BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas teori-teori yang berhubungan dengan perancangan
dan pembuatan mesin gerinda cam yang antara lain adalah proses gerinda, uraian tentang camshaft, alternatif mekanisme kerja mesin, serta dasar-dasar teori
perencanaan elemen mesin.
2.1 Proses Gerinda Proses gerinda dilaksanakan dengan mesin gerinda dengan pahat
yang berupa batu gerinda berbentuk piringan (grinding wheel/disk) yang
dibuat dari campuran serbuk abrasif dan bahan pengikat dengan komposisi dan struktur yang tertentu. Batu gerinda yang dipasang pada spindle/poros utama berputar dengan kecepatan tertentu. Proses gerinda berbeda dengan proses pemesinan yang lain karena proses gerinda yang memiliki ciri khusus tertentu, antara lain : 1.
Kehalusan permukaan produk yang tinggi dapat di capai dengan cara yang mudah.
2.
Kecepatan penghasilan geram yang rendah, karena hanya mungkin di lakukan penggerindaan untuk lapisan yang tipis permukaan benda kerja.
3.
Toleransi geometrik yang sempit dapat di capai dengan mudah, dan dapat digunakan untuk menghaluskan dan meratakan benda kerja yang telah di keraskan ( heat-treated ). Dengan semakin majunya proses-proses pembuatan komponen-
komponen mesin dapat di buat dengan semakin ringan atau semakin sedikit bagian-bagiannya yang perlu di potong/dihilangkan menjadi geram. Faktor keamanan (safety factor) yang ditentukan dalam taraf desain cenderung mengecil, karena analisis kekuatan ataupun analisis kemampuan komponen mesin semakin maju, berkat adanya CAD; Computer Aided Desain. Kesemuanya ini membawa pengaruh pada proses pembuatannya, sehingga proses permesinan terutama proses gerinda perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan baik.
II-1
II-2
Proses gerinda biasanya di lakukan sebagai proses akhir dari pemesinan (finishing) untuk menghasilkan atau membentuk produk dengan kehalusan dan ketelitian yang tertentu pada salah satu atau beberapa elemen
geometri lainnya, oleh sebab itu, perlu dipilih salah satu dari berbagai cara
proses penggerindaan. untuk menghasilkan produk yang di maksud dengan cara yang paling tergantung pada jumlah produk dan jenis mesin gerinda yang
dimiliki.
2.1.1 Elemen dasar dan klasifikasi proses gerinda
Tergantung pada diameter batu gerinda dan putarannya, maka kecepatan peripheral pada tepi gerinda dapat dihitung dengan rumus berikut, m/s [1]……………………………….(1) (sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 2 hal 3 ) Dimana, Vs = kecepatan peripheral batu gerinda (peripheral wheel speed), biasanya berhaga sekitar 20 s.d 60 m/s ds = diameter batu gerinda ; mm ns = putaran batu gerinda ; r/min Tergantung pada bentuk permukaan yang dihasilkan, pada garis besarnya proses gerinda dapat di klasifikasikan menjadi 2 jenis dasar yaitu : 1. Proses gerinda silindrik (Cylindrical grinding) untuk menghasilkan permukaan silindrik. 2. Proses gerinda rata (surface grinding), untuk penggerindaan permukaan rata/datar.
II-3
(sumber : Rochim Taufiq, “Proses Gerinda” Bab 2 hal. 4)
Gambar 2. 1 Gerinda Silindrik Luar
1. Pemakanan Melintang 2. Pemakanan Radial
Proses gerinda silindrik yang dilakukan dengan mesin gerinda silindrik (cylindrical grinding machine) memerlukan putaran benda kerja. Oleh sebab itu, dapat didefinisikan kecepatan peripheral benda kerja yaitu : m/s [1]……………………………….(2) (sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 2 hal 3)
Dimana, Vw = kecepatan peripheral benda kerja (periferal workpiece speed); m/s dw = diameter (mula) benda kerja ; mm nw = putaran benda kerja ; r/min kecepatan peripheral benda kerja jauh lebih kecil daripada kecepatan batu gerinda. Rasio kecepatannya berharga sekitar, = rasio kecepatan = 20 s.d 120 [1] ………………..(3) (sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 2 hal 3 ) Pada mesin gerinda silindrik, putaran batu gerinda biasanya hanya ada satu harga saja, sebaiknya benda kerja dapat diputar pada beberapa harga secara bertingkat atau berkesinambungan (dari 1:10 s.d 1:50) guna
II-4
menyesuaikan dengan rasio kecepatan yang diinginkan (karena diameter benda kerja yang berbeda-beda). Sesuai dengan lebar batu gerinda bs dan panjang benda kerja lw , maka
pemakanan (feeding) dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pemakanan melintang (transverse grinding) dan pemakanan radial (plunge grinding).
