun akan berbeda dengan peluang reliabilitas item untuk digunakan dalam sepuluh tahun.
15
Kondisi-kondisi saat operasi (operating condition) mempengaruhi umur dari sistem atau peralatan seperti suhu, kelembaban dan kecepatan gerak. Hal inimenjelaskan
bagaimana
perlakuan
yang
diterima
sistem
dapat
memberikan tingkat keandalan yang berbeda dalam kondisi operasionalnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan reliabilitas adalah kegagalan atau kerusakan, dimana pada saat itu mesin atau fasilitas tidak berjalan seperti yang diharapkan. Karakteristik dari kegagalan atau kerusakan pada produk, mesin ataupun fasilitas sehubungan dengan waktu dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.1 Laju Kerusakan (Bathub curve)
Dari gambar di atas kita dapat membaginya ke dalam tiga fase yaitu:
Fase 1, disebut burn-in region, yaitu wilayah dimana mesin baru mulai digunakan. Pada wilayah ini resiko kerusakan berada berada pada tingkat yang menurun. Kerusakan yang terjadi umumnya disebabkan pengecekan
16
yang tidak sesuai, kurangnya pengendalian kualitas produksi, material di bawah standar, ketidaksempurnaan perancangan, kesalahan proses atau pemasangan awal.
Fase 2, disebut useful life atau fase umur pakai. Dalam hal ini fase rusakan konstan atau dapat disebut juga mengalami constant hazard rate. Pada wilayah ini kerusakan sulit diprediksi dan cenderung terjadi secara acak. Contoh penyebab kerusakan pada wilayah ini adalah kesalahan dalam operasional mesin.
Fase 3, disebut juga wilayah wareout, merupakan wilayah dimana umur ekonomis dari mesin telah habis dan melewati batas yang diizinkan. Pada fase ini resiko kerusakan akan meningkat (increasing hazard rate). Penyebab kerusakan pada wilayah ini umumnya adalah kurangnya perawatan, karena telah dipakai terlalu lama sehingga terjadi karat, atau perubahan pada fisik mesin tersebut. Pada wilayah ini preventive maintenance sangat diperlukan untuk menurunkan tingkat kerusakan yang terjadi.
2.3.3
Keterawatan (Maintainability) Maintainability atau keterawatan adalah peluang bahwa komponen atau
mesin yang rusak akan diperbaiki ke dalam kondisi tertentu dalam periode waktu tertentu sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah ditentukan. Maintainability dapat juga didefinisikan sebagai probabilitas suatu komponen atau mesin dapat diperbaiki dalam kurun waktu tertentu.
17
2.3.4
Ketersediaan (Availibility) Availability atau ketersediaan merupakan probabilitas suatu komponen
atau sistem menunjukkan fungsi yang sesuai dengan yang diharapkan pada waktu tertentu ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu. Availability juga dapat dinyatakan sebagai persentase suatu komponen atau sistem dapat beroperasi dengan baik dalam suatu kurun waktu tertentu atau persentase pengoperasian mesin atau komponen dalam suatu waktu yang tersedia. Besar probabilitas availability menunjukkan besarnya kemampuan komponen untuk melakukan fungsinya setelah memperoleh perawatan. Semakin tinggi nilai dari availability menujukkan semakin baiknya kemampuan dari komponen tersebut atau dapat dikatakan apabila availability makin mendekati satu maka makin tinggi pula kemampuan dari mesin tersebut untuk menjalankan fungsi-fungsinya dengan maksimal.
