BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Keselamatan Kerja Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata „safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Purnama, 2010). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia dapat merasakan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian terutama untuk para pekerja konstruksi. Agar kondisi ini tercapai di tempat kerja maka diperlukan adanya keselamatan kerja.
2.2 Kesehatan Kerja
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”. Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan 7
8
bahwa pengertian kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan seharihari,bukan tujuan hidup. Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik. Husni L. (2005) menyatakan bahwa keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Ada 4 (faktor) penyebabnya yaitu: 1)
Faktor manusianya.
2)
Faktor material/ bahan/ peralatan.
3)
Faktor bahaya/ sumber bahaya
4)
Faktor yang dihadapi (pemeliharaan/ perawatan mesin mesin)
Kesehatan kerja di perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif dan bila perlu pencegahan kepada lingkungan tersebut, agar pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta dimungkinkan untuk mengecap derajat kesehatan setinggi- tingginya (Muhammad Sabir, 2009). Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang–Undang
No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, sosial dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain : 1.
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2.
Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual. 1) Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
9
2) Emosional
sehat
tercermin
dari
kemampuan
seseorang
untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya. 3) Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya. 3.
Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik,dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4.
Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut. Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I
pasal 2, Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan
10
Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan. OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Dari definisi keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu program yang menjamin keselamatan dan kesehatan pegawai di tempat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi. (Rijanto, 2010)
2.4 Kecelakaan Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak direncanakan yang disebabkan oleh suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang tidak aman atau kedua-duanya. (Sheddy N, 2008)
2.5 Proyek Konstruksi
Proyek adalah sebuah kata yang sering digunakan untuk sebuah
11
pekerjaan didalam sebuah program kegiatan, akan tetapi kata ini mempunyai arti dimana sebuah pekerjaan besar yang berkemungkinan besar tidak akan terulang kembali pada jangka waktu tertentu dimasa yang akan dating. Setiap proyek harus memiliki start dan finish yang jelas, sekumpulan aktivitas yang berurutan diantara dua kejadian itu, berikut adanya suatu sasaran tertentu. Suatu proyek adalah suatu usaha sementara yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu produk atau jasa yang unik. Setiap proyek memiliki tanggal mulai dan selesai yang tertentu. Unik diartikan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan adalah berbeda dari produk atau jasa sejenis lainnya. Tidak ada dua proyek yang 100% sama (Evha, 2010). Proyek adalah suatu kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan dalam suatu periode tertentu (Bappenas TA-SRRP, 2003).
2.6 Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/ 1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Sebagai
tindak lanjut dikeluarkannya
Peraturan
Menakertrans
tersebut,
pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup dimengerti karena
komprehensif, namun terkadang
sulit
menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan,
serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangankekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.
12
Dalam rangka terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja pada penyelenggara an konstruksi di Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat umum dan yang bersifat khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni : 1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan. 2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 3) Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum masing-masing Nomor Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Pada
proyek
konstruksi,
kecelakaan
kerja
yang
terjadi
dapat
menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan kontraktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kecelakaan kerja tersebut dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor peralatan, dan faktor lingkungan kerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor manusia merupakan faktor paling dominan menjadi penyebab kecelakaan kerja. Menurut Rijanto (2010) bahwa dalam suatu aktivitas / kegiatan biasanya ditemukan kesulitan–kesulitan untuk mengidentifikasikan bahaya atau kecelakaan kerja yang mungkin timbul sehingga pada akhirnya juga sulit untuk memprioritaskan tindakan– tindakan pencegahan dan peralatan yang digunakan. Maka Rijanto membuat sebuah penilaian (assessment) yaitu tingkat kemungkinan ( Probability ) dan tingkat keparahan (Hazard effect) yang diakibatkan oleh kecelakaan yang terjadi.
Tabel 2.1 Tingkat Kemungkinan (Probability) HIGH
Suatu kejadian yang terjadi berulang – ulang (setiap hari, setiap shift) dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya lebih dari 1 dalam 10 kejadian
MEDIUM
Suatu kejadian yang sering terjadi tetapi dengan kekerapan yang lebih jarang (setiap bulan, kwartal) dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam 10 sampai dengan 1 sampai 1000 kejadian, kadang – kadang terjadi.
13
Suatu kejadian yang sangat jarang terjadi (setiap tahun atau bahkan
LOW
kurang) tetapi tetap
diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan
masalah. Kemungkinannya 1 dalam lebih dari 1000 kejadian.
Sumber : Rijanto, 2010
Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan,denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Tingkat keparahan kecelakaan kerja dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.2 Tingkat Keparahan (Hazard Effect)
Sumber : Rijanto, 2010
14
2.7 Jenis – jenis Kecelakaan Kerja
Menurut Purnama (2010) jenis- jenis kecelakaan yang sering terjadi pada proyek konstruksi adalah sebagai berikut : 1. Jatuh 2. Tertimpa benda jatuh 3.
Menginjak, terantuk
4. Terjepit, 5. Gerakan berlebihan 6.
Kontak suhu tinggi
7.
Kontak aliran listrik
8.
Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
Kecelakaan kerja adalah hal yang tidak diinginkan dan diharapkan sehingga dapat mengacaukan suatu proses aktivitas yang telah diatur, merugikan terhadap manusia, dan merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Menurut Haris (2008), jenis – jenis kecelakaan dapat diklasifikasikan seperti diagram berikut :
Gambar 2.1 Jenis kecelakaan menurut Haris (2008)
2.8 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Konstruksi
Kasus-kasus kecelakaan yang terjadi di luar negeri umumnya adalah metode pelaksanaan konstruksi yang kurang tepat mengakibatkan gedung runtuh yang menewaskan banyak korban. Sedangkan kasus yang terjadi di Indonesia umumnya terjadi karena lemah nya pengawasan pada proyek konstruksi. Kurang
15
disiplin nya tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan K3 dan kurang memadainya kuantitas dan kualitas alat perlindungan diri di proyek konstruksi. Dari kasus-kasus diatas ada beberapa faktor
penyebab terjadinya kecelakaan
kerja konstruksi adalah akibat dari beberapa hal berikut: 1) Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat. 2) Lemahnya pengawasan K3 3) Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri 4) Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3. Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik aspek kompetensi para pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3. Hambatan pelaksanaan K3 tersebut antara lain: 1. Terbatasnya persepsi tentang K3 2. Kurang perhatian dan pengawasan 3. Ada anggapan K3 menambah biaya 4. Tanggung jawab K3 hanya pada kontraktor saja 5. Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3. Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi. Menurut Arianto (2010 ) penyebab kecelakaan kerja pada proyek konstruksi dapat ditinjau dari 3 aspek : 1. Manusia
16
Mengingat semakin meningkatnya persyaratan kerja dan kerumitan hidup, manusia harus meningkatkan efisiensinya, dengan bantuanperalatan dan perlengkapan, semakin canggih peralatan yang digunakanmanusia, semakin besar bahaya yang mengancamnya. Hal-hal yang berpengaruh terhadap tindakan manusia yang tidak aman (kecerobohan) serta kondisi lingkungan yang berbahaya dilokasi proyek: a) Pembawaan diri b) Persoalan pribadi c) Usia dan pengalaman kerja d) Perasaan bebas dalam melaksanakan tugas e) Keletihan fisik para pekerja 2.
Lingkungan dan alat kerja a) Lingkungan dan alat kerja. Kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama yangdisebabkan oleh: b) Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bising
yang
berlebihan yang dapat mengakibatkan terganggunya konsentrasi pekerja c) Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja, sehingga menurunkan efektivitas kerja d) Cuaca (panas, hujan) 3.
Peralatan keselamatan kerja Peralatan keselamatan kerja berfungsi untuk mencegah dan melindungi pekerja dari kemungkinanmendapatkan kecelakaan kerja. Macam-macam dan jenis peralatankeselamatam kerja dapat berupa: a) Helm pengaman (safety helmet) b) Sepatu (safety shoes) c) Pelindung mata (eye protection) d) Pelindung telinga (ear plugs) e) Penutup lubang (hole cover )
Pelaksana proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. Selain hal diatas menurut Fathoni A . (2006) penyebab terjadi kecelakaan yaitu : 1.
Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dan
17
kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi. Diantaranya tempat kerja yang tidak baik, alat atau mesin-mesin yang tidak mempunyai system pengamanan yang tidak sempurna, kondisi penerangan yang kurang mendukung, saluran udara yang tidak baik dan lain-lain. 2.
Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia bisa yang dalam hal akibat dan sistem kerja, tetapi biasa juga bukan dari kelalaian manusianya selaku pekerja. Seperti malas, ceroboh, menggunakan peralatan yang tidak aman dan lain-lain.
2.9
Perlengkapan dan Peralatan Standar K3
Berdasarkan instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/ M/ BW/ BK/ 1984, tentang pengesahan alat pelindung diri, semua kontraktor berkewajiban menyediakan semua keperluan peralatan/ perlengkapan pelindung diri atau Personal Protective Equipment (PPE) untuk semua karyawan yang
bekerja
sesuai dengan bahaya dan risiko kerja guna untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Adapun alat-alat pelindung diri atau PPE sebagai berikut: 1.
Pelindung Kepala atau Helm (HardHat), yang melindungi kepala karena lapisannya yang keras, tahan dan kuat terhadapbenturan yang mengenai kepala, sistem suspensi yang ada didalamnya bertindak sebagai penahan goncangan, melindungi kulit kepala, wajah, leher, dan bahu dari percikan, tumpahan, dan tetesan, serta beberapa jenis dirancang tahan terhadap sengatan listrik.
2.
Pelindung Mata (Safety Glasses/ Goggles).Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi mata dari debu kayu, batu atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Pekerjaan yang mutlak membutuhkan perlindungan mata adalah mengelas.
3.
Pelindung Telinga (Ear Plug/ Ear Muff). Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi–bunyi yang keras dan bising.
4.
Pelindung Wajah (Face Shield) Pelindung wajah memberikan perlindungan
18
menyeluruh pada wajah dari bahaya percikan bahan kimia, obyek yang beterbangan atau cairan besi. Banyak dari pelindung wajah ini dapat digunakan bersamaan dengan penggunaan helm, seperti helm pengelas. Helm pengelas memberikan
perlindungan baik pada wajah dan juga mata. Helm
ini menggunakan lensa penahan khusus yang menyaring intesitas cahaya serta energi panas yang dihasikan dari kegiatan pengelasan. 5.
Pelindung Hidung dan Mulut (Masker).
6.
Pelindung bagi pernafasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi. Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
7.
Pelindung Tangan/Jari (Hands)
8.
Sarung Tangan berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja ditempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
9.
Pelindung Kaki (Safety Shoes)
10. Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit yang dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb. 11. Pelindung Bahaya Jatuh 12. Pakaian Penahan Bahaya Jatuh yang dilengkapi dengan tali pengaman (Body Harness). Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter. Sistem yang dirancang untuk menyebarkan tenaga benturan atau goncangan pada saat jatuh melalui pundak, paha dan pantat. Pakaian penahan bahaya jatuh ini dirancang dengan desain yang nyaman bagi si pemakai dimana pengikat pundak, dada, dan tali paha dapat disesuaikan menurut pemakainya. Pakaian penahan bahaya jatuh ini dilengkapi dengan cincin “D” (high) yang terletak di belakang dan di depan dimana tersambung tali pengikat, tali pengaman atau alat penolong lain yang dapat dipasangkan. Selain Alat Pelindung Diri atau PPE, dalam suatu proyek konstruksi diperlukan pula sarana peralatan lingkungan yang berupa :
19
1) Tangga susun (scaffolding) 2) Scaffolding (perancah) adalah rangka kerja sementara yang dipasang khusus untuk mendukung lantai kerja (work platform). 3) Fungsi Scaffolding : a. sebagai tempat bekerja dimana pekerja tidak dapat mencapai suatu ketinggian dari lantai atau landasan b. konstruksi scaffolding harus mampu menjamin keselamatan dan kenyamanan para pekerja yang pergunakannya. 4) Alat pemadam kebakaran berupa APAR, merupakan alat pemadam ringan atau api kecil, dan waterhydrant alat untuk memadamkan api besar. 5) Pagar pengamanan / barricade 6) Peralatan P3K, yang terdiri dari alat dan bahan yang bisa mencegah dan mengobati luka ringan 7) Serta Rambu–rambu K3 yang berfungsi memberikan informasi berupa tanda–tanda peringatan, larangan, maupun petunjuk pada area yang mengandung
risiko
tinggi.
Tujuan
utamanya
adalah
menghindari
kemungkinan terjadinya kecelakaan pada pekerja. Pegawai pengawas atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat menetapkan tempat-tempat kerja lain yang wajib menggunakan alat pelindung diri. Kewajiban Penyediaan Alat Pelindung Diri pengurus wajib menyediakan secara cuma- cuma, bagi tenaga kerja setiap orang lain yang memasuki tempat kerja. dengan ketentuan : 1. Pada pekerja/ buruh yang baru ditempatkan 2. Pelindung diri yang ada telah kadaluarsa 3. Alat pelindung diri telah rusak dan tidak dapat berfungsi dengan baik karena dipakai bekerja Ada penetapan dan diwajibkan oleh Pegawai Pengawas Ketenaga kerjaan atau Ahli Keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Pemilihan alat pelindung diri wajib melibatkan wakil pekerja/ buruh. Pengurus wajib menyediakan alat pelindung diri dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan jenis potensi bahaya dan jumlah pekerja/buruh.
20
1.
Slogan-Slogan K3
Gambar 2.2 Slogan K3
Gambar 2.3 Rambu - Rambu K3 Pemasangan spanduk yang berisi pesan K3 telah terbukti manfaatnya dalam usaha untuk mencegah kecelakaan kerjadi lokasi kerja. Rangkaian kata yang tertera dalam slogan K3 mengingatkan kepada para pekerja yang membacanya. Pekerja yang melihat spanduk slogan K3 akan tersentuh hatinya untuk menjalankannya seperti kata yang tertera dalam slogan tersebut
21
Gambar 2.4 Model 5 Prinsip Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
2.10 Dasar Hukum Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang – undang Tentang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan. Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husan (dalam tulisan Ibrahim J. Kusuma, 2010:4) Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebutlah yang menjadi pijakan utama dalam menafsirkan aturan dalam menentukan seperti apa ataupun bagaimana program K3 tersebut harus diterapkan. Rizky Argama (dalam tulisan Ibrahim J. Kusuma, 2010) menjelaskan, sumber – sumber hukum yang menjadi dasar penerapan program K3 di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.
Undang – undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.
Undang – undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang jaminan Sosial Tenaga Kerja
22
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
4.
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja
5.
Peraturan Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan Pelayan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
6.
Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja;