BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa “Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman, dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut”. Keputusan
Menteri
Tenaga
Kerja
Republik
Indonesia
No.
KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakan di Tempat Kerja pasal 1 poin a yang berbunyi “Tempat kerja ialah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya”. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
6
7
terdapatsumber atau sumber-sumber bahaya baik darat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air dan udara (Tarwaka, 2008). 2. Proses Produksi Proses pembuatan minuman ringan berkarbonasi a. Minuman Ringan berkarbonasi Minuman ringan adalah minuman yang dikarbonasi, diberi perasa, nonalkoholik dan biasa diminum dalam keaadaan dingin. Minuman ringan biasa dikemas dalam botol atau kaleng minuman ringan pada umumnya mengandung air yang telah dimurnikan (hingga standar tertentu), high fructose syrup, gula, karbondioksida, senyawa natrium, dan perasa (Caballero,2003). Sedangkan minuman berkarbonasi adalah minuman yang dibuat dengan mengadsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum (Anonim, 2006). b. Identifikasi Bahan Baku 1) Bahan baku utama a) Konsentrat Konsentrat (beverage base) merupakan komposisi yang penting dalam pembuatan minuman berkarbonasi. Karena berfungsi memberikan rasa, aroma dan warna yang khas. Bahan baku penggunaan konsenttrat adalah ekstrak daun kola dan buah kola. Dalam ekstrak daun kola yang digunakan mengandung senyawa non- psikoaktif yang tidak membuat konsumen merasa ketagihan, ekstrak daun kola yang digunakan
8
sebagai bahan tambahan berupa the kola. Pembuatan konsetrat hanya dilakukan oleh The Coca-Cola Company yang berpusat di Atlanta. Hal ini bertujuan untuk menjaga kekhasan minuman berkarbonasi yang diproduksi oleh The Coca-Cola Company di seluruh dunia. Bottler-Bottler di seluruh dunia mendapatkan pasokan rutin dari TCCC, akan tetapi mereka akan diberi kebebasan untuk menyesuaikan selera di masing-masing daerah geografis. Jenis Konsentrat untuk masing-masing minuman terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Jenis Konsentrat Untuk Masing-masing Minuman Jenis Minuman Jenis Konsentrat Bentuk Coca-Cola Part II Liquid Part II Liquid Sprite Part I Kristal Part IB Kristal Part II Liquid Fanta Part I Kristal Part IB Kristal Part II Liquid Fanta Part I Kristal Sumber : PTCoca-Cola Bottling Indonesia Surabaya Plant, 2016. Komposisi Part I : Natrium Benzoat dan Asam Sitrat yang berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa Komposisi Part II : berbentuk cair (Liquid) berfungsi untuk pemberi rasa dan warna b) Air Air digunakan sebagai media pelarut yang diambil dari PDAM dan sumber bor dengan kedalaman 60-70 meter yang
9
diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan zat pengotor yang dapat mempengaruhi standar air olahan untuk minuman. Air yang siap dikonsumsi dan digunakan dalam proses produksi disebut air produk (treatedwater). Standar akhir treatedwater harus
memiliki
alkalinitas
<85mg/liter,
tidak
terdapat
kandungan klorin dan memiliki alkalinitas <0,5 NTU (Net Thermal Unit) bebas dari kandungan Fe, bebas dari bau, warna dan rasa asing, dan tidak terdapat bakteri E. Coli. Air yang digunakan dalam minuman ringan harus mempunyai kualitas yang baik.Air PDAM meskipun dapat diminum, tetapi terkadang mengandung mineral dan tumbuhan kecil yang dapat menyebabkan air tidak memenuhi syarat sebgai bahan dasar minuman ringan. c) Gula Gula juga merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan minuman. Gula dipakai sebagai bahan pemanis yang tentunya merupakan penentu rasa minuman. Gula digunakan untuk pembuatan simple syrup yang selanjutnya digunakan untuk membuat minuman sesuai rasa yang diinginkan, seperti: Coca-Cola, Fanta, Sprite, Freshtea, Ades dan minute maid pulpy. Gula yang digunakan oleh PT CocaCola Bottling Indonesia Surabaya Plant adalah gula yang diproses dengan menggunakan proses karbonatasi, bukan gula
