BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini berisi tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran. Tinjauan pustaka berisi penelitian-penelitan yang dilaksanakan dan digunakan sebagai dasar dilaksanakannya penelitian ini, serta teori-teori penunjang berisi definisi-definisi yang digunakan dalam pembahasan. Sedangkan kerangka pemikiran berisi alur pemikiran dalam penulisan skripsi ini.
2.1
Tinjauan Pustaka
Aljabar maks-plus diperkenalkan oleh Klene pada tahun 1956 dalam papernya yang membahas tentang jaringan syaraf dan automata [7]. Aljabar maks-plus dapat digunakan untuk memodelkan, menganalisis, dan mengontrol Sistem Kejadian Diskrit (SKD) [13]. Pada tahun 1992 Baccelli et al. [1] telah menerapkan aljabar maks-plus pada beberapa masalah yaitu menentukan waktu tercepat pada sistem penjadwalan dan sistem produksi, menentukan waktu tercepat pada masalah antrian, menentukan jalur terpendek di suatu kota dan lainnya. Vries [15], juga telah mengaplikasikan aljabar maks-plus pada masalah jaringan transportasi kereta api pada tahun 1998. Dalam penelitian tersebut, Vries memodelkan jaringan kereta api dengan memberikan kontrol pada jaringan tersebut. Subiono [14] mengaplikasikan aljabar maks-plus pada penjadwalan pesawat terbang, sistem produksi sederhana, penjadwalan sistem jaringan kereta dan kestabilan. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui aplikasi aljabar maks-plus pada masalah sistem jalur KRL. Untuk itu perlu menguraikan beberapa hal yang mendasari penelitian ini. Adapun beberapa hal tersebut adalah penjelasan singkat tentang KRL, struktur aljabar, teori graf, 4
DES, aljabar maks-plus, matriks dalam aljabar maks-plus (Rmax ) sistem linier maks-plus waktu invarian dan nilai eigen serta vektor eigen.
2.1.1
KRL JABODETABEK
Kereta Commuter Line, dikenal sebagai KRL adalah kereta rel listrik yang dioperasikan oleh PT. KAI Commuter JABODETABEK merupakan anak perusahaan dari PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang telah beroperasi di Jakarta sejak tahun 1976. Saat ini KRL telah melayani jalur yang melewati wilayah DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota bekasi, Kabupaten Lebak, Kota Tanggerang. Awal pembentukannya KRL dibawah perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda yaitu Staats Spoorwegen pada tahun 1923 membangun jalur KRL untuk pertama kali dari Tanjung Priuk menuju Jatinegara. Untuk melayani jalur ini, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik buatan pabrik Swiss Locomotive and Machine works dan buatan pabrik Allgemaine Electricitat Geselischaft. Seiring perkembangan zaman, pada tahun 2008 dibentuk anak perusahaan dari PT. KAI, yakni PT. KAI Commuter JABODETABEK yang fokus pada pengoperasional jalur KRL di wilayah JABODETABEK. Tugas pokok perusahaan ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan KRL di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi. Saat ini KRL di wilayah JABODETABEK telah mempunyai 860 unit KRL yang digunakan untuk mengangkut sekitar 650 ribu penumpang setiap harinya dari 678 perjalanan KRL. Seperti halnya kereta jarak jauh yang terdiri dari beberapa kelas diantaranya kelas ekonomi, kelas bisnis, dan kelas eksekutif, pada KRL JABODETABEK juga terdiri dari kelas ekonomi dan kelas eksekutif. Untuk meningkatkan pelayanan pihak pengelola terus menambah fasilitas yang ada termasuk dengan menambah jumlah KRL. Fasilitas yang ada diantaranya Air Conditioner (AC), Pintu otomatis, bangku busa, bangku khusus, sarana informasi, dan pegangan tangan. Adanya berbagai fasilitas yang ada diharapkan dapat memberikan ke-
5
nyaman pada penggguna KRL.