Untuk perhitungan, gerinda Cam ini dapat diasumsikan kedalam proses gerinda silindrik pemakanan radial. Ada beberapa hal yang harus di atur dalam proses gerinda silindrik radial ini adalah kecepatan makan radialnya, yaitu : Vfa = kecepatan meja melintang
Vfr = kecepatan makan radial (radial infeed) : mm/s. biasanya dapoat diatur pada mesin secara kesinambungan ; 0.002 s.d 0.035 mm/s Di karenakan keausan batu gerinda makin lama makin membesar serta diameter benda kerja yang makin mengecil, kedalaman penggerindaan makin lama makin mengecil. Untuk itu, perlu di kompensasikeausan sehingga harga gerak makan radial yang dipilih pada mesin harus lebih besar daripada kedalaman penggerindaan yang diinginkan sebagai mana rumus di bawah : fr = ap (1- k) [1]………………………. (4) (sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 2 hal 4)
dimana, fr = gerak makan radial yang diatur oleh mesin ; mm/langkah ap =kedalaman penggerindaan yang diinginkan ; mm k = kompensasi keausan batu gerinda dan pengecilan diameter benda kerja [1]
k=
………………………….(5)
(sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 2 hal 5)
dw = diameter (mula) benda kerja; mm lw = panjang (mula) benda kerja yang di gerinda; mm ds = diameter (mula) batu gerinda; mm bs = lebar (aktif) batu gerinda; mm G = rasio penggerindaan (grinding ratio). G=
[1]
………………………………(6) (sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 2 hal 5)
II-5
Diukur setelah proses penggerindaan selesai dilakukan. Vs = volume keausan batu gerinda ; mm3
Vw = volume material benda kerja yang di gerinda ; mm3
diukur secara pendekatan dengan cara mengukur profil permukaan
dengan memakai mikroskop perkakas sebelum dan sesudah proses penggerindaan. Dari berbagai jenis mesin gerinda yang ada dapat di klasifikasikan secara umum dengan 3 jenis utama, yaitu :
1. Mesin gerinda silindrik 2. Mesin gerinda rata
3. Mesin gerinda khusus Pada setiap jenis mesin gerinda tersebut operasi penggerindaan dilakukan dengan satu, dua, atau lebih cara penggerindaan terutama pada jenis universal dengan berbagai peralatan bantunya. Proses gerinda dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Proses Gerinda Silindrik Luar, 2. Proses Gerinda Silindrik Dalam, 3. Proses Gerinda Silindrik Luar tanpa Senter, 4. Proses Gerinda Rata Selubung, 5. Proses Gerinda Rata Muka, dan 6. Proses Gerinda Cakram. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sejak dari permulaan abad kedua puluh sampai dengan tahun tujuh puluhan dan berdasarkan studi perbandingan yang dilakukan
oleh badan riset
internasional dalam bidang teknik produksi (CIRP, Internasional Institution for Engeneering Research) telah disimpulkan mengenai adanya suatu parameter dasar proses gerinda yang kemudian dinamakan dengan Tebal Geram Ekuivalen (Equivalent Grinding Chip Thickness ; heq). Istilah ini mirip dengan istilah tebal geram (chip thickness ; h) yang digunakan untuk menentukan gaya pemotongan dan umur pahat sebagaimana yang diterapkan pada proses-proses pemesinan lainnya. Secara langsung memang tidak praktis
II-6
dan hampir mungkin untuk mengukur tebal geram hasil proses gerinda yang berupa serbuk serta menghubungkannya secara matematik dengan geometri mata potong yang tak beraturan pada serbuk abrasive batu gerinda, oleh
karena itu wajar apabila dicari suatu harga ekuivalennya.
Tebal ekuivalen untuk proses gerinda dapat didefinisikan sebagai berikut : “tebal suatu pita material fiktif yang di umpamakan mengalir keluar dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan peripheral batu gerinda
sebagai hasil proses penggerindaan untuk selapis material benda kerja yang masuk dengan kecepatan tertentu dimana azas kontinuitas volume
tetap berlaku.“ lihat gambar 2.2
(sumber : Rochim Taufiq, “Proses Gerinda” Bab 4 hal. 60) Gambar 2. 2 Penentuan Tebal Ekuivalen Pada Proses Gerinda Silindrik
Secara matematik, tebal geram batu gerinda ekuivalen (heq) dapat dihitung sebagai berikut : heq =
=
µm [1]……………………………………….(7) (sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 4 hal 61)
dimana : heq = tebal geram ekuivalen ;µm Z’ = kecepatan penghasilan geram per lebar aktif batu gerinda bs ; mm2/s vs = kecepatab peripheral (tangensial)batu gerinda ; m/s
II-7
dw = diameter benda kerja ;mm vfr = kecepatan makan radial ; mm/s maka gaya tangensial per lebar batu gerinda (Ft’) Ft’ = Ft x heq f N/mm [1]…………………………………………(8)
(sumber : Rochim taufiq,”Proses Gerinda” ; Bab 4 hal 65)
dimana:
Ft’ = gaya tangensial per lebar aktif (bs) ; N/mm
Ft = 1 s.d 56 ; N/mm heq = tebal geram ekuivalen ;µm
f
= 0.74 Setelah gaya tangensial perlebar aktif (bs) diketahui maka dapat
dihitung gaya potong melalui persamaan berikut : Ft = gaya tangensial (potong) ; N Ft’ = gaya tangensial pelebar aktif bs ; N/mm bs = lebar aktif batu gerinda 2.1.2 Pemilihan Batu Gerinda Seperti pada halnya dengan pemesinan lainnya dimana pahat memegang peranan penting maka batu gerinda haruslah dipilih dengan seksama supaya proses gerinda dapat dilaksanakan dengan efisien. Jenis batu gerinda sangat banyak karena dibuat untuk memenuhi kebutuhan proses gerinda yang beragam. 2.1.3 Cara Membaca Kode Pada Batu Gerinda Batu gerinda dibuat dari Campuran sebruk abrasif dengan bahan pengikat varian yang bisa diturunkan dari kombinasi 2 elemen ini amat banyak, karena jenis dan ukuran serbuk abrasif, jenis bahan pengikat dan prosentasenya serta kepadatan (compactness) atau porositas (porosity) dapat diatur sesuai dengan keinginan pada waktu batu gerinda ini di buat. Untuk membantu para pemakai, ISO merekomendasikan pemakaian jenis batu gerinda yang telah distandarkan (ISO 525_1975E, Bonded Abrasive Product, General feature, Designation, Range of dimensions and profiles). Kode
II-8
tersebut merupakan tanda yang harus ada pada batu gerinda, yang terdiri atas 7 kelompok huruf dan angka dengan arti tertentu seperti yang di tunjukan pada gambar 2.3 . Ketujuh kelompok kode tersebut secara berurutan adalah :
0. Spesifikasi serbuk abrasif, sesuai dengan klasifikasi lebih lanjut dari pabrik
pembuat. 1. Jenis serbuk abrasif 2. Ukuran serbuk abrasif. 3. Kekerasan atau kekuatan intan.
4. Struktur ; hanya dicantumkan bila perlu (biasanya dihilangkan) 5. Jenis bahan pengikat
6. Spesifikasi bahan pengikat ; hanya dicantumkan bila mana perlu sesuai dengan jenis atau modifikasi yang dilakukan pabrik tertentu.
(sumber : Rochim Taufiq, “Proses Gerinda” Bab 3 hal. 24) Gambar 2. 3 Arti Kode Pada batu gerinda
II-9
Khusus untuk batu gerinda dengan serbuk abrasif intan (diamond), maka ditambahkan lagi kode yang kedelapan untuk menjelaskan tebal lapisan serbuk intan yang menempel pada roda gerinda yang dibuat dari metal.
Penjelasan–penjelasan dari kode batu gerinda diatas adalah sebagai
berikut :
A. Jenis Serbuk Abrasif
Serbuk abrasif merupakan bagian yang aktif yang berfungsi sebagai
“mata potong” yang tersebar di seluruh permukaan batu gerinda. Pada saat
ini ada empat serbuk abrasif yang umum dipakai yaitu, oksida aluminium
dan karbida silikon yang termasuk jenis konvensional serta karbida atau nitride boron dan intan yang termasuk jenis – jenis super-abrasif. Masing – masing jenis ini di klasifikasikan lebih lanjut berdasarkan kemurnian, kegetasan atau jenis pelapisnya. Penjelasan dari jenis serbuk abrasif akan di uraikan sebagai berikut : 1. Oksida Aluminium
(Aluminium Oxide,
Al2O3) dibuat dengan
memurnikan biji bauksit dalam dapur listrik. Biji bauksit setelah dipanaskan untuk menghilangkan kandungan air kemudian di campur dengan batubara dan besi serta dipanaskan dalam dapur listrik sehingga menjadi oksida aluminium yang sangat keras. Oksidasi ini selanjutnya digiling dan disaring menjadi serbuk abrasif dengan ukuran tertentu. 2. Karbida Silikon (Silicon Carbide SiC), Pembuatannya dilakukan dengan mencampur silica putih, batu bara, garam, serbuk kayu, yang kemudian dipanaskan dalam dapur listrik. Jadi, dalam hal ini merupakan proses sintesa/penggabungan silica karbon. Setelah digiling dan disaring, akhirnya menjadi dengan ukuran yang diharapkan. 3. Karbida/Nitrida Boron (CBN, Cubic Boron Nitride), merupakan jenis serbuk abrasif buatan manusia (tidak ditemukan di alam). Dengan kekerasan dibawah kekerasan intan atau sekitar 2 kali kekerasan oksida aluminium dan tahap temperatur sampai 1400oC (intan mulai terbakar pada 700oC). CBN dibuat dengan memanfaatkan temperatur dan tekanan tinggi seperti pada halnya dalam proses pembuatan intan tiruan. Graphit putih (Hexagon Boron Nitride) sebagai bahan dasar pada
II-10
Kristal yang berbentuk kubus. CBN tidak bereaksi terhadap besi sehingga dapat digunakan untuk menggerinda berbagai jenis baja
(terutama baja perkakas, tool steels) dengan ekonomik. Sementara itu,
karena serbuk intan dapat bereaksi dengan besi maka hal ini perlu pelapisan metal (metal coated diamond, armored diamond).
temperatur dan tekanan tinggi yang terkontrol akan berubah menjadi
B. Ukuran Serbuk Abrasif
Ukuran serbuk abrasif menentukan kecepatan penghasilan geram,
rongga untuk aliran geram pada batu gerinda, dan kemampuan batu gerinda untuk di bentuk (pada pojok atau tepi roda gerinda yang di bentuk mengikuti bentuk/profil benda kerja). Batu gerinda dengan serbuk berukuran kecil sesuai dengan penggerindaan benda kerja yang keras dan getas (hard & brittle), untuk proses penghalusan ataupun penggerindaan dengan bidang kontak yang tidak begitu besar. Dengan serbuk ukuran kecil batu gerindanya lebih mudah dibentuk mengikuti bentuk profil dengan ukuran yang teliti. Pada penggerindaan material yang lunak dengan batu gerinda yang berserbuk halus dapat mengakibatkan beban yang terlalu besar sehingga panas yang timbul akan terlalu tinggi yang dapat merusak struktur lapisan terluar benda kerja (hangus;burning). Dalam hal ini perlu digunakan batu gerinda dengan serbuk berukuran besar yang mana rongga antara serbuk akan cukup besar untuk mengalirkan geram yang cukup banyak dalam penggerindaan benda kerja lunak. Apabila bidang kontak besar (misalnya pada penggerindaan diameter dalam), perlu digunakan batu gerinda berukuran kasar. Selain cocok untuk proses pengasaran, batu gerinda dengan ukuran serbuk besar mungkin dapat digunakan dalam proses penghalusan asalkan batu gerinda dapat “ditajamkan” (dressing) sehingga bentuk abrasifnya tidak tajam melainkan rata. Dressing adalah penajaman/pengaktifan kembali batu gernda yang telah ”aus” dimana selain serbuk abrasifnya telah rusak, rongga antar serbuk pada lapisan terluar batu gerinda telah terisi geram yang tidak terbuang karena gaya sentrifugal dan semburan cairan pendingin. Dressing
II-11
harus sering dilakukan untuk menghindarkan terjadinya panas yang tinggi ataupun getaran yang berlebihan. Menurut standar ISO, ukuran serbuk dikodekan dengan angka yang kurang lebih menunjukan 1/10 ukuran
serbuk sebenarnya dalam mikron.
C. Kekuatan Ikatan Serbuk Atau Kekerasan Batu Gerinda (Grade
Grinding Wheels)
Kekuatan ikatan serbuk ditentukan oleh jenis dan presentase bahan
pengikat. Apabila jumlah pengikat dinaikan (presentase diperbesar) maka
volume pengikat yang mengelilingi setiap butir serbuk abrasif semakin besar dan batu gerinda dikatakan semakin keras. Batu gerinda yang lunak (soft acting) cocok untuk penggerindaan benda kerja yang keras. Pada prinsipnya dalam penggerindaan material yang keras perlu dijaga supaya jangan sampai temperaturnya terlalu tinggi sehingga diperlukan batu gerinda dengan serbuk abrasif yang mudah terlepas atau kekuatan ikatannya rendah. Sebaliknya untuk benda kerja yang lunak lebih digunakan batu gerinda yang keras (hard acting) supaya umur batu gerinda lebih lama dan selain itu kehalusan benda kerja akan relatif lebih baik. Batu gerinda dengan daya dengan grade yang tinggi , jelas diperlukan pada penggerindaan dengan daya yang besar atau kecepatan tangensial batu gerinda yang tinggi. Sebagai ukuran kekuatan ikatan serbuk atau kekerasan batu gerinda digunakan kode abjad dari A s.d Z secara berurutan dengan tingkat kekerasan yang semakin tingi. Sebagai contoh, batu gerinda dapat digolongkan seperti yang terdapat pada table 1, Tabel 2. 1 Golongan Batu Gerinda
E, F, G H, I, J L, M, N, O P, Q, R, S T, U, V, W X, Y, Z
Sangat lunak Lunak Medium Keras Sangat keras Super keras
II-12
D. Struktur Batu Gerinda Struktur batu gerinda menyatakan kerapatan atau konsentrasi serbuk persatuan luas. Struktur tersebut didefinisikan dengan menggunakan angka
struktur (kelompok 4) yaitu dari 0 s.d. 15. Semakin kecil angka struktur,
berarti batu gerinda mempunyai struktur yang kompak (kerapatan serbuk yang tinggi). Table 2.2 ini adalah Hubungan antara angka tersebut dengan
kerapatan, yaitu :
Tabel 2. 2 kerapatan struktur batu gerinda
0, 1, 2
Sangat rapat
3, 4
Rapat
5, 6
Medium
7, 8, 9
Renggang
10,11,12
Sangat renggang
E. Bahan Pengikat (Bonding Agent) Ada 6 jenis bahan pengikat serbuk abrasive yang umum digunakan, yaitu : 1. Keramik (ceramic, vitrified ; simbol : V) Merupakan bahan pengikat yang paling banyak digunakan. Ikatan kuat sampai pada temperatur kerja yang cukup tinggi, tetapi tidak tahan beban kejut atau fluktuasi temperatur yang besar. Temperatur atau daya penggerindaan dengan batu gerinda ini relatif rendah. Tidak terpengaruh oleh cairan pendingin. 2. Silika (silica ; simbol : S) Kekuatan lebih rendah dibandingkan keramik. Karena serbuk mudah terlepas, maka batu gerinda jenis ini sangat cocok digunakan dalam pengasahan mata potong pahat (HSS) berujung runcing yang mudah hangus jika temperatur pengasahannya terlampau tinggi. Tidak perlu penajaman (self dressing) serta bersifat agak lunak (midler acting) atau dingin (coller acting). 3. Karet (Rubber ; simbol : R) Termasuk jenis polimer dengan sifat elastisitas yang melebihi keramik. Umumnya digunakan bagi pengikatan intan serta dipakai
II-13
kejut, dan menghasilkan permukaan yang halus. Apabila kondisi penggerindaan terlalu berat akan menimbulkan panas yang terlalu tinggi
yang malah merusak struktur metalografi benda kerja. Dapat ditambah
serat penguat (fiber, diberi kode RF). 4. Plastik (Resenoid, Bakelit ; simbol : B)
Termasuk jenis polimer yang elastis. Ikatannya kuat dan tahan
temperatur yang cukup tinggi. Biasanya digunakan bagi batu gerinda
sebagai roda pengatur pada mesin gerinda tanpa senter. Tahan beban
dengan putaran yang sangat tinggi. 5. Shellac (simbol : E) Termasuk jenis polimer, digunakan dalam proses penghalusan beberapa jenis produk seperti Camshaft, paper mill rolls, dan pisau. 6. Metal (simbol : M) Digunakan
sebagai
bahan
pengikat
serbuk
intan
bagi
penggerindaan khusus dimana umur batu gerinda lebih dipentingkan daripada tingginya temperatur penggerindaan. Untuk mengasah gelas, batu beton, ataupun sebagai roda penajam batu gerinda lain (dressing wheel). Bahan pengikat metal juga digunakan dalam proses electro chemical grinding yang memerlukan batu gerinda yang bersifat penghantar listrik (konduktor). Setiap pabrik batu gerinda mempunyai beberapa jenis bahan pengikat sesuai dengan hasil penelitian dan pengembangan yang mereka lakukan. Masing-masing menggunakan kode jenis bahan pengikat yang dimulai dengan huruf seperti yang digunakan standar ISO (kelompok 5) dan biasanya ditambah dengan huruf lain (kelompok 6) sebagai kode jenis spesifikasi yang mereka buat.
II-14
2.2 Cam
Bagian ini akan menguraikan tentang prinsip kerja camshaft dan jenis mekanisme penggerak katup di mesin motor.
2.2.1 Prinsip Kerja Cam
Poros bubungan/ Noken As (camshaft) adalah sebuah komponen yang digunakan dalam mesin torak untuk menjalankan mekanisme katup. Yang terdiri dari batang silindris. Cam membuka katup dengan cara menekannya atau dengan menggunakan mekanisme tambahan lainnya. Hubungan antara putaran poros engkol dengan putaran camshaft sangatkah penting, karena
berfungsi untuk mengatur masuknya bahan bakar dan keluarnya gas sisa pembakaran. Yang harus dibuka tutup pada saat yang tepat pada saat terjadinya langkah piston. Untuk alasan ini camshaft dihubungkan langsung dengan poros engkol atau dengan cara menggunakan mekanisme gear, belt, chain, dll. Dengan fungsi yang sangat penting tersebut, maka camshaft juga sangat berpengaruh pada kemampuan kinerja mesin itu sendiri, diantaranya adalah durasi cam. Secara teoritis apabila durasi cam semakin besar, maka proses pemasukan Campuran bahan bakar dan udara pun akan menjadi lama, dan akan berpengaruh pada tenaga pada mesin yang dihasilkan. 2.2.2 Type dan Mekanisme Camshaft Mekanisme katup pada mesin 4 langkah, antara lain : Katup (valve). Pegas katup (Valve Spring). Pelatuk (Rocker Arm). Batang pendorong (Push Rod). Poros nok (Camshaft). Nok (Cam).
II-15
(sumber : http://edie666.blogspot.com/2011/05/mekanisme-katup.html) Gambar 2. 4 Mekanisme Katup Motor Bensin
Ada 2 macam katup, yaitu katup hisap (intake valve) dan katup buang (exhaust valve) seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 . Katup hisap berfungsi untuk mengatur aliran campuran udara dan bahan bakar masuk kedalam silinder motor bakar, sedangkan katup buang berfungsi untuk mengatur aliran gas buang ke luar dari silinder motor bakar. Gerakan katup dilakukan oleh nok, nok (Cam) disatukan dengan poros nok (Camshaft), bagian dari nok adalah lingkaran dasar, kontur, dan puncak nok (Lobe). Tinggi puncak nok menentukan tinggi angkat (Lift) katup. Mekanisme camshaft terbagi menjadi beberapa tipe, tergantung dari lokasi penempatan camshaft tersebut, diantaranya : OHC (Overhead Cam).
(sumber : http://samsudinrembank.blogspot.com/2011/02/mesin-menurut mekanismenya.html) Gambar 2. 5 Mekanisme OHC
II-16
Pada tipe ini, camshaft diletakkan di atas kepala silinder dan cam langsung menggerakkan Rocker Arm tanpa melalui Lifter dan Pushrod. camshaft digerakkan oleh poros engkol melalui rantai atau tali penggerak.
Tipe ini sedikit lebih rumit dibandingkan dengan OHV, tetapi tidak menggunakan Lifter dan Pushrod sehingga berat bagian yang bergerak
menjadi berkurang. Kemampuannya pada kecepatan tinggi cukup baik,
karena katup-katup membuka dan menutup lebih tetap pada kecepatan
tinggi.
(sumber : http://engines.honda.com/why/overhead-valve-design ) Gambar 2. 6 Mekanisme OHV
SOHC (Single Overhead Camshaft). SOHC bisa juga dikatakan satu buah poros kem (noken as). Sesuai dengan namanya, teknologi ini hanya menggunakan satu buah poros kem (noken as) yang disimpan di kepala silinder (cylinder head).
(sumber : http://oto.detik.com/read/2012/05/18/101435/1919454/1116/perbedaan-mesin-sohc-dan-dohc )
Gambar 2. 7 Mekanisme SOHC
II-17
menggerakkan katup masuk dan yang lainnya untuk menggerakkan katup
buang. camshaft membuka dan menutup katup-katup langsung, tidak memerlukan Rocker Arm. Berat parts yang bergerak menjadi berkurang, membuka dan menutup katup-katup menjadi lebih presisi pada putaran tinggi.
Konstruksi tipe ini sangat rumit, kemampuannya sangat tinggi
DOHC (Double Overhead Camshaft). Dua Camshaft ditempatkan pada kepala silinder, satu untuk
dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya. Ada dua mekanisme katup pada kendaraan, dua camshaft digerakkan langsung dengan sebuah sabuk (single drive belt) atau hanya exhaust camshaft digerakkan langsung dengan satu sabuk, dan intake camshaft digerakkan melalui sebuah roda gigi.
(sumber : http://moy17.wordpress.com/2010/12/11/dohc-sohc-hmmmmmm-menarik/ )
Gambar 2. 8 Mekanisme DOHC
Mekanisme camshaft yang digunakan pada mesin motor adalah SOHC, dengan mekanisme yang sederhana dan bentuk yang tidak begitu besar, maka sistem ini sangat cocok digunakan pada mesin yang berkapasitas kecil dan konstruksi yang kecil pula. Dalam beberapa rancangan camshaft juga menggerakkan distributor, minyak, dan pompa bahan bakar. Juga dalam sistem injeksi bahan bakar dahulu. Cam pada camshaft akan mengoperasikan penginjeksian bahan bakar tersebut.
II-18
2.2.3 Durasi Pada Cam.
Di satu sisi banyak mekanik yang sudah mengenal jauh tentang camshaft. Di sisi lain banyak juga mekanik pemula, yang masih belum
mengenal betul tentang diagram durasi cam.
Pada dasarnya, 1 putaran pada poros engkol sama dengan ½ putaran camshaft. Atau 180o di poros engkol sama dengan 90o pada camshaft. Seperti halnya pada contoh berikut diagram untuk durasi cam sepeda motor.
(sumber : http://koemat.blogspot.com/2011/01/tujuan-memangkas-cam-shaft.html )
Gambar 2. 9 Diagram Durasi Cam
Untuk katup hisap, membuka 13o sebelum TMA (Titik Mati Atas (TDC)). Kemudian menutup pada 55o sesudah TMB (Titik Mati Bawah (BDC)). Dari diagram tersebut dapat dihitung, durasi katup membuka. Yaitu: 13o + 180o + 55o = 248o. angka 180 yaitu 90o + 90o jarak dari TMA manuju TMB. Sedangkan untuk katup buang, membuka 39o sebelum TMB. Kemudian menutup 19o setelah TMA, maka durasinya adalah : 39o + 180o + 19o = 238o.[3] Dalam durasi cam ada yang dinamakan overlap. Yaitu waktu ketika katup hisap dan katup buang membuka secara bersamaan, angkanya didapat
II-19
dengan menjumlahkan 13o + 19o = 32o. hal ini terjadi pada poros engkol, lebih mudahnya bisa dilihat pada putaran magnet. Berbeda halnya durasi pada cam, apabila dilihat posisi dari cam.