10
yang menggunakan proses sulfitasi. Gula yang diolah dengan proses sulfitasi akan menimbulkan endapan putih pada minuman. Tentunya gula yang digunakan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh The Coca-cola Company. Gula yang digunakan oleh PT Coca-Cola Bottling Indonesia Surabya Plant ini import dari Thailand atau menggunakan gula lokal dari PT ILP Lampung. Pertimbangan menggunakan gula lokal karena harganya lebih murah. Selain itu, memiliki kualitas warna yang lebih putih dan bersih daripada gula lokal. Hal ini sesuai bahwa gula dengan kualitas rendah akan berpengaruh terhadap rasa, bau, penampakan dan stabilitas minum yang dihasilkan. d) Karbondioksida Karbondioksida disupply dalam bentuk cair yang kemudian diproses menjadi vapor (uap). CO2 cair diproses menjadi bentuk uap melalui proses evaporasi dalam bentuk evaporator. Pada saat melewati evaporator, CO2 akan melewati pipa-pipa lengkung dimana akan terdapat plat-plat yang akan menaikan suhu CO2 yang akan berubah menjadi gas. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonasi dan peningkatan CO2 dalam minuman, diantaranya suhu harus rendah, tekanan tinggi dan lain-lain. CO2 berfungsi untuk memberikan efek sparkling pada minuman ringan. Selain untuk menambah rasa pada minuman,
11
CO2 juga berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga umur menjadi lebih panjang. Karbondioksi memiliki fungsi
sebagai
antimicrobial
yang
dapat
menghambat
mikroorganisme serta dapat menggantikan oksigen yang merupakan materi pontensial bagi beberapa mikroorganisme. 2) Bahan Baku Penunjang Proses a) Bahan penunjang untuk proses pengolahan air adalah Klorin Berupa
cairan
berwarna
coklat
kekuningan.
Klorin
memiliki bau yang sangat menyengat. Senyawa klorin yang digunakan oleh PT Coca-Cola Bottling Indonesia Surabya Plant
adalah
senyawa
klorin
dalam
bentuk
Calcium
Hypochlorite granular (Hi-Chlor 70). Dalam pengelolaan air klorin juga digunakan dalam proses sanitasi alat dan juga untuk pencucian botol. Klorin juga berfungsi sebagai pembunuh bakteri
pantogen,
menghilangkan
besi
dan
mangan,
menurunkan warna, rasa dan bau, serta dapat mencegah pertumbuhan lumut. b) Lime (Ca(OH)2) Lime/kapur merupakan bahan pembantu yang berperan pada proses alkalinity reduction dip roses pengolahan air. (Ca(OH)2) ini akan bereaksi dengan senyawa bikarbonat (Ca,Mg,Na) yang larut dalam air membentuk senyawa yang tidak larut yaitu dalam bentuk CaCO3 atau Mg(OH)2. Yang
12
kemudian dipisahkan dari air melalui proses flokulasi dan filtrasi. Lime berperan penting dalam pengolahan air karena dapat mengurangi kesadahan air. c) Ferro Sulfat (FeSO4) Berbentuk cairan dan digunakan untuk pengolahan air produk. Berfungsi sebagai koagulan dan mengikat kotorankotoran yang ada sehingga lebih mudah mengendap. d) Karbon aktif Karbon aktif digunakan dalam pengolahan air produk. Berupa serbuk hitam dan berfungsi sebagai penyaring rasa, bau dan warna yang tidak diinginkan. Karbon ini juga berfungsi sebagai penyring klorin yang ditambahkan dalam pengelolahan air. e) Resin Resin ini berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan dan berkilau. Resin berfungsi sebagai pengikat ion-ion yang menyebabkan kesadahan dalam threated water. Hasil akhir dari penyaring resin ini adalah softener water. 3) Bahan penunjang untuk pembuatan simple syrup a) Filter Aid Berupa bahan kimia berbentuk serbuk, berfungsi sebagai pembuatan lapisan pada saringan karbon filter agar kotoran yang larut dalam simple syrup dapat tersaring dengan sempurna