2.1.2
Struktur Aljabar
Definisi-definisi struktur aljabar berikut mengacu pada Muchlisah [9, 10] dan MacLane [8]. Definisi 2.1.1. Himpunan G dengan operasi penjumlahan disebut grup jika memenuhi sifat 1. tertutup : ∀a, b ∈ G maka a ∗ b = c dengan c ∈ G, 2. asosiatif : ∀a, b, c ∈ G maka a ∗ (b ∗ c) = (a ∗ b) ∗ c, 3. terdapat unsur identitias e ∈ G: ∀a ∈ G maka e ∗ a = a ∗ e = a, 4. setiap unsur dalam G memiliki invers: ∀a ∈ G maka ∃a−1 ∈ G sehingga a ∗ a−1 = e. Definisi 2.1.2. Suatu himpunan tak kosong R dengan operasi penjumlahan (+) dan perkalian (×) disebut gelanggang atau ring apabila memenuhi struktur 1. (R, +) merupakan grup abel (komutatif ), 2. terhadap perkalian bersifat assosiatif : ∀a, b, c ∈ R, berlaku a × (b × c) = (a × b) × c, 3. berlaku distributif kiri dan distributif kanan : ∀a, b, c ∈ R berlaku a(b + c) = ab + ac
dan (a + b)c = ac + bc.
Definisi 2.1.3. Suatu himpunan F yang dilengkapi dengan operasi (+) dan (×) didefinisikan sebagai lapangan atau field apabila memenuhi struktur 1. (F, +) merupakan grup abel, 2. (F, ×) merupakan grup abel, 6
3. bersifat distributif. Definisi selanjutnya mengacu pada Rudhito [11]. Definisi 2.1.4. Himpunan S yang dilengkapi dengan operasi penjumlahan dan perkalian disebut semiring jika merupakan semigrup komutatif terhadap penjumlahan, bersifat assosiatif terhadap perkalian, bersifat distributif terhadap penjumlahan dan perkalian serta mempunyai elemen penyerap terhadap operasi perkalian. Definisi 2.1.5. Suatu semiring disebut semifield jika semiring tersebut bersifat komutatif terhadap perkalian dan setiap elemen tak netralnya mempunyai invers terhadap operasi perkalian. Definisi 2.1.6. Suatu semifield dengan tambahan sifat idempoten terhadap perkalian disebut semifield idempoten (dioid).
2.1.3
Teori Graf
Definisi-definisi teori graf berikut mengacu pada Chartrand [4] dan Subiono [14]. Definisi 2.1.7. Graf G adalah himpunan tak kosong berhingga titik V (G) = {v1 , v2 , . . . , vn } yang disebut vertex dan himpunan pasangan tidak berurutan dari vertex-vertex V (G) yang disebut edge E(G) = {e1 , e2 , . . . , en } . Contoh graf sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1 tersebut dapat dijelaskan tentang definisi-definisi dasar dari suatu graf
Gambar 2.1. Graf sederhana
7
1. u − v walk : suatu barisan bergantian antara vertex dan edge ang dimulai dari vertex u dan diakhiri pada vertex v, contoh: a − b walk (a, (ae), e, (ec), c, (cd), d, (de), e, (ea), a, (ab), b). 2. u − v trail: u − v walk yang tidak memuat pengulangan edge, contoh: a − d trail (a, (ae), e, (eb), b, (bc), c, (ce), e, (ed), d). 3. u − v path: u − v walk yang tidak memuat pengulangan vertex, contoh: a − b path (a, (ad), d, (de), e, (ec), c, (cb), b). 4. Circuit: suatu barisan bergantian antara vertex dan edge yang diawali dan diakhiri pada vertex yang sama, contoh:(a,(ae),e,(ed),d,(dc),c,(cb),b,(be),e,(ea),a). 5. Cycle: suatu circuit yang tidak mengulangi vertex, kecuali vertex awal dan vertex akhir, contoh: (a,(ae),e,(ed),d,(dc),c,(cb),b(ba),a). Definisi 2.1.8. Graf berarah adalah suatu pasangan (V, A) dengan V adalah suatu himpunan vertex-vertex dan A adalah suatu himpunan pasangan terurut vertex-vertex yang disebut edge berarah (busur). Untuk busur (v, w) ∈ A, dengan v disebut vertex awal dan w vertex akhir. Suatu busur dengan vertex awal dan vertex akhir yang sama disebut loop Contoh graf berarah dapat dilihat dalam Gambar 2.2
Gambar 2.2. Graf berarah Definisi 2.1.9. Strongly connected adalah suatu graf berarah yang mempunyai path dari vertex ke setiap vertex pada graf. 8