Posisi TMA/ Top tidak berada pas di posisi paling atas diagram. Seperti pada Gambar 2.10 Posisinya bisa berada sebelum lobe atau benjolan pada
camshaft. Jika dilihat pada diagram cam, durasi untuk katup hisap adalah
248o diagramnya hanya 124o jika diukur busur derajat. Itu dikarenakan cam,
hanya berputar ½ putaran dari poros engkol. Begitupun halnya dengan durasi pada katup buang, durasi katup membuka selama 238o, yang o
tergambar hanya 119 .
(sumber : Ulinuha Aong C, “korek skubek – merancang mesin balap Gambar 2. 10 skubek”, Posisi durasi bukaan47) katup pada cam halaman
Hal diatas sangatlah dipengaruhi pula oleh part pada mekanisme katup lainnya, seperti. Rocker Arm. Lengan Rocker Arm yang tersentuh oleh Cam dan lengan lainnya yang menyentuh katup berbeda panjangnya. Perbedaan ini berpengaruh pula terhadap setingan durasi, Lift, dan rentang tenaga pada suatu mesin.
II-20
(sumber : http://motorplus.otomotifnet.com/read/2011/09/08/322753/33/12/ Mengenal-Rasio-Rocker-Arm-Berhubungan-Erat-Dengan-Lift )
Gambar 2. 11 Perbandingan Panjang Rocker Arm
Ada beberapa ratio yang dicontohkan oleh A. Graham Bell.
Dijelaskan bahwa terdapat pengaruh rasio panjang lengan Rocker Arm terhadap durasi, Lift dan Power Range. Panjang dari lengan yang menyentuh katup dibagi dengan lengan yang menyentuh Cam. Seperti halnya uji coba pada motor yamaha mio. A = 21 mm B = 27 mm Maka rasio Rocker Arm untuk yamaha mio adalah : Lengan panjang/Lengan Pendek = B/A = 27/21 = 1.286 Bandingkan dengan tabel berikut : Tabel 2. 3 Durasi Cam, Lift, Dan Power Range
Tabel Durasi Cam, Lift dan Power Range Rasio Rocker Arm
TYPE CAM Sport
SemiRace
Full-Race
1.7:1
1.5:1
o
202-218
o
1.25:1
1:01 215-232o
Durasi
198-214
Lift Katup
0.450-0.470 in
0.430-0.450 in
0.360-0.370 in
0.380-0.420 in
Power Range
0.4-1.05
0.4-1.05
0.4-1.05
0.4-1.05
o
235-245
o
208-224
o
245-260o
Durasi
230-240
Lift Katup
0.540-0.560 in
0.510-0.530 in
0.375-0.400 in
0.410-0.460 in
Power Range
0.6-1.1
0.6-1.1
0.6-1.1
0.6-1.1
o
260-280
o
240-255
o
270-280
o
270-285o
Durasi
255-275
Lift Katup
0.670-0.850 in
0.600-0.700 in
0.410-0.430 in
0.430-0.520 in
Power Range
0.8-1.1
0.8-1.1
0.8-1.1
0.8-1.1
(sumber : A. Graham Bell - “Four Stroke Performance Tuning”)
II-21
rasio 1.25:1 untuk settingan Full-Race dianjurkan menggunakan settingan sebagai berikut :
Durasi
: 270 – 280o
Valve Lift
: 0.410 – 0.430 in = 10.414 – 10.992 mm[3]
Power Range : 0.8 – 1.1
Angka ini dihasilkan setelah dilakukan riset dengan menggunakan
Dari tabel diatas, jika dilakukan pendekatan maka sama dengan
alat Flowbench yang menghasilkan tenaga maksimum. Jika melihat
karakter Lift yang dihasilkan dengan rasio tadi, sangatlah tinggi. Oleh
karena itu sangat dianjurkan untuk menggunakan per katup (valve spring) yang mumpuni. Dari tabel juga dapat dilihat, adanya Power Range atau rentang tenaga yang dianjurkan adalah 0.8 – 1.1. yaitu rentang tenaga pada rpm tertentu, misalkan dari rencana awal power yang diinginkan berada pada 9.500 rpm. Maka range power sebenarnya berada pada 9.500 x 0.8 = 7.600 rpm sampai 9.500 x 1.1 = 10.450 rpm.
2.3 Teori Dasar Perencanaan Elemen Mesin Dalam perencanaan alat ini terdapat beberapa elemen mesin yang bekerja, untuk merencanakan sebuah mesin terdapat hal-hal yang penting yaitu merencanakan daya motor yang akan digunakan, merencanakan poros, merencanakan transmisi, dan merencanakan bantalan. Berikut ini adalah teori tentang perencanaan-perencanaan di atas. 2.3.1 Motor Listrik Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetik yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini di gunakan untuk, misalnya: memutarkan impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat beban, dll. Motor listrik juga digunakan di rumah (mixer, bor listrik, kipas angin) dan di industri. Motor listrik kadangkala disebut “kuda kerja” nya industri sebab di perkirakan
II-22
bahwa motor-motor menggunakan sekitar 70 % beban listrik total di industri. Bagan ini akan menjelaskan tentang dua jenis motor, yaitu : motor
AC dan Motor DC. Lihat gambar 2.12.
Motor Listrik
Motor arus bolakbalik (AC)
Motor Arus Searah (DC)
sinkron
Satu fasa
Sefarately excited
Induksi
Self excited
Tiga fasa seri
campuran
shunt
Gambar 2. 12 Klasifikasi Jenis Utama Motor Listrik
1. Motor DC (Direct Current) Motor arus searah, sebagaimana namanya, menggunakan arus langsung yang tidak langsung/direct-unidirectional. Motor DC digunakan pada penggunaan khusus dimana untuk menggerakan alat diperlukan torsi yang tinggi atau percepatan yang tetap untuk kisaran kecepatan yang luas.
