5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kinerja Secara
terminology
kinerja
merupakan
terjemahan
dari
kata
performance. Kata kinerja tersusun dari dua kata yaitu “kinetika” yang berarti kemampuan atau prestasi dan kata “kerja”.Dengan demikian dalam kinerja terkandung pengertian kemampuan kerja tau prestai kerja. Prawirosentono (dalam Wibowo, 2009:2)2 mengemukakan bahwa kata kinerja yang merupakan padanan kata ‘perfomance’ adala hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompo orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujaun organisasi secara legal dan sesuai dengan moral maupun etika. Irawan (dalam Wobowo, 2009:17)3 menyatakan bahwa kinerja secara umum dapat diartikan sebagai perbuatan atau prestasi (performance). Dalam konteks khususs performance diartikan sebagai output seorang pekerja, sebuah output proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana output proses tersebut harus dapat ditunjukan buktinya secara konkret dan dapat diukur melalui perbandingan dengan standar yang telah ditentukan. Wibawa (dalam Widodo, 2007:64)4 mengatakan bahwa kinerja menunjukan seberapa jauh tingkat kemampuan dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi dan juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu. Sementara Widodo (2007:78)5, kinerja adalah suatu hasil kerja yang
6
dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai
tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Gibson (Pasolong, 2008:176)6, kinerja
seseorang ditentukan
oleh
kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi. Keban (Pasolong, 2008:176)7 kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan. Timpe (Pasolong, 2008:176)8 kinerja adalah prestasi kerja yang ditentukan faktor lingkungan dan perilaku manajemen. Lingkungan kerja yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang paling efektif dan produktif dalam intekasi social organisasi akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Prawirosentono (Pasolong, 2008: 176)9, mengatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan seesuai dengan moral dan etika. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi. Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil dari:
7
1. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu.Atribut individu meliputi factor individu (kemampuan dan keahliaan, latar belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi. 2. Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu. 3. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Dukungan organisasi maliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja,struktur organisasi dan job design. Menurut Timple (Mangkunegara 2005:56)10, faktor-faktor kinerja terdiri
dari
faktor
internal
dan
faktor
eksternal.
Faktor
Internal
(disponsissional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tingi dan seseorang itu tipe pekerja keras. Sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Kinerja dapat dipandang sebagai proses maupun hasil pekerjaan. Kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja, namun hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja. (Wibowo, 2009:79)11. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk suatu organisasi mempunyai kinerja yang baik yaitu menyangkut pernyataan tentang maksud dan nilai-nilai, menejemen strategis,
8
manajemen sumber daya manusia, pengembangan organisasi, konteks organisasi, desain kerja, fungsionalisasi, budaya dan kerja sama. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakantindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para karyawan mmiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seseorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor_faktor internal seperti kemampuan atau upaya, diduga akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal, seperti nasib baik, suatu tugas yang mudah atau ekonomi yang baik. Jenis atribusi yang dibuat seorang pimpinan tentang kinerja seorang bawahan akan mempengari sikap dan perilaku terhadap bawahan tersebut. Mangkunegara (2000:15)12 menyebutkan bahwa : Seorang pimpinan yang mempermasalahkan kinerja buruk seseorang bawahan karena kekurangan ikhtiar mungkin diharapkan akan mengambil tindakan hokum. Sebaliknya pimpinan yang tidak menghubungkan kinerja buruk
dengan
kekurangan
kemampuan/keterampilan,
pimpinan
akan
merekomendasikan suatu program pelatihan di dalam ataupun luar perusahaan. Oleh karena itu, jenis atribusi yang dibuat oleh seorang pimpinan dapat menimbulkan akibat-akibat serius dalam cara bawahan tersebut
9
diperlakukan. Cara-cara seorang karyawan menjelaskan kinerjanya sendiri juga mempunyai implikasi penting dalam bagaimana dia berperilaku dan berbuat di tempat kerja.