Dari Gambar 2.2 terlihat merupakan graf yang strongly connected, karena dapat ditemukan sembarang path yang menghubungkan setiap dua vertex. Misalkan diambil 2 vertex b dan e, terdapat b−e path yaitu (b,(ba),a,(ad),d,(dc),c,(ce),e) dan e − b path yaitu (e,(ed),d,(dc),c,(cb),b). Graf berarah yang setiap busurnya mempunyai suatu elemen (bobot) disebut graf berbobot. Dalam aljabar maksplus graf berbobot disebut graf komunikasi. Contoh dari graf berbobot dapat dilihat dalam Gambar 2.3. c 4
5
3 a
2
b
Gambar 2.3. Graf berbobot
2.1.4
Discrete Event System
Menurut Subiono [14] DES adalah nama sistem buatan manusia dengan melibatkan sumber daya dan pengguna yang terbatas. Salah satu karakteristik dari suatu DES adalah dinamika berjalan yaitu komponen dalam sistem harus menunggu hasil dari komponen yang lain. Operasi dalam DES baru bisa dimulai jika semua proses sebelumnya telah selasai dilakukan, dengan waktu berakhirnya suatu proses sama dengan waktu mulai ditambah dengan lama proses operasi. Menurut Vries [15] salah satu contoh dari suatu DES adalah masalah jaringan transportasi. Contoh dari masalah DES dapat dideskripsikan dengan sistem linier maks-plus waktu invarian [12, 13].
2.1.5
Aljabar Maks-Plus
Pada bagian ini diberikan pengertian dan operasi pada aljabar maks-plus yang mengacu pada Heidergott [6] dan Baccelli et al. [1]. Aljabar maks-plus dinotasikan dengan Rmax dengan elemen-elemen dalam aljabar maks-plus merupakan kumpulan semua bilangan real dan ε = −∞ yang dinotasikan Rϵ . Operasi pada 9
aljabar maks-plus ada dua yaitu memaksimumkan (⊕) dan penjumlahan (⊗). Misal diambil sebarang a, b ∈ Rϵ , jika dikenakan operasi maksimum (⊕) maka a ⊕ b = maks(a, b). Sedangkan jika dikenakan operasi penjumlahan (⊗) maka a ⊗ b = a + b. Berikut adalah contoh penggunaan kedua operasi dalam aljabar maks-plus x ⊕ y = max(x, y) dan x ⊗ y = x + y. Contoh penggunaan operasi hitung tersebut adalah sebagai berikut 4 ⊕ 5 = max(4, 5) = 5, dan 7 ⊗ 2 = 7 + 2 = 9. Sifat-sifat dan definisi-definisi aljabar maks-plus, yang mengacu pada Farlow [5]. Struktur dari aljabar maks-plus adalah semifield idempoten karena memenuhi 1. komutatif: a ⊕ b = b ⊕ a,
dan
a ⊗ b = b ⊗ a, 2. asosiatif: a ⊕ (b ⊕ c) = (a ⊕ b) ⊕ c,
dan
a ⊗ (b ⊗ c) = (a ⊗ b) ⊗ c, 3. distributif: a ⊗ (b ⊕ c) = (a ⊗ b) ⊕ (a ⊗ c), 4. mempunyai elemen identitas yaitu ε terhadap (⊕) dan e terhadap (⊗): a ⊕ ε = ε ⊕ a = a,
dan
a ⊗ e = e ⊗ a = a, 5. idempoten: a ⊕ a = a. Definisi 2.1.10. Monoid abelian merupakan himpunan M yang dilengkapi dengan operasi biner ⊕ yang bersifat asosiatif dan komutatif serta mempunyai elemen identitas ε, tetapi himpunan tersebut tidak memiliki elemen invers. 10
Definisi 2.1.11. Semiring merupakan himpunan S dengan operasi ⊗ membentuk monoid abelian dan terhadap operasi ⊕ bersifat asosiatif, distributif, mempunyai elemen identitas e, dan ε adalah elemen penyerap yaitu ε ⊗ a = a ⊗ ε = ε. Definisi 2.1.12. Semifield merupakan himpunan S bersama dengan operasi ⊕ membentuk monoid abelian, dengan operasi ⊗ membentuk grup dan bersifat distributif ⊗ terhadap ⊕. Aljabar maks-plus (Rϵ , ⊕, ⊗) adalah suatu semifield yang dibentuk oleh himpunan Rϵ dan dilengkapi dengan operasi ⊕ dan ⊗. Aturan operasi pada aljabar maks-plus sama dengan pada aljabar . Operasi ⊕ dan ⊗ pada aljabar maks-plus analogi dengan operasi + dan × pada aljabar . Operasi ⊗ memiliki prioritas lebih tinggi dari ⊕ sehingga tidak perlu menambahkan kurung untuk menunjukkan urutan evaluasi operasi ⊕ dan ⊗. Untuk x ∈ Rϵ dan untuk semua n ∈ N didefinisikan x⊗n = x {z· · · ⊗ x}, | ⊗x⊗ n
sedangkan untuk n = 0 didefinisikan x⊗n = e = 0. Dalam aljabar dapat dituliskan x⊗n = x | +x+ {z· · · + x} = n × x. n
9⊗2 = 9 ⊗ 9 = 9 + 9 = 2 × 9 = 18.