2.4
Distribusi Kerusakan Terdapat empat jenis distribusi yang umumnya digunakan untuk
mengidentifikasi pola data yang terbentuk, yaitu: distribsi Weibull, Eksponensial, Normal dan Lognormal. 2.4.1 Distribusi Weibull Distribusi weibull merupakan distribusi yang paling banyak digunakan karena dapat digunakan untuk laju waktu kerusakan yang meningkat maupun yang menurun.Ada dua parameter yang digunakan dalam distribusi ini yaitu parameter β dan parameter θ. Parameter β disebut juga sebagai parameter skala (scale parameter) dan parameter θ disebut juga sebagai parameter bentuk (shape
18
parameter). Laju kerusakan dari pola data yang terbentuk ditentukan oleh parameter β, sedangkan parameter θ digunakan untuk menentukan nilai tengah dari pola data yang ada. Nilai-nilai β yang menunjukkan laju kerusakan terdapat pada tabel di bawah ini (Ebeling, 1997, p63) :
Tabel 2.1 Definisi dan Nilai-Nilai dari Parameter β Nilai
Laju Kerusakan
0 < β <1
Pengurangan laju kerusakan (DFR)
β =1
Distribusi Exponential (CFR)
1< β <2
Peningkatan laju kerusakan (IFR), concave
β =2
Distribusi Rayleigh (LFR)
β >2
Peningkatan laju kerusakan (IFR), convex
3 ≤β≤ 4
Peningkatan laju kerusakan (IFR), mendekati kurva normal
Fungsi reliabilitas yang terdapat dalam distribusi Weibull adalah (Ebeling, 1997, p59):
Reliability function: R (t) = 𝑒 −
t θ
dimana Ɵ > 0, β > 0, dan t > 0
2.4.2 Distribusi Eksponensial Distribusi eksponensial merupakan distribusi yang paling populer digunakan dalam teori reliabilitas. Distribusi eksponensial digunakan untuk menghitung keandalan distribusi kerusakan yang memiliki laju kerusakan konstan. Distribusi ini mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu , yang berarti laju kerusakan tidak tergantung pada umur dari peralatan atau mesin. Distribusi merupakan distribusi yang mudah untuk diidentifikasi dan dianalisis, jika terdapat peralatan atau mesin yang laju kerusakannya terjadi secara tetap maka dapat dipastikan data kerusakan peralatan tersebut termasuk dalam
19
distribusi eksponensial. Parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah, yang menunjukkan nilai rata-rata kerusakan yang terjadi. Fungsi reliabilitas yang terdapat dalam distribusi eksponensial adalah (Ebeling, 1997, p41): Reliability function: 2.4.3
R(t) = e – λt
Dimana λ > 0 dan t > 0
Distribusi Normal Distribusi normal cocok untuk digunakan dalam memodelkan fenomena
keausan dan kondisi wearout dari suatu komponen atau peralatan. Parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah µ yang menunjukkan nilai tengah dari data yang termasuk dalam distribusi ini dan juga yang menunjukkan standar deviasi dari data yang termasuk dalam distribusi ini. Distribusi ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi probabilitas lognormal karena hubungannya yang dekat dengan distribusi lognormal. Fungsi reliabilitas yang terdapat dalam distribusi normal adalah (Ebeling, 1997, p69): Reliability function: R(t)=1-Φ 2.4.4
t−µ ơ
Dimana µ > 0, 𝜎 > 0 dan t = 0
Distribusi Lognormal Distribusi lognormal mempunyai berbagai macam bentuk, sehingga
sering ditemui data yang sesuai dengan distribusi weibull juga dapat sesuai dengan distribusi lognormal. Distribusi ini menggunakan dua parameter yaitu s yang menunjukkan parameter bentuk (shape parameter) dan juga t med yang menunjukkan parameter lokasi ( location parameter) yang juga menunjukkan nilai tengah dari data yang termasuk ke dalam distribusi ini. Fungsi reliabilitas yang terdapat dalam distribusi lognormal adalah (Ebeling, 1997, p73): 1
Reliabiliti function: R (t) = 1-Φ (s ln t
t med
)
dimana s > 0, tmed> 0 dan t > 0
20
2.5
Identifikasi Distribusi Kerusakan Identifikasi distribusi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu identifikasi awal,
uji kebaikan suaian (goodness of fit test), dan penentuan parameter (Ebeling, 1997, p362). 2.5.1
Identifikasi awal Identifikasi awal dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,
yaitu probability plot dan Least-Square Curve Fitting (LSCF). pada probability plot kita akan membuat grafik dengan titik-titik. Bila data tersebut mengikuti distribusi tertentu, maka grafik yang terbentuk akan mendekati garis lurus. Namun tingkat subjektivitas dalam menilai lurus atau tidaknya suatu garis menyebabkan metode ini tidak populer untuk digunakan. Identifikasi dengan metode LSCF akan dicari nilai index of fit (r) atau koefisien korelasi. Distribusi yang digunakan dalam metode LSCF adalah weibull, eksponensial, normal dan juga lognormal. Distribusi yang paling sesuai berdasar metode ini akan menunjukkan garis lurus atau linear apabila semakin mendekati 1, sehingga dengan metode ini, kita akan memilih jenis distribusi yang paling baik apabila nilai index of fit nya semakin mendekati nilai 1. Berikut ini merupakan rumus-rumus yang digunakan untuk mencari nilai r berdasarkan keempat distribusi yang telah kita sebutkan di atas:
Distribusi Weibull
21
Dimana nilai xi dan yi ditentukan dengan rumus dibawah ini :
Distribusi Eksponensial
dimana nilai Xi dan Yi ditentukan dengan rumus di bawah ini:
Distribusi Normal
dimana nilai xi dan yi ditentukan dengan rumus di bawah ini:
22
Distribusi Lognormal
dimana nilai xi dan yi ditentukan dengan rumus di bawah ini:
2.5.2
Uji Kebaikan Suai (Goodness of Fit Test) Uji kebaikan suai digunakan untuk mengetahui validitas dari suatu
asumsi distribusi yang telah kita tentukan sebelumnya. Dimana dalam kasus ini kita mengasumsikan distribusi tertentu dengan melihat angka korelasi atau index of fit (r) yang terbesar. Hasil dari uji ini adalah asumsi kita diterima atau asumsi kita ditolak. Uji goodness of fit yang digunakan untuk satu distribusi tertentu akan berbeda dengan distribusi lainnya.
2.5.2.1 Mann’s Test untuk Menguji Distribusi Weibull Hipotesis yang kita gunakan untuk melakukan uji ini adalah (Ebeling, 1997, p400-401):
23
H0
: Data waktu kerusakan mengikuti distribusi weibull
H1
: Data waktu kerusakan tidak mengikuti distribusi weibull
Uji statistiknya adalah :
Keterangan: ti
= Data waktu kerusakan yang ke-i
xi
= ln (ti)
Mi
= Nilai pendekatan Mann untuk data ke-i
Mα,v1,v2
= Nilai Mtabel untuk distribusi weibull→ lihat tabel distribusi F
k1
= 2 −→ V2 = 2 k1
k2
=
r, n
= banyaknya data
𝑟
𝑟−1 2
−→ V1 = 2 k2
Jika nilai Mhitung < Mtabel (α,v1,v2) → maka terima H0 dan tolak H1.
2.5.2.2
Bartlett’s Test untuk Menguji Distribusi Eksponensial Hipotesis yang kita gunakan untuk melakukan uji ini adalah (Ebeling,
1997, p399):
24
H0
: Data waktu kerusakan mengikuti distribusi eksponensial
H1
: Data waktu kerusakan tidak mengikuti distribusi eksponensial
Uji statistiknya adalah :
Keterangan: ti
= data waktu kerusakan yang ke-i
r
= jumlah kerusakan
2.5.2.3 Kolmogorov-Smirnov Test untuk Menguji Distribusi Normal dan Lognormal Hipotesis yang kita gunakan untuk melakukan uji ini adalah (Ebeling, 1997, p402-404):
H0
: Data waktu kerusakan mengikuti distribusi normal atau lognormal
H1
: Data waktu kerusakan tidak mengikuti distribusi normal atau lognormal
Uji statistiknya adalah : Dn
= max (D1, D2)
Dimana,
25
Keterangan: ti
= data waktu kerusakan yang ke-i
n
= banyaknya data kerusakan
Nilai Φ (x)
→ dari tabel standardized normal probabilities
Nilai Dcrit
dari tabel critical values kolmogorov-smirnov test
Jika Dn< Dcrit, maka terima H0 dan tolak H1
2.5.3
Penentuan Parameter Setelah kita melakukan pengujian goodness of fit, maka kita harus
melanjutkan proses perhitungan dengan memperhitungkan parameter yang kemudian akan dilanjutkan dengan menghitung besar MTTF (Mean Time to Failure) dan MTTR (Mean Time to Repair). Jenis parameter yang digunakan pada satu distribusi tidak akan sama dengan distribusi lainnya (Ebeling, 1997, p59). 2.5.3.1 Distribusi Weibull Parameter yang digunakan dalam distribusi Weibull adalah β dan θ, dimana : β = b
dan
θ = e-(a/b)
2.5.3.2 Distribusi Eksponensial Parameter yang digunakan dalam distribusi Eksponensial adalah λ,
26
dimana: λ = b 2.5.3.3 Distribusi Normal Parameter yang digunakan dalam distribusi Normal adalah µ dan ơuntuk perhitungan MTTF serta s dan t med untuk perhitungan M TTR, dimana: 1
MTTR → s = 𝑏 dan tmed = e-sa
dan
1
MTTR → ơ = 𝑏 dan µ = -
𝑎 𝑏
2.5.3.4 Distribusi Lognormal Parameter yang digunakan dalam distribusi Lognormal s dan t med untuk, dimana:
2.6
1
S=𝑏
dan
tmed = e-sa
Perhitungan Mean Time to Failure dan Mean Time to Repair Mean Time to Failure merupakan rata-rata interval atau jarak waktu di
antara kerusakan dari suatu distribusi kerusakan, sedangkan Mean Time to Repair merupakan rata-rata waktu yang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Perhitungan MTTF dan MTTR untuk setiap distribusi berbeda, dimana untuk masing-masing distribusi menggunakan rumus di bawah ini (Ebeling, 1997, p192):
Distribusi Weibull MTTF = MTTR = Ɵ.Г 1 +
1 𝛽
Г (X) peroleh dari tabel fungsi Gamma
Distribusi Eksponensial 1
MTTF = MTTR = 𝜆
Distribusi Normal MTTF = µ
27
s2
MTTR = tmed e 2
Distribusi Lognormal MTTF = MTTR = t med 𝑒
2.7
𝑠2 2
Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal Model penentuan interval waktu pencegahan didasarkan pada minimasi
waktu downtime dan digunakan untuk menentukan waktu yang paling optimal dalam melakukan penggantian komponen sehingga total downtime per satu unit waktu dapat diminimasi. Terdapat dua model penentuan interval waktu penggantian pencegahan yaitu block replacement dan age replacement. 2.7.1
Block Replacement Dalam metode ini jika pada suatu selang waktu t p tidak terdapat
kerusakan, maka tindakan penggantian dilakukan sesuai dengan interval t p. Jika sistem rusak sebelum interval waktu t p maka dilakukan penggantian perbaikan dan penggantian pencegahan selanjutnya akan tetap dilakukan pada waktu t p dan mengabaikan waktu penggantian perbaikan sebelumnya.
2.7.2 Age Replacement Dalam
metode
ini
tindakan
penggantian
dilakukan
pada
saat
pengoperasiannya mencapai umur tertentu yang telah ditetapkan, misalnya sebesar tp. Jika pada selang waktu t p tersebut tidak terdapat kerusakan, maka penggantian akan tetap dilakukan sebagai tindakan pencegahan. Jika sistem mengalami kerusakan pada selang waktu t p tersebut, maka dilakukan tindakan penggantian perbaikan dan penggantian berikutnya akan dilakukan berdasarkan
28
perhitungan tp terhitung mulai dari waktu penggantian perbaikan tersebut. Total waktu downtime per unit untuk penggantian pencegahan pada saat t p dinotasikan sebagai D(tp), dengan rumus sebagai berikut (Jardine, 1993, p96):
D(tp) =
Total ekspektasi 𝑑𝑜𝑤𝑛𝑡𝑖𝑚𝑒 per siklus ekspektasi panjang siklus
dengan : Total ekspektasi downtime per siklus = TP.R(Tp) + (1 – R (tp)).Tf Ekspektasi panjang = (t p + Tp) . R (tp) + (M (tp) + (Tf) (1-R(tp)) Dengan menggunakan kedua rumus diatas maka total downtime per unit waktu adalah: TP.R(Tp) + (1 – R (tp)).Tf
D(tp) = (tp + Tp) .R (tp) + (M (tp) + (Tf) (1−R(tp))
Keterangan: Tp
= Interval waktu penggantian pencegahan
Tf
= Downtime yang terjadi karena penggantian pengantian
Tp
= Downtime yang terjadi karena penggantian pencegahan
R (tp)
= Peluang terjadinya penggantian perbaikan pada saat t p.