Gambar 2. 13 Motor DC
II-23
2. Motor AC (Alternating Current) Motor
arus
bolak-balik
menggunakan
arus
listrik
yang
mengembalikan arahnya secara teratur pada rentang waktu tertentu.
motor listrik memiliki dua buah bagian dasar listrik : "stator" dan "rotor"
seperti di tunjukan dalam gambar 2.14 . stator merupakan komponen listrik statis. rotor merupakan komponen listrik berputar untuk memutar
as motor.
Gambar 2. 14 Motor AC
Keuntungan utama motor DC terhadap motor AC adalah bahwa motor AC lebih sulit dikendalikan. untuk mengatasi kerugian ini, motor AC dapat dilengkapi dengan penggerak frekuensi variabel untuk meningkatkan kecepatan sekaligus menurunkan dayanya. motor induksi merupakan motor yang paling populer di industri karena kekuatan pakainya, dan lebih mudah perawatannya. motor induksi AC cukup murah (harganya setengah dari harga sebuah motor DC) dan juga memberiaan rasio daya terhadap berat yang cukup tinggi (sekitar dua kali motor DC)
Gambar 2. 15 stator dan rotor motor [6]
II-24
2.3.2 POROS
Poros merupakan salah satu elemen yang penting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran.
Peranan dalam transmisi itu di pegang oleh poros.
2.3.2.1 Macam – Macam Poros Poros
meneruskan
daya
diklasifikasikan
menurut
pembebanannya sebagai berikut :
untuk
1. Poros Transmisi Poros macam ini mendapat beban puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket rantai,dll. 2. Spindel Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti. 3. Gandar Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya dapat beban lentur, kecuali jika digerakan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga. Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros umum, poros engkol sebagai poros utama dari mesin torak, dll., poros luwes untuk transmisi daya kecil agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah, dan lain-lain.
2.3.2.2 Hal penting dalam perencanaan poros Dalam merencanakan sebuah poros, ada hal-hal yang penting yang harus diperhatikan, antara lain :
II-25
Suatu transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur setelah diutarakan sebelumnya.
Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros
baling-baling kapal atau turbin, dll. 2) Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi
1) Kekuatan poros
jika lenturan atas defleksi puntirnya terlallu besar akan mengakibatkan
ketidak-telitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara
(misalnya pada turbin dan kotak roda gigi). Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus di perhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut. 3) Putaran kritis Bila putaran suatu mesin dinaikan maka pada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll. Dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin, poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya. 4) Korosi Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros propeler dan ponpa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi. 5) Bahan poros Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon kontruksi mesin (disebut bahan S-C) atau baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor; kadar karbon terjamin. Meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan
II-26
tegangan yang kurang seimbang misalnya bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa didalam terasnya. Tetapi penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya bertambah
besar. Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan
kulit yang sangat tahan terhadap keausan. Beberapa di antaranya
adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel molibden, baja khrom, baja
khrom molibden, dll.
2.3.2.3 Poros dengan Beban Puntir Berikut ini adalah hal-hal yang penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan poros dengan beban puntir, yaitu : 1. Daya yang ditransmisikan P (kw) Putaran poros : n1 (RPM) 2. Faktor koreksi Tabel 2. 4 faktor koreksi ; fc
Daya yang akan ditransmisikan Daya rata-rata yang diperlukan Daya maksimum yang diperlukan Daya normal 3. Daya rencana Pd (KW) Pd = P x fc (KW) 4. Momen puntir yang terjadi T (kg mm) 5. Keadaan beban 6. Perhitungan beban horizontal 7. Momen lentur gabungan M (kg mm) 8. - Bahan poros - Perlakuan panas - Kekuatan tarik (kg.mm2) - Apakah ada tangga atau alur pasak - Faktor keamanan Sf1, Sf2 9. Tegangan lentur yang diijinkan (kg/mm2)
fc 1,2 – 2,0 0,8 – 1,2 1,0 – 1,5
II-27
10. - faktor koreksi lenturan Km - Faktor koreksi puntiran Kt
-
Kt 1.0 1.0 – 1.5 1.5 - 3
Jenis bahan Beban dikenakan secara halus Beban dikenakan sedikit kejutan Beban dikenakan dengan kejutan Tabel 2. 6 faktor koreksi lenturan ; Km
Tabel 2. 5 faktor koreksi puntiran ;Kt
Km 1.5 1.5 – 2.0 2-3 11. Diameter poros ds (mm) ds
[
Jenis Tumbukan Tumbukan halus Tumbukan ringan Tumbukan Berat
x (sumber : Ir.Sularso, MSME, cetakan kesembilan ; hal 7)
2.3.3 Transmisi Jarak yang jauh antara dua buah poros sering tidak memungkinkan transmisi langsung dengan roda gigi. Dalam hal demikian, cara transmisi putaran atau daya yang lain dapat diterapkan , dimana sebuah sabuk atau rantai dibelitkan di sekeliling puli atau sproket pada poros. 2.3.3.1 Klasifikasi Transmisi Transmisi dengan elemen mesin dapat dogolongkan atas transmisi sabuk, transmisi rantai dan transmisi kabel atau tali. Dari macam-macam transmisi tersebut, kabel atau tali hanya dipakai untuk keperluan dan fungsi khusus. 1. Transmisi sabuk Transmisi sabuk dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Dalam kelompok pertama, sabuk rata dipasang pada puli silinder dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat sampai 10 m dengan perbandingan putaran antara 1:1 - 6:1.
II-28
Dalam kelompok kedua, sabuk dengan penampang trapezium dipasang pada puli dengan alur dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya bisa mencapai 5 m, dengan perbandingan putaran
antara 1:1 – 7:1 Kelompok sabuk terakhir terdiri atas sabuk dengan gigi yang
digerakkan pada sprocket pada jarak pusat sampai mencapai 2 m, dan
meneruskan putaran secara cepat dengan menggunakan perbandingan
antara 1:1- 6:1.
