BAB II LANDASAN TEORI
A. Motivasi Terbentuknya persepsi positif pekerja terhadap organisasi, secara teoritis merupakan determinan penting terbentuknya motivasi kerja yang tinggi. Para pekerja adalah manusia yang mempunyai akal budi dan perasaan, harapan dan pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap organisasi dimana manusia itu bekerja. Perspektif
pengembangan
sumberdaya
manusia
(human
resources
development), yang menempatkan para pekerja sebagai potensi sumberdaya organisasi yang sangat penting, akan dapat memberikan keuntungan pada organisasi, apabila pimpinan dapat menciptakan situasi dan kondisi kerja yang dapat memotivasi para pekerja untuk lebih berprestasi, terutama apabila pemimpin dapat mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi karyawan dan memberi kesempatan partisipasi yang lebih luas kepada para karyawan dalam pengelolaan organisasi. Berbagai hal terkandung dalam definisi tentang motivasi manusia, yaitu gabungan dari keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan, imbalan atau
motif.
Motivasi
merupakan
keadaan
kejiwaan
yang
mendorong,
mengaktifkan, menggerakkan usaha, dan menyalurkan perilaku, sikap dan tindak tanduk dengan kemauan keras bagi seseorang untuk berbuat sesuatu yang selalu
3
4
terkait dengan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi, maupun tujuan pribadi dari masing-masing anggota (Siagian,1989:142). Berdasarkan pendapat para ahli (Hellriegell et al. 1989:144; Gibson, 1992: 127; dikutip dari Gitosudarmo dkk, 1997:29) dapat disimpulkan bahwa proses motivasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) Munculnya kebutuhan yang belum terpenuhi (mengurangi ketidak seimbangan pada diri karyawan); (2) mencari cara untuk memuaskan kebutuhan; (3) mengarahkan perilakunya ke arah tujuan, sesuai dengan kemampuan, keterampilan dan pengalaman; (4) penilaian prestasi dilakukan oleh atasan atau diri sendiri dalam mencapai tujuan; (5) imbalan atau hukuman yang diterima sebagai hasil evaluasi atasan; dan (6) karyawan menilai kembali sejauh mana perilaku dan imbalan telah memuaskan kebutuhan. Teori motivasi khususnya Content Theory, menjelaskan bahwa yang menimbulkan motivasi individu adalah kemampuan organisasi melalui berbagai cara memenuhi kebutuhan yang dianggap penting oleh para pekerja, seperti pemberian uang, status, kondisi kerja, penghargaan, pemberi imbalan material dan non material yang lainnya (Gitosudarmo dan Sudita ,1997:29). Menurut Gitosudarmo dan Sudita (1997:31), mengutip dari Maslow (1954) yang menyatakan berkembangnya motivasi pegawai disebabkan oleh adanya kebutuhan yang belum terpenuhi. Maslow pengembang teori motivasi, yang dikenal dengan Teori Hirarkhi Kebutuhan (Need Hierarchy Theory) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia tersusun mulai dari kebutuhan yang paling mendasar sampai kebutuhan yang paling tinggi, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis
5
(physiological needs), seperti kebutuhan akan makan, minum, perumahan dan seks (2) kebutuhan akan keamanan (security needs), yaitu kebutuhan akan persahabatan, jaminan sosial, stabilitas; (3) kebutuhan sosial atau afiliasi (social needs) misalnya kebutuhan akan persahabatan, saling menyayangi, melakukan interaksi; (4) kebutuhan terhadap penghargaan (self esteem needs), yaitu kebutuhan terhadap pengakuan, penghargaan dari pihak lain, dan (5) kebutuhan terhadap pengembangan kemampuan diri (self actualization needs), yaitu kebutuhan untuk merealisasi potensi diri, pengembangan kemampuan diri, misalnya kemampuan menyalurkan keahliannya yang paling kreatif dan konstruktif dalam bekerja. Gitosudarmo dan Sudita (1997:33) menyimpulkan motivasi pekerja berdasarkan teori hirarkhi kebutuhan yang dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut: Tabel 2.1 Teori Hierarki Kebutuhan (Need Hierarchy Theory) Hirarkhi Kebutuhan 1. Kebutuhan Fisiologis 2. Kebutuhan Rasa Aman
Faktor-faktor Umum makanan, minuman, perumahan, sex keamanan, perlindungan, stabilitas
Faktor-faktor Organisasi gaji, kondisi kerja menyenangkan, fasilitas kondisi kerja aman, jaminan sosial, pensiun, keamanan kerja
3. Kebutuhan Sosial
Persahabatan, kasih sayang, rasa saling memiliki