13
dan untuk menjaga agar pori-pori saringan tidak mampat. Filter aid yang digunakan adalah Hyflo Super Cell yang berupa partikel padat yang dapat tertahan pada kertas saring pada filter press dan membentuk lapisan sehingga pori-pori kertas saring menjadi lebih besar. b) Karbon Aktif Memiliki jenis yang sama dengan jenis karbon untuk pengolahan air, hanya saja kali ini memiliki tekstur yang lebih lembut. Funsi karbon aktif dalam pembuatan simple syrup ini juga untuk menghilangkan rasa, bau dan warna asing dalam simple syrup. c) Filter Paper Berupa lembaran dengan tebal kurang dari 0,5 cm terbuat dari bahan sintesis, berfungsi sebagai saringan. 4) Bahan penunjang untuk pencucian botol a) Caustic Soda (NaOH) Caustic soda merupakan larutan detergen yang digunakan dalam proses pencucian botol dan proses danitasi. Pada proses pencucian ini caustic soda bersifat aktif melepas kotoran yang terdapat
pada
botol
dengan
menurunkan
tegangan
permukaankotoran, melarutkan baha-bahan organik, serta menjaga kotoran yang telah lepas didalamnya. Caustic soda
14
juga bersifat membunuh bakteri, yeast dan mold sehingga akan menghasilkan botol yang bersih dan steril. b) Stabilon ACP Stabilon ACP merupakan cairan khusus yang digunakan dalam proses pencucian botol. Fungsinya untuk mengkilapkan botol dan melindungi logo yang cetak pada botol agar tetap jelas. c) Divo LE dan Divo AI Yang terdiri dari Divo LE dan Divo AI bekerja secara bersama-sama dan saling mendukung untuk menurunkan air PpH air sisa pencucian botol. Divo LE memiliki funsi untuk menurunkan Total Hardness air yang digunakan hingga mencapai <15 ppm. Dimana Divo LE memiliki komposisi berupa Tretrasodium Ethylene Diamine Tetracetate 5-15%. EDTA 15-30% dan Nitrilotiacetic acid<5%. Divo LE memiliki warna kuning bening pH 7-8.Divo AI memiliki komposisi phosphoric acid>30%. Divo AL mempunyai penampakan yaitu cairan berwarna bening dengan pH < 2, bersifat larut dalam air, dan nilai densitasnya ρ=1,23 g/cm3. d) Lubodrive Berfungsi untuk melicinkan conveyor agar dasar botol dengan permukaan conveyor tidak banyak mengalami gesekan.
15
5) Bahan penunjang untuk sistem pendingan a) Amoniak (NH3) Berupa cairan yang digunakan sebagai refrigerant dalam sistem pendinginan produk secara tidak langsung (indirect). b) Glikol Digunakan sebagai refrigerant dalam sistem pendinginan produk secara langsung (direct). Glikol memiliki titik beku lebih rendah dari NH3, cenderung tidak menggumpal dan bersih. Sifat glikol yang lain adalah tidak bercampur pada minuman jika terjadi kebocoran. Glikol merupakan media yang digunakan dalam proses penukaran panas untuk mendingan finish syrup pada PHE. Glikol akan menukar panas dari finish syrup yang rendah akan mengoptimalkan proses karbonasi karena CO2 mudah diikat pada suhu rendah. 6) Bahan pengemas a) Botol kaca/RGB Botol kaca yang digunakan sebagai pengemas adalah botol kaca baru dan botol bekas pakai. Botol baru diperoleh dari supplier yaitu PT IGLAS dan PT Mulia. Sedangkan botol bekas pakai diperoleh dari botol kosong milik PT Coca-Cola Bottling Indonesia Surabaya Plant yang kembali dari pasaran. Tentunya botol-botol yang kembali pasaran tersebut tidak semuanya
16
layak untuk digunakan kembali, sehingga perlu dilakukan proses penyortiran. b) Closure dan Crown Closure adalah penutup botol minuman yang terbuat dari plastik, yang berwarna merah untuk tutup botol Coca-Cola dan Fanta, hijau untuk Sprite. Closure digunakan untuk closure ukuran 1000 ml dan 1500 ml. Crown merupakan penutup botol dengan ukuran 193, 200, 295 ml. Crown penyegel botol minuman adalah inovasi jenis penutup cekat dan erat yang sudah banyak digunakan sejak abad peralihan khusus untuk minuman ringan berkarbonasi dan bir yang dikemas dalam botol. Crown mempunya 12 rimpel pendek dengan 12 galur yang berkerut dalam posisi mengunci pada mutut botol. Galur-galur membentuk sudut 15 derajat untuk
mempertahankan
sederhana
dan
segel
penutupan ini
adalah
yang crown
efisien.Konsep memberikan
pengisolasian yang ketat dan memadai untuk menyegel minuman bervolume dalam botol. Bagian kepala penutup yang mengembang berkonjugasi dengan leher botol yang halus untuk mempermudah membuka penutup botol (Robertson, 1993). Closure dibuat dari bahan logam atau plastik. Closure logam dibentuk dari lempengan timah atau alumunium,
17
umumnya dengan ketebalan kurang lebih 0,25 mm. Closure tersebut dilapisi dengan email untuk mencegah logam bereaksi dengan isi dan container. Closure logam terdiri dari empat bentuk yaitu srew caps, crowns, lug cups dan spin-on atau rollon (Robertson,1993). c) Crate Crate merupakan tempat untuk meletakkan botol-botol RGB, baik itu botol kosong maupun produk jadi. Satu crate dapat diisi sampai 24 botol untuk ukuran kecil ataupun medium. d) Kardus Merupakan pembungkus produk untuk meletakkan botolbotol PET yang telah menjadi produk jadi. e) PET (Poly Ethylene Terephthalate) Botol PET yang digunakan adalah botol baru yang berasal dari perform yang digunakan proses moulding. Botol PET ini menggunakan botol sekali pakai dan tidak digunakan lagi seperti halnya RGM. Proses produksi di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Surabaya Plantmeliputi beberapa tahap, yaitu : pengolahan air, pembuatan sirup, pemurnianCO2, pencampuran dan pengemasan.
18
3. Potensi Bahaya a. Definisi Potensi Bahaya Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, potensi bahaya adalah kondisi atau keadaan baik pada orang, peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja, proses produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan pencemaran dan penyakit akibat kerja. Potensi bahaya merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera, penyakit, kematian atau kemampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008). Potensi keadaan darurat berdasarkan penyebabnya terdiri dari : 1) Huru-Hara 2) Pemogokan 3) Penyanderaan 4) Suplay Material (Air, Gula, Concentrate, Bahan bakar) 5) Kebakaran 6) Kebocoran & tumpahan bahan Kimia 7) Kecelakaan lalu lintas 8) Ancaman 9) Kebocoran radiasi
19
10) Penanganan bencana alam (Banjir, gempa bumi) 11) Power failure (listrik mati) 12) Kebocoran natural gas 13) Keluhan masyarakat (Lingkungan) 14) Perampokan dan penodongan di kantor atau di jalan raya 15) Pengendalian saat penarikan air, postmix dan
produk dalam
jumlah masal 16) Penanggulangan wartawan dan media masa 17) Kebocoran Amoniak 18) Pengendalian produk saat proses produksi terjadi breakdown 19) Pengendalian saat terjadi kebocoran CNG 20) Ledakan (Pengendalian Krisis PT Coca-Cola Bottling Indonesia Surabaya Plant, 2015) b. Definisi Identifikasi Potensi Bahaya dan penilaian Resiko Identifikasi Potensi Bahaya merupakan suatu proses aktivitas yang dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008). Proses identifikasi potensi bahaya : 1) Buat daftar semua objek (mesin, peralatran kerja, bahan, proses kerja, kondisi kerja, dll) yang ada di tempat kerja 2) Periksa semua objek yang ada di tempat kerja dan sekitarnya
20
3) Lakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja di tempat kerja yang bekerja di tempat kerja yang bekerja di tempat kerja yang terhubung dengan objek-objek tersebut 4) Review kecelakan, catatan P3K dan informasi lainnya 5) Catat seluruh potensi bahaya yang telah diidentifikasi Penilaian risiko adalah suatu teknik evaluasi terhadap kehadiran potensi bahaya di tempat kerja yang dilakukan secara sistemastis dan terencana dengan mengikuti tahapan-tahapan proses penilaianyang meliputi estimasi tingkat kekerapan dan keparahan kecelakaan yang mungkin terjadi, menentukan tinggi rendahnya tingkat risiko dan membuat skala prioritas tingkat risiko yang telah dinilai untuk dilakukan pengendalian. Proses penilaian risiko ini dilakukan untuk menilai tingkat risiko kecelakaan atau cedera dan sakit dan merupakan proses kelanjutan dari proses identifikasi potensi bahaya (Tarwaka, 2008). Proses penilaian risiko : 1) Estimasikan kekerapan terjadinya kecelakaan atau sakit ditempat kerja 2) Estimasikam keparahan dan kemungkinan terjadinya kecelakaan dan sakit yang terjadi 3) Tentukan tingkat resiko 4) Buat skala prioritas risiko yang telah dinilai untuk pengendalian resiko 5) Buat catatan penilaian resiko
21
4. Keadaan Darurat Keadaan darurat adalah segala kejadian atau peristiwa, alamiah atau akibat ulah manusia
yang memerlukan
aksi
penyelamatan dan
perlindungan terhadap properti, kesehatan masyarakat, dan keselamatan (Rachmawati, 2009). Keadaan darurat dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu (Markara,2008) : a. Keadaan Darurat Tingkat I Keadaan darurat tingkat I adalah keadaan darurat yang berpotensi mengancam nyawa manusia serta harta benda (aset), yang secara normal dapat diatasi oleh personil jaga dari suatu instalasi atau pabrik dengan menggunakan prosedur yang telah di siapkan tanpa adanya regu bantuan yang dikoordinir. b. Keadaan Darurat Tingkat II Keadaan darurat tingkat II adalah suatu kecelakaan besar dimanamana karyawan yang bertugas dibantu dengan peralatan dan material yang tersedia diinstalasi atau pabrik tidak mampu lagi menangani keadaan darurat tersebut seperti kebakaran besar, ledakan dahsyat, kebocoran B3 dan lain-lain yang mengancam jiwa manusia atau lingkungan atau asset dari instalasi atau pabrik tersebut dengan dampak bahaya atas karyawan, daerah masyarakat sekitarnya. Bantuan tambahan yang diperlukan berasal dari industri sekitar, pemerintah sekitar, dan masyarakat sekitar.
22
c. Keadaan Darurat Tingkat III Keadaan darurat tingkat III adalah keadaan darurat berupa malapetaka atau bencana dahsyat dengan akibat lebih besar dibandingkan tingkat II dan memerlukan bantuan, koordinasi pada tingkat nasional. 5. Prosedur Sistem Tanggap Darurat Prosedur keadaan darurat mencakup struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab tim, logistic, sarana yang diperlukan, jalur komando dan komunikasi, pengamanan dan pengelolaan masyarakat sekitar (Soehatman Ramli, 2009). Dalam merencanakan prosedur darurat, perlu memerhatikan beberapa prinsip penting. Dengan prinsip tersebut, diharapkan pelaku usaha mampu melokalisasi bahaya yang timbul akibat kecelakaan kerja serta meminimalisasi dampak kecelakaan tersebut. Adapun prinsip-prinsip prosedur darurat adalah sebagai berikut (Bintarto, 2015) : a. Perencanaan prosedur dadurat didasarkan pada dampak yang timbul dari kecelakaan besar yang mungkin terjadi. b. Penanganan kedaan darurat dilakukan oleh tenaga penanggulangan kecelakaan yang berpengalaman dengan jumlah yang cukup. c. Perencanaan prosedur darurat sebagai alat identifikasi kelemahan instalasi industri sehingga secepatnya dapat diperbaiki. d. Antisipasi bahaya dilakukan dengan memperhatikan frekuensi terjadinya kecelakaan, hubungan dengan pihak berwenang diluar
23
lokasi, prosedur menghidupkan tanda bahaya, komunikasi internal dan eksternal instalasi serta lokasi dan pola pengaturan dari pusat pengelola gawat darurat. e. Tersedianya fasilitas penanganan keadaan darurat, seperti telepon, radio, dan alat komunikasi internal-eksternal yang memadai, peta keberadaan bahan berbahaya, alat penunjuk arah dan pengukur kecepatan angin, alat penyelamat diri, mobil angkutan dan daftar lengkap pekerja. f. Perencanaan disiapkan oleh otoritas yang kompeten yang diatur melalui kebijakan, peraturan atau perundang-undangan. g. Perencanaan ini merupakan antisipasi dari bahaya dalam skala besar dan penanganannya terkait dengan otoritas lokal penanggulangan kecelakaan. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Perusahaan harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri yang meliputi : a. Penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medis, dan b. Proses perawatan lanjutan Prosedur menghadapi keadaan darurat harus di uji secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja dan untuk instalasi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait
24
yang berwenang untuk mengetahui kehandalan pada saat kejadian keadaan darurat. Setiap organisasi bertanggung jawab untuk mengembangkan prosedur kesiapsiagaan dan tanggap darurat yang sesuai dengan keperluannya, dalam
mengembangkan
prosedur
tersebut
organisasi
seharusnya
mempertimbangkan : Sifat bahaya di lokasi misalnya cairan mudah terbakar, tangki penyimpanan, gas bertekanan tinggi, dan tindakan yang dilakukan bila terjadi tumpahan atau pelepasan ke lingkungan karena kecelakaan. a. Jenis dan skala situasi darurat atau kecelakaan yang paling mungkin terjadi. b. Metode yang paling memadai untuk menanggapi kecelakaan atau situasi darurat. c. Rencana komunikasi internal dan eksternal. d. Tindakan yang diperlukan untuk meminimum kerusakan lingkungan. e. Mitigasi dan tidakan tanggapan yang dilaksanakan untuk berbagai jenis kecelakaan dan situasi darurat yang berbeda-beda. f. Keperluan untuk proses evaluasi setelah kecelakaan untuk menetapkan dan menerapkan tindakan perbaikan dan pencegahan. g. Pengecekan berkala terhadap prosedur tanggap darurat. h. Pelatihan terhadap personil tanggap darurat.
25
i. Daftar personil kunci dan instansi pembantuan, termasuk informasi rinci untuk kontak (misal : Dinas Pemadam Kebakaran, Jasa Pembersihan Tumpahan). j. Rute evakuasi dan tempat berkumpul yang aman. k. Proteksi terjadinya situasi darurat atau kecelakaan pada fasilitas yang l. Lokasinya berdekatan (misal : pabrik, jalan, lintasan kereta api). m. Memungkinkan saling membantu dengan organisasi sekitarnya. (ISO 14001 Elemen 4.4.7, 2004) 6. Tim Tanggap Darurat Organisasi keadaan darurat memerlukan suatu ruang pusat komando yang aman dari ancaman bahaya, dilengkapi dengan peta area pabrik serta alat-alat komunikasi keseluruh bagian dan ke unit-unit penanggulangan darurat (Sahab, 1997). Susunan organisasi tanggap darurat meliputi ketua, koordinator operasional, dan satuan satgas dalam hal ini adalah pengamanan, pemadam kebakaran, medis, SAR, evakuasi, komunikasi, Inventarisasi, dan perbaikan. Uraian tugas satgas tanggap darurat adalah sebagai berikut: a. Ketua 1) Mengkoordinir penanggulangan bencana di unit kerjanya (pabrik, kantor). 2) Memberikan keputusan pemberhentian pabrik atau instalasi. 3) Melaporkan kejadian ke Manajemen. 4) Merencanakan perbaikan akibat bencana.
26
b. Koordinator Operasional 1) Memimpin langsung pelaksanaan pertolongan pertama pada suatu kejadian bencana. 2) Memerintah
penutupan
sumber-sumber
aliran
yang
dapat
memperluas atau memperbesar bencana 3) Memerintahkan kode-kode bencana yang berlaku. c. Satgas Komunikasi 1) Menghubungi Executive Group. 2) Membunyikan
tanda
bahaya
sesuai
perintah
koordinator
operasional. 3) Merawat dan memelihara sistem komunikasi yang tersedia di lokasi pabrik atau perkantoran. d. Satgas Pemadam Kebakaran 1) Memadamkan kebakaran dengan alat pemadam kebakaran yang tersedia. 2) Bertanggung jawab terhadap keamanan dan kesiapsiagaan alat-alat pemadam kebakaran yang disediakan. Perusahaan atau Dinas Pemadam Kebakaran untuk ditempatkan sesuai dengan fungsinya. e. Satgas Pengaman 1) Melarang setiap orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi bencana.
27
2) Melaksanakan pengamanan area dan jalur jalan masuk/keluar untuk
kelancaran
keluar
masuknya
mobil
Unit
Damkar,
Ambulance dan Tim Evakuasi. f. Satgas Evakuasi 1) Mengusahakan pemindahan korban dari area bencana ke lokasi aman. 2) Melarang orang yang telah dievakuasi yang akan kembali kelokasi bencana sebelum dinyatakan aman. g. Satgas SAR 1) Mencari dan melaksanakan pertolongan atau penyelamatan korban dari area bencana dan membawa ke tempat aman (Shelter). 2) Mengamankan dokumen penting dan barang-barang berharga. h. Satgas Medis Mengusahakan pertolongan pertama jika ada korban dengan teknik/sistem P3K. Tim penanggulangan darurat harus dilengkapi tim medik, untuk memberikan pertolongan pada korban. Tim medik, untuk memberikan pertolongan pada korban.Tim medic ditempatkan di lokasi yang aman, dipimpin oleh seorang dokter atau seorang paramedik yang terlatih. Tim ini dilengkapi dengan peralatan untuk pertolongan darurat medik seperti oksigen, alat resusitasi jantung paru, pembalut, dan obat-obatan. Perusahaan harus melatih sejumlah pekerja agar mampu memberikan pertolongan pertama serta mampu mengevakuasi korban dengan aman (Sahab, 1997).
28
i. Satgas Inventarisasi 1) Menginventarisasi kerugian akibat bencana. 2) Menghitung jumlah orang atau karyawan yang dievakuasi baik yang selamat atau menjadi korban bencana. 3) Membuat laporan kepada Koordinator Operasional. j. Satgas Pemulihan atau Perbaikan 1) Melaksanakan perbaikan setelah kejadian bencana. 2) Melaksanakan pemeliharaan kelancaran saluran air, kelancaran jalan untuk lalu lintas dan sejenisnya. 3) Mengupayakan pencegahan adanya bahaya susulan yang dapat mengancam keselamatan maupun maupun menghambat proses produksi. 4) Melakukan pemulihan kondisi lingkungan yang terkena bencana, termasuk pelestarian lingkungan.(Okleqs, 2008) 7. Sarana Dan Fasilitas Tanggap Darurat Sarana dan prasarana atau fasilitas tanggap darurat adaah semua perlengkapan yang diperlukan dalam rangka menyiapkan kondisi darurat. Fasilitas keadaan darurat harus sesuai dengan standar yang berlaku, hal ini untuk menunjang penanganan kondisi darurat sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya. (Sri Pujiasih, 2000) a. Alat Pelindung Diri (APD) Menurut Permenakertrans RI No. 08 Tahun 2010 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah
29
suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.” b. Sistem komunikasi Sarana komunikasi yang perlu dipersiapkan anatara lain : alarm, radio panggil, telepon gengggam, HT dan lain-lainnya. Karena fungsinya yang sangat penting maka sarana komunikasi harus selalu dirawat dan dijaga agar senantiasa berfungsi dengan baik dan dapat dipakai secara terus menerus dengan efektif (Syukri Sahab, 1997). c. Jalur Evakuasi Setiap proses penanggulangan dan pengendalian keadaan darurat, harus dilengkapi dengan jalur evakuasi yang mudah dipahami dan dilaksanakan serta tidak terlalu rumit (Syukri Sahab, 1997). d. Pintu Darurat Berdasarkan 26/PRTM/2008
Peraturan Tentang
Menteri
Pekerjaan
Persyaratan
Teknis
Umum Sistem
Nomor Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan menyatakan bahwa exit, selain pintu exit utama di bagian luar bangunan gedung yang jelas dan nyata diidentifikasi sebagai exit, harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui dan mudah terlihat dari arah akses exit.
30
e. Titik Kumpul Titik assembly point merupakan tempat untuk berkumpul yang aman, pada saat terjadi kondisi darurat disuatu perusahaan (Syukri Sahab, 1997) dan merupakan tujuan utama untuk melakukan tindakan evakuasi. Tanda ini diletakkan pada luar ruangan yang berarea luas seperti dibawah ini : 1) Cukup menampung para tenaga kerja yang disesuaikan dengan pembagian area kerja masing-masing. 2) Penentuan titik assembly pointini harus diperkirakan aman dan jauh dari sumber bahaya yang ada. 3) Untuk jenis industri yang mencakup aktivitas dan karakteristik proses produksi yang mempunyai potensial bahaya tinggi, harus mempunyai potensial bahaya tinggi, harus mempunyai beberapa titik assembly point yang memadai. 4) Mudah untuk dijangkau dan dipahamioleh setiap tenaga kerja apabila berada dalam kondisi darurat. f. P3K Menurut Permenakertrans RI No. 15 Tahun 2008 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut dengan P3K di tempat kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja”, ayat (2) yang berbunyi
31
“Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pengurus/pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K di tempat kerja”, dan ayat (3) yang berbunyi “Fasilitas P3K di tempat kerja adalah semua peralatan, perlengkapan, dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja”. g. Poliklinik/Rumah Sakit Menurut Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Rumah Sakit adalah instusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara peripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat”. 8. Simulasi Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya (state of affairs). Aksi melakukan simulasi ini secara umum menggambarkan sifat-sifat karakteristik kunci dari kelakuan sistem fisik atau sistem yang abstrak tertentu. 9. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuranakan evektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.