2. Transmisi rantai Rantai transmisi daya biasanya dipergunakan dimana jarak poros
lebih besar daripada transmisi roda gigi tetapi lebih pendek daripada dalam transmisi sabuk. Rantai mengait pada sproket dan meneruskan daya tanpa slip, jadi menjamin perbandingan putaran yang tetap. Rantai dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu rantai rol, terdiri atas pena, rol dan pelat rantai. Yang lain disebut rantai gigi, terdiri atas plat-plat berprofil roda gigi dan pena berbentuk bulan sabit yang disebut sambungan kunci. 2.3.3.2 Transmisi Sabuk V Hal-hal yang harus diperhitungkan dalam perencanaan sabuk V adalah : 1. Daya yang ditransmisikan P (kW) Putaran poros motor n1 (rpm) Putaran poros motor n2 (rpm) Perbabandingan putaran i i= Jarak sumbu poros C (mm) 2. Faktor proyeksi 3. Daya rencana Pd (kW) Pd = P x fc (kW) 4. Pemilihan penampang belt 5. Pemilihan diameter pulley (mm) Dp.n1 = Dp.n2 Dp
= diameter lingkar jarak bagi
II-29
Din
= dp – 2.ko
Dout = dp + 2.ko 6. Kecepatan V-belt ; v (m/s)
V=
< 30 m/s
7. Pengecekan C terhadap pulley C>
8. Kapasitas daya trasmisi dari satu V-belt
Po = kualitas + i 9. Sudut kontak
Faktor koreksi k 10. Jumlah V-belt N= 11. Panjang V-belt L = 2C + (Dp + dp) +
(Dp – dp)
(sumber : Ir.Sularso, MSME, cetakan kesseembilan ;hal 163)
2.3.3.3 Transmisi Rantai Pemakaian
rantai
pada
umumnya
dipergunakan
untuk
mentransmisikan daya dan putaran pada poros dengan jarak antara poros lebih besar dari roda gigi dan lebih pendek dari pada transmisi belt. Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip, sehingga menjamin perbandingan putaran yang tetap, seperti pada (Gambar 2.16[4]) dibawah .
(sumber : Sularso, IR. MSME, “dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin “; bab 5 hal 190) Gambar 2. 16 Rantai
II-30
2.3.3.4 Penentuan Rantai Rol
Faktor koreksi
fc
Putaran poros motor penggerak
n1 : rpm
Putaran poros mesin
n2 : rpm
Jarak antar poros
C : mm
Perbandingan putaran`
i :
2. Daya rencanan
1. Pemilihan rantai Daya yang akan ditransmisikan P : kw/hp
Pd : kw/hp
3. Pemilihan Rantai Pd : No rantai (diagram pemilihan rantai rol) n1
: Putaran motor penggerak (rpm)
p
: jarak bagi
FB : batas kekuatan tarik rata-rata (kg) Fu
: beban maksimum yang diijinkan (kg)
4. Dimensi Sproket Z1 : jumlah gigi sproket kecil (minimum 15 gigi) Z2 : jumlah gigi sproket besar Diameter lingkar jarak bagi : dp
: p/sin (1800/Z1)
Dp : p/sin (1800/Z2) Diameter luar : dk
: 0,6 + cot (1800/Z1) p
Dk : 0,6 + cot (1800/Z2) p Diameter naf : dB : p cot (1800/Z1) - 1 - 0,76 DB : p cot (1800/Z2) - 1 - 0,76 5. Kecepatan rantai
v
p.z1.n1 60
10 m/s
6. Pengecekan Jarak Sumbu Poros C
dk/2 + Dk /2
II-31
7. Beban Rencana
F
8. Pengecekan foktor keamanan Sf = FB/F ( 6 untuk satu rangkaian, 8-11 untuk 2 atau lebih rangkaian) F
Fu
9. Panjang Rantai
102 .Pd (kg) v
Lp
Z1
2
Z2
Z2
2C p
Z1 / 6,28 Cp
2
10. Jarak Antar Poros Cp
1 4
Lp
Z1
2
Z2
Lp
Z1
2
Z2
2
2 Z2 9,86
Z1
2
11. Kesimpulan Nomor rantai L Z1 & Z2 (sumber: Ir.Sularso,MSME , cetakan kesembilan; hal 190)
II-32
2.3.4 Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara
halus, aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk
memunkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan
menurun atau tak dapat bekerja secara semestinya.
2.3.4.1 Klasifikasi bantalan
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Atas gerakan bantalan terhadap poros a. Bantalan luncur Pada bantalan ini terjadi gesekan antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas. b. Bantalan gelinding Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat. 2. Atas dasar arah beban terhadap poros a. Bantalan aksial Arah beban yang ditumpu bantalan ini adlah tegak lurus sumbu poros. b. Bantalan radial Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros. c. Bantalan gelinding khusus Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.
II-33
2.3.4.2 Bantalan gelinding
adalah :
1. Beban yang ditumpu ; W (N atau kg) Beban radial ; WR Beban aksial ; Wa
Putaran poros ; n1
2. Faktor beban ; fw
Hal-hal yang harus diperhitungkan dalam perencanaan bantalan gelinding
3. Beban rencana ; F (N atau kg) Radial FR = WR x fw Aksial Fa = Wa x fw 4. Beban ekuvalen dinamis PR = (x x v x FR) + (y x Fa) 5. umur nominal bearing ; Lh 6. faktor kecepatan ; fn bantalan gelinding yang digunakan adalah bantalan bola, maka faktor kecepatannya adalah : fn = 7. faktor umur ; fh fh = 8. kapasitas nominal dinamis spesifik ; C C=
x PR kg (sumber: Ir.Sularso,MSME , cetakan kesembilan; hal 103)