M (tp)
= Waktu rata-rata terjadinya kerusakan jika penggantian
perbaikan dilakukan pada t p.
Nilai tingkat ketersediaan (availibility) dan interval penggantian pencegahan (pada saat D (tp) min) dapat dilihat dengan menggunakan rumus A(t p) = 1 – D(tp) min.
29
2.8
Penentuan Interval Waktu Pemeriksaan Optimal Selain melakukan tindakan pencegahan, kita juga harus melakukan tindakan
pemeriksaan untuk meminimalkan downtime akibat kerusakan mesin yang terjadi f secata mendadak (Jardine, 1993, p108). Total downtime per unit waktu yang merupakan fungsi dari frekuensi f
pemeriksaan (n) dan dilambangkan dengan D (n). Rumus untuk menghitung f
downtime yang dibutuhkan untuk pemeriksaan adalah:
D(n)
= downtime untuk perbaikan kerusakan + downtime untuk pemeriksaan
D(n)
=
λ n µ
+
n i
Dimana laju kerusakan akan berbanding terbalik terhadap jumlah pemeriksaan yang dilakukan: k
λ(n)
=n
Maka : D(n)
k
=nXµ+
n i
Dimana : Waktu rata-rata satu kali perbaikan (1/µ)
=
Waktu rata-ratu satu kali pemeriksaan (1/i) =
MTTR Jam kerja /bulan
waktu satu kali pemeriksaan jam kerja / bulan
Nilai k adalah nilai yang konstan, sehingga jumlah pemeriksaan optimal (n) dapat diperoleh dengan:
30
kXi
n=
Interval waktu pemeriksaan (t i) =
μ
Jam kerja / bulan n
Nilai availibility bila dilakukan n pemeriksaan = 1-D(n)
2.9
Perhitungan Tingkat Reliability Reliability merupakan peluang suatu komponen atau mesin agar dapat
beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan pada periode tertentu ketika digunakan di bawah kondisi yang telah ditetapkan. Cara untuk meningkatkan reliability dapat dilakukan dengan melakukan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance), dimana dengan adanya preventive maintenance, kita akan dapat mengurangi wearout dan meningkatkan umur mesin. Reliability pada saat t setelah penerapan preventive maintenance dinyatakan dengan: Rm (t) = R(t) untuk 0 ≤ t ≤ T Rm (t) = R(T) x R(t-T) untuk T ≤ t ≤ 2T Secara umum persamaannya adalah : Rm (t) = R(T)n. R(t-nT) untuk nT ≤ t ≤ (n+1)T dengan n = 1,2,....dst Keterangan : R(t) = Reliability dari mesin tanpa adanya preventive maintenance, dimana nilainya
untuk
masing-masing
distribusi
dapat
dicari
dengan
menggunakan rumus yang ada pada subbab 2.5 R(T) = Peluang dari reliability hingga preventive maintenance pertama dilakukan
31
R(t-nT) = Peluang dari reliability antara waktu t-T setelah sistem dikembalikan ke kondisi awal pada waktu T menggunakan preventive maintenance. T
= Interval waktu penggantian pencegahan
n
= Jumlah perawatan yang telah dilakukan
untuk laju kerusakan yang konstan : R(t) = e-λt maka :
Dari rumus di atas, kita dapat melihat bahwa distribusi yang memiliki laju kerusakan konstan, dalam hal ini adalah distribusi eksponensial, bila dilakukan preventive maintenance tidak akan membawa hasil apapun karena reliability setelah preventive maintenance akan sama dengan reliability sebelum dilakukan preventive maintenance.