2.1.6
Matriks dan Vektor dalam Rmax
Pada bagian ini dijelaskan matriks dan vektor aljabar maks-plus yang mengacu pada Subiono [14], matriks m × n dengan m, n ∈ N dalam Rmax dinotasikan dengan Rm×n max didefinisikan m = {1, 2, 3, . . . , m} dan n = {1, 2, 3, . . . , n}. Matriks dalam aljabar maks-plus dituliskan a a12 · · · 11 a21 a21 · · · A= .. .. .. . . . am1 am1 · · · 11
a1n a2n .. . amn
.
Elemen dari matriks A ∈ Rm×n max dengan baris i dan kolom j dinotasikan dengan aij , dengan i ∈ m dan j ∈ n. Operasi maksimum (⊕) dan penjumlahan (⊗) matriks pada Rmax serupa dengan operasi penjumlahan dan perkalian matriks pada R. Operasi ⊕ (penjumlahan jika dalam R) dapat dioperasikan jika ukuran dari kedua matriks sama besar sedangkan untuk operasi ⊗ (perkalian jika dalam R) dapat dioperasikan jika ukuran kolom matriks pertama sama dengan ukuran baris matriks kedua. Operasi matriks dalam Rmax menurut Butkovic [3], Farlow [5], Schutter [13, 12], dan Subiono [14] didefinisikan yaitu 1. untuk A, B ∈ Rm×n max jika dikenakan operasi ⊕ maka [A ⊕ B]ij = aij ⊕ bij = max(aij , bij ) Berikut contoh penggunaan operasi ⊕ 3 2 6 1 ⊕ A⊕B = 8 4 5 9 3⊕6 2⊕1 = 8⊕5 4⊕9 maks(3, 6) maks(2, 1) = maks(8, 5) maks(4, 9) 6 2 = 8 9 k×m 2. untuk A ∈ Rn×k max dan B ∈ Rmax jika dikenakan operasi ⊗ maka
[A ⊗ B]il = ⊕kj=1 (aij ⊗ bjl ) = maxj∈{1,2,3,...,k} (aij + bjl ).
12
Berikut contoh penggunaan operasi ⊗ 3 2 6 1 ⊗ A⊗B = 8 4 5 9 (3 ⊗ 6) ⊕ (2 ⊗ 5) (3 ⊗ 1) ⊕ (2 ⊗ 9) = (8 ⊗ 6) ⊕ (4 ⊗ 5) (8 ⊗ 1) ⊕ (4 ⊗ 9) (3 + 6) ⊕ (2 + 5) (3 + 1) ⊕ (2 + 9) = (8 + 6) ⊕ (4 + 5) (8 + 1) ⊕ (4 + 9) 9 ⊕ 7 4 ⊕ 11 = 14 ⊕ 9 9 ⊕ 13 maks(9, 7) maks(4, 11) = maks(14, 9) maks(9, 13) 9 11 = 14 13
3. untuk A ∈ Rm×n max dan α ∈ Rmax jika dikenakan operasi ⊗ maka [α ⊗ A]ij = α ⊗ aij ⊗k 4. untuk A ∈ Rm×n didefinisikan max pangkat ke-k dari A dinotasikan oleh A
sebagai A⊗k = A {z. . . ⊗ A} | ⊗A⊗ k
Dalam aljabar maks-plus terdapat dua jenis matriks yaitu matriks tereduksi dan tak tereduksi. Matriks tereduksi merupakan matriks yang berasal dari suatu graf yang tidak tidak terhubung kuat. Sedangkan suatu matriks dikatakan tak tereduksi jika matriks tersebut berasal dari suatu graf yang terhubung kuat strongly connected.