32
Evaluasi merupakan suatu proses kegiatan training yang dilakukan secara teratur dan sistematis, dimulai dari pemantauan tujuan, rancang bangun, pengembangan instrument, pengumpulan data, dan menafsirkan temuan dengan tujuan untuk menentukan nilai hasil evaluasi dengan cara membandingkannya dengan standar evaluasi yang ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, kegiatan evaluasi merupakan suatu cara untuk mengukur efisiensi dan efektivitas dari pada training yang baru selesai diselenggarakan (Tarwaka, 2008). Efisiensi penyelenggaraan training dapat terlihat dari indicator-indikator sebagai berikut : a. Terlaksananya seluruh program training sesuai jadwal yang telah ditentukan. b. Hemat dalam penggunaan sarana dan prasarana yang disediakan c. Tertib administrasi dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan program training d. Tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan 10. Risiko Menurut OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa resiko didefinisikan sebagai kombinasi dan kemungkinan suatu kejadian berbahaya terjadi atau terpapar keadaan berbahaya dan keparahan dari cidera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian berbahaya atau paparan dari keadaan berbahaya. Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.
33
Sedangkan tingkat resiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan kekerapan (consequence/severity) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard ditempat kerja (Tarwaka, 2008). 11. Kerugian Setiap kecelakaan adalah malapetaka, kerugian dan kerusakan kepada manusia, harta benda atau properti dan proses produksi. Implikasi yang berhubungan dengan kecelakaan sekurang-kurangnya berupa gangguan kinerja perusahan dan penurunan keuntungan perusahaan. Pada dasarnya, akibat dari peristiwa kecelakaan dapat dilihat dari besar kecilnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya suatu peristiwa kecelakaan. Pada umumnya kerugian akibat kecelakaan kerja cukup besar dan dapat mempengaruhi
upaya
peningkatan
produktivitas
kerja
perusahaan
(Tarwaka, 2008). Secara garis besar kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi: a. Kerugian/biaya langsung (Direct costs): yaitu suatu kerugian yang dapat dihitung secara langsung dari mulai terjadi peristiwa sampai dengan tahap rehabilitasi. b. Kerugian/biaya tidak langsung atau terselubung (Indirect Costs): yaitu kerugian berupa biaya yang dikeluarkann dan meliputi suatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah terjadinya kecelakaan, biaya tidak langsung ini antara lain mencakup:
34
1) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja yang mendapat kecelakan. 2) Hilangnya waktu kerja dari tenaga kerja lain, rasa ingin tahu dan rasa simpati serta setia kawan untuk membantu dan memberikan pertolongan pada korban. 3) Terhentinya proses produksi sementara, kegagalan pencapaian target, kehilangan bonus. 4) Kerugian akibat kerusakan mesin, perkakas atau peralatan kerja lainnya. 5) Biaya penyelidikan dan sosial.
35
B. Kerangka Pemikiran Tempat Kerja
Proses Produksi
Potensi Bahaya Kebocoran Gas Amoniak dan Klorin
Keadaan Darurat
Tidak Ada Tindakan Pencegahan
Risiko
Kerugian
Tindakan Pencegahan
1. Prosedur Sistem Tanggap Darurat 2. Tim Tanggap Darurat 3. Sarana Dan Fasilitas Tanggap Darurat a. Alat Pelindung Diri (APD) b. Sistem Komunikasi c. Jalur Evakuasi d. Pintu Darurat e. Titik Kumpul f. P3k g. Poliklinik / Rumah Sakit 4. Simulasi 5. Evaluasi
Kerugian terkendali
Gambar 1. Kerangka Pemikiran