mutu supervisi, kelompok kerja / team
4. Kebutuhan Penghargaan
penghargaan, status, pengakuan
Bonus, jabatan, tanggung jawab, penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Perkembangan, prestasi, Kemajuan
Prestasi dalam pekerjaan, tantangan tugas, kemajuan dalam organisasi
Sumber : Gitosudarmo dan Sudita (1997:33)
6
Teori berdasarkan pendekatan kepuasan (content theories), menyangkut kebutuhan manusia, selain Maslow, juga dikembangkan oleh teori ERG oleh Clayton Alderfer, teori Dua Faktor oleh F. Herzberg dan Teori Motivasi Berprestasi oleh McClelland terlihat pada Gambar 2.1 yakni hubungan yang terjadi antara teori-teori kepuasan (content theories). Faktor-faktor kebutuhan lebih tinggi yang diperlihatkan pada Tabel 2.1 yaitu dari Teori Maslow terdiri dari aktualisasi diri dan penghargaan, Teori ERG terdiri dari pertumbuhan, Teori Dua Faktor Herzberg terdiri dari kemajuan, pertumbuhan dan prestasi, Teori Kebutuhan McClelland terdiri dari kebutuhan akan prestasi (an’ach) dan kebutuhan akan kekuasaan (an’pow). Setiap karyawan terutama staf yang menduduki level manajemen lebih tinggi dalam organisasi akan
terdorong
untuk
berprestasi
kerja
yang
tinggi
dengan
cara
mengimplementasikan budaya kerja organisasi yang adaptif, terdiri dari (1) berorientasi pada pekerjaan; (2) berkompetisi; (3) lebih menekankan pada profesionalisme dalam mengambil keputusan; (4) mengembangkan sarana kerja dengan sistem tim kerja; (5) mengejar peluang karir yang ada; (6) memanfaatkan sistem kebijakan kepemimpinan dalam organisasi dan (7) dinamika kompensasi dalam organisasi.
7
Teori Kebutuhan Maslow
Teori ERG C. Alderfer
Teori Dua Faktor Herzberg
Teori Kebutuhan McClelland
Tingkat kebutuhan lebih tinggi kebutuhan akan aktualisasi diri kebutuhan akan penghargaan
Pertumbuhan
Motivasi: a. kemajuan b. pertumbuhan c. prestasi
prestasi
Kebutuhan akan kekuasaan
Sumber: Robbin S.P (1993) Gambar 2.1 Teori Kepuasan (Content Theories)
Perkembangan budaya organisasi yang adaptif bila berinteraksi dengan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, akan mempunyai kekuatan untuk memotivasi kerja bagi para staf, terdiri dari (1) sikap menyatu dengan pekerjaan; (2) bertanggung jawab secara kreatif dan inovatif; (3) kemauan memperhitungkan dan menanggung resiko; (4) semangat kerja sama; (5) optimisme berkarir; (6) rasa memiliki; (7) keinginan umpan balik. Kegiatan interaksi tersebut akan mendorong peningkatan prestasi kerja yang menunjang pencapaian tujuan organisasi. Pendapat dari Herzberg (1981:222) menyatakan bahwa untuk melengkapi kebutuhan berprestasi tinggi perlu dilengkapi dengan beberapa faktor, selain dari dalam individu juga dari luar diri individu pekerja, yang saling berkaitan untuk mendorong terciptanya dan terlaksananya motivasi kerja dalam bekerja yang disebut work motivation. Pendapat Maslow, ERG, McClelland dan Herzberg, tidak dapat terlaksana dalam aplikasinya di lapangan cenderung disebabkan
8
terganjal atau terhambat oleh moral hazard para pekerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini:
Person
Work Behavior
Satisfactions
Task Goals
Purpose
Rewards
Sumber: Robbin S.P (1993) Gambar 2.2 Work Motivation
Pendapat Herzberg (1981:222) dikutip dari Robbin S.P (1993), perilaku bekerja karyawan akan termotivasi untuk berprestasi apabila ada kaitan langsung antara tujuan dari pekerjaan (task goal) yang akan dicapai dengan sistim imbalan material dan non material (reward), yang akan mendorong perilaku bekerja karyawan (work behavior) untuk berprestasi tinggi karena kebutuhan dan harapan karyawan dapat terpuaskan (satisfaction). Hal tersebut bermakna tercapainya tujuan pribadi karyawan (satisfaction) dan sekaligus juga tercapai tujuan pekerjaan (task goals), dan secara tidak langsung tujuan (purpose) organisasi juga tercapai. Faktor- faktor yang terkait mendorong motivasi kerja berprestasi pada para pekerja ditunjukkan pada Gambar 2.2. Setiap individu dalam bekerja selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menciptakan dorongan untuk berprestasi (work motivation) yakni:
9
a. Kaitan antara perilaku bekerja dengan sasaran
kerja (work behavior-task
goal), menunjukkan bahwa mengerjakan pekerjaan tertentu bertujuan menghasilkan tingkat produksi sesuai rencana, penyelesaian pekerjaan yang baik dapat diterima organisasi, dengan memenuhi standart pekerjaan yang dibuat secara formal dan informal. b. Kaitan antara sasaran kerja dengan imbalan (task goals-reward), menunjukkan pelaksanaan pekerjaan mencapai sasaran pekerjaan dan mendapat imbalan. Dilihat dari segi kebutuhan karyawan, pemenuhan sasaran pekerjaan selain memperoleh upah dan gaji juga berupa kedudukan dan pemberian tanggung jawab yang memadai dari pihak organisasi. c. Kaitan antara perilaku bekerja dengan imbalan (work behavior-reward), menunjukkan upaya untuk mengerjakan pekerjaan tertentu bertujuan untuk mendapatkan
imbalan dan jika imbalan memadai maka karyawan akan
cenderung menghasilkan tingkat produksi dengan biaya rendah, dalam menyelesaikan pekerjaan dengan produktivitas tinggi dan akan memperoleh imbalan gaji upah yang lebih tinggi, diberikan promosi, status dan penghargaan serta kesempatan memperpanjang karier. d. Kaitan antara perilaku kerja dan kepuasan karyawan (work behaviorsatisfaction). Walaupun pencapaian sasaran pekerjaan dilakukan untuk mendapatkan imbalan, tetapi kaitan yang lain juga dapat terjadi yaitu hubungan perilaku kerja dan kepuasan pekerja menekankan pada sifat-sifat pekerjaan itu sendiri dapat secara langsung mempengaruhi rasa puas si pekerja.
Misalnya
pekerja
itu
lebih
tertarik
dan
tertantang
untuk
10
menyelesaikan dan menangani pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya bukan rutin dan monoton yang cenderung menimbulkan perasaan negatif seperti konflik, tidak puas, dan faktor kejenuhan. e. Hubungan imbalan-kepuasan (reward-satisfaction) menunjukkan bahwa imbalan yang diterima karyawan menjamin pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan sasaran pekerjaan karena telah menghasilkan kepuasan pribadi karyawan, hal tersebut akan menaikkan rasa harga diri karyawan karena memperoleh balas jasa yang memuaskan sesuai dengan tujuan individu. f. Hubungan antara kepuasan kerja dan sasaran pekerjaan (satisfaction-task goals), menunjukkan kepuasan pribadi pekerja terhadap pekerjaan, dengan mengutamakan sifat-sifat pekerjaan dan imbalan yang diterima, pada giliran lainnya akan mengusahakan peningkatan komitmen dalam memenuhi sasaran pekerjaan sesuai rencana organisasi. g. Kaitan hasil pencapaian sasaran pekerjaan dengan tujuan organisasi (task goals-purpose). Pada akhirnya kemampuan mencapai sasaran pekerjaan sesuai tujuan organisasi dengan tingkat produktivitas dan diikuti dengan inisiatif yang tinggi, tergantung pada seberapa jauh sistem work motivation ini menunjang kepuasan dan pemenuhan imbalan pribadi karyawan serta tujuan organisasi. Kesimpulan proses work motivation ini ialah individu akan berorientasi untuk sukses dalam melaksanakan pekerjaan dan bersedia menempuh ancaman resiko dan menggunakan inisiatif untuk memecahkan masalah dalam pelaksanaan pekerjaan atau individu akan termotivasi untuk mencapai sasaran pekerjaan apabila kompensasi yang diperolehnya sejajar
11
dengan motif pribadinya (tujuan pribadi pekerja), dan bersedia untuk mencapai tujuan pekerjaan juga tujuan organisasi (task goals dan purpose).
Berdasarkan tahapan motivasi kerja di atas, dapat disimpulkan seorang individu atau karyawan melakukan pekerjaan dengan perilaku kerja (work behavior) ke arah pencapaian sasaran pekerjaan (task goals). Apabila diperoleh imbalan (reward) yang sesuai dengan memenuhi kebutuhannya, maka pekerja akan termotivasi. Pekerja yang termotivasi akan dapat mendorong tercapainya produktivitas kerja yang tinggi, yang pada gilirannya dapat mencapai efisiensi dan efektivitas organisasi. Fenomena motivasi kerja yang tinggi, dapat dilihat atau dicirikan dengan sikap dan perilaku: (1) sikap menyatu dengan pekerjaan; (2) bertanggung jawab secara kreatif dan inovatif; (3) kemampuan memperhitungkan dan menanggung resiko; (4) semangat kerjasama; (5) optimisme berkarir; (6) rasa memiliki; dan (7) keinginan umpan balik. Fenomena ini menunjukkan terjadinya keseimbangan pencapaian tujuan pribadi pekerja dengan tujuan organisasi. Artinya, tujuan karyawan relatif tercapai sesuai keinginannya, di sisi lain tujuan organisasi tercapai sesuai dengan rencana.