2.1.7
Sistem Linear Maks-Plus Waktu Invarian (SLMI)
Sistem linear maks-plus waktu invarian merupakan salah satu model yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang termasuk dalam DES. Sebuah sis13
tem dikatakan waktu invarian apabila matriks dalam persamaan sistemnya konstan yaitu tidak tergantung pada waktu. Definisi mengenai sistem linear maks-plus waktu invarian mengacu pada Rudhito [11] dan Vries [15]. Definisi 2.1.13. Sistem linier maks-plus waktu invarian adalah discrete event system yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut x(k + 1) = A ⊗ x(k) ⊕ B ⊗ u(k) n×m n dengan kondisi awal x(0) = x0 , A ∈ Rn×n max , B ∈ Rmax . Vektor x(k) ∈ Rmax
menyatakan keadaan ( state) dan u(k) ∈ Rm max adalah vektor input. Definisi 2.1.14. Sistem linier maks-plus waktu invarian autonomous mempunyai persamaan sebagai x(k + 1) = A ⊗ x(k)
(2.1)
Menurut Winarni [16] pada persamaan (2.1) disebut sebagai model aljabar maks-plus. Untuk k ≥ 0 dan A ∈ Rn×x , x ∈ Rnϵ dan x(0) = x0 sebagai ϵ nilai awal. Heidergott [6] menjelaskan sistem linier maks-plus waktu invarian digunakan untuk sistem yang mempunyai jadwal keberangkatan khusus sedangkan sistem linier maks-plus waktu invarian autonomous digunakan untuk sistem yang tidak memiliki jadwal keberangkatan khusus.
2.1.8
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Definisi nilai eigen berikut mengacu pada Schutter [12] dan Farlow [5]. Definisi 2.1.15. Diberikan A ∈ Rn×n max . Jika terdapat nilai λ ∈ Rmax dan vektor v ∈ Rnmax dengan v ̸= E(n, 1) sehingga A ⊗ v = λ ⊗ v maka λ disebut nilai eigen aljabar maks-plus matriks A dan v tersebut disebut vektor eigen aljabar maks-plus matriks A. Definisi 2.1.16. Diberikan A ∈ Rn×n max , dengan A merupakan suatu matriks bujur sangkar. Jika λ ∈ Rmax skalar, v ∈ Rnmax vektor yang memuat setidaknya satu elemen bukan nol dan A⊗v =λ⊗v 14
maka λ merupakan nilai eigen dari A dan v merupakan vektor eigen dari A. 3 8 , maka Contoh diberikan matriks 4 5 3 8 2 8 2 ⊗ = = 6 ⊗ . terlihat bahwa nilai eigen dari 4 5 0 6 0 2 matriks A adalah λ = 6 dan vektor eigen adalah v = . 0 Subiono [14] menyatakan suatu algoritma untuk menentukan nilai eigen dari matriks A ∈ Rn×n max dilakukan secara berulang dari bentuk persamaan linear x(k + 1) = A ⊗ x(k), k = 0, 1, 2, · · · sebagai berikut 1. Mengambil sebarang vektor x(0) ̸= E(n, 1). 2. Iterasi persamaan x(k+1) = A⊗x(k) sampai terdapat bilangan bulat m > n dan bilangan real c sehingga perilaku periodik terjadi yaitu x(m) = c⊗x(n). 3. Menghitung nilai eigen λ = 4. Vektor eigen v =
⊕m−n i=1
c . m−n
(λ⊗(m−n−i) ⊗ x(n + i − 1)).
Bila v adalah vektor eigen dari matriks A, maka sistem x(k + 1) = A ⊗ x(k) akan beroperasi secara periodik dengan periode sebesar nilai eigen λ. Hal ini sesuai dengan bentuk persamaan berikut x(k + 1) = A ⊗ x(k) = λ⊗(k+1) ⊗ v, dengan k = 0, 1, 2, · · · . menentukan nilai eigen dan vektor eigen. Diberikan matriks Berikut contoh 0 1 2 ε A = 4 ε 3 , dengan nilai awal x(0) = 0 sehingga diperoleh 0 ε 5 ε 6 2 x(1) = A ⊗ x(0) = 4 , x(2) = A ⊗ x(1) = 8 . 9 5 15
Terlihat bahwa x(2) = 4 ⊗ x(1), dalam hal ini n = 1, m = 2, dan c = 4. Diperoleh nilai eigen dari matriks A adalah λ =
4 2−1
= 4. Kemudian menentukan
vektor eigen, digunakan langkah 4 dalam algoritma, diperoleh 2 2 1 ⊕ ⊗(1−i) ⊗0 v= (4 ⊗ x(i)) = 4 ⊗ 4 = 4 . i=1 5 5 sehingga diperoleh barisan vektor x(k) untuk k = 1, 2, 3, 4 adalah 14 10 6 2 , , , 4 8 12 16 . 17 13 9 5 perilaku periodik terjadi pada x(1), x(3) dan x(2), x(4) dengan periode sebesar 4.
2.1.9
Kestabilan Jaringan KRL
Kestabilan jaringan KRL mengacu pada Subiono [14]. Suatu sistem penjadwalan jalur kereta dapat dikatakan stabil bila keterlambatan semakin mengecil hingga keberangkatan berikutnya tidak terjadi lagi keterlambatan. Definisi 2.1.17. Vektor keterlambatan z(k) untuk k ≥ 0 didefinisikan sebagai z(k) = x(k) − d(k). Keterlambatan dari sistem x(k + 1) = A ⊗ x(k) ⊕ d(k + 1) tidak akan bernilai negatif sehingga x(k) ≥ d(k). Untuk jadwal yang realistis, keterlambatan tidak bernilai besar sehingga tidak mengganggu jadwal yang berlaku. Besar keterlambatan pada keberangkatan ke-k dinotasikan ∥z(k)∥⊕ =
n+r ⊕
zi (k).
i=1
Definisi 2.1.18. Suatu sistem stabil untuk setiap x0 terdapat k(x0 ) ∈ N sedemikian hingga ∥z(k)∥⊕ = e untuk setiap k ≥ k(x0 ). 16
Kestabilan suatu sistem ditentukan dengan menggunakan nilai eigen yang memenuhi sistem x(k + 1) = A ⊗ x(k) ⊕ d(k + 1). Stabil jika dan hanya jika λ < T.
2.2
(2.2)
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat disusun suatu kerangka pemikiran untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, terdapat asumsi-asumsi pada sistem penjadwalan transportasi KRL di wilayah JABODETABEK yaitu 1. Diasumsikan jalur KRL beroperasi dengan jadwal keberangkatan yang periodik dengan periode T 2. Waktu referensi atau waktu acuan yang digunakan untuk mendapatkan distribusi jumlah KRL pada tiap jalur adalah pukul 06.15 3. Diasumsikan keberangkatan semua KRL tidak mendahului jadwal keberangkatan yang telah ditentukan. 4. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jadwal keberangkatan dan kedatangan KRL yang beroperasi pada range waktu pukul 06:15 - 08:30 pada hari kerja. Asumsi yang sudah ditentukan akan digunakan sebagai penunjang dalam penyelesaian sistem penjadwalan. Diawali dengan pengambilan data jadwal KRL yang berupa waktu keberangkatan, dan waktu perjalanan yang kemudian dari data tersebut dibentuk menjadi suatu graf. Graf tersebut diubah ke dalam matriks yang dioperasikan dengan menggunakan aljabar maks-plus yang kemudian akan menghasilkan suatu nilai eigen dan vektor eigen. Pada penyelesaian yang menghasilkan nilai eigen dan vektor eigen ini akan diperoleh waktu optimal dari sistem penjadwalan transportasi KRL di wilayah JABODETABEK. Selanjutnya
17
dari jadwal yang sudah diperoleh dilakukan simulasi terhadap keterlambatan untuk mengetahui seberapa pengaruhnya saat terjadi keterlambatan keberangkatan pada salah satu kereta.
18