B. Indikator Kinerja Indikator
kinerja
atau
permormance
indicators
kadang-kadnag
dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja, tetapi banyak pula yang mebedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara indikator kinerja digunakan untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif
atas dasar perilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja juga
menganjutkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan) daripada retrospektif (melihat ke belakang). Hersey, Blanchard dan Johnson (Wibowo, 2009:101)13, ada tujuh indikator kinerja dua diantaranya mempunyai peranan yang sangat penting yaitu (1) tujuan, apa tujuan yang akan dicapai, (2) motif, dorongan untuk melakukan sesuatu (3) sarana , sumber daya yang akan digunakan, (4) kompetensi, kemampuan seseorang untuk menjalankan pekerjaan, (5) peluang, kesempatan
untuk
menunjukkan
prestasi
kerjanya
(6)
standard,
memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan, (7) umpan balik, masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standard kinerja dan pencapaian tujuan.
10
Indikator kinerja
yang dimaksud
oleh LAN-RI (dalam Pasolong,
2008:7)14 adalah ukuran kuantatif dan kualitatif yang menggambarkan tingakt pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan pertimbangan indikator masukan (inputs), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefits), dan dampak (impact). Penetapan indikator kinerja ini merupakan
proses identifikasi dan klasifikasi indokator
kinerja melalui
system pengumpulan dan pengolahan data atau informasi untuk menentukan kinerja kegiatan, program dan atau kebijakan. Dengan demikian indikator kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan, dan tahapan setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam menetukan indikator kinerja antara lain (1) spesifik dan jelas, (2) dapat terukur secara objektif, (3) dapat menunjukkan pencapaian keluaran, hasil, manfaat dan dampak, (4) harus cukup fleksibel dan sensitive terhadap perubahan dan (5) efektif yaitu dapat dikumpulkan , diolah dan dianalisis datanya secara efisien dan efektif. Dwiyanto (Pasolong, 2008:178)15 menjelaskan beberapa indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja birokrasi publik yaitu: 1. Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisien tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. 2. Kualitas pelayanan, cenderung menjadi pentinh dalam menjelaskan konerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negative yang
11
terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. 3. Responsivitas, masyarakat,
kemampuan menyusun
birokrasi
agenda
dan
untuk
mengenali
prioritas
kebutuhan
pelayanan
dan
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
dan
aspirasi
masyarakat.
Secara
singkat
responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuha dan aspirasi masyarakat. 4. Responsibilitas, menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit maupun implisit. 5. Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat atau seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik itu konsisten dengan kehendak publik. Sementara Kumorotomo (Pasolong, 2008:180)16, menggunakan beberapa indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik antara lain (1) efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas, (2) efektivitas, apakah tujuan yang didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai, hal ini tentunya berkaitan dengan visi, misi, tujuan dan fungsi
organisasi. (3) keadilan, mempertanyakan distribusi dan alokasi
12
layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. (4) daya tanggap, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara /pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Karena itu kriteria
organisasi
tersebut
secara
keseluruhan
harus
dapat
dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi criteria daya tanggap. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 81 Tahun 1995 (Pasolong, 2008:181)17 telah memberikan rujukan dalam pemberian pelayanan
seperti
kesederhanaan,
kejelasan,
kepastian,
keamanan,
keterbukaan, efisien, ekonomis, dan keadilan yang merata. Sementara Peter Drucker (Wibowo, 2009:105)18,
untuk mengetahui
masalah seberapa baik manajer melakukan pekerjaannya atau kinerja manajerial, maka manajemen kinerja merupakan ukurannya yaitu berupa seberapa efisien dan efektif seorang manajer, seberapa baik manajer mempertimbangkan dan mencapai tujuan yang tepat. Ukuran efisiensi adalah melakukan sesuatu dengan cara yang benar yaitu mencapai output atau hasil yang diukur dari input (tenaga, bahan dan waktu) dan mampu meminimalkan biaya sumber daya yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Ukuran efektivitas melakukan sesuatu hal yang benar, manajer memilih tujuan yang tidak tepat.
13
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu organisasi menurut Pasolong (2008:186)19 antara lain : 1. Kemampuan, merupakan
suatu kapasitas individu untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari dua segi yaitu (1) kemampuan intelektual, kemampuan yang diperlukan kemampuan
untuk melakukan yang diperlukan
kegiatan mental, (2) kemampuan fisik, untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan ketrampilan. 2. Kemauan, kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi. Kemauan dan motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (1) lingkungan fisik, setiap pegawai menghendaki lingkungan fisik yang baik untuk bekerja, lampu yang terang, ventilasi udara yang nyaman, sejuk, bebas dari gangguan suara berisik, (2) lingkungan sosial, sebagai makhluk social dalam melaksanakan tugas tidak semata-mata hanya mengejar penghasilan saja tetpi juga mengharapkan penghargaan oleh pegawai lain, pegawai lebih berbahagia apabila dapat menerima dan membantu pegawai lain. 3. Energi, merupakan pemersik api yang menyalakan jiwa. Tanpa adanya energy psikis dan fisik mencukupi, perbuatan kreatif pegawai terhambat. 4. Teknologi, tindakan yang dikerjakan oleh individu atau suatu objek dengan atau tanpa bantuan alat
atau alat mekanikal untuk membuat
beberapa perubahann terhadap objek tersebut.
14
5. Kompetensi, sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa atas kinerja dan manfaat baginya. Jika pegawai mendapat kompensasi yang setimpal dengan hasil kerjanya, maka pegawai dapat bekerja dengan tenang dan tekun. Akan tetapi bila pegawai merasa kmpensasi yang diterima jauh dari memadai maka pegawai berfikir mendua yaitu berusaha mencari penghasilan tambahan luar sehingga menyebabkan pegawai sering mangkir. 6. Kejelasan Tujuan, seluruh anggota organisasi harus mengetahui tujuan organisasi sehingga anggota dapat bekerja secara maksimal. 7. Keamanan, sangat penting bagi anggota organisasi karena seseorang yang merasa aman dalam melaksanakan pekerjaan berpengaruh terhadap kinerjanya. Sementara Robin Stuart Kottze (Wibowo, 2009:85)20, faktor yang mendorong kinerja adalah perilaku. Perilaku adalah tentang bagaimana anda bertindak dan bukan tentang apa atau siapa anda. Perilaku adalah suatu cara dimana seseorang bertindak atau melakukan. Karena dapat menentukan kinerja anda. Kinerj atingkat tinggi adalah hasil dari melakukan sesuatu yang benar pada waktu yang tepat. Kinerja yang efektif dalam pekerjaan adalah hasil dari melakukan sesuatu hal yang benar apda waktu yang tepat (doing to right things at the right time), atau hal yang benar untuk pekerjaan spesifik pada waktu yang spesifik (the right things for that specific job at the specific point in time).
15
Hersey, Blanchard dan Johnson (Wibowo, 2009:97)21 menggambarkan hubungan antara kinerja dengan factor-faktor yang mempengaruhi
dalam
bentuk Satelit Model. Menurut satelit model, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor
pengetahuan, sumber daya bukan
manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia dan struktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggungjawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak yang mempertimbangkan. Sementara pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa factor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sendiri dipengaruhi oleh kemampuan dan kompetensinya. Sementara dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjaanya, bagaimana mereka membrikan penghargaan pada pekerja, dan bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui coaching, monitoring dan councelling. Sementara Armstrong dan Baron (Wibowo, 2009:99)22, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : 1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan, kompensasi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu. 2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh manajer dan team leader. 3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.
16
4. System factors, ditunjukkan oleh adanya system kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. 5. Contextual /situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
D. Tugas Kepala Badan Berdasarkan Peraturan Bupati Katingan Nomor 7 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fugsi Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa bahwa Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa sebagai pimpinan tertinggi di organisasi harus memiliki tugas dan tanggungjawab yang besar terhadap pencapaian tujuan organisasi. Dalam rangka melaksanakan visi, misi, tujuan organisasi, maka Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan
Desa mempunyai tugas
memimpin, membina, megkoordinasikan, merencanakan serta menetapkan program kerja, tata
kerja dan mengembangkan semua
kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa serta bertanggung jawab atas terlaksananya tugas pokok dan fungsi. Untuk melaksanakan tugasnya, Kepala Badan menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan dan penetapan kebijakan teknis dibidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
17
b. Pelaksanaan koordinasi pembinaan Pemerintahan Desa, kelembagaan sosial budaya masyarakat, usaha sumber daya alam dan teknologi tepat guna. c. Pelaksanaan koordinasi kebijakan pemberdayaan masayarakat dalam pengembangan prakarsa dan swadaya gotong royong. d. Pembinaan penyelenggaraan urusan kesekretariatan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa.